Anda di halaman 1dari 24

PENGUJIAN KETANGGUHAN POROS PROPELER

DENGAN UJI IMPAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V:

SAFIANI (2018 70 002)

SAMUEL J. BARENDS (2018 70 016)

MANGIRING GULTOM (2018 70 003)

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK SISTEM PERKPALAN
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Suatu logam mempunyai sifat-sifat tertentu yang dibedakan atas sifat fisik, mekanik,
thermal, dan korosif.Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan, dan
ketangguhan. Sifat mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan proses
selanjutnya terhadap suatu material, contohnya untuk dibentuk dan dilakukan proses
permesinan. Untuk mengetahui sifat mekanik pada suatu logam harus dilakukan pengujian
terhadap logam tersebut.Salah satu pengujian yang dilakukan adalah pengujian
ketangguhan.
Sebagai contoh dalam pembuatan poros propeler, diperlukan material yang kuat
untuk menerima beban diatasnya.Material juga harus elastis agar pada saat terjadi
pembebanan standar atau berlebih tidak patah.Salah satu contoh material yang sekarang
banyak digunakan pada konstruksi bangunan atau umum adalah logam.
Meskipun dalam proses pembuatannya telah diprediksikan sifat mekanik dari logam
tersebut, kita perlu benar-benar mengetahui nilai mutlak dan akurat dari sifat mekanik
material tersebut. Oleh karena itu, sekarang ini banyak dilakukan pengujian-pengujian
terhadap sampel dari material.
Pengujian ini dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat mekanik dari
material, sehingga dapat dlihat kelebihan dan kekurangannya.Material yang mempunyai
sifat mekanik lebih baik dapat memperbaiki sifat mekanik dari material dengan sifat yang
kurang baik dengan caraalloying.Alloying merupakan paduan dari satu macam logam atau
lebih dengan unsure non logam tertentu yang dihasilkandari peleburan komponennya,
sehingga mempunyai sifat menguntungkan dibanding dari sifat masing-masing
logamnya.Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan konstruksi dan pesanan. Uji ketangguhan
adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan
cara memberikan beban gaya yang sesumbu. Hasil yang didapatkan dari pengujian
ketangguhansangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan
data kekuatan material. Pengujian ketangguhanjuga digunakan untuk mengetahui jenis
material apa yang cocok untuk poros propeler.Salah satu cara untuk mengetahui besaran
sifat mekanik dari logam adalah dengan uji impak. Sifat mekanik yang dapat diketahui
adalah kekuatan dan elastisitas dari baja carbon St. 52 tersebut.Uji ketangguhan banyak
dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai
data pendukung bagi spesifikasi bahan.Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat
dilihat dari kurva uji tarik.
Pengujian ketangguhan ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis material
baja carbon St. 52 diantara sifat-sifat mekanis yang dapat diketahui dari hasil pengujian
ketangguhan adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan tarik
2. Kuat luluh dari material
3. Keuletan dari material
4. Modulus elastic dari material

Pengujian ketangguhan banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan


dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan karena
dengan pengujian tarik dapat diukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang
diberikan secara perlahan. Pengujian ketangguhan ini merupakan salah satu pengujian yang
penting untuk dilakukan, karena dengan pengujian ini dapat memberikan berbagai informasi
mengenai sifat-sifat baja carbon st. 52.
Dalam bidang industridiperlukan pengujian ketangguhan ini untuk
mempertimbangkan faktor metalurgi dan faktor mekanis yang tercakup dalam proses
perlakuan terhadap baja carbon st. 52 jadi, untuk memenuhi proses selanjutnya.Oleh karena
pentingnya pengujian ketangguhan ini hendaknya mengetahui mengenai pengujian
ini.Untuk mengetahui nilai ketangguhan baja carbon St. 52 maka dilakukan dengan uji
impak.Uji impakmerupakan salah satu metode yang digunakkan untuk mengetahui
kekuatan, kekerasan, serta krtangguhan suat material.Oleh karena itu uji impak banyak
dipakai dalam bidang menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut.
Adapun tujuan dari pengujian impak test ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh beban dampak terhadap sifat mekanik material.
2. Mengetahui standar prosedur pengujian dampak.
3. Mengetahui faktor yang memengaruhi kegagalan material dengan beban dampak.
4. Mengetahui kemampuan material terhadap beban dampak dari berbagai temperatur yang
di ukur.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka kita dapat merumuskan masalah dalah penelitian
ini adalah:
1 Jenis material apa yang sesuai untuk suatu poros propeler ?
2 Bagaimana pengujian ketangguhan material baja carbon St.52 dilakukan ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdsarkan permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah:


1 Mengetahui jenis material yang sesuai untuk poros propeler
2 Mengetahui proses pengujian ketangguhan material baja carbon St. 52

1.4. MANFAAT HASIL PNELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu manfaat,manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat melakukan pengujian tarik.
2. Mengetahui kemampuan masing-masing spesimen benda kerja tersebut.
3. Mengetahui jenis material-material untuk poros propeler kapal.

1.5. PEMBATASAN MASALAH

Pada Penelitian ini dilakukan pengujian tarik pada material porospropeler baja
karbon St. 52 dengan membuat variasi bentuk takik pada spesimen uji. Spesimen uji sesuai
standar ASTM A untuk pengujian ketangguhan material baja carbon St. 52. Pengujian
ketangguhan dilakukan denga uji impak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PorosPropeler Baja Karbon St. 52

Poros propelermerupakan elemen mesin yang banyak digunakan untuk meneruskan


daya dan putaran. Pada umumnya konstruksi poros propelermenggunakan dimensi diameter
poros yang berbeda (poros bertingkat), mempunyai alur untuk snap-ring dan O-ring, dan
mempunyai alur pasak dan lubang untuk memasang elemen mesin yang lain. Poros
propelerbeserta kelengkapannya menjamin 45 sampai 65 % berat kapal, pada saat yang sama
poros propeler menggerakkan propeler.
Hal-ha1 penting dalam perencanaan poros adalah kekuatan poros yang mengalami
beban tarik atau tekan, puntir atau lentur.Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi
tegangan bila diameter pros diperkecil, poros mempunyai alur pasak, spline harus
diperhatikan.Poros harus direncanakan sehingga cukup kuat untuk menahan beban-beban
yang timbul. Kekakuan poros juga harus dipertimbangkan dan sesuaikan dengan macam
mesin yang akan dilayani oleh poros tersebut. Poros untuk mesin biasanya dibuat dari baja
karbon konstruksi dimana kadar karbonnya terjamin.
Dalam perancangan, perubahan bentuk geometri seperti itu tidak dapat dihindari
karena mempunyai tujuan untuk pemasangan bantalan, tempat saluran pelumas, pemasangan
roda gigi dan lain-lain. Perubahan geometri yang terjadi akan menyebabkan terjadinya
pemusatan tegangan (konsentrasi tegangan) yang akan mengakibatkan tegangan pada
perubahan geometri tersebut akan tinggi, sehingga umur atau kekuatan poros akan berkurang.
Kegagalan elemen mesin akibat beban dinamik dan statik pada umumnya terjadi pada titik-
titik dimana terdapat konsentrasi tegangan.
Berdasarkan Tabel 1, maka material poros propeler dapat digolongkan ke dalam
material low carbon steel. Material ini biasanya digunakan untuk keperluan general structure.
Material baja carbon ini memiliki kandungan karbon berkisar antara 0,l sampai 1,7 % sebagai
elemen paduan utama (Timings, R.L., 1998). Unsur elemen tambahan medium carbon steel
antara lain yaitu: mangan hingga 1,60 %, phosfor hingga 0,05 %, silika hingga 0,55 %, dan
sulfur hingga 0,05 %.
Tabel 1. Klasifikasi Logam Ferrous (Timings, R.L 1998)

Nama Group Kandungn Carbon Beberapa


Penggunaan
Lembaran pelat untuk
dipress menjadi panel
Plain carbon steel 0,1 – 0,15 kerangka mobil,
kawatkabel, batangan
Low-carbon dan pipa-pipa
Steel Untuk kebutuhan
umum bengkel dalam
Plain carbon steel 0,15 – 0,3 bentuk batangan, pelat
boiler dan roda gigi.
Crankshaft, poros,
Medium-carbon
Plain carbon steel 0,3 – 0,5 pegas daun, cold
Steel chisel
Coil spring, wood
0,8 – 1,0 chisels Files, mata
High-carbon steel Plain carbon steel 1,0 – 1,2 bor, dies dan taps
1,2 – 1,4 Alat-alat tajam (pisau
dll.)

Dalam mendapatkan sifat suatu bahan yang berkaitan dengan tegangan dan regangan,
beban diberi secara bertahap, agar memberi waktu yang cukup untuk berkembang.Dalam kondisi
biasa tegangan dan regangan diberikan hanya sekali.Kondisi ini dikenal sebagai kondisi statis
(static condition) dan diperkirakan mendekati kondisi yang sebenarnya dari berbagai struktur
komponen mesin.
Begitupun sering muncul kondisi di mana tegangan regangan berubah atau berfluktuasi
antara beberapa harga.Misalnya suatu struktur logam tertentu pada permukaan komponen mesin
yang berputar atau mengalami beban tarik secara statis. Nama Low-carbon steel Medium- carbon
steel High-carbon steel Group Plain carbon steel Plain carbon steel Plain carbon steel Kandungan
Karbon (%) 0,1 -0,15 0, 15 - 073 093 - 095 Dalam mempelajari sifat-sifat mekanik suatu bahan,
proses karakterisasi bahan memegang peranan penting. Secara umum, setiap sampelakan
dilakukan proses mekanik dengan uji impak. Dari perubahan perubahan besaran mekanik ini
kemudian di ukur dan di analisa untuk mendapatkan besaran besaran khusus dari bahan yang
diuji.Sehingga untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik dari suatu bahan uji maka
dilakukan uji impak.

B. Faktor Konsentrasi Tegangan dan Perlakuan

Bila diamati, kegagalan suatu komponen mesin seringkali terjadi pada daerah dimana
penampangnya berubah, misalnya poros patah pada daerah di sekitar fillet dan baut patah pada
daerah batas antara kepala dengan badan baut.Kegagalan tersebut dapat dijelaskan bila faktor
konsentrasi tegangan telah dipahami.Sebuah ilusttasi tentang faktor konsentrasi tegangan yang
dialami oleh poros bertingkat dapat diperhatikan pada pengujian tarik. Hal ini tidak hanya terjadi
pada poros saja namun tegangan yang dialami oleh pelat yang memiliki berbagai jenis perubahan
penampang antara lain lubang di tengah, alur setengah lingkaran di kedua tepi, dan fillet juga
menimbulkan konsentrasi tegangan. Suatu diskontinuitas dalam benda misalnya lubang atau
takik, akan mengakibatkan distribusi tegangan tidak merata disekitar diskontinuitas tersebut.
Pada beberapa daerah didekat diskontinuitas, tegangan akan lebih tinggi daripada tegangan rata-
rata yang jauh letaknya dari diskontinuitas. Jadi telah terjadi konsentrasi tegangan pada
diskontinuitas.
Konsentrasi tegangan dinyatakan dengan faktor tegangan K. Pada umumnya K adalah
sebagai perbandingan antara tegangan maksimum dengan tegangan nominal terhadap dasar
penampang sesungguhnya.Besarnya tegangan maksimum yang terjadi dibandingkan dengan
besarnya tegangan rata-rata disebut dengan faktor konsentrasi tegangan (K). Pendekatan dalam
menentukan besarnya faktor konsentrasi tegangan pada spesimen yang bertakik atau berlubang,
yaitu :
σ max
k t= ………………………………………………….... (1)
σ

dimana:

Kt= faktor konsentrasi tegangan berdasarkan gross stress


σ max= tegangan maksimum yang tejadi pada takikan

σ = besarnya tegangan yang diberikan pada benda (normal stress)

Besarnya tegangan normal yang terjadi akibat beban aksial adalah :

F
σ = …………………………………………………………(2)
A

dimana :

σ = tegangan normal
F = gaya yang bekerja
A = luas penampang
Persamaan (2) di atas hanya dapat digunakan jika penampang dari suatu spesimen
relatif seragam. Dengan kata lain apabila terdapat perubahan yang signifikan pada
penampangnya, seperti adanya takik (lubang) atau perubahan luas penampang, maka
persamaan (2) tidak dapat digunakan untuk menentukan besarnya tegangan normal pada
sel uruh penampang spesimen tersebut. Hal ini dikarenakan terdapat kenaikan harga
tegangan yang terjadi pada daerah di sekitar penampang yang tidak seragam tersebut,
atau disebut juga dengan konsentrasi tegangan.
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan mengenai faktor konsentrasi tegangan.
Shul'ginov dan Matveyev (1997) melakukan pengujian lelah plat baja paduan rendah dan
sambungan las plat baja terhadap momen lentur yang tidak berputar. Spesimen uji tanpa
las terdiri dari plat tak berlubang (K,=I) dan plat berlubang di bagian tengah (K,=2,5),
sedangkan spesimen uji sambungan las mempunyai Kt=3,13. Pengujian dilakukan dengan
beban sinusoidal dan beban impak pada kondisi suhu kamar (20°C) dan suhu -60°C.Rasio
tegangan divariasi pada R=O dan 0,5. Berdasarkan kurva S-N, dapat dibuktikan bahwa
faktor konsentrasi tegangan yang lebih besar menyebabkan umur lelah spesimen menjadi
lebih rendah.

C. Prinsip-Prinsip Pengujian Impak


1.      Meterial mendapat beban tiba-tiba ayuan bandul godam pada ketinggian tertentu.
2.      Energi yang diserap SPESIMEN (joule) adalah selisih energi potensial godam sebelum
dan sesudah memukul (IMPAK) matrial.
3.      Besarnya keuletan (ketangguhan) adalah energi yang diserap dibagi luas penampang
spesimen.

C. Jenis-jenis Metode Uji dampak

Secara umum metode pengujian dampak terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Metode Charpy
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan
posisi horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan.

2. Metode Izod
Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan
posisi, dan arah pembebanan searah dengan arah takikan.

D. Perpatahan Impak

Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:Perpatahan berserat (fibrous
fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan
(logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.
1. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan
patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi
(mengkilat).
2. Perpatahan campuran(berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis
perpatahan di atas.

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi
bahan. Temperatur transisiadalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan jenis
perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian
dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi
material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat
rapuh atau getas (brittle).
Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang
berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan
selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas
merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah
yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat
terjadi deformasi kejut/impak dari luar.Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan
dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan
benda uji.Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif
sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat
mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih
rendah.

E. Patah Getas dan Patah Ulet

Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu :

1.      Patah Getas


Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara
cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang
singkat.Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah
ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja.Biasanya patah getas terjadi pada material
berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi
sehingga sangat kuat namun rapuh.
Ciri-cirinya:
a.     Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat  dan  memantulkan   cahaya.

b.    Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak
tampak gejala-gejala material tersebut akan patah.

c.     Tempo terjadinya patah lebih cepat

d.    Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik.


e.     Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

2.      Patah Ulet


Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada
material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti.Patah ulet ini ditandai
dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar
patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna
kelabu.Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi
bukan karena pengaruh beban saja.Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit
yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah (duta, 2011).
Ciri-cirinya  :
a.     Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial
b.     Tempo terjadinya patah lebih lama.
c.     Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban
d.     Permukaan  patahannya  terdapat  garis-garis  benang  serabut  (fibrosa),  berserat,
menyerap cahaya, dan penampilannya buram.

F. Ketangguhan Bahan

Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap
energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau
kejutan.Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan
lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja
murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :
1.       Bentuk takikan
Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya
perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut
yang mengakibatkan energiimpak yang dimilikinya berbeda-beda pula.Ada beberapa
jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing.Berikut ini adalah urutan energi
impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi
menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Takikan segitiga
Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah.Hal ini
disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja,
yaitu pada ujung takikan.
b.     Takikan segi empat
Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan
terdistribusi pada dua titik pada sudutnya.
c.   Takikan Setengah lingkaran
      Memiliki energiimpak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap
sisinya, sehingga tidak mudah patah.
2.        Beban
Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang
dibutuhkan untuk mematahkan spesimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini
diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya
yang sangat besar.
3.      Temperatur
Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi
dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur
yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan
berkurang dengan sendirinya.
4.     Transisi ulet rapuh
Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang
susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi,
tergantung pada cara pengusiaannya
5.    Efek komposisi ukuran butir
Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya.
Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila
ukurannya besar maka bahan akan ulet.
6.     Perlakuan panas dan perpatahan
Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar
butir  benda uji dan untuk menghaluskan butir.
7.       Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi
Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada
temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi
serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah

F. Deformasi Plastis dan Elastis

Suatu material dapat bertahan dari energi tekan di karenakan energi  tekan tidak
melebihi energi material itu.  Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di
beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan di
hilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita
maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan
panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya
tarik di hilangkan.  Sedangkan pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik
hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula
setelah gaya tarik di hilangkan. Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan
terdapat yang namanya batas luluh (yield strength) nah untuk deformasi elastis itu berada di
bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis berada/melewati batas luluh suatu
material, di mana untuk setiap material memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan
perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi
elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas.
Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik.  Untuk
deformasi plastis struktur mikro sudah berubah.  Sebagai inisiasinya adalah putusnya ikatan
antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir
menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan).Pembentukan butir
butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro.
Biasanya daerah elastis itu dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan san
tegangan, nah ujung dari titik proporsioanl ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari
daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak akan kembali   kebentuk semula. 
Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastic tidak terjadi
perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih di daerah elastis, logam dapat
menahan beban yg diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan
dislokasi. sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah
memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir.

G. Model Kegagalan Uji Impak


Menurut Afrizal dan Richardo (2011: 17), pengamatan dari impak charpy dapat
dilakukan melalui penelaahan permukaan patahan, seperti: patahan berserat, patahan
granular, atau patahan belah, dan patahan campuran dari keduanya. Bentuk patahan yang
berbeda-beda ini dapat ditentukan dengan mudah, walaupun pengamatan permukaan patahan
tidak diperbesar. Model patahan komposit sandwich yang mengalami beban impak biasanya
berupa pull-out, core shear, delaminasi dan indentation dan lain-lain.
a. Perilaku gagal core shear biasanya terjadi pada balok sandwich dengan skin yang relatif
tebal dengan span yang pendek. Kegagalan didominasi oleh lemahnya kekuatan core yang
digunakan.
b. Kegagalan pull-out merupakan jenis kerusakan yang terjadi karena lepasnya ikatan antara
serat dengan epoksi terjadi karena air berdifusi ke dalam serat terutama serat yang bersifat
hydrophilic sehingga daya ikat antara serat dengan matrik semakin rendah.
c. Pull-in merupakan perbedaan tegangan rata-rata dari komposit dapat disebabkan oleh
beberapa sebab diantaranya adalah kekuatan komposit yang kurang merata disetiap tempat
dan distribusi serat yang kurang merata sehingga energi yang diserap menjadi lebih kecil.
d. First crack merupakan kerusakan yang terjadi pada saat awal pembebanan yang
mengakibatkan keretakan pada spesimen. Keretakan awal pada spesimen ini sering terjadi
pada bidang yang mendapat titik pembebanan.Kerusakan ini terjadi karena bahan material
spesimen bersifat getas dan tidak mampu menahan geser yang diberikan.
e. Finally crack merupakan batas titik akhir dari kerusakan yang terjadi pada kerusakan awal.
Finally crack terjadi karena material spesimen mampu menyerap energi pembebanan yang
diberikan, sehingga material spesimen tidak sampai putus karena pembebanan.
f. Kegagalan delaminasi merupakan jenis kerusakan yang berbentuk pengelupasan pada
permukaan. Delaminasi sering terjadi pada struktur bertulang akibat kurangnya lapisan
perekat. Kerusakan ini bisa terjadi pada konstruksi karena kegagalan pada pembuatan
campuran, reaksi kimia,kelebihan beban dan sebagainya, oleh karena itu perlu
diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi pada konstruksi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. TIPE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen, dimana hasil


pengujian diperoleh melalui percobaan langsung terhadap benda uji. Berdasarkan pokok
masalah yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka data diperoleh melalui hasil pengujian
tarik terhadap material pros baja karbon St. 52, dilanjutkan dengan pengamatan dan analisa
terhadap data yang diperoleh dari pengujian di laboratorium.

3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan.Tempat pelaksanaan penelitian


yaitu pembuatan spesimen uji di Labor Pemesinan dan pengujiannya dilaksanakan di
Laboratorium Kekuatan Material Fakultas Teknik UniversitasPattimura.

3.3. VARIABEL PENELITIAN

3.3.1. Variabel Bebas


Variabel bebas dalam penelitian ini adalahbesar beban alat uji spesimenbaja carbon St. 52

3.3.2. Variabel Terikat


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan dalam menentukan besarnya faktor konsentrasi tegangan pada spesimen
yang bertakik atau berlubang
σ max
k t=
σ
2. Besarnya tegangan normal yang terjadi akibat beban aksial
F
σ=
A

3.4. INSTRUMEN PENELITIAN

3.4.1. Bahan Pengujian


Bahan yang digunakan dalam pengujian ini ialah baja carbor St. 52
3.4.2. Alat pengujian
1. Alat uji impak charpy
2. Spesimen
3. Jangka Sorong
4. Alat (untuk membuat spesimen)

3.5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan studi
pustaka yakni untuk mengetahui ketangguhan poros propeler dengan material baja carbon
St. 52
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengujian Impak untuk material SC52


4.1.1. Hasil Praktikum uji Impak

Tabel 4.1.1. Hasil Pengujian dengan Metode Charpy

Luas Energi Harga Jenis


0
Material Penampang Suhu ( C) Impak (J) Impak Patahan
(mm2) (J/mm2)
A 550 32 224 0,047 Getas
B 550 0 197 0,358 Getas
C 550 850 139 0,252 Ulet

Setelah melaksanakan pengujian uji impak, praktikum dapat mengetahui cara mencari
nilai ketangguhan dan nilai dari energi impak pada setiap pesimen yang di uji. Hasilnya dapat
dilihat pada table hasil pengujian di atas dengan hasil pengukuran tiap-tiap dimensi spesimen
yang beerbeda-beda, dan nilai energy impak yang bebeda-beda pula.Satuan energi impak
dalam Joule (J), sedangkan satuan harga impak dalam joule per mm persegi (J/mm 2). Setelah
mendapapatkan hasil data perhitungan mencari luas permukaan (A), maka kita dapat
mengetahuiberapa besar harga impak (HI) tergantung dari hasil luas spesimen dan energi
impak yang telah dietahui seperti pada tabel di atas, karena setiap specimen energi impak
(EI) dan luas permukaannya berbeda-beda. Untuk mencari harga impak yaitu dengan
menggunakan rumus:

HI = E/A

Grafik hasil percobaan


4.1.2. Pembahasan

Ketangguhan ( Toughnes) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah


energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi
tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak factor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kekuatan ketangguhan dari material baja
carbon St. 52 dengan berbagai variasi bentuk takik.Bentuk takik pada spesimen uji
merupakan pendekatan konsentrasi tegangan pada poros baja karbon.Takik-U dan takik-V
bersudut dibentuk sesuai standar ASTM A-370.
Untuk mengetahui ketangguhan suatu material maka akan dilakukan dengan uji
impak. Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid
loading).Agar dapat memahami uji impak terlebih dahulu mengamati fenomena yang terjadi
terhadap suatu kapal yang berada pada suhu rendah ditengah laut, sehingga menyebabkan
materialnya menjadi getas dan mudah patah.Disebabkan laut memiliki banyak beban
(tekanan) dari arah manapun.Kemudian kapal tersebut menabrak gunung es, sehingga
tegangan yang telah terkonsentrasi disebabkan pembebanan sebelum sehingga menyebabkan
kapal tersebut terbelah dua.
Dalam Pengujian Mekanik, terdapat perbedaan dalam pemberian jenis beban kepada
material. Uji tarik, uji tekan, dan uji punter adalah pengujian yang menggunakan beban
statik.Sedangkan uji impak (fatigue) menggunakan jenis beban dinamik.Pada uji impct,
digunakan pembebanan yang cepat (rapid loading). Perbedaan dari pembebanan jenis ini
dapat dilihat pada strain rate. Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban dampak,
terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu beban yang menumbuk
ke spesimen. Proses penyerapan energi ini, akan diubah dalam berbagai respon material
seperti deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.
4.2. Pengujian Impak untuk material Sc 55
4.2.1. Hasil Pengujian

Table 4.2.1 Hasil Uji Impak Baja SC 55 setelah Proses

Luas Harga Bentuk


No Bahan Suhu (0C) Energi
Penampang Impak Perpatahan
(Joule)
(mm2) (J/mm2) (%) Patahan
1 BS 4306 82 0 34
2 BS 4306 82 25 60
3 BS 4306 82 78 82

4.2.3. Pembahasan

Berdasarkan percobaan uji impak yang tellah dilakukan didapatkan hasil seperti
yang telah tercampur pada tabel 4.2.1. pada percobaan tersebut benda yang diuji terlebih
dahulu didinginkan menggunakan es batu hingga mencapai temperatur 0 0C. Dari data yang
telah diperoleh hanya pada saat benda uji temperatur 0 0C saja yang diuji kali ini, sedangkan
untuk data 250C dan 700C dihasilkan sebelum melakukan percobaan uji impak dengan
variasi temperatur berbeda. Berikut grafik hubungan antara energi yang diserap oleh benda
uji dengan pengaruh temperatur yang diberikan pada benda uji sebelum proses pengujian
impak berlangsung.

Grafik Perbandingan Pengaruh Temperatur dengan Energi yang Diserap

Dari grafik pada benda uji dengan temperatur 0 0C, 250C dan 780C setelah
dilakukan uji impak dihasilkan energi yang diserap masing-masing sebesar 34 Joule, 60
Joule dan 82 Joule. Jadi semakin tinggi temperatur benda uji maka akan menghasilkan
energi yang diserap lebih besar dari pada benda uji dengan temperatur rendah, sehingga
semakin tinggi temperatur benda uji maka harga impak yang dihasilkanpun akan semakin
besar.
Benda uji dengan temperatur tinggi dapat menyerap energi lebih tinggi karena
benda uji temperatur tinggi mempunyai sifat keuletan yang relatif lebih tinggi sehingga
membutuhkan energi yang besar untuk terjadinya fracture.
Semakin tinggi temperature benda uji maka akan semakin besar persen
perpatahannya, akan tetapi pada percobaan ini terdapat data yang kurang valid pada %
perpatahan. % perpatahan benda 250C lebih besar dari pada % perpatahan benda 780C yaitu
masing-masing sebesar 66% dengan 62%. Penyebab hal tersebut tidak praktikan ketahui
karena data benda uji pada 250C dan 780C diperoleh dari data yang sudah ada. Menurut
praktikan kemungkinan hal tersebut terjadi karena kesalahan pada saat perhitungan
%patahannya. Pada ketiga benda uji yang dipakai, benda uji kedua yang mempunyai persen
perpatahan paling besar yaitu 66%, sedangkan yang paling rendah dimiliki oleh benda uji
pertama yaitu sebesar 0%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :


1. Pengujian ketangguhan propelle dapat dilakukan dengan uji impak
2. Impak Test adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk menguji  ketangguhan suatu
spesimen terhadap pemberian beban secara tiba-tiba melalui tumbukan.
3. Semakin rendah harga impak maka jenis perpatahan yang terjadi akan semakin getas.
4. Salah satu hal yang mempengaruhi impak adalah temperatur. Semakin rendah
temperature suatu material maka akan semakin getas material tersebut, dan semakin
tinggi temperatur maka material akan semakin ulet.
5. Energi impak yang terbesar terdapat pada takikan setengah lingkaran dan terendah pada
takikan segitiga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perpatahan akan semakin mudah terjadi
pada takikan bersudut.
6.  Semakin tinggi temperatur yang diberikan pada benda uji, maka energi yang diserap akan
semakin besar.
7.  Semakin tinggi temperatur yang diberikan, maka keuletan dan persen perpatahan benda
uji akan semakin meningkat.
8.  Semakin rendah harga impak maka jenis perpatahan yang terjadi akan semakin getas.

5.2. Saran

1. Penguji harus lebih teliti pada saat pengamatan jarum pada alat uji  impak supaya data
yang dihasilkan lebih akurat
2. Pembuatan takikan pada spesimen harus simetris agar hasil yang diperoleh lebih akurat
3. Sebaiknya  saat pengujian di lab kekuatan material, kedua metode pada pengujian impak
dilakukan, agar kita dapat melihat perbedaannya dengan jelas.
4. Penguji harus lebih teliti pada saat pengamatan jarum pada alat uji impak supaya data
yang dihasilkan lebih akurat. Selain itu pada saat penempatan benda uji di alat uji impak
seharusnya dilakukan dengan cepat supaya temperatur benda uji tidak berubah karena
dapat mempengaruhi data hasil pengujian yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

ASTM A 370, (1999)."Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel
Product".

Boresi, A.P., Schmidt, RJ., Sidebottom, O.M., (1993). "Advanced Mechanics of Materials", 5 ed,
Jhon Wiley &Sons, Inc, USA

Broek, D., (1 987). "Elementary Engineering Fracture Mechanics", 4 ed, Martinus Nijhoff
Publishers, Dordrecht, Netherlands.

Collins, J.A., (1981). "Failure of Materials in Mechanical Design", Jhon Wiley &Sons, USA.

Fonte, M.A. and Freitas, M.M.. (1997). "Semi-Eliptical Fatigue Crack Growth Under Rotation or
Reversed Bending Combined with Steady Torsion", ", Fatigue and Fract. Engng.of
Mater, and Struct. Vol. 20, No. 6, pp.895- 906.

Goto, M. and Nissitani, H., (1994). "Fatigue Life Prediction of Heat-Treated Carbon Steel and
Low Alloy Steels Based on Small Crack Growth Law", Fatigue and Fract. Engng.of
Mater, and Struct. Vol. 17, No. 2, pp. 171- 185.

Zuchry M., 2012 “Mekanika Teknik” Universitas Tadulako, Palu


http://www.acamica.edu/2719429/Mekanika_Teknik. Diakses pada tanggal 21 November
2019

Ramdan, 2012. “Laporan Praktikum Uji Tarik Impak”.

http://www.acamica.edu/8960096/Laporan_Praktikum_Uji_Tarik_Impak_Jurusan_Pendi
dikan_Teknik_Mesin. Diakses pada tanggal 21 November 2019

Dani, 2010. “uji Impak”.


http://danidwikw.wordpress.com/category/Materi_Teknik. Diakses pada tanggal 21
November 2019

Duta, 2011 “Patah Getas, Patah Ulet & to Brittle Tension”.


http://blog.ub.ac.id/dutak/2011/12/29/Patah_Getas_Patah_Ulet _to_Brittle_Tension/.
Diakses pada tanggal 21 November 2019
Lakhtin, Y., (1968), “ Engineering Physical Metallurgy “, MIR Published, Moscow.

Anda mungkin juga menyukai