Anda di halaman 1dari 7

Teori belajar sosial 

dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen
kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui
pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model)

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar
yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan
penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar
menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang
individu akan berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Dalam pandangan belajar sosial manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam
dan juga tidak dipengaruhi oleh stimulus-stimulus lingkungan. Teori belajar sosial menekankan
bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara kebetulan; lingkungan-
lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut
Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard, 1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”.
Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan
salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu. Ada dua jenis pembelajaran
melalui pengamatan, yaitu:
a. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain.
Contohnya: seorang pelajar melihat temannya dipuji dan ditegur oleh gurunya karena
perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin
dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami
orang lain.
b. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku model meskipun model itu tidak
mendapatkan penguatan positif atau penguatan negatif saat mengamati itu sedang
memperhatikan model itu, mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat
tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas
apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi
kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur,
1998.a: 4).

Pendekatan teori sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan
pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
a. Conditioning. Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada
dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya,
yakni dengan reward (ganjaran/memberi hadiah atau mengganjar) dan punishment
(hukuman/memberi hukuman) untuk senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana
yang perlu ia perbuat.
b. Imitation. Proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru seyogianya
memainkan peran penting sebagai seorang model atau tokoh yang dijadikan contoh berperilaku
sosial dan moral bagi siswa. Sebagai contoh, seorang siswa mengamati gurunya sendiri
menerima seorang tamu, lalu menjawab salam, menjabat tangan, beramah tamah, dan
seterusnya yang dilakukan guru tersebut diserap oleh memori siswa. Semakin piawai dan
berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral siswa
tersebut.

Mengimitasi model merupakan elemen paling penting dalam hal bagaimana si anak belajar
bahasa, berhadapan dengan agresi, mengembangkan perasaan moral dan belajar perilaku
yang sesuai dengan gendernya. Analisis perilaku terapan (applied behavior analysis)
merupakan kombinasi dari pengkondisian dan modeling, yang dapat membantu menghilangkan
perilaku yang tidak di inginkan dan memotivasi perilaku yang diinginkan secara sosial. Definisi
belajar pada asasnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan menetap
sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar
dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa.

Menurut Bandura, belajar itu lebih baik dari sekedar perubahan prilaku. Belajar adalah
pencapaian pengetahuan dan perilaku yang didasrai oleh pengetahuan tersebut. Lewat teori
observational leaning, Bandura beranggapan bahwa masalah proses psikologi terlalu di anggap
penting atau sebaliknya hanya ditelaah sebagian saja. Orang dapat melibatkan diri dalam
pikiran simbolik, orang cenderung untuk membimbing dirinya sendiri dalam belajar, yang
penting adalah kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dan perilaku orang
lain.

Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam situasi alami, hal ini
berbeda dengan situasi di laboratorium atau pada lingkungan social yang banyak memerlukan
pengamatan tentang pola perilaku beserta konsekuensinya. Kritik Bandura terhadap belajar itu
sebagai hubungan antar stimulus dan respon adalah: (a) Kurang menjelaskan tentang
diperolehnya respon yang baru. Dalam situasi alami menurut Bandura, orang akan berbuat
lebih banyak daripada sekedar meniru perilaku yang telah ada. (b) Hanya mengamati direct
learning (belajar langsung) yaitu orang berperilaku sesuatu dan mengalami akibatnya.
Sebaliknya bandura mengatakan bahwa seorang anak dalam hubungan pribadinya dengan
orang dewasa, melalui interaksi anak dan orang tuanya, dengan persaan irinya dan sebagainya
menyebabkan anak meniru perilaku tertentu.

Ciri utama Teori Bandura adalah metode observasi  dan modeling.Albert Bandura dan Richard
Walters (1959, 1963) melakukan eksperimen pada anak-anak yang juga berkenaan dengan
peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui
pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak
dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau
pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori
pembelajaran sosial diperbaiki memandang teori pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya
mementingkan perilaku tanpa mempertimbangan aspek mental seseorang. Menurut Bandura,
perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan lingkungan.
pandangan ini menjelaskan, beliau telah mengemukakan teori pembelajaran peniruan, dalam
teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963) terhadap perlakuan anak-anak
apabila mereka menonton orang dewasa memukul, mengetuk dengan palu besi dan menumbuk
sambil menjerit-jerit dalam video. Setelah menonton video anak-anak ini diarah bermain di
kamar permainan dan terdapat patung seperti yang ditayangkan dalam video.

Setelah anak-anak tersebut melihat patung tersebut, mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan
oleh orang yang mereka tonton dalam video. Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara
peniruan yaitu meniru secara langsung. Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat
kapal terbang kertas dan pelajar meniru secara langsung. Seterusnya proses peniruan melalui
contoh tingkah laku. Contohnya anak-anak meniru tingkah laku bersorak dilapangan, jadi
tingkah laku bersorak merupakan contoh perilaku di lapangan. Keadaan sebaliknya jika anak-
anak bersorak di dalam kelas sewaktu guru mengajar,semestinya guru akan memarahi dan
memberi tahu tingkahlaku yang dilakukan tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi
tingkah laku tersebut menjadi contoh perilaku dalam situasi tersebut. Proses peniruan yang
seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila seseorang melihat perubahan pada orang
lain. Contohnya seorang anak-anak melihat temannya melukis bunga dan timbul keinginan
dalam diri anak-anak tersebut untuk melukis bunga. Oleh karena itu, peniruan berlaku apabila
anak-anak tersebut melihat temannya melukis bunga.

Karakteristik yang ditonjolkan dalam pembelajaran modelling antara lain adalah: (1) Unsur
pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan. (2) Tingkah laku model boleh dipelajari
melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain. (3) Pelajar meniru suatu kemampuan dari
kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model (4) Pelajar memperoleh kemampuan
jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif. (5) Proses pembelajaran meliputi
perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri
dengan penguatan yang positif.

Eksperimen Albert Bandura yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak-anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert
Bandura seorang tokoh teori belajar sosial ini menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan permodelan. Beliau
menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau
dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
optimum kepada pemahaman pelajar.

Aplikasi Teori Bandura


Contoh aplikasi teori belajar Bandura adalah ketika seorang anak belajar untuk mengendarai
sepeda. Ditahap perhatian, si anak akan tertarik mengamati para pengendara sepeda dibanding
dengan orang yang melakukan aktifitas lain yang dia anggap kurang menarik. Oleh karena itu,
ia akan mengamati bagaimana seseorang mengayuh sepeda. Selanjutnya pada tahap
penyimpanan dalam ingatan si anak akan tersimpan bahwa bersepeda itu menyenangkan dan
suatu saat jika waktunya tepat ia akan meminta ayahnya untuk mengajarinya mengendarai
sepeda. Semuanya itu kemudian dilaksanakan pada tahap reproduksi di mana si anak
kemudian benar-benar belajar mengendarai sepeda bersama sang ayah. Ketika anak itu sudah
berhasil, di sinilah tugas sang ayah untuk memberi reward sebagai bentuk apresiasi atas
keberhasilan sang anak sekaligus merupakan tahap motivasi.

Proses pembentukan perilaku dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat dilakukan
melalui banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau siapapun yang ada di rumah
atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak kecil maka hal ini akan diobservasi oleh
anak secara terus menerus dalam hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi dengan banyak
media baik yang alami maupun buatan untuk mendorong minat belajarnya,misalnya berupa
buku bacaan, buku tulis dan kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual yang ditata
secara menarik di rumah atau kelompok kelompok belajar yang ada. Orang tua atau guru atau
pembimbing berperan ganda, sebagai model sekaligus sebagai pamong belajar.

Tanpa ada ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak nyaman, tenang,
untuk belajar dengan pamongnya. Dominansi kasih sayang, kelembutan, contoh yang nyata,
kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan, senyuman akan sangat mendorong munculnya
perilaku yang diharapkan. Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal dalam jiwa dan
pikir anak sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Tidak akan mudah
lekang oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin tidak karuan.

Penerapan dalam pelajaran ekonomi dan akuntansi guru dapat membawa para siswanya ke
swalayan, pasar, toko, koperasi, bursa efek, bank, BMT, salon, dan lain lain yang jelas ke pusat
pusat perdagangan atau ekonomi. Di tempat ini siswa dapat belajar menghitung laba, menarik
minat konsumen untuk membeli barang atau jasa, mengemas barang sehingga menjadi
terjangkau untuk dibeli masyarakat kelas menengah ke bawah, memberi bonus bagi pelanggan
yang tepat waktu membayar cicilan.

Penerapan dalam pelajaran sejarah guru dapat membawa siswanya misalnya ke Gua Selarong
untuk mengamati lokasi Pangeran Diponegoro bersembunyi dari kejaran Belanda yang
menjajah Indonesia. Selain itu, mengamati tandu yang digunakan untuk mengusung Jendral
Besar Sudirman saat bergerilya dalam kondisi sakit paru paru. Sambil mengamati objek objek
belajar tersebut guru dapat memberikan informasi yang pas untuk menumbuhkan rasa
patriotisme atau memberi informasi penting tentang sejarah Indonesia yang harus dikuasai oleh
siswa.
Dengan metode observasi dan modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa dapat
belajar sambil menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha Pencipta, siswa dapat
menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas puasnya. Siswa dapat mengembalikan
kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak objek alami dan fenomena fenomena baru
dibawah bimbingan gurunya. Siswa dapat berdiskusi dan adu argumentasi setelah menemukan
banyak data di lapangan yang dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan
sendiri pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan berdiskusi serta tambahan informasi
dari teman dan gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau terlalu lama belajar langsung
di alam atau mengamati langsung objek belajar yang asli atau alami. Sekaligus guru dapat
memberi penilaian yang sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat,
mendengar, mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan bersama
seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat mengatasi kejenuhan fisik
maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode belajar ini guru mengaitkan langsung
antara materi pelajaran dengan alam (yang memiliki komponen biotik berupa makhluk hidup
dan komponen abiotik berupa benda mati) atau kehidupan sehari hari.

Memang diperlukan persiapan dan ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf tua baik
berupa fisik maupun psikis dalam menerapkan konsep belajar ini. Hal ini disebabkan karena
akan munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan kenyataan baru dari konsep ilmu yang
diperoleh siswa, yang berbeda jauh dengan teori yang ada di buku atau media belajar cetak
maupun elektronik yang lain.

Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan temuan
temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir analitik dan sintetiknya. Kemudian siswa akan
terus memburu untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan ini,disini kemampuan guru
ditantang untuk dapat mengelola setiap permasalahan yang diajukan. Guru dapat
menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber yang ada pada siswa atau di
perpustakaan, membuka internet, memberi kesempatan diskusi pada kelompok, sebelum
akhirnya kesimpulan yang benar akan diperoleh dibawah bimbingan guru.

Dari contoh contoh di atas terbukti sudah bahwa dengan aplikasi teori belajar Bandura dapat
menciptakan masyarakat belajar bagi seluruh siswa atau anak, menimbulkan banyak
pertanyaan, membuat siswa atau anak dapat mengadakan refleksi, menemukan sendiri konsep
konsep ilmu, guru dapat mengadakan penilaian yang sesungguhnya dari kemampuan yang
dimiliki setiap siswa atau anak, guru maupun siswa lain dapat menjadi model belajar anak dan
membiasakan berpikir konstruktif bagi siswa atau anak. Pada akhirnya diharapkan adanya
perubahan perilaku anak dari tidak suka belajar menjadi terbiasa belajar.

Anda mungkin juga menyukai