I D
R EP UB LI KA TV
G ER AI
I HR AM
R EP JA BA R
R EP JO GJ A
R ET IZE N
B UK U R EP UB LI KA
NEWS
NUSANTARA
KHAZANAH
O
O
ISLAM DIGEST
INTERNASIONAL
EKONOMI
O
REPUBLIKBOLA
LEISURE
KOLOM
INFOGRAFIS
REPUBLIKA TV
ENGLISH
O
O
KONSULTASI
IN PICTURES
SASTRA
INDEKS
KHAZANAH
Wednesday, 12 Rabiul Akhir 1443 / 17 November 2021
HOME
INDONESIA
DUNIA
FILANTROPI
HIKMAH
MUALAF
RUMAH ZAKAT
SANG PENCERAH
IHRAM
ALQURAN DIGITAL
Home >
Khazanah >
Khazanah
Thinking is the hardest work there is, which is probably the reason so few engage in
it (Henry Ford)
Namun ide-ide tersebut harus ditata dalam sebuah outline atau gunung
alur dengan berpikir kritis. Pemilihan diksi atau gaya bahasa lahir dari
berpikir kreatif. Judul buku atau bab yang menarik pun hadir karena proses
berpikir kreatif. Hanya saja buku yang rapi dengan proses editing yang baik
membutuhkan sentuhan berpikir kritis. Review buku perlu berpikir kritis,
sementara membuat buku baru perlu diawali dengan berpikir kreatif.
Semakin tampak jelas perbedaannya kan? Atau justru kian tampak
‘simbiosis mutualisme’ antara keduanya?
Berpikir kritis dan kreatif adalah dua sisi mata uang yang saling
melengkapi. Menghasilkan gagasan program inovatif butuh berpikir kreatif,
namun merencanakannya secara detail termasuk menguji kelayakan
gagasan tersebut perlu proses berpikir kritis. Kelincahan dalam mengelola
dinamika organisasi butuh berpikir kreatif, sementara melakukan
improvement (perbaikan) perlu berpikir kritis. Untuk menghasilkan gagasan
ideal yang dapat diimplementasikan dan terus dikembangkan, berpikir kritis
dan kreatif keduanya perlu untuk dilakukan secara simultan.