Anda di halaman 1dari 25

PRASANGKA SOSIAL DALAM KOMUNIKASI ANTARETNIS

(studi Antara Suku Bali dengan Suku Lampung di Kecamatan Sidomulyo


Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung)

Khomsahrial Romli1 dan Ayu Maulia2

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya konflik antarsukudi


Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Beberapa diantaranya adalah pembakaran
pasar Probolinggo Lampung Timur oleh Suku Bali; pada 29 Desember 2010, Perang
Suku Jawa/Bali dengan Suku Lampung berawal dari pencurian ayam; pada September
2011 suku Jawa dengan Suku Lampung; Januari 2012, Sidomulyo Lampung Selatan
Bali dengan Suku Lampung; pada Oktober 2012, Sidomulyo Lampung Selatan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam mengenai bagaimana interaksi
antara penduduk suku asli Lampung dengan suku pendatang serta penyebab konflik
antarsuku di Kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Dilaksanakan pada Bulan Januari
hingga Maret 2014 di Desa Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan.
Subjek penelitian adalah seluruh warga penduduk di Kelurahan Sidowaluyo berjumlah
2597 KK, Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan
studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik antar suku yang terjadi
di Desa Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo Lampung Selatan disebabkan oleh adanya
kesenjangan ekonomi di antara penduduk asli dan pendatang, kenakalan remaja dan
prasangka sosial yang negatif dari suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Kata kunci: Budaya, Konflik, Prasangka Sosial.

1
Staf pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi Univeritas Bandar Lampung
2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bandar Lampung

127
PREJUDICE IN SOCIALCOMMUNICATION INTER ETHNIC
(A study Between Balinese with Lampungnese in Sidomulyo District,
SouthLampung, Lampung Province)

Khomsahrial Romli1 dan Ayu Maulia2

ABSTRACT

This research is motivated by the increasing number of inter-ethnic conflict in


Indonesia, particularly in Lampung province. Some of them are the burning of
Probolinggo market in East Lampung by Balinese; in December 29, 2010, a Civil War
between Javanese/Balinese with Lampungnese which was originated from stealing
chickens; in September 2011 there was a dispute between Javanese with Lampungnese;
in January 2012, in Sidomulyo, South Lampung, there was a fight between Balinese
with Lampungnese; and in October 2012, in Sidomulyo South Lampung. The purpose of
this study is to investigatein depth about the interaction between the indigenous
populatio n(Lampungnese) with tribal settlersand the cause of conflicts between tribes
in the district of Sidomulyo SouthLampung. This study used a qualitative approach with
descriptive method. It was implemented in January to March 2014 in the village of
Sidowaluyo of district Sidomulyo, South Lampung. The subject of the research was all
members of the population in Sidowaluyo Village which was amounted of 2597 family;
the data collection techniques used observation, interviews, and documentati on studies.
The results showed that theinter-tribal conflict sthat occurred in the Village of
Sidowaluyo, Sidomulyo District, South Lampung was caused by several factors such as
the economic gap between natives and immigrants, juvenile delinquency and negative
social prejudices of agroup against another group. Intercultural communication
activities carried out had not been running maximally and still tended to lead to an
attitude of ethnocentrism.

Keywords: Culture, Conflict, Social prejudice.

1
Lecturer of Communication Studies Study Program of Bandar Lampung University
2
Student of Communication Studies Study Program of Bandar Lampung University

128
PENDAHULUAN disebabkan setidaknya oleh tiga hal: (1)
Konflik yang merebak di Prasangka historis; (2) diskriminasi; dan
Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir (3) perasaan superiotas in-group feeling
sangat diwarnai oleh persoalan yang berkelebihan dengan menganggap
struktural. Kemiskinan dan inferior pihak yang lain (outgroup).
ketimpangan sosial ekonomi yang Dalam beberapa waktu terakhir, sering
dirasakan terutama penduduk pribumi. terdengar konflik atau perang antar
Rangkaian konflik yang terjadi di suku.
Indonesia seakan tidak pernah terputus, Di beberapa daerah di Provinsi
yang memilukan adalah hampir semua Lampung terjadi konflik antarsuku,
konflik mengandung kekerasan dengan diantaranya berada di Kabupaten Way
berbagai bentuk dan intensitasnya. Kanan antara Suku Lampung dan Suku
Bahkan Colombijn & Linbald (2002) Bali. Dengan latar belakang yang sudah
pernah menyatakan bahwa “Indonesia dipaparkan di atas dan keinginan yang
is a violent state” (Indonesia adalah kuat untuk mengetahui secara benar
sebuah negara gagal). Kekerasan apakah ada prasangka sosial, maka
bahkan telah menjadi sebuah komoditi penulis melakukan penelitiantentang
sehari-hari untuk memaksakan komunikasi antarbudaya. Dalam hal ini,
kehendak dan masing-masing penulis mengajukan judul mengenai
komponen masyarakat terbiasa untuk komunikasi antar budaya, yaitu
tega memaksakan kehendak melalui “Prasangka Sosial Dalam Komunikasi
pendayagunaan tindak kekerasan. Antaretnis (Studi Antara Suku Bali
Sejarah telah mencatat konflik etnis di dengan Suku Lampung di Kecamatan
beberapa daerah di Indonesia, kejadian Sido Mulyo Lampung Selatan)”.Dalam
di Ambon, Sampit, Sangauledo, Poso, catatan sejarah dan catatan media
merupakan percikan perang saudara yag dikatakan bahwa awal dari konflik yang
memprihatinkan, sejak mereka hidup terjadi tersebut yang kemudian
dalam persaingan untuk menguasai memendam sebuah dendam atau luka
sumber daya alam, sumber daya politik lama yang selanjutnya meletus kembali
dan ekonomi. Konflik antar etnis baru-baru ini adalah diawali dari sebuah
biasanya dikenal dengan perang suku, peristiwa pada awal tahun 1990an.
melibatkan berbagai bentuk kekerasan Peristiwa yang mempersoalkan lahan
dan peperangan yang menyentuh nilai- perkebunan tersebut merupakan sebuah
nilai kemanusiaan. Dalam hubungan pemicu lama yang menunjukkan
antarkelompok sering ditampilkan ketimpangan sosial dan ekonomi di
sikap-sikap yang khas. Dalam kaitan wilayah tersebut, yang sampai sekarang
ini, salah satu konsep yang banyak menjadi sebuah catatan hitam atas
diulas oleh para ilmuan sosial adalah keberadaan Balinuragadi daerah
prasangka (prejudice). Kelompok etnis Lampung Selatan ini.
dan minoritas di manapun saja selalu (http://ighoelmachete.wordpress.com
menemui kesulitan dan hambatan. Latar /2012/12/16/peristiwa-
belakang hambatan tersebut biasanya

129
konflikbalinuragalampung-selatan-dan- Komunikasi, khususnya komunikasi
persatuan-indonesia/). antarbudaya.
Peneliti memfokuskan diri pada Secara teoretis penelitian ini dapat
cara meminimalisir terjadinya konflik menambah khasanah keilmuan
dalam komunikasi antara Suku Bali berkenaan dengan pengembangan
dengan Suku Lampung sebagai bagian konsep, teori, metode, dan pendekatan
dari kegiatan komunikasi antarbudaya. dalam kajian ilmu komunikasi,
Konflik dalam hal ini dipandang khususnya dalam kajian komunikasi
sebagai bagian dari proses interaksi antarbudaya. Secara praktis penelitian
sosial dalam melakukan kegiatan ini dapat memberikan sumbangan
komunikasi. Masalah penelitian sebagai pemikiran bagi berlangsungnya
berikut: 1) Bagaimanakah komunikasi komunikasi yang harmonis antar
antara Suku Lampung dengan Suku berbagai suku, khususnya Suku
Bali? 2) Apakah terjadi prasangka sosial Lampung dengan Suku Bali.
dalam proses komunikasi Suku Menghilangkan prasangka-prasangka
Lampung dengan Suku Bali? 3) Apa negatif untuk mewujudkan
saja penyebab konflik antarsuku di keharmonisan diantara suku pendatang
Kecamatan Sidomulyo Lampung maupun suku asli di suatu daerah,
Selatan? khususnya Suku Lampung dan Suku
Penelitian ini dimaksudkan untuk Bali yang ada di Kecamatan Sidomulyo
mengetahui lebih mendalam tentang Lampung Selatan.
prasangka sosial dalam komunikasi Pandangan Para Ahli
antarbudaya antara Suku Lampung Tentang Prasangka Sosial; Penelitian
dengan Suku Bali di Kecamatan yang peneliti lakukan bertujuan untuk
Sidomulyo Kabupaten Lampung memahami penyebab terjadinya konflik
Selatan. Sedangkan tujuannya yakni: 1) antaretnis dalam suatu daerah. Apakah
Untuk menganalisis lebih mendalam konflik tersebut karena prasangka sosial
mengenai kegiatan komunikasi antara dari suatu kelompok/golongan tertentu
Suku Lampung dengan Suku Bali kepada kelompok yang lain? Hal ini
khususnya di Desa Sidowaluyo senada dengan pendapat ahli Sherif and
Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Sherif, yakni “Prasangka sosial adalah
Lampung Selatan; 2) Untuk suatu sikap negatif para anggota suatu
menganalisis lebih mendalam tentang kelompok, berasal dari norma mereka
prasangka sosial yang muncul dalam yang pasti, kepada kelompok lain
proses komunikasi antara Suku beserta anggotanya”. Sedangkan
Lampung dan Suku Bali di Desa menurut Kimball Young, prasangka
Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo adalah mempunyai cirri khas
Kabupaten Lampung Selatan; dan 3) pertentangan antara yang ditandai oleh
Untuk menganalisis lebih mendalam kuatnya in group dan out group.(Abu
tentang konflik antara Suku Lampung Ahmadi, 2009:196). Sementara Drs. H.
dengan Suku Bali dalam tinjauan Ilmu Abu Ahmadi (2009:194) dalam
bukunya yang berjudul psikologi sosial

130
mengemukakan batasan mengenai kesamaan respons dari para anggota
prasangka sosial sebagai berikut: kelompok. (Ahmadi, 2009:196-197).
Prasangka sosial adalah suatu sikap Ahmadi (2009:194) Prasangka
negatif yang diperlihatkan oleh individu timbul dari adanya norma social,
atau kelompok terhadap individu lain sebagai contohnya pada kebanyakan
atau kelompok lain. Berprasangka anak-anak di Amerika Serikat
buruk terhadap seseorang atau satu prasangka terhadap orang Negro.
kelompok tanpa mencari informasi yang Karena menurut pendapatnya, orang
akurat bisa menimbulkan prasangka Negro itu kotor, bodoh dan sebagainya.
sosial. Lebih lanjut Sherif menjelaskan Larangan yang bersifat terus menerus
bahwa prasangka dalam hal ini ini akhirnya berubah menjadi norma
dimaksudkan sebagai suatu sikap yang pada anak, dan norma inilah yang
tidak simpatik terhadap kelompok luar digunakan untuk memilih orang lain.
(out group). Hal ini ditunjukkan dalam Dengan demikian pada anak sudah
jarak sosial (Social Distance) yang terbentuk atau sudah tumbuh prasangka
merupakan suatu posisi yang diberikan terhadap orang Negro, meskipun
oleh para anggota kelompok yang kadang-kadang belum bergaul atau
berprasangka itu kepada kelompok lain berjumpa sekalipun. Pada umumnya
dalam persoalan simpati. Apabila prasangka itu bersifat negatif. Yang
individu anggota kelompok itu menaruh menjadi korban adalah individu atau
simpati terhadap suatu kelompok kelompok yang dikenai prasangka.
(misalnya kelompok A) maka kelompok Prasangka sosial terhadap
A ini akan ditempatkan dalam posisi sebuah kelompok bisa turun temurun
yang dekat dengannya, sedangkan dari generasi satu ke generasi
kelompok B di mana tidak dikenal selanjutnya. Ketidaksukaan seseorang/
simpati tetapi bahkan antipasti maka kelompok terhadap kelompok lain akan
keompok B ini ditempatkan pada posisi menjadi masalah besar jika dibiarkan
yang jauh darinya. Semakin berlarut-larut. Orang tidak begitu saja
bertentangan atau bermusuhan bahkan secara otomatis berprasangka terhadap
saling membenci di antara dua orang lain. Tetapi ada faktor-faktor
kelompok itu maka makin jauh jarak tertentu yang menyebabkan ia
sosial (social distance). Apabila situasi berprasangka. Prasangka di sini berkisar
semacam ini berlangsung cukup lama, pada masalah yang bersifat negatif
jarak sosial ini akanmenjadi norma di terhadap orang (kelompok)
dalam kelompok. Jarak sosial yang lain.Menurut Ahmadi (2009: 194-196)
sudah menjadi norma di dalam ada beberapa faktor yang menyebabkan
kelompok akan dapat menimbulkan timbulnya prasangka yakni:
suatu kejadian bahwa orang 1) Orang berprasangka dalam rangka
berprasangka tanpa bergaul dulu dengan mencari kambing hitam. Dalam
individu atau kelompok yang dikenai berusaha, seseorang mengalami
prasangka itu. Suatu hal yang kegagalan atau kelemahan. Sebab
menunjukkan norma sosial adalah dari kegagalan itu tidak dicari pada

131
dirinya sendiri tetapi pada orang dengan sendirinya, melainkan terjadi
lain. Orang lain inilah yang interaksi sosial antara individu di dalam
dijadikan kambing hitam sebagai kelompok sosial. Norma sosial
sebab kegagalannya. senantiasa terjadi bersamaan dengan
2) Orang berprasangka, karena adanya interaksi manusia di dalam
memang ia sudah dipersiapkan di kelompok, dengan kata lain: Norma
dalam lingkungannya atau sosial adalah hasil daripada interaksi
kelompoknya untuk berprasangka. sosial antara anggota suatu kelompok.
3) Prasangka timbul karena adanya Norma sosial merupakan pengertian
perbedaan. Perbedaan ini yang meliputi bermacam-macam hasil
menimbulkan perasaan superior. interaksi kelompok, baik hasil interaksi
Perbedaan bisa meliputi: a) daripada kelompok-kelompok yang
Perbedaan fisik/biologis, ras; b) telah lampau, maupun hasil interaksi
Perbedaan lingkungan/geografis; yang sedang berlangsung. Termasuk
c) Perbedaan kekayaan; d) padanya semua nilai-nilai dan harga-
Perbedaan status sosial; e) harga sosial, adat istiadat, konvensi dan
Perbedaan kepercayaan/agama; sebagainya. Norma sosial adalah
dan e) Perbedaan norma sosial. patokan-patokan umum mengenai
4) Prasangka timbul karena kesan tingkah laku dan sikap individu anggota
yang menyakitkan atau kelompok yang dikehendaki oleh
pengalaman yang tidak kelompok mengenai bermacam-maacam
menyenangkan. hal yang berhubungan dengan
5) Prasangka timbul karena adanya kehidupan kelompok yang melahirkan
anggapan yang sudah menajadi norma-norma itu.
pendapat umum atau kebiasaan di Pendekatan Teori
dalam lingkungan tertentu. Komunikasi Sosial dalam
Dalam menerima sebuah Meningkatkan Integrasi Bangsa;
informasi, kita harus meneliti Komunikasi Sosial adalah suatu
kebenarannya terlebih dahulu apakah itu kegiatan komunikasi yang lebih
sebuah fakta atau hanya sebuah isu.
diarahkan kepada pencapaian suatu
Seperti yang disebutkan salah satu ayat
dalam kitab suci umat Islam (Al- integrasi sosial. Karena itu kegiatan
Qur’an) yang berbunyi: komunikasi sosial adalah lebih intensif
“ Wahai orang-orang yang daripada komunikasi massa. Melalui
beriman! Jika seseorang yang fasik komunikasi sosial terjadilah aktualisasi
datang kepadamu membawa suatu dari masalah-masalah dan masalah
berita, maka telitilah kebenarannya, tersebut dapat dipecahkan melalui
agar kamu tidak mencelakakan suatu
konsensus. (Susanto, 1979: 1-2).
kaum karena kebodohan (kecerobohan),
yang akhirnya kamu menyesali Melalui komunikasi sosial, suatu
perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujurat: 6). integrasi bangsa dapat diharapkan
Ahmadi (2009:100) menye- dalam proses pembangunan yang makin
butkan norma-norma kelompok dan melaju dan berhasil. Integrasi berarti
norma-norma sosial tidak akan timbul juga proses pembauran hingga menjadi

132
kesatuan yang utuh atau bulat, dan perasaan manusia ini merupakan dasar
seimbang serta jujur dan dapat dari keselarasan suatu kelompok atau
dipercaya. Maurice Duverger (dalam masyarakat.
Ahmadi, 2009,297) memberikan Integrasi sosial akan terbentuk
definisi: apabila sebagian besar anggota
“Integrasi adalah dibangunnya masyarakat tersebut sepakat mengenai
interdepedensi yang lebih rapat antara struktur kemasyarakatan yang dibangun
bagian-bagian dari organisme yang termasuk nilai-nilai, norma-norma dan
hidup atau antara anggota-anggota di
pranata-pranata sosialnya. Menurut
dalam masyarakat”.
Sedangkan Paul B. Horton William F. Ogburn dan Mayer Nimkoff,
menyatakan bahwa integrasi merupakan syarat terjadinya suatu integrasi sosial
suatu proses pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut:
di mana segenap kelompok ras dan a. Anggota-anggota masyarakat
etnik mampu berperan serta secara merasa bahwa mereka berhasil
bersama-sama dalam kehidupan budaya saling mengisi kebutuhan-
dan ekonomi. Ahmadi (2009: 297) kebutuhan mereka. Hal ini
mengungkapkan integrasi sosial adalah berarti kebutuhan fisik dan
proses penyesuaian di antara unsur- sosialnya dapat dipenuhi oleh
unsur yang saling berbeda yang ada sistem sosial mereka.
dalam kehidupan sosial sehingga saling b. Masyarakat berhasil
menghasilkan suatu pola kehidupan membentuk kesepakatan
yang serasi fungsinya bagi masyarakat (consensus) bersama mengenai
yang bersangkutan. Abu Ahmadi norma dan nilai-nilai sosial
melihat bahwa dalam integrasi yang dilestarikan dan dijadikan
masyarakat terdapat kerja sama dari pedoman dalam berinteraksi
seluruh anggota masyarakat mulai dari antara satu dengan lainnya,
tingkatan individu, keluarga lembaga termasuk menyepakati hal-hal
dan masyarakat sehingga menghasilkan yang dilarang menurut
persenyawaan berupa konsensus nilai kebudayaannya.
yang sama-sama dijunjung tinggi. c. Norma-norma dan nilai sosial
Namun demikian, integrasi sosial tidak itu berlaku cukup lama, tidak
cukup diukur dari kriteria berkumpul mudah berubah, dan dijalankan
atau bersatunya anggota masyarakat secara konsisten oleh seluruh
dalam arti fisik. Hal tersebut senada anggota masyarakat.
dengan pendapat Abdul Syani (dalam (Ahmadi,2009:298)
Ahmadi, 2009: 298), integrasi sosial Pandangan Teori Komunikasi
tidak cukup diukur dari kriteria Antarbudaya terhadap Interaksi
berkumpul atau bersatunya anggota Sosial Masyarakat; Identitas seseorang
masyarakat dalam arti fisik. Ia juga dibentuk dalam interaksi komunikatif
sekaligus merupakan pengembangan dengan yang lain. Menurut Heckt dan
sikap solidaritas dan perasaan rekannya, identitas juga dipertahankan
manusiawi. Pengembangan sikap dan dan dimodifikasi melalui interaksi

133
sosial. Identitas juga mulai memiliki suatu budaya, bahasa
mempengaruhi interaksi melalui dibutuhkan, sehingga anggota suatu
perilaku yang memotivasi (Hecht, kelompok dapat berbagi kepercayaan,
Jackson, dan Ribeau, 2003, 61). nilai, dan perilaku dan aktivitas
Budaya seseorang dapat membentuk komunitas dapat terbangun. Bahasa
pemahaman dan ekpektasi mengenai mencerminkan apa yang penting dalam
komunikasi yang benar dan sesuai suatu budaya, sebaliknya budaya
dengan berbagai latar belakang sosial- membentuk bahasa. Hal ini berarti
misalnya, ruangan kelas, rumah sakit bahwa aspek-aspek budaya yang
atau rapat penjualan. Namun, penting bagi anggota suatu masyarakat
pemahaman dan ekpektasi ini digaris bawahi dalam kosakata.
berhubungan dengan budaya, dan apa (Larry,Richard, dan Edwin, 2010,274)
yang pantas dalam budaya seseorang Hakikat dan Orientasi Pola
bisa jadi tidak pantas dalam budaya Pikir Etnis Kultur; Fasilitas fisik
orang lain. Dalam pertemuan disediakan alam bagi manusia, maka
antarbudaya, harapan berbeda mengenai manusia telah berada dalam determinan-
identitas serta gaya komunikasi yang determinan geonatur yang
ditampilkan berpotensi menimbulkan terpisah.Terpisahnya manusia oleh
kegelisahan, kesalahpahaman, dan geonatur ini menyebabkan manusia
bahkan konflik. Oleh karena itulah, terbagi ke dalam geokultur yang
Imahori dan Cupach (2005, 197) berbeda pula. Timbulnya etnis kultur
menganggap “identitas budaya sebagai karena dipisahkan geonatur tersebut,
elemen utama dalam komunikasi sehingga manusia membentuk
antarbudaya. lingkungan budaya (=geokultur) yang
Bahasa dalam Interaksi beragam.Setiap etnis kultur memiliki
Komunikasi Antarbudaya; Bahasa pola sikap, perilaku sebagai cerminan
merupakan sejumlah simbol atau tanda budayanya. Pada gilirannya pola-pola
yang disetujui untuk digunakan perilaku ini menjadi identitas etnis.
sekelompok orang untuk menghasilkan Setiap etnis akan berorientasi kepada
arti. Hubungan antara simbol yang nilai-nilai etnisnya, sehingga akan
dipilih dan arti yang disepakati kadang menjadi problema di dalam
berubah-ubah. (Finegan,2008:8). mewujudkan etnis pada skala yang
Menurut pernyataan Salzmann bahwa “ disebut bangsa. Semakin maju dan
budaya manusia dengan segala berkembang, kualitas kepentingan
kerumitannya tidak akan berkembang individu-individu maka semakin
dan tidak akan dapat dipikirkan tanpa kompleks pula problema-problema
bantuan bahasa. “ Alasan keterkaitan etnis. Pada tangga ini etnis kultur mulai
bahasa dan budaya sederhana : merasakan suatu kebutuhan jalinan
keduanya bekerja sama dalam hubungan dengan etnis kultur lainnya, yang pada
yang saling menguntungkan yang gilirannya terjadi transaksi komunikasi
menjamin keberadaan dan antaretnis untuk mewujudkan cita-cita
kelangsungan keduanya. Untuk bersama dalam suatu lingkup yang lebih

134
besar yang disebut Negara. Dalam yang paling konkret dan terbatas.
lingkup ini timbul pola-pola baru dan Lapisan yang abstrak adalah sistem nilai
nilai-nilai baru sebagai produk transaksi budaya. Lapisan berikutnya, ialah
komunikasi yang menuntut setiap etnis sistem norma adalah lebih konkret.
untuk menerima dan menghargai serta Sistem hukum yang bersandar norma-
menjunjung tinggi produk-produk norma adalah lebih konkret lagi.
tersebut. Dalam setiap masyarakat yang Sedangkan peraturan-peraturan khusus
bagaimanapun bentuk dan sifatnya yang mengatur berbagai aktivitas
terdapat sejumlah nilai budaya yang sehari-hari dalam kehidupan
antara satu dengan yang lainnya saling masyarakat, merupakan lapisan adat
berkait hingga merupakan suatu sistem yang paling konkret tetapi terbatas
yang terus berproses dan mengarah ke ruang lingkupnya. Wujud kedua, sering
fungsi primer sistem yaitu tujuan disebut sistem sosial, yaitu yang terdiri
sistem. dari aktivitas-aktivitas manusia yang
Setiap sistem selalu diikat oleh berinteraksi, berhubungan serta bergaul
norma-norma sistem sebagai pedoman antara satu dengan yang lainnya
sikap perilaku para penghuni sistem. menurut pola-pola tertentu yang
Demikian pula nilai-nilai budaya suatu berdasarkan pada adat tata kelakuan.
masyarakat merupakan pedoman yang Wujud ketiga, yaitu benda-benda hasil
memberi arah kepada sikap perilaku karya manusia yang disebut benda
dalam hidup bermasyarakat. Menurut kebudayaan. Produk ini lebih konkret
Koentjaraningrat kebudayaan itu ada karena dapat dilihat, diraba dan
tiga wujud, yaitu: 1) Wujud kebudayaan dirasakan. Ketiga wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks dari ide-ide yang telah diuraikan di atas dalam
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, kenyataan empiris merupakan satu
peraturan-peraturan dan sebagainya; 2) kesatuan yang tidak terpisah.
Wujud kebudayaan sebagai suatu Dalam masyarakat yang
kompleks aktivitas kelakuan berpola diwujudkan oleh keragaman etnik kultur
dari manusia dalam masyarakat; dan 3) muncullah problema-problema etnik.
Wujud kebudayaan sebagai benda- Sifat-sifat dasar yang tampak dari
benda hasil karya manusia. keragaman etnik kultur dikemukakan
Wujud yang pertama bersifat oleh Pierre L. Van de Berghe dalam
ideal dan abstrak yang berada dalam bukunya “Pluralism and The Polity: A
angan-angan atau cita-cita. Theoritical Exploration” sebagai
Koentjaraningrat menyebut berikut:
“kebudayaan ideal” sebagai adat tata 1) Terjadinya segmentasi ke dalam
kelakuan yang berfungsi mengatur, bentuk kelompok-kelompok
mengendalikan dan member arah yang seringkali memiliki
kepada kelakuan dan perbuatan manusia subkebudayaan yang berbeda
dalam masyarakat. Dalam fungsi itu satu sama lain;
adat terdiri dari beberapa lapisan, dari 2) Memiliki struktur sosial yang
yang paling abstrak dan luas, sampai terbagi ke dalam lembaga-

135
lembaga yang bersifat non- dari alam semesta yang dihuni
komplementer; kelompok-kelompok etnis. Satu
3) Kurang mengembangkan kesatuan wilayah fisik (di Indonesia
konsensus diantara para muncul terminologi baku yang disebut
anggotanya terhadap nilai-nilai “Wawasan Nusantara”) mewadahi
yang bersifat dasar; geokultur bangsa yang diikat oleh suatu
4) Secara relatif seringkali pola kebudayaan sebagai suatu bangsa
mengalami konflik-konflik di yang menjadi identitas pembeda
antara kelompok yang lain; terhadap bangsa-bangsa lain. (Sumarno,
5) Secara relatif integrasi sosial Kismiyati, Ninis Agustini, Filsafat dan
tumbuh di atas paksaan Etika Komunikasi, 2000, 7.3-7.5)
(coercion) dan saling Hakikat Komunikasi sebagai
ketergantungan di dalam bidang Hakikat Kebutuhan Etnis Kultur;
ekonomi; serta Berkomunikasi merupakan hakikat
6) Adanya dominasi politik oleh kebutuhan manusia di dalam
satu kelompok atas kelompok- mempertahankan hidup, meningkatkan
kelompok lainnya (Nasikun, hidup dan memelihara keturunan yang
1988). sejahtera lahir dan batin. Hal ini
Sifat-sifat dasar etnik kultur merupakan nilai-nilai ideal yang berada
sebagai produk pengelompokan pada setiap diri manusia baik sebagai
geonatur dengan segala fasilitas yang individu perorangan maupun sebagai
disediakannya. Dalam kondisi semacam individu masyarakat. Untuk mencapai
ini filsafat komunikasi mengantar sikap nilai-nilai ideal tersebut manusia yang
etnis kultur yang berorientasi berskala berada dalam etnis kultur mulai
kecil untuk berubah ke skala interaksi mengoptimalisasikan fasilitas yang
yang lebih luas. Kelompok-kelompok disediakan alam untuk memenuhi
etnis harus mampu membuka tali isolasi kebutuhan maksimal. Dalam kondisi
etnis agar bersifat toleran terhadap semacam ini terjadi suatu proses
sistem nilai etnis lain, sehingga pergeseran pola pikir yang oleh Van
terwujud sikap-sikap integratif yang Puersen dikualifikasikan ke dalam tiga
tersusun dalam suatu struktur sosial tahapan, yaitu pertama tahap Mitis,
yang lebih luas dengan sebutan Negara. pada tahap ini cara berpikir manusia
Dalam kondisi ini etnis kultur sebagai terikat nilai-nilai sakral yang ada pada
kelompok kebudayaan (suku bangsa) alam dan melembaga pada diri manusia
yang berorientasi sikap perilaku dan suatu sikap bahwa alam harus tetap
pola kebudayaan kelompok bergeser ke utuh. Tahapan kedua yaitu tahapan
sikap perilaku dan pola kebudayaan ontologis. Pada tahapan ini keadaan
yang disebut “bangsa”. Sebagai suatu masyarakat relative lebih maju dari
bangsa dituntut memiliki pola pandang masyarakat yang berada pada tahap
yang sama dengan bangsanya, dalam mitis.Hal ini disebabkan pengaruh ilmu
arti bahwa “geonatur” merupakan suatu pengetahuan yang memasuki struktur
kesatuan wilayah fisik sebagai bagian masyarakat.Rujukan pribadi (individual

136
refence) dan rujukan masyarakat (social individu berusaha menempatkan pada
reference) mendorong untuk ego individu lainnya.
mengadakan perubahan walaupun Teori Manajemen Konflik;
pengaruh mitis dalam hal-hal tertentu Soerjono Soekanto menyebut konflik
masih ada.Interaksi dan transaksi sebagai suatu proses sosial individu atau
komunikasi mulai bergeser ke skala kelompok yang berusaha untuk
yang lebih luas. Individu-individu memenuhi tujuannya dengan jalan
mulai berkiprah untuk mencapai menentang pihak lawan yang disertai
prestasi. dengan ancaman dan/ atau kekerasan.
Pola pikir dan sikap perilaku Sementara Lewis A. Coser berpendapat
berada di alam konkret, alam nyata bahwa konflik sebuah perjuangan
berada dalam dunia empiris. Sikap mengenai nilai atau tuntutan atas status,
terhadap alam tidak hanya ingin kekuasaan, dan sumber daya yang
memanfaatkan, namun timbul hasrat bersifat langka dengan maksud
untuk memiliki dan menguasai. Timbul menetralkan, mencederai atu
transaksi untuk saling mengakui dan melenyapkan lawan. Gillin dan Gillin
menghargai hak dan kewajiban. Setiap melihat konflik sebagai bagaian dari
individu mempunyai hak untuk proses interaksi sosial manusia yang
menikmati dan menguasai terhadap apa saling berlawanan (oppositional
yang ia miliki, maka individu lain process). Artinya, konflik adalah
berkewajiban menghormati dan bagian dari sebuah proses interaksi
mengakui atas hak tersebut, sehingga sosial yang terjadi karena adanya
tidak ada satu individu pun merasa perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi
dirugikan atau dilanggar hak-haknya. kebudayaan, dan perilaku. Gillin dan
Hak-hak ini secara bertahap bergeser Gillin menyebut proses interaksi sosial
tidak hanya terhadap benda-benda sebagai proses disosiatif.
konkret tapi juga terhadap benda-benda Konflik lahir dari kenyataan
abstrak yang bersifat asasi. Tahapan akan adanya perbedaan-perbedaan baik
berikutnya sebagai tahapan ketiga yaitu ciri badaniah, emosi, kebudayaan,
tahapan fungsionalis. Pada tahapan ini kebutuhan, kepentingan, maupun pola-
manusia mulai berpikir rasional. pola perilaku antar individu atau
Individu-individu manusia mulai kelompok dalam masyarakat.
berpikir tentang peran dirinya di tengah- Perbedaan-perbedaan ini memuncak
tengah masyarakat. Simbol-simbol menjadi konflik ketika sistem sosial
komunikasi mulai di-encode ke dalam masyarakatnya tidak dapat
suatu struktur kepentingan untuk meraih mengakomodasi perbedaan-perbedaan
prestasi dan untuk mengembangkan tersebut. Hal ini mendorong masing-
prestasi dirinya (locus internal). Pada masing individu atau kelompok untuk
gilirannya terjadi kompetisi saling menghancurkan. Konflik tidak
kepentingan, sehingga kecendrungan ke sama dengan kompetisi, yang berarti
arah konflik kepentingan sangat perlombaan, dengan aturan main yang
memungkinkan apabila ego ideal dipatuhi para pihak; jadi bukan

137
perbenturan. Fair play merupakan mengarahkan strategi dan instrument
aturan main yang lazim berlaku. Jadi apa saja termasuk penghancur dan
berbeda dengan konflik yang bisa pemusnah. Sesungguhnya, konflik
menghalalkan segala cara atau bahkan merupakan sesuatu yang alami bagi
dapat tanpa aturan main. Dari segi manusia dan makhluk hidup lain.
dinamikanya konflik bisa dibedakan Apabila ada pergeseran dari titik
menjadi konflik laten, mencuat keseimbangan (ekuilibrum) maka
(emerging) dan terbuka (manifest) pada lumrah saja ia terjadi. Ini terjadi dalam
konflik laten tekanan-tekanan belum hubungan antara individu, kelompok,
tampak di permukaan dan belum masyarakat dan Negara. (Hasudungan
sepenuhnya berkembang. Para pihak, Sirait, Jurnalisme Sadar Konflik,
termasuk pihak utama, bisa saja belum 2007,12-13).
menyadari adanya konflik. Pada konflik Konflik atau pertentangan pada
yang mencuat pihak-pihak yang bertikai kondisi tertentu mampu
telah teridentifikasi. Mereka mengakui mengidentifikasikan sebuah proses
adanya perselisihan, umumnya pengelolaan lingkungan dan sumber
permasalahan telah jelas, tapi proses daya yang tidak berjalan secara efektif,
negosiasi dan penyelesaian masalah mempertajam gagasan, bahkan dapat
belum berkembang. Dalam konflik menjelaskan kesalahpahaman. Mitchell,
terbuka para pihak aktif terlibat, B. Setiawan, dan Rahmi, D.H., (2001).
mungkin sudah mulai berunding dan Dalam kehidupan yang dinamis
mungkin juga menemui jalan buntu antarindividu dan antarkomunitas, baik
(Konflik, Bahaya atau peluang-Mitra- dalam organisasi di masyarakat yang
mitra BSP Kemala, 2002). majemuk, konlik selalu terjadi
Proses pertumbuhan konflik manakala saling berbenturan
disebut eskalasi. Analogi api dalam kepentingan. Konflik didefinisikan
sekam tepat kita pakai untuk sebagai suatu proses interaksi sosial
menggambarkan sebuah konflik. dimana dua orang atau lebih, atau dua
Sebuah konflik laten bisa tak kunjung kelompok atau lebih, berbeda atau
ke permukaan. Dapat padam dengan bertentangan dalam pendapat atau
sendirinya karena tak ada angin yang tujuan mereka. (Cummings, PW
meniup atau minyak (minyak tanah atau 1980:41).
bensin) yang mengguyur sementara Proses Terjadinya Konflik;
lapis tengah-atasnya lembab. Secara umum suatu konflik
Sebaliknya, ia bisa menjadi kobaran dapat terjadi apabila seseorang atau
besar yang sulit dipadamkan dan kelompok terhalang upayanya dalam
menjilati apa saja di sekitarnya. Jadi, mencapai tujuannnya. Hal ini dapat
konflik bisa bertranformasi dari laten ke disebabkan karena perbedaan paham
manifest; demikian sebaliknya. Sesuai terhadap tujuan itu sendiri, nilai-nilai
eskalasinya, ia berderajat. Yang sosial dan norma-norma sosial, maupun
berderajat tertinggi adalah perang, yaitu terhadap tindakan dalam masyarakat.
konfrontasi terbuka dengan Terlebih lagi apabila sanksi atas

138
pelanggaran yang terjadi di atas nilai mendahului, (2) Kemungkinan konflik
dan norma tidak dilaksanakan dengan yang dilihat, (3) Konflik yang dirasa,
adil, konflik dapat berubah menjadi (4) Perilaku yang Nampak, (5) Konflik
tindakan kekerasan. Konflik sosial ditekan atau dikelola, (6) Dampak
(pertentangan sosial) merupakan salah konflik. Sedangkan Terry G.R (1986)
satu bentuk proses sosial yang disosiatif menjelaskan bahwa, konflik pada
selain persaingan (competition) dan umumnya mengikuti pola yang teratur
kontoversi (contravension) akibat yang ditandai timbulnya suatu krisis,
adanya perbedaan-perbedaan tertentu selanjutnya terjadi kesalahpahaman
dalam masyarakat maupun pribadi, antar-individu atau kelompok, dan
seperti akibat perbedaan ras, suku konfrontasi menjadi pusat perhatian,
bangsa, agama, bahasa, adat-istiadat, pada tahap berikutnya krisis dialihkan
golongan politik, pandangan hidup, untuk diarahkan dan dikelola.
profesi, dan budaya lainnya. Permulaan konflik merupakan kondisi-
Konflik tidak terjadi secara kondisi yang menyebabkan atau
mendadak tanpa sebab dan proses, akan mendahului suatu peristiwa konflik.
tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu. Peristiwa yang dapat mengawali
Hendricks, W (1992) mengidentifikasi munculnya konflik adalah adanya
proses terjadinya konflik terdiri dari tiga kekecewaan. Kekecewaan tidak selalu
tahap, yakni: 1) Peristiwa sehari-hari; 2) diungkapkan selalu terbuka dan gejala-
Adanya tantangan; dan 3) Timbulnya gejala akan terjadinya konflik tidak
pertentangan. Peristiwa sehari-hari dapat dilihat. Masing-masing individu
ditandai adanya individu merasa tidak ataupun kelompok berusaha menahan
puas dan jengkel terhadap lingkungan diri dan tidak bersifat reaktif.
kerja. Perasaan tidak puas kadang- Ektensi Konflik; Konflik
kadang berlalu begitu saja dan muncul merupakan peristiwa yang tidak dapat
kembali saat individu merasakan adanya dihindarkan dalam kehidupan
gangguan. Pada tahap kedua, apabila organisasi, bahkan konflik selalu hadir
terjadi masalah, individu saling dalam setiap hubungan kerja sama
mempertahankan pendapat dan antar-individu, kelompok maupun
menyalahkan pihak lain. Pertentangan organisasi. Konflik selalu melibatkan
merupakan proses terjadinya konflik orang, menyangkut masalah yang
tahap ketiga. Pada tahap ini masing- menjadi inti, mempunyai proses
masing individu atau kelompok perkembangan, dan ada kondisi yang
bertujuan untuk menang dan menjadi latar belakang, sebab-sebab dan
mengalahkan kelompok lain memicunya (Harjana, A.M. 1994).
(Khomsahrial, 2011: 107-108). Mengingat berbagai macam
Konflik melalui proses dan perkembangan dan perubahan yang
terdapat kondisi yang mendahuluinya. terjadi dalam bidang manajemen , maka
Harjana, A.M (1994:14) menyebutkan wajar muncul perbedaan-perbedaan
lingkaran konflik terdiri dari hal-hal keyakinan ataupun ide-ide (Winardi,
sebagai berikut: Kondisi yang 1990:225). Demikian pula seiring

139
meningkatnya pengetahuan masyarakat, secara jujur, maka solidaritas kelompok
pandangan terhadap konflik berbeda tidak akan goyah. Persaingan yang jujur
dengan pandangan masa akan menyebabkan individu-individu
lampau.Sebagian besar pakar semakin padu (kohesif) dalam
mengklasifikasikan pandangan tentang mempertahankan prestasi kelompok.
konflik terdiri dari pandangan lama Konflik dapat mendorong kelompok
(tradisional) dan pandangan baru bekerja lebih giat, masing-masing
(kontemporer).Pandangan tradisional anggota termotivasi untuk memberikan
menganggap konflik sebagai peristiwa kontribusi yang terbaik bagi kemajuan
yang negatif dan berusaha untuk kelompok. Konflik rasial, sumber
meniadakan konflik, sedangkan konflik bukan hanya perbedaan
pandangan baru menganggap konflik kepentingan, tujuan maupun kegagalan
tidak dapat dihindarkan, karena kinerja dalam komunikasi akan tetapi
organisasi yang optimal memerlukan perbedaan kebudayaan dan cirri-ciri
konflik yang sedang (Gibson, J.I., badaniah dapat menjadi latar belakang
1996). Pandangan tradisional timbulnya konflik. Konflik rasial
menganggap konflik tidak merupakan salah satu jenis konflik yang
menguntungkan dan harus ditiadakan. luas dibandingkan dengan konflik
Peristiwa konflik oleh pandangan lama kelompok luas yang berjumlah
dianggap sebagai adanya kesalahan mayoritas di suatu masyarakat
dalam komunikasi, dan manusia pada cenderung ingin menguasai dan merasa
dasarnya baik, benar, koperatif, serta mempunyai hak yang lebih luas.
menyenangi kebaikan. Sedangkan Sedangkan ras mayoritas berusaha
pandangan kontemporer berpendapat menuntut persatuan hak dan ingin
bahwa, konflik itu baik dan harus diperlakukan adil.
didorong agar tetap muncul. Pandangan Konflik antarkelas sosial,
masa kini menganggap konflik masyarakat terdiri dari beberapa lapisan
merupakan kompetisi untuk sosial yang hidup saling membutuhkan.
mendapatkn penghargaan. Dan konflik Jenjang pendidikan dan tingkat
sebagai peristiwa alami terjadi di dalam kekayaan anggota masyarakat sangat
organisasi. Pada dasarnya manusia tidak bervariasi. Kelompok orang-orang kaya
selalu jelek, akan tetapi perlu diarahkan membantu kelompok miskin dalam
agar dapat berprestasi dan mau bentuk santunan maupun memberikan
bersaing. (Khomsahrial, 2011, 112- kesempetan peluang pekerjaan.
114). Demikian halnya kelompok masyarakat
Jenis-jenis Konflik; Beberapa yang berpendidikan menjalankan tugas
kejadian konflik telah diidentifikasikan sebagai pendidik masyarakat melalui
menurut jenis dan macamnya oleh lembaga yang bersifat formal (sekolah)
sebagian penulis buku manajemen, maupun bersifat non formal (kursus,
perilaku organisasi, psikologi maupun perkumpulan/pengajian). Konflik terjadi
sosiologi. Konflik antar kelompok, mana kala sub-sub sistem di masyarakat
selama pertentangan (konflik) dilakukan tidak menjalankan fungsi secara adil

140
dan proporsional sehingga kelompok manajemen merupakan contoh
masyarakat tertentu merasa terabaikan. dari konflik realistis.
Handoko, T.H. (1992) 2) Konflik non-realistis adalah
membedakan konflik menjadi 5 jenis, konflik yang bukan berasal dari
yaitu: (1) konflik dalam diri individu, tujuan-tujuan saingan yang
(20 konflik antar-individu dalam antagonistis (bertentangan,
organisasi, (30 konflik antara individu berlawanan), tetapi dari
dengan kelompok, (4) konflik antar kebutuhan untuk meredakan
kelompok, dan (5) konflik antar ketegangan, paling tidak dari
organisasi. Konflik dalam diri individu, salah satu pihak. Dalam
setiap individu mempunyai keinginan, masyarakat tradisional,
cita-cita dapat dipenuhi sehingga pembalasan dendan lewat ilmu
menimbulkan kesenjangan antara gaib merupakan bentuk konflik
harapan dengan kenyataan. Kepentingan non-realistis. Demikian halnya
individu seringkali berbeda dengan dengan upaya
tujuan organisasi, karena itu agar pengkambinghitaman yang
kinerja organisasi tidak terganggu maka sering terjadi dalam masyarakat
setiap anggota harus berusaha yang lebih maju.
menyesuaikan. Konflik antar- Berdasarkan kedua bentuk
individu dalam suatu organisasi, konflik diatas, Lewis A. coser kemudian
individu mempunyai perbedaan dalam membedakan adanya konflik in-group
hal kemampuan, kebutuhan, bakat, dan konflik out-group. Konflik in-group
minat, kepribadian, maupun latar adalah konflik yang terjadi dalam
belakang lingkungan. Perbedaan dapat kelompok atau masyarakat sendiri.
menjadi sumber konflik apabila masing- Contoh, konflik yang terjadi antar
masing mempertahankan kepentingan anggota dalam suatu geng. Sementara
anggota ataupun kepentingan yang lebih konflik out-group adalah konflik yang
sempit. Akan tetapi pertentangan dan terjadi antara suatu kelompok atau
perbedaan pendapat dapat menjadi masyarakat dengan kelompok atau
kekuatan organisasi jika diarahkan dan masyarakat lain. Contoh, konflik yang
dikelola secara baik. Sedangkan A. terjadi antara satu geng dengan geng
Coser membedakan konflik atas dua lainnya. (Ahmadi, 2009, 293-294).
bentuk, yakni konflik realistis dan Pandangan Teori Interaksi
konflik non-realistis. Sosial Terhadap Prasangka Sosial
1) Konflik yang realistis berasal dari Dalam Komunikasi Antarbudaya;
kekcewaan individu atau Kehidupan manusia dalam masyarakat
kelompok atas tuntutan-tuntutan mempunyai 2 macam fungsi yaitu
maupun perkiraan keuntungan berfungsi sebagai objek dan sebagai
yang terjadi dalam hubungan subjek. Demikian juga manusia lain,
sosial. Para karyawan yang juga berfungsi sebagai subjek dan
mengadakan pemogokan melawan objek. Itulah sebabnya maka H. Bonner
dalam bukunya Social Psychology

141
memberikan rumusan interaksi sosial
sebagai berikut:“ Interaksi sosial adalah Teori Komunikasi Sosial
suatu hubungan antara individu atau
lebih, di mana kelakuan individu yang Komunikasi Antarbudaya
satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang
lain atau sebaliknya.” (Ahmadi,
2009:49). Hal ini sebenarnya
merupakan keuntungan yang besar bagi Kebudayaan Manajemen Kebudayaan
Suku Lamnpung Konflik Suku Bali
manusia, sebab dengan adanya dua
macam fungsi yang dimiliki itu
timbullah kemajuan-kemajuan dalam
hidup bermasyarakat. Jika manusia ini
hanya sebagai objek semata-mata maka Prasangka Sosial Dalam
Komunikasi Antar Etnis
hidupnya tidak mungkin lebih tinggi
daripada kehidupan benda-benda mati.
Sehingga kehidupan manusia tidak Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
mungkin timbul kemajuan.
Berdasarkan uraian di atas Berdasarkan pada kajian teoretis,
secara ringkas dapat dikemukakan rumusan hipotesis kerja penelitian ini
bahwa penelitian ini berpijak pada sebagai berikut:
beberapa teori, yakni: (1) Teori 1) Jika masyarakat Suku Bali dan
komunikasi sosial, teori komunikasi Suku Lampung mengurangi sikap
sosialdalam penelitian ini dimaksudkan prasangka yang negatif dalam
untuk menelaah pengaruh komunikasi kegiatan sehari-hari, saling
sosial dalam interaksi sosial menghargai satu sama lain, saling
antarbudaya; (2) Teori antarbudaya, mendukung dan tidak cemburu
teori komunikasi antarbudaya dalam sosial, maka tidak akan terjadi
penelitian ini dimaksudkan untuk konflik antarbudaya di Desa
menelaah bagaimana realitas kegiatan Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo
komunikasi yang dilakukan antara Lampung Selatan.
masyarakat suku Lampung terhadap 2) Jika masyarakat Suku Bali dan
suku Bali serta proses penanaman nilai- Suku Lampung lebih cerdas dalam
nilai berinteraksi kepada suku menerima sebuah informasi atau
pendatang; (3) Teori Manajemen isu yang berkembang, tidak
Konflik, teori manajemen konflik termakan provokasi dan bisa
dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengontrol emosi masing-masing,
menelaah proses terjadinya konflik, maka konflik antarbudaya tidak
jenis-jenis konflik dan cara akan terjadi.
mengatasinya. Berdasarkan uraian
tersebut, maka kerangka pikir penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut:

142
METODE PENELITIAN sedang berjalan darin pokok suatu
Penelitian merupakan suatu penelitian.
kegiatan (ilmiah) yang ditempuh Teknik pengumpulan data
melalui serangkaian proses panjang. penelitian menggunakan teknik
Dalam konteks ilmu sosial, kegiatan observasi, wawancara, dan
penelitian diawali dengan adanya minat dokumentasi. Teknik observasi
untuk mengkaji secara mendalam merupakan pemilihan, pengubahan,
terhadap munculnya fenomena tertentu pencatatan, dan pengodean serangkaian
(Bungin, 2007 : 75). Penelitian ini perilaku dalam suasana yang berkenan
menggunakan pendekatan kualitatif. dengan situasi, sesuai dengan tujuan-
Penelitian kualitatif bertujuan tujuan empiris. Teknik obsevasi yang
untuk menjelaskan fenomena dengan digunakan dalam penelitian ini adalah
sedalam-dalamnya melalui participant observasi dan pasticipant as
pengumpulan data sedalam-dalamnya. observer. Dalam hal ini peneliti dapat
(Rachmat, 2008 : 56). Dalam penelitian memberitahukan maksud kehadiran
kualitatif periset adalah bagian integral peneliti ataupun tidak memberitahukan
dari data, artinya periset ikut aktif kehadiran peneliti akan sangat
dalam menentukan jenis data yang bergantung kepada jenis data yang ingin
diinginkan. Dengan demikian, periset peneliti peroleh (Hernawan, 2004:98-
menjadi instrument riset yang harus 99). Peneliti mengunakan teknik
terjun langsung di lapangan. observasi berdasarkan beberapa alasan,
Penggunaan berbagai metode ini sering yakni : (1) Tenik pengamatan
disebut triangulasi dimaksudkan agar bedasarkan atas pengalaman secara
peneliti memperoleh pemahaman yang langsung. Jika suatu data yang diperoleh
komprehensif (holistik) mengenai kurang menyakinkan, maka jalan yang
fenomena yang diteliti. ditempuh untuk memperoleh
Metode yang digunakan dalam keyakinanan tentang keabsahan data
penelitian ini adalah metode penelitian tersebut adalah tentang mengamati
deskriptif. Pemilihan metode ini sendiri yang berarti mengamali lansung
bertujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa tersebut, (2) memungkinkan
fenomena dari hal yang diteliti secara peneliti untuk mengamati sendiri,
mendetail. Penelitian deskriptif kemudian mencatat perilaku dan
bermaksud untuk menjawab pertanyaan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
yang menyangkut peristiwa dalam keadaan yang sebenarnya, (3)
penelitian, seperti pernyataan Gay memungkinkan peneliti mencatat
dalam (Hikmat, 2011: 44) bahwa peristiwa dalam situasi yang berkaitan
metode penelitian deskriptif adalah dengan pengetahuan proporsisional
kegiatan yang meliputi pengumpulan maupun pengetahuan yang lansung
data dalam rangka menguji hipotesis diperoleh dari data, (4) untuk mengecek
atau menjawab pertanyaan yang kepercayaan data yang diperoleh jika
menyangkut keadaan pada waktu yang peneliti lupa pada peristiwa atau hasil
wawancara, (5) memungkinkan peneliti

143
untuk memahami situasi yang rumit,dan tidak dimaksudkan merujuk pada
(6) pada kasus-kasus tertentu di mana jumlah atau banyaknya informan,
teknik komunikasi lainnya tidak melainkan lebih merujuk pada
memungkinkan, pengamatan karakteristik informasi yang
(observasi) dapat menjadi alat yang disampaikan kepada peneliti sesuai
sangat bermanfaat. (Meleong 2011:174- dengan sesuai dengan fokus penelitian.
175). Informan dalam penelitian ini
Teknik wawancara dalam dikelompokkan pada jenis kelamin,
penelitian ini yakni: 1) Wawancara usia, strata sosial, suku.
terstruktur; Pada jenis wawancara ini, Teknik Analisia Data
peneliti mengambil data mengenai Penelitian; Data yang diperoleh dalam
kegiatan komunikasi antara masyarakat penelitian kualitatif bersifat kualitatif,
asli (suku Lampung) dengan Suku sehingga analisisnya digunakan pula
pendatang (suku Bali), serta pendapat teknik analisis kualitatif. Analisis data
dari masing-masing pihak yang terkait dalam penelitian kualitatif sebagaimana
mengenai konflik yang terjadi di Desa dikemukakan oleh Miles dan Huberman
Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo dalam Hernawan (2004:100) dilakukan
Kabupaten Lampung Selatan. 2) melalui proses:
Wawancara tidak berstruktur; 1) Reduksi data sebagai proses
Wawancara tidak berstruktur adalah pemilihan, pemusatan perhatian
wawancara yang bebas, peneliti tidak pada penyederhanaan,
menggunakan pedoman wawancara pengabstrakan dan transformasi data
yang telah tersusun secara sistematis kasar yang muncul dari catatan-
dan lengkap. Pada teknik ini, peneliti catatan lapangan.
mendapatkan data lebih dalam 2) Penyajian data sebagai kumpulan
mengenai interaksi sosial antara suku informasi tersusun yang member
asli dengan suku pendatang, cara kemungkinan adanya penarikan
komunikasi yang digunakan, serta sikap kesimpulan dan pengambilan
sosial penduduk asli terhadap warga tindakan.
suku pendatang di Desa Sidowaluyo 3) Menarik kesimpulan atau verifikasi.
Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Langkah-langkah analisis data
Lampung Selatan. Teknik dokumentasi tersebut bersifat interaktif.
digunakan untuk mendapatkan data Selanjutnya setelah data yang
seperti jumlah penduduk asli dan diperoleh dianalisis, maka hasil temuan
pendatang, tanggal kehadiran Suku Bali yang diperoleh dapat diukur tingkat
di Desa Sidowaluyo, serta dokumentasi kepercayaan (validitas) dan
terkait kejadian konflik. keterandalannya (reliabilitas) dengan
Informan dalam penelitian menggunakan kriteria : 1) Kredibilitas,
dikelompokkan dalam suatu 2) Transferabilitas, 3) Dependabilitas,
karakteristik tertentu dengan tetap dan 4) Konfirmabilitas, yang disebutkan
merujuk pada prinsip-prinsip penelitian Meolong (2011:288). Secara ringkas,
kualitatif.Pengelompokkan tersebut analisis data dilakukan dengan

144
mereduksi semua catatan lapangan, provinsi lainnya di Sumatera. Di
menyajikan data dalam bentuk deskripsi provinsi yang berpenduduk 7.608.405
sesuai dengan keadaan di lapangan, dan jiwa (sensus 2010) ini ditempati oleh
menarik kesimpulan. Dengan demikian berbagai suku, selain suku asli
analisis data bersifat menyeluruh. Pola Lampung sendiri di provinsi tersebut
analisis ini berlangsung terus-menerus juga banyak penduduk / suku yang
selama penelitian di lapangan berasal dari Semendo (Sumsel), Bali,
berlangsung. Lombok, Jawa, Minang/Padang, Batak,
Langkah-langkah penelitian Sunda, Madura, Bugis, Banten,
yang dilakukan dibagi dalam tiga tahap, Palembang, Aceh, Makassar, warga
yaitu: (1) tahap orientasi, (2) tahap keturunan, dan Warga asing (China,
eksplorasi, dan (3) tahap member check. Arab). Salah satu keunikan lainnya dari
Tujuan orientasi dalam penelitian Provinsi Lampung ialah banyak nama
kualitatif ini adalah untuk memperoleh daerah / kecamatan yang dinamai
gambaran yang lengkap dan jelas seperti nama daerah di Pulau Jawa,
mengenai masalah yang akan diteliti. seperti Bantul, Wates, Wonosari,
Kegiatan ini dimulai dari panjajagan Sidoarjo dan sebagainya. Hal tersebut
lapangan unutuk menentukan bisa terjadi karena memang sejak zaman
permasalahan atau fokus penelitian. dahulu (Belanda) Provinsi Lampung
Pada tahap eksplorasi dilakukan adalah salah satu tempat tujuan
penjelajahan terhadap fokus penelitian transmigrasi dari tanah Jawa. Bahkan
dengan cara mengumpulkan data sesuai banyak masyarakat Lampung Suku
dengan fokus dan tujuan penelitian. Jawa yang belum pernah menginjakkan
Pengumpulan data dilakukan melalui : kakinya di Pulau Jawa.
(1) wawancara, (2) observasi, dan (3) Jumlah suku asli Lampung lebih
dokumentasi. Member check dilakukan sedikit dibandingkan suku-suku
dengan tujuan untuk mengontrol data pendatang lainya. Bahasa yang
yang dikumpulkan agar keabsahan data digunakan sehari – hari pun adalah
tersebut dapat dipercaya kebenarannya. bahasa Indonesia, berbeda dengan
Data yang dikumpulkan harus diakui provinsi yang bertetangga dengan
kebenarannya oleh sumber informasi, lampung seperti Bengkulu dan
kebenaran data harus dibenarkan oleh Sumatera Selatan yang masih
sumber data atau informan lainnya, menggunakan bahasa daerah masing –
Nasution dalam Hernawan (2004:97). masing sebagai alat komunikasi.
Bahkan di beberapa kota / daerah di
PEMBAHASAN Lampung bahasa Jawa digunakan
Sejarah Kehadiran Suku Bali sebagai bahasa komunikasi. Tentunya
di Desa Sidowaluyo Lampung dengan berbaurnya berbagai macam
Selatan; Provinsi Lampung yang suku tersebut maka tingkat
berada di ujung timur pulau Sumatera kecenderungan untuk terjadinya konflik
ini memang memiliki keunikan pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik
tersendiri jika dibandingkan dengan – konflik antar suku sudah sering terjadi

145
di Provinsi Lampung baik itu antara Penyebab Konflik Antarsuku
suku asli Lampung dengan Bali seperti di Desa Sidowaluyo; Konflik antar
yang terjadi di Desa Sidowaluyo suku di Lampung bukan merupakan
Kecamatan Sidomulyo tahun 2012 yang sebuah hal baru, konflik tersebut sudah
lalu, maupun Jawa dengan Bali atau pernah terjadi sebelumnya dan
Lampung dengan Jawa. Tak heran pemicunya berawal dari masalah
ketiga suku tersebut sering terlibat sepele.Seperti yang terjadi pada bulan
konflik karena ketiga suku tersebutlah Januari 2012, pemicunya adalah
populasinya yang paling banyak. Pada perebutan lahan parkir. Dari konflik
sisi lain masyarakat asli Lampung yang kecil tersebut timbullah dendam
memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri diantara para suku-suku tersebut
dengan salah satu unsurnya adalah sehingga jika terjadi insiden kecil bisa
”Nemui-nyimah” yang berarti ramah langsung berubah menjadi sebuah
dan terbuka kepada orang lain, maka konflik besar. Penelitian di Desa
tidak beralasan untuk berkeberatan Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo
menerima penduduk pendatang. Tetapi ditemukan beberapa hal yang
dengan seiring waktu falsafah hidup menyebabkan terjadinya konflik yaitu:
tersebut mulai luntur dikarenakan Kecemburuan sosial berdasarkan bidang
berbagai macam hal. ekonomi, kenakalan remaja, prasangka
Di beberapa daerah di Lampung sosial berdasar pada isu yang meluas di
ada sebuah desa yang seluruh masyarakat.
penduduknya berisi orang Bali. Di Kesenjangan sosial bisa timbul
tempat tersebut juga biasanya terdapat dari berbagai hal. Salah satunya
sebuah pura besar tempat mereka disebabkan oleh perbedaan status sosial
melakukan kegiatan agama, sama persis maupun bidang ekonomi.Hal senada
seperti keadaan di Bali. Salah satunya di juga diungkapkan oleh informan 04, 09
Desa Sidowaluyo Kecamatan salah satu penyebab terjadinya konflik
Sidomulyo Lampung Selatan tepatnya adalah masalah ekonomi. Masyarakat
berada di Dusun 01 dan Dusun 07 yang Suku Bali membeli lahan masyarakat
menjadi objek lokasi penelitian peneliti. Lampung untuk bercocok tanam di
Sejak 1950 masyarakat suku Bali hadir daerah Suka Marga dan Suka Tani.
ke tengah-tengah masyarakat di Desa Namun masyarakat asli kurang bisa
Sidowaluyo kecamatan Sidomulyo. Ada menerima keadaan, karena masyarakat
tiga marga suku Bali yaitu Bali Nusa, Suku Bali lebih maju dan lebih
Jungut Batu, dan Tabanan (Bali Halus) berkembang perekonomiannya.
yang tergabung dalam satu paguyuban Mochtar Mas’oed menyatakan bahwa
umat Hindu yang disebut adat Banjar sebenarnya bentrok antar warga di
Sukaharja. Sekitar ± 100 Kepala Lampung Selatan pada 28-29 Oktober
Keluarga (KK) warga Bali hidup 2012 adalah bagian tak terpisahkan dari
berdampingan dengan masyarakat dari konflik yang terjadi sebelumnya yang
suku lain di desa Sidowaluyo. kembali terulang. Konflik tersebut
sesungguhnya memiliki akar persoalan

146
yang lebih dalam dari sekadar dengan kerangka tersebut. Ketimpangan
perseteruan dua kelompok etnis. dalam penguasaan akses ekonomi antara
Konflik-konflik sebelumnya terkait etnis lokal dan pendatang sangat
persoalan transmigrasi, Perkebunan Inti mungkin menyuburkan potensi konflik
Rakyat (PIR) hingga tambak udang, akibat perbedaan etnis di wilayah
sebenarnya masih menyimpan persoalan tersebut.Kelompok masyarakat etnis
yang belum tuntas sehingga konflik Bali di Lampung Selatan sebagai
sewaktu-waktu dapat muncul kembali. penguasa sektor ekonomi transportasi
Disinilah pentingnya kita dan komunikasi, sebagaimana laporan
melihat kembali faktor sejarah dan beberapa media, adalah terbesar kedua
sosiologis di balik konflik. Pada masa di Kabupaten Lampung Selatan.
lalu, politik etis Belanda meliputi Sementara kelompok asli Lampung
program irigasi, edukasi dan “hanya” menjadi penonton dari
transmigrasi. Hal ini mendorong kemajuan pesat perkembangan
terjadinya proses state building dan perekonomian kelompok masyarakat
akumulasi kapital sekaligus perubahan keturunan Bali, menjadi wong cilik
demografi. Perubahan itulah yang yang bekerja di beragam sektor
menjadi salah satu penyebab gesekan ekonomi. Kecemburuan sosial berbasis
antara warga asli dengan pendatang. ekonomi inilah yang dapat diduga
Terlebih lagi ketika pendatang sebagai akar konflik yang ada
mengungguli warga asli dalam hal tersebut.Akar konflik biasanya
ekonomi. Kecemburuan sosial dan merupakan ketimpangan-ketimpangan,
ekonomi ini memunculkan sikap deprivasi, ataupun kesenjangan yang
defensif sebagai “putra daerah”. terjadi secara mendalam, terstruktur dan
(Sumber: terinternalisasi di dalam tubuh
http://ighoelmachete.wordpress.com/20 masyarakat, tidak terlihat dan bahkan
12/12/16/peristiwa-konflik- seringkali terabaikan. Adapun faktor
balinuragalampung-selatan-dan- pendorongnya adalah relasi antar
persatuan-indonesia/) masyarakat yang semakin renggang
Beberapa kerusuhan berdarah karena bergesernya tradisi hidup
yang terjadi di Indonesia dapat bersama menjadi individualistis,
dijelaskan dengan kerangka bergesernya tradisi generasi lama yang
kesenjangan ekonomi atau perbedaan berupaya menciptakan harmonisasi
penguasaan atas akses sumber daya hidup bersama menjadi tradisi generasi
ekonomi. Kerusuhan antara etnis Dayak baru yang lebih mengedepankan cara
dan Madura di Sampit Kalimantan pandang egosentris sehingga mudah
misalnya, bukan hanya disebabkan terluka dan marah ketika kelompok atau
bangkitnya identitas kelompok tetapi anggota kelompoknya terganggu. Faktor
juga disuburkan oleh tersisihnya etnis pemicu dalam konteks konflik Lampung
Dayak dari penguasaan politik-ekonomi Selatan adalah beragam insiden-insiden
selama puluhan tahun. Konflik kecil yang menyulut bara kecemburuan
Lampung Selatan juga dapat diteropong sosial-ekonomi.Selain itu, menurut

147
informan 07, 08, dan 10, pergolakan batas – batas rasionalitas kemanusiaan
sosial di Lampung Selatan awalnya sudah tidak lagi menjadi tolak ukur
lebih karena persoalan tanah atau lahan pada saat konflik. 2) Konflik Non-
perkebunan. Namun, kini pemicunya realistis, konflik yang bukan berasal
adalah insidden-insiden kecil yang dari tujuan- tujuan saingan yang
cenderung merupakan hal-hal sepele. antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk
Insiden Napal dipicu perebutan lahan meredakan ketegangan, paling tidak
parkir. Namun karena masalah itu dari salah satu pihak.Dalam hal ini
dibesar-besarkan dan yang membuat pemerintah sebagai pihak ketiga yang
masalah mengajak warga lain akibatnya mampu memfasilitasi sebagala
menjadi konflik besar antarsuku. kebuntuan yang membuat masyarakat
Menurut Coser jika berhenti berkonflik agar tidak jatuh
diimplementasikan dalam permasalahan korban jiwa berikutnya. Tetapi
konflik antara Suku Bali dan permasalahan ini tetap menjadi bahan
Lampung:1) Konflik Realistis, berasal referensi oleh suku Lampung walaupun
dari kekecewaan terhadap tuntutan- pemerintah sebagai fasilitator untuk
tuntutan khusus yang terjadi dalam mendamaikan kedua belah pihak
hubungan dan dari perkiraan dengan peran-peran dari para tokoh
kemungkinan keuntungan para masing- masing suku agar menjaga
partisipan, dan yang ditujukan pada masyarakatnya untuk mengatur kembali
obyek yang dianggap mengecewakan. tatanan-tatanan sosial yang ada di dalam
Terhadap persoalan konflik antara suku struktur dan fungsional dari
bangsa Bali dan Lampung adanya masyarakatnya untuk meraih sumber
permasalahan penguasaan sumber daya daya yang ada dalam lingkup
yang tidak merata dari segi ekonomi teritorialnya.
dan lebih menguntungkan Suku Bali Konflik yang terjadi di Lampung
sebagai pendatang dengan segala bentuk Selatan ini melibatkan dua kelompok
arogansi menurut suku asli terhadap etnis yang berbeda yaitu kelompok
penguasaan sumber daya teritorial. masyarakat setempat yang beretnis
Sehingga dalam bentuk kekecewaan Lampung dan kelompok masyarakat
terhadap perlakuan yang tidak adil pendatang beretnis Bali. Sebenarnya,
menurut suku Lampung tersebut etnis Lampung sebagai “suku asli”
sehingga mereka membangkitkan ternyata bukanlah mayoritas dari segi
identitas kesuku bangsaannya untuk jumlah. Kelompok etnis Jawa yang
mempertahankan penguasaannya dalam pendatang justru menjadi mayoritas.
hal teritorial sumberdaya yang ada di Etnis Bali termasuk minoritas di
wilayah teritorial kekuasaan suku asli. kalangan masyarakat Lampung Selatan
Terhadap perlakuan yang ingin sebagaimana yang ditulis dalam berbagi
memonopoli penguasaan sumber daya laporan media mengenai peristiwa
tersebut dilakukan dengan cara tersebut.
memusnahkan segala sesuatu yang Selain dua kelompok yang
berkaitan dengan suku Bali, karena berkonflik, dapat diidentifikasi aktor-

148
aktor lain yang terlibat baik langsung sangat efektif untuk membentuk
maupun tidak langsung dalam peristiwa perilaku saling menghargai satu sama
konflik tersebut. Pertama adalah lain. Berasaskan kesadaran Bhineka
pemerintah daerah setempat. Dalam Tunggal Ika dan sebagai makhluk sosial
beberapa kasus yang mencuat, yang saling membutuhkan, diharapkan
kebijakan bupati dan gubernur bisa menjadi landasan ideologi dalam
Lampung Selatan yang agak sensitif setiap aspek kehidupan berbangsa dan
menjadi faktor pendorong dan pemicu bernegaradalam lingkungan yang
konflik. Sangat disayangkan, dalam berbeda latar belakang budaya dan adat
beberapa kasus, aparat pemerintahan istiadatnya.
seperti bupati dan gubernur, justru
menjadi bagian dari konflik alih-alih KESIMPULAN DAN SARAN
menjadi mediator. Kedua adalah aparat Kesimpulan
kepolisian dan militer yang berada di 1. Kegiatan komunikasi antarbudaya
daerah konflik tersebut bukan saja antara masyarakat Suku Lampung
menjadi mediator tetapi juga untuk terhadap Suku Bali di Desa
menurunkan eskalasi konflik. Ketiga, Sidowaluyo Kecamatan Sidomulyo
LSM-LSM yang telah ada dan baru Lampung Selatan belum berjalan
datang kemudian dalam rangka dengan harmonis. Kesenjangan
penyembuhan trauma konflik di ekonomi menimbulkan
kalangan anak-anak dan remaja. Dapat permasalahan yang kompleks dan
dikatakan, dalam konflik Lampung berlarut-larut antara kedua belah
Selatan, masyarakat setempatlah yang pihak.
menjadi aktor perdamaian utama 2. Kenakalan remaja dan prasangka
melalui serangkaian upaya rekonsiliasi. sosial menjadi penyebab terjadinya
Menurut informan 01, dan 07, konflik antarsuku. Masyarakat harus
konflik yang terjadi di Lampung Selatan cerdas dalam menerima sebuah
semata-mata hanya kesalahpahaman informasi, apalagi masih berupa
dari satu kelompok terhadap kelompok desas-desus dan isu dari oknum-
lain. Peristiwa yang menyebabkan 75 oknum yang tidak
rumah warga Bali terbakar bahkan bertanggungjawab.
rusak parah dan menghabiskan dana 3. Konflik yang terjadi beberapa kali
hingga milyaran rupiah ini menjadi di Provinsi Lampung khususnya
pelajaran berharga bagi semua pihak Lampung Selatan disebabkan oleh
yang terlibat. Khususnya bagi warga prasangka sosial dari satu kelompok
suku Bali, mereka membuat terhadap kelompok tertentu. Masih
kesepakatan dan sebuah komitmen rendahnya sikap toleransi dan
bahwa apabila terjadi konflik lagi, siapa tenggang rasa satu sama lain serta
yang berbuat masalah maka dialah yang kurang adanya semangat persatuan
bertanggungjawab atas masalah dan kesatuan yang dilandasi oleh
tersebut. Melalui interaksi dan nilai dari semangat gotong royong
komunikasi antarbudaya yang baik, guna mencapai sebuah masyarakat

149
yang adil dan sentosa dalam setiap terjadinya konflik antaretnis di
aspek kehidupan yang menopang Indonesia khususnya daaerah-daerah
bangsa dan negara ini. yang rawan konflik seperti provinsi
Lampung. Penelitian ini
Saran menggunakan pendekatan kualitatif,
1) Untuk memaksimalkan hasil dari sehingga masih memungkinkan
tujuan yang telah ditetapkan, untuk dilakukan penelitian yang
hendaknya kedua belah pihak sejenis dengan menggunakan
menyadari kelebihan dan pendekatan kuantitatif yang sesuai
kekurangan masing-masing, saling dengan aspek-aspek teoritis dan
mendukung untuk kemajuan desa metodologis tentang prasangka
dan daerah tempat tinggalnya. sosial dalam komunikasi antaretnis.
Dapat meminimalisir terjadinya
konflik kembali, masyarakat harus
lebih teliti dan cerdas dalam
menerima sebuah informasi yang
sifatnya provokasi. Menanamkan
nilai-nilai agama masing-masing
agar tidak mudah emosi dan
bertindak yang merugikan satu sama
lain.
2) Saling menghargai dan tidak
mengganggu kepentingan kelompok
tertentu dalam hal apapun, seperti
beribadah, pekerjaan dan
sebagainya. Menjunjung tinggi
Bhineka Tunggal Ika dalam
Pancasila, saling tolong menolong
dan bersikap santun terhadap
siapapun. Meningkatkan kerjasama
kelompok demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan dalam hidup
berbangsa dan bernegara.
Menghilangkan etnosentrisme yang
berlebihan terhadap sebuah
sukubangsa atau etnis tertentu serta
selalu berprasangka baik terhadap
orang lain maupun kelompok.
3) Perlu dikembangkan lebih lanjut
penelitian dalam bidang komunikasi
antarbudaya untuk menimimalisir

150
DAFTAR PUSTAKA Dengan Pendekatan Praktis.
Alqur’an. 2010. Bandung: Hilal Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ahmadi, H. Abu. 2009. Psikologi Mulyana, Deddy. 2011. Komunikasi
Sosial. Jakarta: rineka Cipta. Lintas Budaya. Bandung: PT
Bungin, Burhan., 2007. Remaja Rosdakarya
MetodologiPenelitian Kualitatif. Nasikun. 1985. Sistem Sosial indonesia.
Surabaya: Rajawali Pers. Jakarta: Rajawali Pers.
Departemen Pendidikan Dan Romli, Khomsahrial. 2011. Komunikasi
Kebudayaan. 1983. Adat Istiadat Organisasi Lengkap. Jakarta: PT
Daerah Lampung. Jakarta. Grasindo.
Departemen Pendidikan Dan Samovar, A, Larry, Dkk. 2010.
Kebudayaan. 1983. Pemukiman Komunikasi Lintas Budaya.
Sebagai Kesatuan Ekosistem Jakarta: Salemba Humanika.
Daerah Bali. Jakarta Sihabudin, Ahmad. 2013. Komunikasi
Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif
Antarmanusia: kuliah dasar. Multidimensi. Jakarta: Sinar
Jakarta: Profesional Books Grafika Offset
Hernawan, Wawan. 2004. Komunikasi Sugiyono.2011.Metode Penelitian,
Antarumat Berbeda Agama: Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D.
Studi tentang Sikap Sosial dalam Bandung:CV Alfabeta
Keragaman Beragama di Sunarto, Kamanto. 2011. Pengantar
Kecamatan Cigugur Kabupaten Sosiologi. Jakarta: Lembaga
Kuningan Jawa Barat. Bandung: Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Padjajaran Universitas Indonesia
Hikmat, Mahi M.2011.Metode Susanto, S, Astrid,. 1979. Komunikasi
Penelitian : Dalam Perspektif Sosial di Indonesia. Jakarta:
Ilmu Komunikasi dan Satra. Binacipta.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Internet:
Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset )http://ighoelmachete.wordpress.com/20
Morissan, M.A. 2010. Psikologi 12/12/16/peristiwa-konflik-
Komunikasi. Bogor: Ghalia balinuraga-lampung-selatan-dan-
Indonesia persatuan-
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu indonesialintasberita.web.id/pera
Komunikasi: Suatu Pengantar. ng-suku-di-lampung-sebuah-
Bandung: PT Remaja Rosdakarya dendam-lama/
Offset
Mulyana, Deddy. 2007. Metode
Penelitian Komunikasi : Contoh-
contoh Penelitian Kualitatif

151

Anda mungkin juga menyukai