A. LATAR BELAKANG
Telekomunikasi seluler di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 1985 (walaupun baru
beroperasi pada 1986) dan hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang
pertama mengadopsi teknologi seluler versi komersial. Hingga 1993, teknologi seluler yang
digunakan adalah NMT (Nordic Mobile Telephone) dari Eropa (sejak 1985), disusul oleh
AMPS (Advanced Mobile Phone System) dari Amerika Serikat (sejak 1991), keduanya
dengan sistem analog. Teknologi seluler yang masih bersistem analog itu seringkali disebut
sebagai teknologi seluler generasi pertama (1G). Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi
generasi pertama CDMA (Code Division Multiple Access) yang disebut ETDMA (Extended
Time Division Multiple Access) melalui operator Ratelindo yang hanya tersedia di beberapa
wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Sementara itu di dekade yang sama, diperkenalkan teknologi GSM (Global System for
Mobile Communications) yang membawa teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia ke
era generasi kedua (2G). Pada masa ini, Layanan pesan singkat (Inggris: short message
service) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel berkat sifatnya yang hemat dan
praktis. Teknologi GPRS (General Packet Radio Service) juga mulai diperkenalkan, dengan
kemampuannya melakukan transaksi paket data. Teknologi ini kerap disebut dengan generasi
dua setengah (2,5G), kemudian disempurnakan oleh EDGE (Enhanced Data Rates for GSM
Evolution), yang biasa disebut dengan generasi dua koma tujuh lima (2,75G). Telkomsel
sempat mencoba mempelopori layanan ini, tetapi kurang berhasil memikat banyak
pelanggan.[1] Pada tahun 2000, sebenarnya di Indonesia telah dikenal teknologi CDMA
generasi kedua (2G), dengan awalnya masih berjenis CDMAOne. Kemudian, sejak 2002
muncul operator sistem CDMA yang lebih mutakhir, yaitu CDMA2000.
Pada 2006 mulai muncul operator 3G pertama yaitu Telkomsel pada 15 Agustus 2006
(sebenarnya yang pertama mendapatkannya adalah PT Cyber Access Communication dan PT
Natrindo Telepon Seluler pada 2003 dan 2004, namun keduanya baru mengoperasikannya
pada 2007).[3] Selanjutnya, operator-operator lain juga meluncurkan jaringan ini pada 2006-
2007 dan selanjutnya juga menjadi 3,5G dengan teknologi HSDPA (High-Speed Downlink
Packet Access) yang mampu memungkinkan transfer data secepat 10 Mbps. Pada tahun 2011,
lewat teknologi WiMAX BWA, mulai diperkenalkan sistem 4G, namun pemakaiannya baru
masif setelah sistemnya menjadi LTE yang diluncurkan pada 2013 pertama kali oleh BOLT!.
Setelah Bolt, operator yang sudah ada juga ramai-ramai menggelar jaringan 4G, dengan kini
Smartfren merupakan yang cakupannya terluas. Smartfren juga menjadi pionir akan
perkembangan sistem termutakhir saat ini, yaitu 4,5G pada 20 Agustus 2015 dan selanjutnya
disusul oleh operator lain seperti Indosat dan XL pada akhir 2016.Saat ini, sistem 4,5G
merupakan sistem terbaru yang digunakan di Indonesia dan banyak operator yang
mengoperasikannya pararel dengan sistem GSM (2G/3G). Di masa depan, diperkirakan
Indonesia juga bisa menikmati 5G, teknologi termutakhir jaringan seluler dalam beberapa
tahun kedepan.
Berikut ini teknologi jaringan seluler yang digunakan di Indonesia :
1G
NMT (Nordic Mobile Telephone): 1985-2006
AMPS (Advanced Mobile Phone System): 1991-2003
2G/2,5G
GSM (Global System for Mobile Communication): 1993-sekarang
GSM 900 MHz: 1993-sekarang
GSM 1800 MHz (dahulu DCS-1800): 2001-sekarang
GPRS (General Packet Radio Service): 2001-sekarang
EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution): 2004-sekarang
CDMAOne: 2000-2003
D-AMPS (Digital AMPS): 1995-2003
CT2 (Telepoint): 1996-1999
3G/3,5G
CDMA2000 1x: 2002-2017
EVDO (Evolution-Data Optimized): 2003-2017
UMTS (Universal Mobile Telecommunications System): 2006-sekarang
HSPA (High-Speed Packet Access): 2006-sekarang
4G/4,5G
WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access): 2011-2015
LTE (Long-Term Evolution): 2013-sekarang
5G
NR (New Radio): 2021-sekarang
Industri
Penyedia layanan telekomunikasi seluler yang mendominasi saat ini di Indonesia (dari atas ke
bawah: Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, 3 dan smartfren).
Saat ini, ada 8 operator telekomunikasi seluler di Indonesia (dengan 5 yang mendominasi).
Hampir semuanya mengoperasikan jaringan berbasis 4G LTE, kecuali PSN yang
menggunakan telepon satelit.
a. PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), beroperasi sejak 1995. 171,1 juta pengguna
pada 2019, sistem GSM, 4G LTE, dan 5G.
b. PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo), beroperasi sejak 1993 (dahulu dibawah Satelindo
dan Indosat-M3). 59,3 juta pengguna pada 2019, sistem GSM, 4G LTE, dan 5G.
c. PT XL Axiata Tbk (XL), beroperasi sejak 1996. 56,7 juta pengguna pada 2019, sistem
GSM, 4G LTE, dan 5G.
d. PT Hutchison Tri Indonesia (3 Indonesia), beroperasi sejak 2007. 30,4 juta pengguna
pada 2019, sistem GSM dan 4G LTE.
e. PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren), beroperasi sejak 2002. 13,3 juta pengguna
pada 2019, sistem 4G LTE (dulu CDMA2000).
f. PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (Net1 Indonesia), beroperasi sejak 1995.
200.000 pengguna pada 2019, sistem 4G LTE (dulu CDMA2000 dan NMT).
g. PT Berca Global Access (Hinet), beroperasi sejak 2012. Sistem 4G LTE (dulu
WiMAX).
h. PT Pasifik Satelit Nusantara (ByRU). Sistem telepon satelit.
i. Selain itu, pernah ada berbagai pemain dalam industri ini yang tidak lagi beroperasi:
j. PT Rajasa Hazanah Perkasa (NMT 1985-1995, sejak 1995 dialihkan ke PT Mobile
Selular Indonesia - kini Sampoerna Telekomunikasi Indonesia)
k. PT Elektrindo Nusantara (AMPS 1991-1995, sejak 1995 dialihkan ke PT Komunikasi
Selular Indonesia/Komselindo)
l. PT Centralindo Pancasakti Cellular (AMPS 1991-1995, sejak 1995 dialihkan ke PT
Metro Selular Nusantara/Metrosel)
m. PT Telekomindo Primabhakti (AMPS 1991-1996, sejak 1996 dialihkan ke PT
Telekomindo Selular Raya/Telesera)
n. PT Komunikasi Selular Indonesia/Komselindo (AMPS/D-AMPS 1995-2003,
CDMAOne 2000-2003. Digabungkan ke Mobile-8 Telecom pada 2003).
o. PT Metro Selular Nusantara/Metrosel (AMPS 1995-2003. Digabungkan ke Mobile-8
Telecom pada 2003).
p. PT Telekomindo Selular Raya/Telesera (AMPS 1996-2003. Digabungkan ke Mobile-
8 Telecom pada 2003).
q. PT Telepoint Nusantara/Telepoint (CT2 1996-1999).
r. PT Axis Telekom Indonesia - dikenal dengan merek AXIS (dahulu NTS dan Lippo
Telecom. GSM 2001-2013, merger dengan XL Axiata pada 2013)
s. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk - dikenal dengan merek Flexi (CDMA2000 2002-
2014)
t. PT Bakrie Telecom Tbk - dikenal dengan merek Esia, AHA, Wifone, Wimode,
Ratelindo (CDMA2000 2003-2014 dan ETDMA 1993-2006)
u. PT Satelit Palapa Indonesia/Satelindo (GSM 1993-2003, merger dengan Indosat pada
2003)
v. PT Indosat Multimedia Mobile/Indosat-M3 (GSM 2001-2003, merger dengan Indosat
pada 2003)
w. PT Smart Telecom - dikenal dengan merek Smart (CDMA2000 2006-2010,
operasional digabungkan ke Mobile-8 Telecom pada 2010-2011)
x. PT Internux - dikenal dengan merek BOLT! (4G LTE 2013-2018)
y. PT First Media Tbk - dikenal dengan merek Sitra (WiMAX 2010-2013)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penulisan Makalah ini adalah:
PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) muncul sebagai operator GSM pertama di Indonesia,
melalui Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. PM108/2/MPPT-93,
dengan awal pemilik saham adalah PT Telkom Indonesia (30%), PT Indosat (10%), dan PT
Bimagraha Telekomindo (60%),dengan wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta dan
sekitarnya. Pada periode ini, teknologi NMT dan AMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan
tren melonjaknya jumlah pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab lonjakan
tersebut antara lain, karena GSM menggunakan Kartu SIM yang memungkinkan pelanggan
untuk berganti handset tanpa mengganti nomor. Selain itu, ukuran perangkat juga sudah lebih
baik dengan lebih mudah digenggam.
Kesuksesan pilot-project di Batam dan Bintan membuat pemerintah memperluas
daerah layanan GSM ke provinsi-provinsi lain di Sumatra. Untuk memfasilitasi hal itu, pada
26 Mei 1995 didirikan sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai
operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Telkom dan Indosat
(65%-35%). Pada akhir tahun 1996, PT Excelcomindo Pratama (Excelcom, sekarang XL
Axiata) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Telkomsel yang
sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar dengan
produk Kartu Halo, mulai melakukan ekspansi ke Jakarta. Pemerintah juga mulai turut
mendukung bisnis seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler. Alhasil, harga
telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta. Pada 29 Desember 1996, Maluku tercatat
menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel. Untuk membantu pengembangan teknologi
GSM pada saat itu, tiga operatornya sama-sama mengundang partner dari investor asing.
Satelindo menggandeng Deutsche Telekom pada 3 April 1995 dengan 25%
kepemilikan.Telkomsel menggandeng KPN dengan 17,2% saham pada 1996, sedangkan di
tahun sebelumnya (Oktober 1995) Excelcomindo sudah menggandeng NYNEX dan Mitsui
dengan masing-masing 23% dan 4% saham.
Selain perkembangan pesat dari teknologi GSM, juga berkembang beberapa teknologi
lain, yaitu CT2, TDMA dan PHS. Penggunaan teknologi GMH 2000/ETDMA diperkenalkan
oleh Ratelindo. Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa layanan Fixed-Cellular
Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel. Teknologi CT2 diperkenalkan oleh PT
Telepoint Nusantara pada 12 November 1996, dengan modal awal 1.000 base station.PHS
sendiri berusaha diperkenalkan oleh PT Indoprima Mikroselindo (Primasel) pada 1996,
dengan wilayah layanan awal di Jawa Timur (walaupun akhirnya tidak pernah
dioperasikan).Baik PHS maupun CT2 sendiri merupakan teknologi telepon nirkabel,
walaupun tidak sama/kompatibel dengan jenis GSM. Bagaimanakah dengan sistem AMPS
dan NMT? Operator dari dua jenis sistem analog ini masih bertahan, dan kini juga tidak lagi
untuk telepon mobil melainkan juga telepon seluler. Operasionalnya tidak lagi berbentuk bagi
hasil, melainkan kini berupa perusahaan patungan bersama Telkom.
Pada 1995, operator tunggal NMT di Indonesia, yaitu PT Rajasa Hazanah Perkasa
mentransformasikan proyek bagi hasilnya menjadi perusahaan patungan bernama PT Mobile
Selular Indonesia (Mobisel). Jumlah penggunanya ada 24.200, dan tersebar di Jakarta dan
Jawa Barat. Kemudian, Mobisel mermperluas operasionalnya hingga ke pulau Sumatra
(seperti Lampung).
Operator AMPS pertama yang mengubah proyek bagi hasilnya menjadi perusahaan patungan
yaitu adalah PT Elektrindo Nusantara pada awal 1995. Perusahaannya bernama PT
Komunikasi Selular Indonesia (Komselindo), dengan wilayah operasional di Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, Jabodetabek, Sumatra Utara serta Aceh.
Operator AMPS kedua, yaitu PT Centralindo Panca Sakti mengubah proyek bagi hasilnya
menjadi perusahan patungan bernama PT Metro Selular Nusantara (Metrosel) pada akhir
1995. Wilayah operasionalnya ada di Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya dan Maluku.
Operator AMPS terakhir (dan terkecil) yaitu PT Telekomindo Primabhakti melakukan
transformasi bentuk usahanya pada tahun 1996, dengan kini dibawah PT Telekomindo
Selular Raya (Telesera). Wilayah layanannya ada di Bali, Kalimantan dan Sumatera
Selatan.Telesera merupakan satu-satunya operator analog yang bukan perusahaan patungan
dan tetap mempertahankan skema bagi hasil bersama Telkom.
Pada periode 1997-1999, Indonesia mengalami guncangan hebat akibat krisis ekonomi dan
krisis moneter. Walaupun sempat menurun (dari akhir 1997 sebesar 1 juta menjadi 162.000
pada September 1998), minat masyarakat kemudian berhasil naik kembali untuk menikmati
layanan telepon seluler. Untuk menyiasati keinginan konsumen, maka beredarlah jenis kartu
prabayar untuk pertama kalinya di era ini. Di tahun 1998, Telkomsel memperkenalkan
produk prabayar pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif layanan pascabayar
Kartu Halo. Lalu Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para
kompetitornya (dan pelengkap layanan pascabayar GSM-XL), dengan layanan unggulan
roaming pada tahun 1998. Pada tahun tersebut, Satelindo tak mau ketinggalan dengan
meluncurkan produk Mentari, dengan keunggulan perhitungan tarif per detik. Produk Mentari
yang diluncurkan Satelindo pun mampu dengan cepat meraih 10.000 pelanggan. Padahal,
harga kartu perdana saat itu termasuk tinggi, mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada
tahun berikutnya. Hingga akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia telah mencapai
3.6 juta pelanggan, yang sebagian besar merupakan pelanggan layanan prabayar.
Satu paket dengan tender GSM-1800, pemerintah juga melakukan tender untuk membangun
jaringan PHS. Sebenarnya, tender ini sudah berusaha dilakukan pada 1997 untuk 10 operator
(PHS/DCS) namun krisis moneter 1998 membuat rencana itu batal. Seiring waktu, tender
yang dibuka pada pertengahan 1998 kemudian berhasil mendapatkan 36 peminat, dari target
11 operator (5 PHS dan 6 DCS). Akan tetapi, walaupun target calon operator GSM/DCS-
1800 kemudian berhasil terpenuhi, tidak halnya dengan PHS yang hanya menghasilkan dua
pemenang, yaitu PT Bima Investa Utama (Jawa Tengah) dan Telkom (Jakarta).Kedua
operator ini (ditambah Primasel sebelumnya) sudah berusaha membuka operasionalnya
dalam waktu 12 bulan (dari tahun 1998), namun pada akhirnya tidak ada yang mampu
menjalankannya sama sekali. Bagaimanakah dengan CT2? Layanan ini akhirnya juga
bernasib tidak baik, yaitu dihentikan pada 1999 setelah hanya beroperasi 3 tahun.
3. 2000-2005: Deregulasi dan perubahan teknologi
Di tahun 2000, industri telepon seluler menunjukkan perbaikan, terkhususnya bagi operator
GSM yang terus mengalami kenaikan signifikan. Pada tahun yang sama, layanan pesan
singkat (bahasa Inggris: Short Message Service/SMS) mulai diperkenalkan, dan langsung
menjadi primadona layanan seluler saat itu. Pada tahun 2001, Indosat mendirikan PT Indosat
Multi Media Mobile (Indosat-M3), yang kemudian menjadi pelopor layanan GPRS (General
Packet Radio Service) dan MMS (Multimedia Messaging Service) di Indonesia. Pada 8
Oktober 2002, Telkomsel menjadi operator kedua yang menyajikan layanan tersebut dan
selanjutnya Satelindo pada awal 2003 juga meluncurkan layanan yang sama.
Indosat IM3, Indosat Matrix, Indosat MentariGSM 900/1800 MHz 33,1 juta (Q4-2009)
Telkomsel Kartu AS, kartuHalo dan simPATI GSM 900/1800 MHz 81,644 juta (Q4-2009)
A. KESIMPULAN
Dengan Perkembangan Operator Seluler Di Indonesia Yang Semakin Lebih Baik Ini
Membuat Masayrakat Dapat Menggunakan Layanan Jaringan Yang Jauh Lebih Baik
Dari Sebelumnya.
B. SARAN
Semoga Dengan Perkembangan Operator Seluler Yang Semakin Baik Ini Juga
Semakin Membuat Negara Ini Menjadi Lebih Maju Dan Lebih Unggul