Anda di halaman 1dari 10

INDEKS KATZ

Mengukur kemampuan pasien dalam melakukan 6 kemampuan fungsi : bathing, dressing,


toileting, transfering, feeding, maintenance continence.Biasa digunakan untuk lansia, pasien
dengan penyakit kronik (stroke, fraktur hip).

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

SKOR INTERPRETASI

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah,


kekamar kecil, berpakaian dan mandi.

B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari


fungsi tersebut.

C Kemandirian dalam semua aktifitas kecuali mandi dan satu fungsi


tambahan.

D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian dan satu fungsi tambahan.

E Kemandirian dalam semua aktifitas kecuali mandi, berpakaian,


kekamar kecil, dan satu fungsi tambahan.

F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,


berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.

Lain- Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat


Lain diklasifikasikan sebagai C,D dan E.

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan pribadi aktif, kecuali
seperti secara spesifik diperlihatkan dibawah ini.Ini didasarkan pada status actual dan bukan
pada kemampuan. Seorangklien yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap
sebagaitidak melakukan fungsi meskipun ia dianggap mampu.

1. Bathing (Spon, Pancuran, atau Bak)

Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang
tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

Tergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk dan keluar dari bak
mandi, tidak mandi sendiri.

Dressing
Mandiri: mengambil maju dari kloset dan laci; berpakaian, melepaskan pakaian, mengikat;
mengatur pengikat, melepas ikatan sepatu.

Tergantung : tidak memakai baju sendiri sebagian masih tidak menggunakan

pakaian. Toiletting

Mandiri: ke kamar kecil; masuk keluar dari kamar kecil; merapihkan baju; membersihkan
organ- organ eksresi (dapat mengatur bedpansendiri yang digunakan hanya malam hari dan
dapat atau tidak dapatmenggunakan dukungan mekanis).

Tergantung : menggunakan bedpan atau pispot atau menerima bantuandalam masuk dan
menggunakan toilet.

Transfering

Mandiri: berpindah ke dan dari tempat tidur secara mandiri berpindahduduk dan bangkit dari
kursi secara mandiri (dapat atau tidak dapat menggunakan dukungan mekanis).

Tergantung: bantuan dalam berpindah naik atau turun dari tempat tidur dan/atau kursi, tidak
melakukan satu atau lebih perpindahan.

Continence

Mandiri: berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

Tergantung : inkontinensia parsial atau total pada perkemihan ataudefekasi; control total
atau p arsial dengan enema, kateter, atau penggunaan urinal dan/atau bedpan teratur.

Feeding

Mandiri: mengambil makanan dari piring atau keseksamaan


memasukannya ke mulut, (memotong daging, menyiapkan makananseperti
mengolesi roti dengan mentega, tidak dimasukkan kedalamevaluasi).

Tergantung : bantuan dalam hal makan (lihat diatas); tidak makan samasekali atau makan
berparenteral.

Bentuk – Bentuk Evaluasi

Nama :

……

Tanggal Evaluasi : ……

Bathing - baik mandi spon, bak mandi atau pancuran


a.Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika mandi dengan bak
mandi menjadikebiasaan)

b.Menerima bantuan untuk mandi hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki)

c. Menerima bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh(atau tidak dimandikan.

Dressing - mengambil pakaian dari kloset dan laci-termasuk pakaian dalam, pakaian luar dan
menggunakan pengikat (termasuk pita).

a.Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan

b.Mengambil baju dan memakai baju lengkap tanpa bantuan kecuali bantuan mengikat
sepatu

c. Menerima bantuan dalam memakai baju, ataumembiarkan sebagian tetap


tidak berpakaian.

Toiletting - pergi ke kamar kecil untuk defekasi dan berkemih;membersihkan diri setelah
eleminasi dan merapihkan baju.

a.Pergi ke kamar kecil membersihkan diri, dan merapihkan baju tanpa bantuan (dapat
menggunakanobjek untuk menyokong seperti walker, tongkat,
ataukursi roda dan dapat bedpan pada malam hari atau bedpan, pengosongan pada pagi hari).

b.Menerima bantuan ke kamar kecil, membersihkan diriatau dalam merapihkan pakaian


setelah eliminasi, atau menggunakan bedpan atau pispot pada malam hari.

c. Tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi.

Transfering

a.Berpindah ke dan dari tempat tidur sperti berpindah ke dan dari kursi tanpa bantuan
(mungkin mmenggunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu
jalan.

b.Berpindah ke dan dari tempat tidur ataukursi dengan bantuan

c. Bergerak naik atau turun tempat tidur dengan bantuan

d.Tidak turun dari tempat tidur

Continence

a.Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplet oleh diri sendiri.

b.Kadang-kadang mengalami kecelakaan


c. Pengawasan membantu mempertahankan control urin atau defekasi, kateter
digunakan atau inkontinensia

Feeding

a.Makan sendiri tanpa bantuan.

b.Makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam memotong daging atau mengolesi roti
dengan mentega

c. Menerima bantuan dalam makan atau makan sebagian


atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau cairan intravena.

STATUS FUNGSIONAL

Aktivitas kehidupan sehari –hari / Indeks

Katz 1. Bathing : Mandiri

2. Dressing : Mandiri

3. Toiletting : Mandiri

4. Transfering : Mandiri

5. Continence : Mandiri

6. Feeding : Mandiri

Kesimpulan : Termasuk Indeks Katz A

PEMBENGKAKAN PAYUDARA ATAU

ENGORGEMENT PEMBENGKAKAN PAYUDARA

ATAU ENGORGEMENT

Engorgement adalah hyperemia, kongerti local penggelembungan organ, pembuluh ataupun


 jaringan, akibat akumulasi cairan, khususnya akibat akumulasi darah. (kamus
kedokteran DORLAND, Edisi 26)
Engorgement atau pembengkakan payudara biasanya terjadi pada ibu setelah persalinan,
pada saat postpartum, terutama pada saat hari ketiga atau keempat.

A.Etiologi
Pembengkakan payudara, terjadi pada hari ketiga atau keempat postpartum. Engorgement ini
terjadi karena beberapa sebab, antara lain :
·Bayi tidak menyusu pada ibu
·Faktor psikologis ibu, misalnya ketakutan dan ketegangan ibu
·Ibu menyusui bayinya dengan tidak on demand
·Bayi menyusu tidak kuat
·Tekhnik menyusui ran cara menyusui yang tidak tepat
·Penggunaan BH yang terlalu ketat

B. Gejala dan tanda-tanda engorgement


·Kalang payudara lebih menonjol
·Putting susu lebih datar dan sukar dihisap
·Demam
·Nyeri, tegang dan bengkak
·Kulit rtampak mengkilap

C. Patofisiologi
·Bayi tidak menyusu atau bahkan tidak disusui oleh ibunya (ASI tidak masuk)
Bayi yang tidak mau menyusui, biasanya karena sebelum dibawa pada ibunya dan diberikan
ASI, bayi sudah diberi minum tarlebih dahulu. Bayi yang tidak mau menyusu, maka tidak ada
gerakan menghisap yang akan menghasilkan rangsangan saraf pada hipofisis posterior.
Sehingga, kelenjar ini tidak akan mengeluarkan oksitosin. Hormone oksitosin yang akan
menyebabkan sel mioepitel disekitar alveoli berkontraksi tidak disekresi. Akibatnya kontraksi
mioepitel tidak akan terjadi. Air susu tidak akan masuk kedalam pembuluh laktifer dan dengan
demikian air susu yang sudah diproduksi akan tetap tersimpan dalam mioepitel. Kemudian
menendap dan semakin lama, payudara akan semakin terasa penuh, tegang dan bengkak.
·Factor psikologi ibu yang kurang baik
Psikologi ibu yang kurang baik adalah salah satu factor penyebab terjadinya pembengkakan
pada payudara. Padahal psikologi ibuyang baik, tenang akan sangat mempengaruhi dan
menentukan ASI eksklusif untuk bayi. Emosi-emosi negative ibu, termasuk ketegangan dan
ketakutan ibu dalam menyusui bayinya (takut gagal menyusui) dapat menekan sekresi
prolaktin dan oksitosin. Karena pada saat yang bersamaan, ratusan sensor pada otak akan
memerintahkan prolaktin dan oksitosin bekerja lambat, dengan meningkatkan pelepasan
prolaktin_inhibiting factor (dopamine) dari hipotalamus. Karena hormone-hormon yang
berperan penting dalam proses laktasi berkurang, akibatnya produksi dan pengeluaran ASI
terganggu.
Dalam hal lain, factor psikologi (ketegangan ibu) dapat merangsang hipotalamus. Selain akan
mengeluarkan dopamine, hipotalamus juga akan mensekresiadrenalin dalam ginjal, karena
ada stimulus kesentrum simpatis. Sekresi adrenalin ini akan mengakibatkan vasokontriksi
pembuluh darah organ interna pada ibu. Sehingga, oksitosin yang mengalir lewat pembuluh
darah terganggu atau tidak lancer. Oksitosin yang tidak lancer, tidak akan merangsang
kontraksi mioepitel, sehingga pengeluaran ASI pun tidak lancar.
·Tekhnik menyusui dan cara menyusui yang tidak tepat dan tidak efektif 
Pada saat menyusu, bayi harus menfiksasi putting susu, yaitu aposisi yang benar antara lidah
dengan gusi bayi terhadap papilla dan arola mamae ibu. Dengan kata lain, bayi menyusu,
memasukan putting susu hingga kalang payudara masuk semua ke mulut bayi. Tekhnik yang
salah, yaitu tidak memasukkan semua hingga kalang payudara, akan menyebabkan putting
susu ibu lecet. Sehingga luka ini akan mensekresi bradikinin dan prostaglandin yang akan
merangsang sentrum nyeri pada hipotalamus, akan mengakibatkanpersepsi nyeri. Sisi
psikolodi, ibu jadi tidak trauma dan tidak mau menyusui bayinya. Di sisi lain, bradikinin dan
prostaglandin akan menyebabkan vasokontraksi pembuluh darah, sehingga ASI tidak masuk
ke dalam pembuluh laktifer. Sehingga, payudara bengkak.
·Ibu menyusui bayinya dengan tidak on demand
Ibu menyusui tidak on demand, termasuk interval dalam menyusui terlalu lama dan bayi
kurang lama menyusu, dapat menyebabkan kurang mksimalnya pengosongan ASI dalam
payudara.
Padahal, produksi ASI dalam payudara terus menerus berlangsung. Sehingga, terjadi
hambatan pada pembuluh darah dan saluran limfe. Hambatan ini yang akan menyebabkan
rasa nyeri.
I. PENATALAKSANAAN
Penanganan
·Massase payudara dan rolling nipple
·Memeras ASI sebelum disusukan
·Kompres dingin dan kompres hangat dilakukan secara selang seling
·Payudara yang terkena engorgement tetap disusukan untuk merangsang reflek eje ksi susu.
Bila perlu, rangsang ejeksi susu dengan menggunakan pompa payudara elektrik (pompa
egnell). Payudara yang terlalu kencang dan sakit dapat ditanggulangi dengan memberikan
bromokriptin ( suatu dopamine) selama 24 sampai 48 jam.
·Kurangi beban mental ibu dengan konseling dan pemberian KIE pada ibu tentang A SI
eksklusive, tekhnik dan cara menyusui yang tepat dan kapan waktu pemberian ASI. S erta
diet khusus untk ibu menyusui.
·Memperbaiki tekhnik menyusui ibu yang kurang tepat, yaitu seharusnya memasukkan
putting susu hingga areola mamae semua pada mulut bayi.

Pencegahan
·Apabila memungkinkan, susukan segera setelah bayi lahir
·Susukan tanpa dijadwal
·Keluarkan ASI dengan tangan dan pompa bila produksi ASI melebihi ke butuhan bayi
·Melakukan perawatan payudara secara teratur
·Rawat gabung ibu dan bayi
·Tidak memberikan cairan apapun pada bayi sebelum bayi menyusu ibunya
·Memakai BH yang tidak terlalu ketat
·Dan membersihkan putting susu, karena bila putting susu tidak dibersihkan akan
menyebabkan sumbatan pada duktis
Episiotomy/Perineum

The acronym REEDA is often used to assess an episiotomy or laceration of the perineum. REEDA
stands for redness, edema, ecchymosis, discharge, and approximation. Redness is considered
normal with episiotomies and lacerations —however, if there is significant pain present, further
assessment is necessary. Furthermore, excessive edema can delay wound healing. The use of ice
packs during the immediate postpartum period is generally indicated.

There should be an absence of discharge from the episiotomy or laceration, and the
wound edges should be well approximated. Perineal pain must be assessed and treated.
Nurses are encouraged to assess the rectal area for hemorrhoids and, if present, should
instruct clients to discuss hemorrhoidal treatments (e.g., witch hazel pads or other over-
the-counter hemorrhoid medications) with their certified nurse-midwife or physician.
Various actions can aid in perineal healing, To avoid infection, teach clients to pat from front to
back and to use a peri-bottle for gentle cleansing of the perineum after a bowel movement or
urination. Many certified nurse-midwives and physicians prescribe topical ointments and
sprays to ease the discomfort of a sore perineum. Instruct clients to use a sitz bath and then
apply the suggested topical agent for best results.

Analgesics are often prescribed for pain. Clients are generally instructed to apply ice
packs to the perineum immediately after delivery. Inform clients with lacerations and
episiotomies that, as sutures dissolve, the perineum may itch and that this is normal in the
absence of any other perineal abnormalities. Instruct clients to avoid tampons and sexual
activity until the perineum has healed.

Performing Kegel exercises are an important component of strengthening the perineal muscles
after delivery and may be begun as soon as it’s comfortably do so.

Anda mungkin juga menyukai