Anda di halaman 1dari 11

TEORI AKUNTANSI (EKA 441 F1)

STUDI KASUS PSAK (2): PENGARUH PERUBAHAN KURS MATA UANG ASING

Oleh :
Kelompok 8

Nyoman Putri Artiwi (1907531190)


Kadek Aldi Permata Kusuma (1907531194)

Dosen Pengampu :

Dr. Ni Made Adi Erawati, S.E., M.Si.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
A. Mata Uang Fungsional dan Mata Uang Pelaporan

1. Mata Uang Fungsional

Mata Uang Fungsional (mata uang pengukuran) adalah mata uang yang digunakan dalam
transaksi pengukuran (yaitu untuk mencatat ayat jurnal dan akun -akun buku besar). PSAK 10
mensyaratkan bahwa suatu entitas harus mengukur transaksinya menggunakan mata uang
fungsionalnya dan memperbolehkan entitas untuk menyajikan laporan keuangannya menggunakan
mata uang apa saja. Namun PSAK 10 paragraf 38 juga menegaskan bahwa mata uang pelaporan
di Indonesia umumnya adalah rupiah.Jika entitas mengadakan transaksi dalam mata uang yang
berbeda dengan mata uang fungsionalnya, maka entitas itu harus ‘menghitung transa ksi tersebut
dalam mata uang fungsionalnya’.Misalnya saja perusahaan Indonesia yang mayoritas transaksinya
menggunakan mata uang asing semisal dolar AS, maka mata uang fungsionalnya adalah dolar AS
dan bila perusahaan tersebut memiliki transaksi rupiah, maka rupiah dianggap sebagai mata uang
asing oleh perusahaan.

Jika laporan keuangan suatu perusahaan hendak disajikan dalam mata uang yang berbeda
dengan mata uang fungsionalnya, maka perusahaan harus ‘menjabarkan laporan keuangan’.Jika
anak perusahaan dan perusahaan asosiasi menyajikan laporan keuangan mereka dalam mata uang
yang berbeda dengan mata uang pelaporan induk perusahaan, maka induk perusahaan harus
menjabarkan laporan keuangan.PSAK 10 mendefinisikan mata uang fungsional entitas sebagai
mata uang di lingkungan ekonomi utama dimana entitas itu beroperasi (paragraf 8). PSAK 10
menjelaskan bahwa lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi biasanya adalah
lingkungan tempat utamanya entitas menghasilkan dan mengeluarkan kas (paragraf 9). Selain itu,
PSAK 10 mensyaratkan entitas untuk mempertimbangkan faktor-faktor berikut dalam menentukan
mata uang fungsionalnya (paragraf 9):

a. Mata uang utama yang mempengaruhi harga jual barang dan jasa

b. Mata uang utama yang mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lainnya
dalam penjualan barang dan jasa.
Jika kedua faktor di atas tumpang tindih, maka PSAK 10 menyatakan bahwa suatu entitas juga
dapat mempertimbangkan bukti pendukung lain berikut dalam menentukan mata uang
fungsionalnya (paragraf 10):

a. Mata uang yang digunakan dalam menghasilkan aktivitas pendanaan

b. Mata uang yang digunakan dalam menahan pendapatan dari aktivitas operasi

Dalam menentukan mata uang fungsional entitas anak atau entitas asosiasi di luar negeri (dan
operasi di luar negeri lainnya) dan menentukan apakah mata uang fungsionalnya sama dengan
mata uang fungsional entitas induk mempertimbangkan faktor-faktor tambahan berikut (paragraf
11):

a. Apakah aktivitas operasi di luar negeri dilakukan sebagai perpanjangan entitas induk.

b. Apakah transaksi dengan entitas induk memiliki proporsi yang tinggi atau rendah dengan
aktivitas operasi di luar negeri.

c. Apakah arus kas dari aktivitas operasi di luar negeri berpengaruh secara langsung
terhadap arus kas entitas induk.

d. Apakah arus kas dari aktivitas dari kegiatan luar negeri cukup untuk membayar
kewajiban utang yang ada

Apabila indikator-indikator diatas tumpang tindih dan mata uang operasional tidak jelas, PSAK
10 mensyaratkan bahwa manajemen menggunakan penilaiannya untuk menetukan mata uang
fungsional yang paling mencerminkan pengaruh ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi
(paragraf 12).

PSAK 10 menyatakan bahwa setelah ditentukan, mata uang fungsional tidak boleh diubah,
kecuali terjadi perubahan transaksi, peristiwa, atau kondisi (paragraf 13).Jika diubah, maka mata
uang fungsionalnya harus diperhitungkan secara prospektif sejak tanggal perubahan itu (paragraf
35).
2. Mata Uang Penyajian

Mata uang penyajian adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan
(yaitu laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan pendapatan komperehensif lain, laporan
perubahan ekuitas, dan laporan arus kas).Jika mata uang penyajian berbeda dengan mata uang
fungsional, maka entitas harus menjabarkan laporan keuangan (translasi) sesuai dengan mata uang
penyajian.

3. Akuntansi untuk Transaksi dalam Mata Uang Asing

Transaksi dalam mata uang asing terjadi ketika entitas mengadakan transaksi dalam mata uang
yang berbeda dengan mata uang fungsionalnya.Dalam akuntansi untuk transaksi dalam mata uang
asing, terdapat isu mengenai kurs mana yang digunakan untuk menyaji ulang dan bagaimana cara
menangani perbedaan kurs yang timbul. PSAK 10 mengatur tentang kurs valuta asing mana yang
digunakan untuk menyajikan ulang mata uang asing ke dalam mata uang fungsional, yaitu sebagai
berikut:

a. Pada saat pengakuan awal

Suatu transaksi dalam mata uang asing harus dicatat sesuai dengan ‘nilai tukar spot pada
tanggal transaksi’. Namun untuk alasan kepraktisan, PSAK 10 memperbolehkan penggunaan kurs
(nilai tukar) yang mendekati nilai tukar spot pada tanggal transaksi (paragraf 22). Misalnya kurs
rata-rata satu bulan dapat digunakan untuk menyajikan ulang seluruh transaksi dalam mata uang
asing yang terjadi selama bulan tersebut.Namun jika kurs berfluktuasi secara signifikan maka
penggunaan kurs rata-rata untuk periode itu menjadi tidak tepat (paragraf 22).

b. Pada setiap tanggal pelaporan

1) Pos-pos moneter dalam mata uang asing harus disajikan ulang menggunakan kurs
penutup

2) Pos-pos nonmoneter yang dicatat pada biaya historis harus dilaporkan menggunakan
kurs tanggal transaksi

3) Pos-pos nonmoneter yang dicatat pada nilai wajar harus disajikan ulang menggunakan
kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.
4. Moneter vs Nonmoneter

Pos moneter adalah unit dari mata uang yang dipegang atau aset dan liabilitas yang akan
diterima atau dibayarkan dalam jumlah mata uang yang tetap dan dapat dipastikan. Sebaiknya, pos
nonmoneter tidak memiliki jumlah yang tetap dan tidak dipastikan. Contoh dari pos nonmoneter
termasuk:

a. Biaya dibayar dimuka dan pendapatan diterima dimuka, karena tidak ada uang yang
dibayarkan atau diterima di masa yang akan datang.

b. Sekuritas ekuitas seperti saham, karena penerimaan di masa yang akan datang tidak tetap
dan tidak dapat ditentukan.

Sementara kebanyakan sekuritas utang merupakan pos moneter karena arus kasnya tetap dan dapat
dipastikan.

5. Selisih kurs

Untuk pos moneter yang dinyatakan dalam mata uang asing, perubahan kurs valuta asing
antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian akan menimbulkan selisih kurs. Secara teoritis
terdapat dua cara untuk menangani selisih kurs:

a. Perspektif satu transaksi

Perspektif ini memandang transaksi dagang dan transaksi pelunasan sebagai transaksi tunggal dan
selisih kurs akan disesuaikan dengan transaksi dagang.

b. Perspektif dua transaksi

Perspektif ini memandang transaksi dagang dan transaksi pelunasan sebagai dua transaksi yang
berbeda dan selisih kurs akan dicatat secara terpisah sebagai laba atau rugi selisih kurs.

PSAK 10 paragraf 28 mensyaratkan menggunakan perspektif dua transaksi, sehingga selisih


kurs yang muncul diakui sebagai pendapatan atau beban pada periode terjadinya. Perpesktif dua
transaksi dalam paragraf 28 juga berlaku untuk “selisih kurs yang belum direalisasi”, yaitu
selisih kurs yang timbul akibat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan tanggal pelaporan.

6. Anak perusahaan dan Perusahaan asosiasi asing

PSAK memperbolehkan sebuah entitas untuk menggunakan mata uang penyajian yang
berbeda dengan mata uang fungsionalnya. Jika mata uang penyajian entitas anak dan entitas
asosiasi sama dengan entitas induk, maka entitas induk hanya tinggal mengkonsolidasikan laporan
keuangannya menurut PSAK 65 dan PSAK 15. Namun jika mata uang pelaporan entitas anak dan
entitas asosiasi tidak sama dengan entitas induk, maka entitas induk harus :

a. Menjabarkan laporan keuangan entitas anak dan entitas asosiasi asingnya berdasarkan
PSAK 10

b. Mengkonsolidasikan laporan keuangannya berdasarkan PSAK 65 dan 15.

7. Proses konsolidasi

Setelah menjabarkan laporan keuangan anak perusahaan dan perusahaan asosiasi asing,
langkah selanjutnya adalah mengkonsolidasikan laporan keuangan anak perusahaan asing
berdasarkan PSAK 4 dan laporan ekuitas perusahaan asosiasi asing berdasarkan PSAK 15 dalam
laporan konsolidasian induk perusahaan.

a. Anak perusahaan asing

Setelah dijabarkan, lapran keuangan anak perusahaan asing akan disajikan dalam mata uang
pelaporan yang sama dengan induk perusahaan dan proses konsolidasi akan mengikuti prosedur
konsolidasi normal sebagaimana yang diisyaratkan oleh PSAK 4, seperti penghapusan transaksi
antar perusahaan dan laporan posisi keuangan antar perusahaan. Namun ada dua persoalan yang
harus dijelaskan lebih jauh

b. Goodwill pada konsolidasi

Umumnya, goodwill pada konsolidasi dapat dianggap sebagai jumlah yang dibayar untuk :
1) Aset anak perusahaan

2) Aset grup perusahaan

Dalam kasus ketika goodwill muncul pada akuisisi entitas asing, jumlah goodwill yang
dilaporkan dalam laporan konsolidasi akan berbeda, tergantung pada pandangan yang dianut.
PSAK 10 menganut pandangan bahwa goodwill adalah aset milik entitas asing.Sebagaimana
halnya aset milik asing, PSAK 10 mensyaratkan goodwill dijabarkan dengan menggunakan kurs
penutup (akhir tahun).

Perlu dicatat bahwa pandangan umum yang diterima di Indonesia sebelum PSAK 10 berlaku
adalah bahwa goodwill pada konsolidasi hanya muncul selama proses konsolidasi, dan karenanya
permasalahan penjabaran goodwill tidak akan muncul.

8. Pengaruh Perpajakan (PSAK 46)

Keuntungan atau kerugian pada transaksi mata uang asing dan selisih nilai tukar yang timbul
pada penjabaran hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas ke dalam suatu mata uang yang
berbeda mungkin memiliki pengaruh pajak. Dalam PSAK 46, yang menjadi sasaran untuk
dikenakan pajak adalah terkait dengan perbedaan pertukaran karena translasi laporan keuangan
operasional luar negeri. Tarif pajak dari perbedaan karena translasi ini adalah sebesar 25%.

9. Pengungkapan

Berikut adalah beberapa kriteria terkait pengungkapan bagi entitas yang pelaporan kegiatan
operasinya dipengaruhi oleh PSAK 10 :

a. Jumlah dari selisih kurs yang diakui dalam laba rugi kecuali untuk selisih kurs yang
timbul pada instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajarnya melalui laba atau rugi
PSAK 55 (revisi 2006).

b. Selisih kurs neto diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan diakumulasikan dalam
komponen ekuitas terpisah, serta rekonsiliasi kurs tersebut pada awal dan akhir periode.
c. Jumlah dari selisih kurs yang diakui dalam laba rugi kecuali untuk selisih kurs yang
timbul pada instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajarnya melalui laba atau rugi
PSAK 55 (revisi 2006).

d. Ketika terdapat suatu perubahan dalam mata uang fungsional dari entitas pelapor
maupun dari suatu kegiatan usaha luar negeri yang signifikan, fakta tersebut dan alasan
untuk perubahan dalam mata uang fungsional harus diungkapkan.

e. Ketika entitas menyajikan laporan keuangan dalam mata uang yang berbeda dengan
mata fungsionalnya, maka entitas menjelaskan bahwa laporan keuangan mereka tunduk
pada SAK hanya jika entitas mematuhi semua persyaratan dari setiap Pernyataan dan
setiap Interpretasi dari Pernyataan yang berlaku termasuk metode penjabaran
sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 37.

f. Entitas menyajikan laporan keuangan dalam mata uang yang berbeda dari mata uang
fungsionalnya maupun dari mata uang pelaporannya, dan persyaratan -persyaratan dari
paragraf 52 tidak dipenuhi, maka entitas :

1) Mengidentifikasikan secara jelas informasi sebagai informasi tambahan untuk


membedakannya dari informasi yang tunduk dengan PSAK.

2) Mengungkapkan mata uang di mana informasi tambahan tersebut disajikan.

3) Mengungkapkan mata uang di mana informasi tambahan tersebut disajikan

10. Investasi neto pada kegiatan usaha luar negeri

a. Ruang lingkup investasi neto dalam kegiatan usaha luar negeri

Sebuah perusahaan memiliki pos moneter yang diterima dari atau dibayarkan ke kegiatan
usaha luar negeri.Pos yang penyelesaiannya tidak direncanakan atau tidak memiliki kemungkinan
dilaksanakan dimasa mendatang.Secara substansi, adalah bagian dari investasi neto dari
perusahaan tersebut dalam kegiatan luar usaha luar negeri.Hal ini telah dijelaskan dalam PSAK 10
paragraf 15.

b. Pengakuan selisih kurs


Paragraf 30 dari PSAK 10 menetapkan bahwa selisih kurs yang muncul dari pos moneter
yang membentuk bagian dari investasi neto suatu entitas dalam kegiatan usaha luar negeri dan
dinyatakan baik dalam mata uang fungsional dari entitas yang melaporkanmaupun dari
perusahaan diluar negeri yang diakui dalam laporan laba rugi komprehensif perusahaan pelapor
atau perusahaan di luar negeri, tetapi akan diklasifikasikan kembali ke kekomponen ekuitas yang
terpisah dalam laporan keuangan yang meliputi perusahaan asing dan perusahaan pelapor.

STUDI KASUS
(PT. X PERUSAHAAN APARTEMEN TERHADAP PENERAPAN AKUNTANSI
ATAS TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING)

PT. X merupakan perusahaan sewa apartemen yang sebagian transaksinya menggunakan


mata uang USD. Transaksi dalam mata uang asing USD tersebut menimbulkan permasalahan
yang kompleks karena melibatkan kebijakan perusahaan dalam menetapkan kurs yang tepat
untuk kemudian dikonversikan dalam pencatatan seluruh transaksi mata uang asing. Perusahaan-
perusahaan khususnya PT. X memiliki tujuan yang melatarbelakangi penetapan kurs dalam
proses akuntansi. Dengan alasan kepraktisan dan mudahnya koordinasi dalam pembuatan laporan
keuangan konsolidasi, PT. X menggunakan kurs tetap dalam pengakuan awal seluruh transaksi
dalam mata uang asing. Terlepas dari semua latar belakang tersebut, terdapat standar yang harus
dipenuhi oleh suatu perusahaan berkaitan dengan masalah tersebut. Penerapan Akuntansi
terhadap transaksi dalam mata uang asing diatur dalam PSAK No. 10 tahun 2002. Maka tujuan
dari studi kasus ini adalah untuk mengungkapkan apakah penerapan akuntansi PT. X tersebut
telah sesuai dengan PSAK No. 10 tahun 2002.

Berdasarkan Penelitian terdapat penerapan akuntansi yang tidak sesuai dengan PSAK No.
10 tahun 2002. Pada pengakuan awal transaksi dalam mata uang asing, PT. X menggunakan kurs
tetap untuk seluruh transaksi dalam satu tahun periode akuntansi. Hal tersebut mengakibatkan
pengakuan untung rugi selisih kurs yang tidak tepat. Sehingga tidak ada kewajaran dalam
mengakui rugi laba selisih kurs. Dalam kasus ini keuntungan selisih kurs diakui terlalu besar, jika
dikoreksi dengan PSAK No. 10 tahun 2002 PT. X banyak mengalami kerugian saat pembayaran
hutang pembelian aktiva alat-alat sport dan fitness. Dapat disimpulkan bahwasanya penentuan
kebijakan kurs dalam proses akuntansi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengakuan
untung rugi dalam laporan keuangan perusahaan. Berhubungan dengan kerugian se lisih kurs
tersebut dilakukan analisa jika alternatif hedging atau perlindungan nilai kurs digunakan oleh PT.
X. Menunjukkan, kegiatan hedging tidak selalu dapat memberikan perlindungan nilai kurs karena
berbagai faktor, misalnya adalah penentuan kurs forward yang kurang menguntungkan dan kurs
spot saat tanggal penyelesaian transaksi mengalami fluktuasi kurs yang tidak mudah
diprekdisikan. Maka perusahaan harus benar-benar jeli melihat kondisi pasar mata uang asing
karena transaksi PT. X berkaitan dengan mata uang asing dan rentan mengalami kerugian selisih
kurs tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/454610717/MAKALAH-PSAK-10-docx

http://akuntansi.feb.mercubuana.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/PSAK-
10_Mercu20.02.2018.pdf

http://repository.ub.ac.id/113322/

Anda mungkin juga menyukai