Anda di halaman 1dari 9

https://ortax.

org/apakah-rugi-selisih-kurs-boleh-dibiayakan-dalam-spt-tahunan-pph-badan

Apakah Rugi Selisih Kurs Boleh Dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh Badan?

Dewa Suartama 10 March 2022 bacaan 2 Menit Favorite xb100 / freepik Dengan
meningkatnya transaksi lintas batas, perusahaan kini tidak hanya bertransaksi dalam mata
uang rupiah. Banyak perusahaan bertransaksi dalam mata uang asing, seperti dolar
Amerika, Euro, Poundsterling, dan lain-lain. Dengan bertransaksi dengan mata uang asing,
tentunya dapat memperluas jangkauan pasar suatu perusahaan. Namun, di sisi lain, nilai
tukar mata uang yang selalu berubah juga berdampak bagi perusahaan. Salah satu dampak
yang mungkin terjadi adalah perusahaan mengalami rugi akibat selisih nilai kurs. Selisih
kurs menurut akuntansi adalah selisih yang dihasilkan dari penjabaran sejumlah tertentu
satu mata uang ke dalam mata uang lain pada kurs yang berbeda. Pada dasarnya, rugi
akibat selisih nilai kurs dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sesuai Pasal 6 ayat (1)
huruf e UU Pajak Penghasilan (PPh). “Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: e. kerugian
selisih kurs mata uang asing.” Baca Juga : Apakah Perusahaan Anda Wajib Membuat TP
Doc? Simak Penjelasannya Dalam memori penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh
dijelaskan bahwa: “Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan
sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.” Sesuai ketentuan di atas, Wajib Pajak
perlu merujuk pada ketentuan akuntansi. Sesuai Paragraf 26 Pedoman Standar Akuntansi
Keuangan, kerugian selisih kurs akan diakui sebagai rugi saat periode terjadinya kerugian
tersebut. Dengan demikian, menurut pajak, kerugian selisih kurs akan diakui pada saat rugi
tersebut telah terealisasi (realized loss). Jika kerugian selisih kurs ]belum terealisasi
(unrealized), tidak dapat diakui sebagai biaya. Meskipun begitu, terdapat perlakuan yang
berbeda atas rugi selisih kurs dalam kondisi tertentu. Pada Pasal 9 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 disebutkan bahwa: “Keuntungan atau kerugian selisih
kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung
dengan usaha Wajib Pajak yang: a. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau b.
tidak termasuk objek pajak; tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.” Dari ketentuan
tersebut, dapat dipahami bahwa apabila kerugian selisih kurs berkaitan dengan usaha Wajib
Pajak yang dikenakan PPh Final, atau bukan merupakan objek pajak, maka biaya tersebut
tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Baca selengkapnya di ortax : Apakah Rugi Selisih Kurs Boleh Dibiayakan dalam SPT
Tahunan PPh Badan?
https://ortax.org/apakah-rugi-selisih-kurs-boleh-dibiayakan-dalam-spt-tahunan-pph-badan
https://nasikhudinisme.com/2021/06/26/selisih-kurs-yang-diakui-sebagai-penghasilan-atau-biaya-
fiskal/

Selisih Kurs yang Diakui Sebagai


Penghasilan atau Biaya Fiskal
Nasikhudin26 Jun 2021Bangga Bayar Pajak

Post navigation
Previous
Next

SUDAH sama-sama kita ketahui bahwa menurut pasal 4 UU PPh, selisih kurs
merupakan penghasilan apabila terdapat laba, dan menurut pasal 6 UU PPh, selisih
kurs dapat menjadi biaya apabila terjadi kerugian. Pertanyaannya, laba selisih kurs
yang seperti apa yang menjadi penghasilan, dan rugi selisih kurs seperti apa yang
dapat menjadi biaya?

Mari kita cermati bunyi pasal-pasal serta penjelasan dari pasal-pasal di atas:

Penjelasan dari pasal 4 ayat (1) huruf l di atas adalah sebagai berikut:

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa laba selisih kurs yang menjadi
penghasilan adalah selisih kurs yang disebabkan karena fluktuasi mata uang asing,
dengan memperhatikan pembukuan yang dianut.

Sedangkan pasal yang mengatur mengenai rugi selisih kurs adalah sebagai berikut:
Penjelasan dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan PPh Dalam Tahun Berjalan mengatur lebih detil mengenai selisih
kurs tersebut sebagai berikut:

Penjelasan pasal di atas memberikan contoh pengakuan selisih kurs sebagai


pendapatan atau biaya sebagai berikut:
Dari contoh di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa selisih kurs yang dimaksud oleh
UU PPh yang dapat diakui sebagai penghasilan maupun biaya adalah selisih kurs yang
disebabkan karena fluktuasi mata uang asing. Dicontohkan di atas pada tanggal 1
September, nilai mata uang 1USD = Rp9.000,- kemudian pada tanggal 15 September
nilainya berubah menjadi 1USD = Rp8.700,- sehingga terdapat kerugian Rp300,-
untuk setiap 1USD.
Advertisement

Pada ilustrasi di atas dicontohkan perusahaan menyelenggarakan pembukuan dengan


mata uang rupiah, namun menagih/melakukan transaksi dengan mata uang USD
(terlihat dari perusahaan mengakui penghasilan dalam mata uang rupiah.

Ilustrasi di atas sebenarnya sudah tepat sekali. Selisih kurs memang hanya akan diakui
oleh wajib pajak dengan pembukuan rupiah. Artinya mata uang fungsional yang
dipergunakan oleh perusahaan adalah rupiah, namun terdapat transaksi dengan mata
uang selain rupiah. Artinya, wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan dolar,
bertransaksi dengan dolar, tidak akan mencatat rugi atau laba selisih kurs, apalagi SPT
yang disampaikan juga dalam bentuk SPT dolar.

Apabila kita baca PSAK 10 (Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing)


mendefinisikan beberapa hal sebagai berikut:

Istilah Definisi

Mata uang asing mata uang selain mata uang fungsional suatu entitas

Mata uang
mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi
fungsional

Mata uang
Mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan
penyajian

Selisih yang dihasilkan dari penjabaran sejumlah tertentu satu mata uang ke
Selisih kurs
dalam mata uang lain pada kurs yang berbeda
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa ternyata bisa saja mata uang penyajian
berbeda dengan mata uang fungsional entitas. Mata uang fungsional entitas sendiri
bisa berbeda dari mata uang resmi negara dimana entitas berada.

Sebagai ilustrasi, PT A, merupakan perusahaan yang didirikan di Indonesia dengan


pemegang saham utama adalah A Ltd. dari Amerika. A Ltd menggunakan mata uang
USD untuk pembukuannya. Akibatnya, PT A sesuai kebijakan induknya bisa saja
menggunakan mata uang USD sebagai mata uang fungsionalnya. Apabila Indonesia
melarang penggunaan mata uang asing dalam pelaporan pajak (sebagai contoh), maka
mau tidak mau PT A harus menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang rupiah,
yang artinya berbeda dari mata uang fungsionalnya. Akibat dari penjabaran/translasi
mata uang tersebut ada kemungkinan terjadi laba/rugi.

Namun apakah selisih kurs yang dimaksud oleh PSAK 10 tersebut juga harus diakui
sebagai penghasilan apabila laba dan biaya apabila rugi?

Baik UU PPh maupun PP 94 menyebutkan sesuai dengan pembukuan yang dianut,


yang bisa kita simpulkan bahwa pada dasarnya laba atau rugi selisih kurs yang diakui
dilakukan sesuai dengan kaidah pembukuan. PSAK 10 mengatur beberapa hal
sebagai berikut:

1. suatu transaksi mata uang asing harus dicatat dalam mata uang fungsional;
2. jumlah mata uang asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs
spot antara mata uang fungsional dan mata uang asing pada tanggal transaksi
(dimana tanggal transaksi didefinisikan sebagai tanggal yang memenuhi kriteria
pengakuan);
3. pos moneter mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs penutup;
4. pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam mata uang asing
dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi;
5. pos nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan
menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan
6. Aset tetap dapat ditentukan berdasarkan biaya historis ataupun ataupun
berdasarkan berdasarkan nilai wajar, jika jumlahnya ditentukan dalam mata uang
asing, maka kemudian kemudian dijabarkan dijabarkan kedalam kedalam mata
uang fungsional;
7. Ketika beberapa nilai tukar tersedia, kurs yang digunakan adalah kurs di mana
arus kas masa depan diselesaikan jika arus kas tersebut telah terjadi pada tanggal
pengukuran.
8. Selisih kurs yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada proses
penjabaran pos moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter
tersebut dijabarkan, pada pengakuan awal selama periode atau pada periode
laporan keuangan keuangan sebelumnya, diakui dalam laba atau rugi dalam
periode pada saat terjadinya, kecuali sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 32.
9. Jika keuntungan atau kerugian pos nonmeneter diakui dalam pendapatan
komprehensif lain, setiap komponen perubahan dari keuntungan atau kerugian itu
diakui dalam pendapatan komprehensif lain (OCI)
10. Sebaliknya, jika keuntungan atau kerugian pos non-mneter diakui dalam laba atau
rugi, maka setiap komponen keuntungan atau kerugian tersebut diakui dalam laba
atau rugi

Berdasarkan hal-hal di atas, penulis mencatat kesimpulan sebagai berikut:

1. Mata uang fungsional suatu entitas tidak harus selalu sama dengan mata uang
resmi dimana entitas berada. Perusahaan di Indonesia tidak harus selalu
menggunakan rupiah untuk pembukuannya, apalagi secara fiskal wajib pajak
diberi kebolehan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan mata uang asing
(meski hanya USD saja dan harus izin terlebih dahulu);
2. Laporan keuangan dapat disajikan dengan mata uang yang berbeda dari mata
uang fungsional entitas, dengan cara menjabarkan/mentranslasikan dari mata
uang fungsional ke mata uang penyajian;
3. Apabila entitas melakukan transaksi dalam mata uang asing (yakni mata uang
yang berbeda dengan mata uang fungsional entitas), terdapat kemungkinan selisih
kurs pada saat penjabaran.
4. Selisih kurs yang terjadi pada pos-pos moneter, dicatat dan diakui dalam laba
rugi;
5. Selisih kurs yang terjadi pada pos-pos nonmoneter dapat dicatat dalam laba rugi
atau dalam pendapatan komprehensif lain (OCI)

Dari penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa laba rugi selisih kurs yang diakui
secara fiskal adalah laba/rugi yang:

1. terjadi karena fluktuasi mata uang asing, contohnya pada penjelasan PP 94 di


atas, atau bisa juga terjadi apabila wajib pajak memiliki saldo tabungan/deposito
dalam mata uang asing yang berbeda dengan mata uang fungsionalnya;
2. terjadi juga karena penjabaran mata uang asing ke dalam mata uang fungsional
pada pos-pos moneter atau pada pos-pos nonmoneter yang dicatat dalam laba
rugi, bukan dicatat dalam OCI;
3. laba/rugi selisih kurs yang terkait dengan penghasilan yang dikenai PPh final
(misalnya transaksi terkait sewa tanah dan/atau bangunan) atau terkait dengan
penghasilan yang bukan objek pajak (misalnya selisih kurs pada rekening hibah)
tidak perlu diakui sebagai penghasilan atau biaya;
4. laba/rugi selisih kurs yang tidak terkait dengan penghasilan yang dikenai PPh
final atau tidak terkait dengan penghasilan yang bukan objek pajak, diakui
sebagai penghasilan dan biaya, sepanjang biaya tersebut terkait dengan kegiatan
3M (biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan).

Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai