Anda di halaman 1dari 10

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP

UMKM DI INDONESIA

Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Penulisan dan Presentasi Ilmiah (PPI)

Surya Ibrahim (2106715241)


Kelas PPI Reguler M

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Universitas Indonesia
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada awal 2020, seluruh dunia digemparkan oleh kehadiran virus baru yaitu
SARS-CoV-2 dan penyakitnya yang disebut Coronavirus Disease 19 (COVID-19)
(Yuliana, 2020). Menurut Yuliana (2020) virus ini diketahui berasal dari Wuhan,
Tiongkok dan ditemukan pada akhir Desember 2019. Sejak 12 Maret 2020, World
Health Organization (WHO) mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi (Puteri,
2020). Akibatnya, banyak negara mengambil berbagai kebijakan untuk merespons
COVID-19, termasuk lockdowns (karantina) dan pembatasan sosial dan fisik atau
yang dilabeli sebagai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia.
Penerapan PSBB diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Dalam Peraturan Pemerintah tersebut,
Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan
tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di
tempat atau fasilitas umum.
Pembatasan mobilisasi masyarakat yang diterapkan melalui PSBB di saat
pandemi COVID-19 akan berimplikasi pada kegiatan perekonomian, terutama
UMKM. Pandemi COVID-19 yang bermula pada Maret 2020 telah membawa krisis
perekonomian ke level kompleksitas yang lebih tinggi bagi UMKM di seluruh dunia
(Cowling, dkk., 2020). Setidaknya ada dua alasan mengapa sektor usaha ini paling
terdampak oleh pandemi COVID-19. Pertama, karena model usaha bisnis UMKM
sangat mengandalkan pertemuan fisik dengan pembeli. Kedua, banyak dari pelaku
sektor usaha tersebut belum mampu beradaptasi dengan teknologi untuk bertransisi
ke sistem jual beli secara daring.
Dalam situasi krisis ekonomi seperti ini, sektor UMKM sangat perlu perhatian
khusus dari pemerintah karena merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB dan
dapat menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja, mensubtitusi produksi
barang konsumsi atau setengah jadi (Bahtiar, 2021, hal. 19-20). Berdasarkan data
Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta
dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah.
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan
menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai
60,4% dari total investasi (Kemenko Perekonomian, 2021).
International Labour Organization (ILO) (2020) melaporkan bahwa dari 571
UMKM yang disurvei di Indonesia, sebanyak 68% mengalami disrupsi dalam
kegiatan bisnis, 65% berhenti beroperasi, dan 3% gulung tikar. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya deindustrialisasi UMKM. Melihat UMKM sebagai tulang
punggung perekonomian Indonesia, penelitian yang berfokus untuk membahas dan
menganalisis dampak-dampak pandemi COVID-19 menjadi penting untuk
dilakukan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terdapat hubungan dan
ketertaitan antara pandemi COVID-19 terhadap UMKM sebagai sektor usaha di
Indonesia. Berikut ini rumusan masalah yang telah dirumuskan:
1. Bagaimana dampak pandemi COVID-19 terhadap UMKM?
2. Dampak-dampak apa saja yang terjadi terhadap UMKM selama adanya
pandemi COVID-19?
3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dampak adanya pandemi COVID-19 terhadap UMKM.
2. Menganalisis dampak yang terjadi pada UMKM akibat adanya pandemi
COVID-19
4. Tesis
Pandemi Covid-19 memiliki dampak pada pendapatan, kegiatan operasional,
dan sisi permintaan produk UMKM.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan Konsep
1.1. COVID-19
Pada awal 2020, seluruh dunia digemparkan oleh kehadiran virus baru yaitu
SARS-CoV-2 dan penyakitnya yang disebut Coronavirus Disease 19 (COVID-19)
(Yuliana, 2020). Menurut Yuliana (2020) virus ini diketahui berasal dari Wuhan,
Tiongkok dan ditemukan pada akhir Desember 2019. Pada awalnya virus ini diduga
akibat paparan pasar grosir makanan laut Huanan yang banyak menjual banyak spesies
hewan hidup (Puteri, 2020, hal. 1). Pada 30 Januari 2020, WHO menyatakan pandemi
COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat global (Dong, dkk., 2020).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia) (Puteri, 2020, hal.1). Berdasarkan Kemenkes RI (2020) COVID-19 dapat
menular dari manusia ke manusia melalui percikan batuk/bersin (droplet). Orang yang
paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang yang memiliki kontak erat dengan
pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-19.
Menurut World Health Organization (WHO) (2020), COVID-19 adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Virus baru dan
penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan,
Tiongkok, bulan Desember 2019. COVID-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi
yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia. Presiden Joko Widodo melaporkan
pertama kali menemukan dua kasus infeksi COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020
(Djalante, dkk., 2020). WHO mengumumkan COVID-19 pada 12 Maret 2020 sebagai
pandemi (Puteri, 2020).
1.2. UMKM
UU Nomor 20 tahun 2008 membagi UMKM menjadi beberapa kriteria
berdasarkan aset dan omset. Berikut ini kriteria suatu usaha dapat disebut sebagai
UMKM berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2008:
a. Usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki aset paling banyak Rp 50 juta
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan
paling besar Rp 300 juta.
b. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp50 juta sampai dengan paling banyak
Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp.300 juta hingga maksimum Rp2.5 miliar.
c. Usaha menengah adalah perusahaan dengan milai kekayaan bersih lebih dari
Rp500 juta hingga paling banyak Rp100 miliar atau hasil penjualan tahunan di
atas Rp2.5 miliar sampai paling tinggi Rp50 miliar.
2. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur. Studi literatur adalah
metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji penelitian terlebih dahulu.
Peneliti mengumpulkan dan mendeskripsikan dampak-dampak adanya pandemi
COVID-19 terhadap UMKM.
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari laporan
penelitian, artikel di internet, dan jurnal terdahulu yang mengkaji pengaruh pandemi
COVID-19 terhadap UMKM. Namun, penelitian ini memiliki batasan, yakni data yang
diambil dari laporan penelitian adalah survei yang dilakukan pada Juli hingga Agustus
2020. Sehingga, penelitian ini tidak membahas dampak pandemi COVID-19 mulai dari
kedatangannya di Indonesia hingga saat ini, tetapi berfokus pada masa awal kedatangan
pandemi COVID-19 di Indonesia.
3. Pembahasan
3.1. UMKM Mengalami Kesulitan dalam Mendapatkan Bahan Baku
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh LPEM FEB UI dan UNDP (Grafik 1),
sebanyak 45% UMKM mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku. Hal
tersebut ditunjukan oleh grafik satu. Namun, sebanyak 47% UMKM masih bisa
mendapatkan bahan baku seperti biasanya. Jenis usaha mikro dan kecil terlihat lebih
mengalami kesulitan dibandingkan usaha jenis menengah. Kesulitan dalam
mendapatkan bahan baku di sebabkan oleh pembatasan sosial yang diterapkan oleh
pemerintah yang mengakibatkan UMKM tidak bisa mendapatkan bahan baku yang
dikirim dari luar kota. Sehingga, mereka terpaksa untuk berganti pada penyuplai lain
untuk mengantarkan bahan baku yang lebih mahal (LPEM FEB UI & UNDP, 2020).
Masalah logistik seperti ini akan menyebabkan kenaikan harga bahan baku. PSBB
menyebabkan kemacetan dalam supply chain, terutama dalam pendistribusian input di
hulu produksi (Gunadi, Lesmana, Fachrizah, Revindo & Daniswara, 2021, hal. 156).
Grafik 1. UMKM yang Mendapatkan Akses Untuk Memperoleh Bahan Baku

Sumber: LPEM FEB UI & UNDP, Report: Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs In Indonesia (2020)

Kesulitan dalam mendapatkan bahan baku akan berimplikasi pada menurunnya


produktivitas UMKM di sisi produksi. Alfindra (Peneliti Lembaga Demografi Fakultas
Ekonomi Bisnis (FEB) UI) mengatakan bahwa terdapat beberapa kesulitan-kesulitan
selama proses produksi. Seperti harga bahan baku yang meningkat, bahan baku yang
tidak tersedia, pengiriman bahan baku yang lama (Catriana, 2020).

3.2. UMKM Mengalami Penurunan Permintaan

Grafik 2. UMKM yang Mengalami Penurunan dalam Segi Permintaan

Sumber: LPEM FEB UI & UNDP, Report: Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs In Indonesia (2020)
Tidak hanya akses dalam memperoleh bahan baku yang terdampak, UMKM pun
mengalami penurunan dalam segi permintaan akibat adanya pandemi COVID-19.
Berdasarkan grafik di atas (Grafik 2), hampir 90% UMKM mengalami penurunan
permintaan. Selain itu, semakin besar jenis usaha, semakin besar persentase usaha yang
mengalami penurunan permintaan. Penurunan permintaan disebabkan oleh dua faktor,
yaitu PSBB dan kehati-hatian masyarakat. PSBB menyebabkan penurunan aktivitas
ekonomu. Di sisi lain, orang-orang cenderung untuk mengurangi konsumsi karena
ketidakpastian ekonomi. Mereka memilih untuk menang dan menyimpan uang untuk
biaya darurat dalam rangka bertahan selama masa pandemi (LPEM FEB UI & UNDP,
2020). Menurut Pakpahan (2020) Sebagian besar masyarakat sangat berhati-hati dalam
mengatur pengeluaran keuangannya karena ketidakpastian kapan pandemi ini akan
berakhir.

3.3. UMKM Terganggu dalam Proses Pendistribusian


Grafik 3. UMKM yang Mengalami Kesulitan dalam Mendistribusikan Barangnya

Sumber: LPEM FEB UI & UNDP, Report: Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs In Indonesia (2020)

Kebijakan PSBB yang diterapkan selama pandemi pun berimplikasi pada sulitnya
mendistribusikan barang. Purwanto (2021) mengatakan bahwa penerapan Pembatasan
Sosial Berskala Besar telah berdampak luas dalam proses produksi, distribusi, dan
kegiatan operasional lainnya yang akhirnya mengganggu kinerja perekonomian. Hasil
survei yang dilakukan oleh LPEM FEB UI dan UNDP di atas (Grafik 3) menunjukan
sekitar 81% UMKM mengalami kesulitan dalam mendistribusikan produk mereka
selama pandemi COVID-19. Hal ini terjadi karena kebijakan PSBB yang diterapkan
pemerintah meregulasi mobilisasi masyrakat.

3.4. UMKM Mulai Bertransisi Menuju Marketplace

Mobilitas masyrakat dan pertemuan secara fisik yang dibatasi pemerintah


mendorong UMKM berinovasi untuk bergabung dengan marketplace. Akibatnya terjadi
angka kenaikan UMKM yang tergabung dengan marketplace. Menurut Febriyani
(2021) pelaku UMKM mengungkapkan keuntungan selama bergabung dengan
marketplace karena tidak memerlukan biaya sewa dan menjangkau pasar yang lebih
luas yang menyebabkan pasar pembelinya lebih banyak.
Grafik 4. Perbedaan Jumlah UMKM yang Sudah Bergabung dengan Marketplace
Sebelum dan Selama Pandemi COVID-19

Sumber: LPEM FEB UI & UNDP, Report: Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs In Indonesia (2020)

Kenaikan angka UMKM yang bergabung selama pandemi COVID-19 sejalan


dengan hasil survei yang dilakukan oleh LPEM FEB UI dan UNDP (Grafik 4). Sejak
pandemi COVID-19 dimulai, kenaikan UMKM yang telah terhubung dengan
marketplace (tempat jual beli secara daring) telah mengalami kenaikan sebesar 16%.
Jenis usaha menengah mengalami kenaikan tertinggi sebesar 44%. Hal tersebut
diprediksi karena usaha menengah berisi pengusaha yang menjual produk mereka dalam
jumlah besar melalui pemasaran B2B (bisnis ke bisnis). Sehingga, mereka tidak melihat
urgensi untuk mengakses marketplace sebelum pandemi (LPEM FEB UI dan UNDP,
2020, hal. 25).
Walaupun terdapat kenaikan, perbedaan yang bergabung sebelumm dan sesudah
pandemi relatif kecil, terutama jenis usaha yang tergolong kecil. Setidaknya ada dua
alasan sulitnya usaha yang lebih kecil untuk untuk bergabung dengan marketplace.
Pertama, keterbatasan teknologi yang dialami oleh para pengusaha. Ini sebagian besar
dialami oleh pengusaha yang lebih tua, walapun ada pengusaha muda yang mengalami
masalah ini. kedua, persepsi pengusaha yang beranggapan bahwa keuntungan jual beli
online tidak sebanding dengan masalahnya, karena sudah ada banyak penjual dengan
reputasi lebih baik dan menjual produk yang sama, mereka juga khawatir dengan biaya
pengiriman yang menahan pembeli potential untuk membeli produk mereka (LPEM
FEB UI dan UNDP, hal. 25-26).

3.5. UMKM Mengalami Penurunan Pendapatan

Kebanyakan dari UMKM menyebutkan bahwa pendapatan mereka anjlok di tahun


2020 (LPEM FEB UI dan UNDP, hal. 27). Melalui survey yang dilakukan oleh LPEM
FEB UI dan UNDP (Grafik 5), sebanyak 77% UMKM mengalami penurunan
pendapatan, sebanyak 0,7% mengalami kenaikan pendapatan, 0,7% merasa terlalu awal
untuk memberi pernytaan, dan sebanyak 0,6% menjawab tidak tahu.
Grafik 5. UMKM yang Mengalami Penurunan Pendapatan

Sumber: LPEM FEB UI & UNDP, Report: Impact of COVID-19 Pandemic on MSMEs In Indonesia (2020)

Menurut Gunadi, dkk. (2021) sektor bisnis yang paling terdampak dari sisi
penurunan pendapatan adalah sektor transportasi dan pergudangan. Sebanyak 23% dari
sektor-sektor tersebut melaporkan penurunan pendapatan lebih dari 80%. Selain itu,
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan 87,94% pelaku konstruksi juga mengalami
penurunan pendapatan dan 85,98% pelaku industri pengolahan juga mengalami hal
serupa (Machmudi, 2020).

Anda mungkin juga menyukai