Anda di halaman 1dari 67

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian dan Informan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan karakteristik subjek

penelitian dan informan yang diteliti. Jumlah seluruh subjek penelitian adalah 12

orang, 6 orang merupakan subjek penelitian primer dan 6 orang merupakan

informan.

5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian, keseluruhan jumlah subjek penelitian

ada 6 orang dan sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi X. Berikut

data lebih rinci pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek penelitian


Subjek Penelitian Inisial Usia Asal kota
Subjek Penelitian DNS 21 SURABAYA
1
Subjek Penelitian AQK 22 MOJOKERTO
2
Subjek Penelitian TKM 20 GRESIK
3
Subjek Penelitian DBR 19 KEDIRI
4
Subjek Penelitian JADOO 22 SURABAYA
5
Subjek penelitian FHP 23 JAKARTA
6
Sumber : Data Primer, 2014

Karakteristik subjek penelitian yang dipilih oleh peneliti yaitu mahasiswa

aktif pada Perguruan Tinggi X. 4 orang subjek penelitian berasal dari luar kota

Surabaya, dan 2 orang subjek penelitian berasal dari Surabaya. Tabel 5.1 juga

34
35

menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian berada pada rentang usia 19-23

tahun.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan informasi mengenai karakteristik

subjek penelitian berupa gesture, body posture, dan cara berbicara subjek

penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Deskripsi Gesture, Body Posture dan Cara Berbicara Subjek Penelitian

Deskripsi gesture dan body posture


Subjek Deskripsi Cara
(Gerakan tangan dan lengan, Cara
Penelitian Berbicara
duduk, Cara berjalan)
DNS Tangan melenggang saat berjalan, Sedikit bernada manja
saat duduk suka menyilangkan kaki (penekanan pada akhir
kata), suara keras
AQK Cara jalan cepat, tidak melenggang Sedikit manja
TKM Cara jalan sedikit melenggang Sedikit manja, heboh saat
bertemu teman yang
sudah akrab.
Menggunakan beberapa
bahasa gaul yang saat ini
sering terdengar
DBR Tidak terlalu melenggangkan tangan Sedikit manja
saat berjalan
JADOO Biasa, tidak melenggang Cara bicara biasa, tidak
terlalu tegas, tidak ada
nada manja
FHP Biasa, tidak melenggang Tegas
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa cara berjalan 2 orang subjek penelitian

melenggang, sedangkan 4 subjek penelitian lain tidak. Cara duduk yang terlihat

mencolok hanya pada DNS yang suka menyilangkan kaki seperti wanita saat

duduk. Tabel 5.2 juga menunjukkan bahwa 4 orang subjek penelitian berbicara

dengan nada manja, sedangkan 2 orang subjek penelitian lain tidak berbicara
36

dengan nada manja. Gesture, body posture dan cara berbicara subjek penelitian,

tidak berhubungan dengan penentuan siapa yang menjadi “pria” dan siapa yang

menjadi “wanita” dalam hubungan mereka dengan sesama gay.

5.1.2 Karakteristik Informan

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik informan yang dipilih oleh

peneliti untuk triangulasi data adalah orang lain, yang merupakan teman dekat

dan pacar subjek penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Karakteristik Informan

Informan Informan Usia Hubungan Mengenal Frekuensi


untuk Dengan Subjek Bertemu
Subjek Subjek penelitian dalam 1
Penelitian penelitian Sejak Minggu
Informan 1 DNS 19 Pacar Desember 5-6 kali
2013
Informan 2 AQK 23 Teman Dekat 2011 3-4 kali
Informan 3 TKM 21 Teman Dekat 2012 3-4 kali
Informan 4 DBR 21 Pacar Desember 5-6 kali
2013
nforman 5 JADOO 23 Teman Dekat 2011 3-4 kali
Informan 6 FHP 22 Teman Dekat 2011 3-4 kali
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa 4 orang informan merupakan teman dekat

dari subjek penelitian, dan 2 orang lain merupakan pacar dari subjek penelitian.

Karakteristik informan yang juga diteliti adalah waktu pertama kali informan

mengenal subjek penelitian, dan frekuensi bertemu dalam 1 minggu. Rentang

waktu informan mengenal subjek penelitian berada sekitar tahun 2011 hingga

2013. Tabel 5.3 juga menunjukkan, frekuensi 4 orang informan bertemu dengan

subjek penelitian dalam waktu 1 minggu adalah 3-4 kali, dan 2 orang informan

bertemu sebanyak 5-6 kali dalam waktu 1 minggu.


37

Berdasarkan data hasil penelitian, setiap informan pada awalnya bertemu

dan berkenalan dengan subjek penelitian melalui cara yang berbeda. Berikut

kuotasi hasil penelitian terhadap seluruh informan.

“ada kegiatan UKM, jadi ketemunya di situ mbak”


(Informan 1, 19 tahun)

“kita kenalnya dari aplikasi chatting. Dari salah satu grup


yang ada di dalamnya” (Informan 2, 23 tahun)

”kenalnya waktu dia jadi maba dulu. 1 kampus, 1 UKM


juga” (Informan 3, 21 tahun)

”kita 1 UKM mbak.. pas ada acara gitu di UKM. Di acara


itu baru kenal” (Informan 4, 21 tahun)
“Kita kenalnya dulu dari sosmed. Terus sekarang jadi temen
deket” (Informan 5, 23 tahun)

“Dulu awalnya kenal di sosial media. Terus ketemuan gitu.


Karena cocok, akhirnya kita jadi akrab banget sekarang”
(Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi bahwa informan dan

subjek penelitian bertemu dan dapat saling mengenal melalui 2 cara yaitu,

berkenalan saat menghadiri kegiatan kampus atau perkuliahan, serta berkenalan

melalui sosial media (lihat tabel 5.3 poin 3).

5.2 Thoughts and Feelings

Berdasarkan data hasil penelitian, variabel thoughts and feelings meliputi

variabel pengetahuan, sikap dan kepercayaan subjek penelitian terhadap gay.

5.2.1 Pengetahuan

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai aspek pengetahuan terhadap 6

orang subjek penelitian, didapatkan beberapa jawaban yang berbeda mengenai

sumber pengetahuan tentang gay. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.4
38

Tabel 5.4 Sumber Pengetahuan Subjek Penelitian tentang Gay

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Sengaja browsing di internet 3
2 Tidak sengaja menemukan artikel di internet 1
3 Sengaja mendownload dan bergabung dengan 2
grup di aplikasi sosial media dan chatting
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa 4 dari 6 subjek penelitian menyatakan

bahwa pengetahuan tentang gay didapatkan dari internet. 3 orang subjek

penelitian mendapat pengetahuan tentang gay dari internet secara sengaja. Subjek

penelitian sengaja mencari tahu mengenai gay setelah mendengar dari teman-

teman atau setelah menerima informasi dari pelajaran di sekolah. 1 orang

diantaranya menyatakan bahwa dirinya menemukan istilah gay di internet secara

tidak sengaja. Berikut cuplikan kuotasi penelitian.

“Dari teman pas kelas 3 SMP kalau gak salah kemudian


mulai mengeksplor pas kelas 2 SMA.. Iya mbak diceritain
temen yak an pas SMP dulu doyan2nya nontok bokep,
normal tapi terus dikasih tahu kalau ada yag lain kalau
cowok-cowok juga berhubungan seksual. Di agama juga ada
mbak kisah tentang gay, itu dapet dari pelajaran sejarah
kebudayaan islam dan kisah nabi-nabi. Mengeksplore ini
yah maksudnya mencari tahu lebih jauh, browsing2, ya
begitulah mempelajari pokoknya” (JADOO, 22 tahun)

“dari temen. Jadi aku punya temen beda sekolah. Aku tau
dari temen-temennya dia kalo dia itu gitu, Terus aku cari
cari di internet, akhirnya aku tau kalo itu tuh ada” (TKM,
20 tahun)

“dari kecil sebenernya ngerasa cowok itu enak dilihat. Tapi


secara riil baru akhir-akhir ini. SMA aku tau istilah itu dari
pelajaran agama di sekolah. Jadi mikir “apa aku gitu?”,
akhirnya ya googling juga di internet”(DBR, 19 tahun)
39

“pertamanya dulu kalo gak salah sih tau dari internet mbak.
Gak sengaja buka dari FB. Ada foto-fotonya gitu, cowok
sama cowok. Ada artikelnya juga. Akhirnya dari artikel itu
tau, kalo itu namanya gay” (DNS, 21 tahun)

Namun dari hasil penelitian juga didapatkan 2 orang subjek penelitian

yang mengetahui tentang gay dari sosial media, termasuk aplikasi chatting.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“mm.. taunya dari sosial media..” (FHP, 23 tahun)

” Darimana? Mmm… aplikasi chatting. Itu kan ada grup-


grupnya gitu. Tau dari situ” (AQK, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, didapatkan informasi bahwa

sumber pengetahuan subjek penelitian mengenai gay didapatkan melalui internet

baik sengaja maupun tidak. Subjek penelitian yang sengaja mencari tahu dengan

cara browsing, sebelumnya mendapat informasi mengenai gay dari pelajaran di

sekolah, dan dari teman sebaya di sekolah. Namun ada pula subjek penelitian

yang secara tidak sengaja menemukan artikel mengenai gay di internet.

Selain melalui artikel atau web yang ada di internet, informasi mengenai

gay juga didapat melalui aplikasi sosial media maupun aplikasi chatting. Pada

aplikasi tersebut terdapat grup, yang anggotanya merupakan gay. Melalui grup

tersebut, akhirnya subjek penelitian mengetahui tentang gay.

5.2.2 Sikap

Berdasarkan data hasil penelitian, peneliti melihat alasan subjek penelitian

memutuskan menjadi seorang gay. Alasan ini berasal dari diri subjek sendiri,

adanya situasi, dan pengalaman orang lain yang memperkuat keputusan responden

menjadi seorang gay.


40

5.2.2.1 Hal Yang Mendasari Keputusan Menjadi Seorang Gay

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan beberapa

jawaban yang berbeda mengenai hal yang mendasari keputusan menjadi seorang

gay. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.4.

Tabel 5.5 Hal yang Mendasari Keputusan Menjadi Seorang Gay

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Teman main 2
2 Pacar (laki-laki) 2
3 Perilaku coba-coba 1
4 Sejak kecil merasa berbeda 1
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa 4 orang subjek penelitian menyatakan

bahwa keputusan menjadi seorang subjek penelitian disebabkan adanya pengaruh

teman dan pacar (laki-laki). 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa dirinya

hanya coba-coba, dan 1 orang subjek penelitian menyatakan hal yang mendasari

keputusannya menjadi seorang gay karena sejak kecil dirinya sudah merasa

berbeda.

Lingkungan pertemanan yang dimaksud 2 orang subjek penelitian

berbeda. Subjek penelitian pertama menyebut bahwa sejak kecil, dirinya sering

bermain bersama teman perempuan. Sedangkan subjek penelitian kedua

menyebutkan adanya teman-teman yang juga gay yang menjadi latar belakang

dirinya menjadi seorang gay. Berikut kuotasi hasil penelitian dengan subjek

penelitian.

“Dari kecil sebenere. Udah ngerasa aneh. Dari SMA


pacaran kelas 2 juga ngerasa aneh. Mungkin dari
lingkungan. Banyak main sama cewek.” (AQK, 22 tahun)
41

“Sejak SMA kelas 3. Kayaknya sih terpengaruh lingkungan,


temen yang diluar sekolah sama gengnya itu. Awalnya
ngerasa klop gitu sama mereka, terus ngerasa sama. Jadi
sejak itu mutusin juga aku bakal kayak gitu” (TKM, 20
tahun)

Jawaban AQK dan TKM dibenarkan oleh hasil penelitian dengan informan 2 dan
3

“kayaknya dari kecil. Tapi SMA dia pacaran sama cewek.


Sampe 2010 an juga kalo ga salah pacaran. Katanya gak
ada rasa apa-apa.” (Informan 2, 23 tahun)

“kayaknya gara-gara temennya mbak, akhirnya dia mutusin


buat jadi kayak mereka” (Informan 3, 21 tahun)

Dari hasil penelitian juga didapatkan hasil bahwa hal yang mendasari 2

subjek penelitian berani mengambil keputusan menjadi seorang gay adalah faktor

lingkungan karena adanya pacar (laki-laki) yang membuat mereka nyaman

“Dulu lho awalnya aku takut mbak. Soalnya pernah ada


kejadian di grepe sama mas mas di salon, pas keramas gitu
mau potong rambut. Walaupun awalnya udah ngerasa. Tapi
yang bikin mantep ya karena ada seseorang sih, baru pas
kuliah ini kok” (DBR, 19 tahun)

“Pas lagi ada masalah sama pacar (cewek) ada temen


(cowok) yang udah lama kenal ngajakin pacaran, awalnya
nolak gatahu kenapa setelah beberapa hari sikap teman itu
berubah dari teman biasa menjadi gak biasa, PDKT lah
istilahnya terus beberapa hari kemudian jadian, gatahu
semua berlalu begitu cepat. Waktu itu aku mulai pacaran
pas kelas 3 SMA awal baru masuk, tapi untuk ada
ketertarikan sama sesama jenis ya pas kelas 2 SMA udah
mulai naksir temen satu sekolah, yah Cuma sekedar kagum
gitu aja sih, yah bisa dibilang masih cupu2nya di dunia
gay”. (JADOO, 22 tahun)

Jawaban DBR dan JADOO dibenarkan oleh hasil penelitian dengan

informan 4 dan informan 5. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

” Karena ada aku mungkin? Hahaha..” (Informan 4, 21


tahun)
42

“SMA kayake mbak, pacaran sama cowok gitu. Awalnya


gitu kalo gak salah” (Informan 5, 23 tahun)

1 subjek penelitian pada awalnya hanya sekedar coba coba hingga

akhirnya menjadi seorang gay sampai sekarang. Berikut kuotasi hasil penelitian

dengan FHP.

“awalnya coba coba ,,sejak kelas 3 SMA” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 6 membenarkan jawaban dari FHP.

“kalo gak salah inget, dia nyoba nyoba pas SMA” (Informan
6, 22 tahun)

Hasil wawancara dengan narasumber psikolog memberikan informasi

mengenai perilaku coba-coba yang dilakukan oleh FHP

”Coba-coba bisa jadi karena melihat MC-MC yang di TV.


Kan banyak tuh MC yang “ngondek” kayak IH, IB. Kan
lucu. Yang tetap maskulin ada, tapi masyarakat kita lebih
suka yang “ngondek”. Juga bisa jadi karena tuntutan
teman-temannya supaya dia bisa diakui” (AK, M.Psi, 2014)

Dari hasil penelitian terhadap DNS, didapatkan hasil bahwa tidak ada hal

yang mendasari subjek penelitian berani mengambil keputusan menjadi seorang

gay. DNS sejak kecil sudah merasakan hal yang berbeda saat melihat teman

sesama laki-laki. Berikut cuplikan kuotasi hasil wawancara dengan DNS.

“Dari kecil mbak. Udah ngerasa aneh gitu. Ngerasanya feel ke cewek
ga segede feel ke cowok. Terus ngliat cowok itu kok ganteng, lucu
gitu” (DNS, 21 tahun)

Saat ditanya lebih mendalam mengenai penyebab DNS menjadi seorang

gay, DNS menyebut adanya kelainan DNA pada dirinya. Hal ini diketahui dari

orang tua dari temannya yang berprofesi sebagai dokter. Berikut cuplikan kuotasi

hasil wawancara.
43

“Gak ada sih mbak kayaknya. Katanya sih genetik. Temenku


ada yang gitu juga soalnya, sama. Jadi dari kecil. Eh,, bukan
genetic seh. Tapi kelainan dari DNA nya.. itu kata orang
tuanya temenku yang dokter (DNS, 21 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 membenarkan jawaban dari DNS.

Namun informan 1 tidak menjelaskan mengenai kelainan DNA yang disebutkan

oleh DNS.

“Hmm.. apa ya mbak?? Setauku sih dia bilangnya dari kecil


emang udah ngerasa aneh gitu. Ngerasa suka sama cowok.”
(Informan 1, 19 tahun)

Hasil wawancara dengan narasumber psikolog memberikan informasi

mengenai hal yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi gay

“memang ada yang dari kecil masalah biologis. Tapi


diperkuat dengan kurangnya kepuasan afeksi. Ada juga yang
membuat mereka harus, dalam tanda kutip, menjadi gay.
Trauma dengan wanita atau pernah gagal menjalin
hubungan dengan pacar, dalam hal ini wanita bisa membuat
mereka memutuskan menjadi gay” (AK, M.Psi, 2014)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi mengenai hal

yang mendasari keputusan responden untuk menjadi seorang gay. Terdapat 3 hal

yang mendasari, antara lain : faktor lingkungan (teman atau pacar) dari subjek

penelitian, perilaku coba-coba dan faktor biologis seperti yang diungkapkan oleh

salah satu subjek penelitian.

Perilaku coba-coba yang dilakukan oleh seorang subjek penelitian bisa

disebabkan adanya pengaruh dari media massa. Misalnya seorang MC di televisi,

selalu identik dengan penampilan yang sedikit “ngondek” (laki-laki yang berlaku

gemah gemulai dan tidak menunjukkan kejantanan), supaya timbul kesan lucu

dan menyenangkan.
44

5.2.2.1 Situasi Yang Memperkuat Keputusan Menjadi Seorang Gay

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan beberapa jawaban berbeda

mengenai situasi yang memperkuat keputusan menjadi seorang gay. Berikut data

lebih rinci pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Situasi Yang Memperkuat Keputusan Menjadi Seorang Gay

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis 1
(usaha menjadi heteroseksual)
2 Gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis 2
(patah hati)
3 Didekati oleh sesama jenis 1
4 Situasi keluarga (broken home) 1
5 Ada ketertarikan pada artikel yang tidak 1
sengaja dibaca
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa 3 subjek penelitian menjawab kegagalan

menjalin hubungan dengan lawan jenis sebagai situasi yang memperkuat

keputusan untuk menjadi seorang gay. Namun, 1subjek penelitian menyatakan

dirinya tertarik artikel yang terkait dengan homoseksual yang ada di internet

kemudian membacanya, dan artikel ini memperkuat keputusannya menjadi

seorang gay.

Berdasarkan hasil penelitian, 3 subjek penelitian menyatakan bahwa

kegagalan dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis menjadi alasan yang

memperkuat keputusan menjadi seorang gay. 1 subjek penelitian menyerah dalam

usahanya menjalin hubungan dengan lawan jenis karena dirinya tidak merasakan

apa-apa dengan lawan jenis. 2 subjek penelitian merasa kecewa dan sakit hati
45

setelah gagal menjalin hubungan dengan lawan jenis. Berikut cuplikan kuotasi

hasil penelitian dengan subjek penelitian

“Aku berkali-kali nyoba pacaran sama cewek tapi gagal.


Dulu sempet nembak cewek ya karna disuruh, aku pengen
nyoba juga sih, tapi ya gagal. Gak ada perasaan apa-apa.
Terakhir waktu aku masuk universitas yang dulu itu aku
pacaran, setelah itu wes akhirnya gak mau lagi nyoba sama
cewek. Nyerah. Dari situ udah deh, itu pilihanku waktu masuk
sini juga” (AQK, 22 tahun)

“Dulu sempet pacaran sama cewek, aku jadi yang kedua. 2


taunan kalo gak salah. Akhirnya putus terus kecewa. Nyoba
lagi udah ga bisa. Terus datanglah pacar yang sekarang”
(DBR, 19 tahun)

“Ya pas itu ada masalah sama pacar (cewek) malah datang
sosok cowok yang lebih care, lebih siap sedia kapanpun
dimanapun, lebih loss kalau lagi bercanda gak ada jaim2an
ya akhirnya kecantol” (JADOO, 22 TAHUN)

Hasil penelitian dengan informan 2, 4 dan 5 membenarkan jawaban yang

diberikan oleh AQK, DBR dan JADOO

“Bisa jadi karena berkali-kali gagal nyoba pacaran sama


cewek, akhirnya nyerah” (Informan 2, 23 tahun)

“Dia pernah punya cewek, patah hati gitu.. susah move on..
mungkin itu” (Informan 4, 21 tahun)

” ya ada cowok PDKT, pas dia lagi kecewa ato ada masalah
sama pacarnya yang cewek.” (Informan 5, 23 tahun)
Salah satu subjek penelitian menjawab adanya teman laki-laki yang

menyukai subjek penelitian menjadi alasan kenapa dia memutuskan menjadi

seorang gay. Berikut cuplikan kuotasi hasil wawancara dengan TKM

“Ada yang naksir gitu, awalnya takut, tapi akhirnya pengen tau juga.
Akhirnya nyaman deh” (TKM, 20 tahun)

TKM menjelaskan perlakuan yang diterima dari teman laki-laki yang

menyukainya dan perasaan yang dirasakan oleh TKM pada saat itu.
46

“Ya sering komunikasi gitu.. meskipun jarang ketemu..


Diperhatiin juga,, kan seneng gitu kalo diperhatiin. Nyaman..
Ya pengen tau dunia gay itu gimana, rasanya pacaran sama
cowo gimana. Soalnya yang PDKT ini lo perhatian banget..
jadi akhire nyaman deh.. nah dari nyaman ini,, muncul rasa
ingin tau..” (TKM, 20 tahun)

Jawaban TKM dibenarkan oleh jawaban yang didapat dari informan 3

“mungkin rasa nyaman karena ada yang naksir dia gitu pas
itu.. di PDKT in gitu deh. Tiap hari di kontak terus..”
(Informan 3, 21 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian, 1 orang subjek penelitian yaitu FHP

mengatakan bahwa situasi dalam keluarga merupakan situasi yang memperkuat

keputusannya menjadi seorang gay. Berikut cuplikan kuotasi hasil wawancara

dengan FHP.

“Situasi dari dalam keluarga sih,, sejak orang tua mutusin bu


at pisah” (FHP, 23 tahun)

Informan 6 menyatakan hal yang sama dengan FHP

“keluarganya broken home.. papa mamanya cerai”


(Informan 6, 22 tahun)

Sedangkan DNS menyatakan tidak ada situasi yang dialaminya yang

memperkuat keputusannya menjadi seorang gay. Hanya artikel yang

ditemukannya di internet. Berikut cuplikan kuotasi hasil wawancara dengan DNS.

“Yang memperkuat ya artikel yang ditemuin tadi, bukan ada


kejadian apa. Jadi ya emang dari kecil, dari TK gitu temen-
temen udah cewek semua. Terus perhatian lebih banyak ke
cowok.” (DNS, 21 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 membenarkan jawaban yang diberikan


oleh DNS

“Nah. Ini juga kayaknya gak ada mbak. Tapi dia itu kalo ga
salah pernah nemu, ato search dewe aku lupa, di internet
gitu..” (Informan 1, 19 tahun)
47

Hasil wawancara dengan narasumber psikolog memberikan informasi

mengenai artikel yang ditemukan oleh DNS

“Artikel biasanya jadi pembenaran dari kondisi dia saat itu.


Banyak opini-opini di artikel yang membuat dia makin yakin
dengan kondisinya dan makin mantap dengan keputusannya
menjadi seorang homoseksual” (AK, M.Psi, 2014)

Berdasarkan data hasil penelitian, faktor yang memperkuat keputusan

subjek penelitian untuk menjadi seorang gay adalah kegagalan hubungan dengan

lawan jenis dan ketertarikan dengan sesama jenis. Kegagalan hubungan ini

disebabkan ada masalah dengan pacar (perempuan) yang sebelumnya. Hal ini

menyebabkan kekecewaan yang mendalam sehingga subjek penelitian tidak ingin

lagi menjalin hubungan dengan lawan jenis. Saat kegagalan dan ada rasa sakit

hati, kemudian muncul seseorang yang lebih membuat subjek penelitian merasa

nyaman. Namun ada pula kegagalan yang disebabkan karena tidak adanya

perasaan cinta dari subjek penelitian terhadap pacar (perempuan) sebelumnya.

Subjek penelitian mencoba untuk bisa menjadi seorang heteroseksual tapi gagal.

Hingga akhirnya subjek penelitian makin meyakini keputusannya untuk menjadi

seorang gay (lihat kuotasi AQK, DBR, JADOO pada halaman 40). Situasi

keluarga dan artikel yang ditemukan oleh subjek penelitian, juga menjadi faktor

yang memperkuat keputusan subjek penelitian untuk menjadi seorang gay.

5.2.2.2 Pengalaman Orang Lain (Gay)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan beberapa jawaban berbeda

mengenai pengalaman orang lain (gay) yang memperkuat keputusan subjek

penelitian untuk menjadi seorang gay. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.7.
48

Tabel 5.7 Pengalaman Orang Lain (Gay)

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Ada (teman) 3
2 Ada (orang lain yang tidak dikenal subjek 2
penelitian)
3 Tidak ada 1
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 3 orang subjek penelitian menjawab ada

pengalaman orang lain (teman), 2 subjek penelitian menjawab ada pengalaman

orang lain (orang yang tidak dikenal), dan 1 orang subjek menyatakan tidak ada

pengalaman orang lain yang meyakinkan subjek penelitian untuk memutuskan

menjadi seorang gay.

Ada 3 orang subjek penelitian yang menjawab ada pengalaman orang lain

(teman) yang membuat subjek penelitian memutuskan menjadi seorang gay.

Pengalaman teman yang diceritakan oleh subjek penelitian adalah pengalaman

teman mereka yang juga seorang gay. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian

dengan subjek penelitian.

“ada..” (FHP, 23 tahun)

“Ada, ya dari temen yang di luar sekolah itu, bisa ngerasa


enjoy, nyaman jalanin hidupnya” (TKM, 20 tahun)

“ada, pengalaman adik kelas SMP (saat itu aku dan dia
sudah sama2 SMA). Dia itu kucing mbak, simpenannya om-
om, yah gitu cerita2 kalau sama cowok yang lebih dewasa
enak bla bla bla bercerita pengalaman dia” (JADOO, 22
tahun)

Hasil penelitian dengan informan 6, informan 3 dan informan 5

membenarkan jawaban dari FHP, TKM dan JADOO

“ada.. tapi lupa akunya..” (Informan 6, 22 tahun)


49

“pengalaman temen-temennya yang juga gay, mungkin


keliatan enjoy jalanin hidup” (Informan 3, 21 tahun)

“temennya kalo gak salah ada yang jadi kucing istilahnya.


Sering cerita cerita ke dia” (Informan 5, 23 tahun)

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian

menjawab pengalaman orang lain yang diungkapkan melalui artikel atau blog di

internet yang membuat mereka yakin dengan keputusan sebagai gay. Berikut

cuplikan kuotasi hasil wawancara dengan DNS dan AQK.

“Mmm,, gak ada sih kayaknya. Cuma dari artikel itu tadi.
Artikel tadi kan ada opini opininya gitu. Ya dari baca itu. Itu
artikel ilmiah, kok” (DNS, 21 tahun)

“Ada cerita-cerita gitu di internet, di blogspot” (AQK, 22


tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 dan informan 4 membenarkan

jawaban dari DNS dan DBR.

“Setauku dia gak pernah cerita tentang orang lain sih


mbak.. mungkin ya dari inet itu, kan ya di inet be’e ada opini
ato crita hidupnya orang-orang” (Informan 1, 19 tahun)

“gak tau sih.. kayaknya kalo pengalaman gak ada. Gak tau
lagi kalo dia denger ato baca dimana gitu” (Informan 2, 23
tahun)

Sedangkan 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa tidak ada

pengalaman orang lain yang mempengaruhi keputusannya menjadi seorang gay

“Gak ada sih” (DBR, 19 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 4 membenarkan jawaban dari DBR

“gak ada kayaknya mbak” (Informan 4, 21 tahun)


50

Hasil wawancara dengan narasumber psikolog memberikan informasi

mengenai pengalaman orang lain yang melatar belakangi keputusan seseorang

untuk menjadi gay

”Pengalaman orang lain bisa melatarbelakangi. Biasanya


didukung pengalaman pribadi dari orang yang memutuskan
jadi gay. Contohnya, orang ini pernah sakit hati sama
cewek, terus dia denger cerita dari teman tentang
pengalamannya sebagai homoseksual. Akhirnya dia
mencoba jadi homoseksual.” (AK, M.Psi, 2014)

Berdasarkan data hasil penelitian, pengalaman orang lain yang membuat

subjek penelitian memutuskan menjadi gay dikategorikan menjadi 2, yaitu

pengalaman orang lain yang dikenal oleh subjek penelitian, dan orang lain yang

tidak dikenal oleh subjek penelitian. Pengalaman orang lain yang dikenal oleh

responden didapatkan saat orang tersebut bercerita kepada subjek penelitian.

Sedangkan pengalaman orang yang tidak dikenal oleh subjek penelitian

didapatkan melalui cerita dan opini yang ada di internet.

5.2.3 Keyakinan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan jawaban berbeda mengenai

keyakinan subjek penelitian terhadap keputusannya menjadi seorang gay. Berikut

data lebih rinci pada tabel 5.8.

Tabel 5.8 Keyakinan Terhadap Keputusan

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Benar 3
2 Salah 2
3 Tidak tahu / bingung 1
Sumber : Data Primer, 2014
51

Ada 3 orang subjek penelitian menyatakan bahwa keputusannya saat ini

menjadi seorang gay adalah benar. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Menurutku sih bener-bener aja. Soalnya ya,, menurutku itu


bener. Gitu aja. Aku lho gak salah, kalo salah, siapa juga
yang disalahin? Ini lho bukan mauku” (DNS, 21 tahun)

“Benar. Kan aku gak ngganggu orang lain. Selama aku gak
merugikan mereka, gak masalah kan” (AQK, 22 tahun)

“Yaaa menurut gue sih bener bener aja.. ga ada alasannya.


Cuma because it’s my life..” (FHP, 23 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian menyatakan bahwa

kondisi dan keputusannya saat ini adalah salah. TKM merasa bahwa ada

diskriminasi, dan subjek penelitian ini juga takut lingkungan sekitarnya akan

menjauhinya. Sedangkan DBR merasa salah karena nilai agama yang dianutnya.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Salah sih. Jujur aja aku udah mulai gak nyaman. Ngerasa
aneh, ngerasa ada diskriminasi. Takut juga kalo orang orang
dekat tau. Takut dijauhin” (TKM, 20 tahun)

“Salah kalo inget sama Yang Di Atas. Kalo secara normatif


sih gak ngurus. Karena aku gak peduli sama orang di
sekitarku.” (DBR, 19 tahun)

Subjek penelitian terakhir menyatakan masih tidak bisa membenarkan

atau menyalahkan keputusannya saat ini menjadi seorang gay. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian.

“Jujur aja sih sampai saat ini aku belum bisa bilang aku
benar apa salah ngambil keputusan jadi homo. Terjadi konflik
batin sebenarnya sampai saat ini, bahkan mantanku bilang
aku gay denial yaitu aku yang masih menolak statusku kalau
aku gay. Dibilang menolak yah sebenarnya aku menerima
kondisiku yang kayak gini, buktinya juga kalau aku lagi
bergaul sama orang2 sejenis yah udah terbuka, biasa, tapi
juga sama yang deket aja, kalau sama2 homo tapi gak deket
52

yah sekedar say hello gak sampe yang cerita buka2an atau
yang lainnya” (JADOO, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, didapatkan informasi bahwa

subjek penelitian memiliki pendapat yang berbeda mengenai keputusan menjadi

seorang gay. Subjek penelitian yang membenarkan keputusannya menjadi seorang

gay merasa bahwa keputusannya menjadi seorang gay tidak mengganggu

masyarakat di sekitarnya. Sedangkan subjek penelitian yang merasa bahwa

masyarakat di lingkungan sekitarnya akan mengucilkannya, menganggap bahwa

keputusannya untuk menjadi seorang gay juga salah secara agama. Namun ada

subjek penelitian yang masih merasa bingung dengan keputusannya saat ini untuk

menjadi seorang gay. Kebingungan ini disebabkan karena sebenarnya subjek

penelitian sudah merasa nyaman dengan keputusannya saat ini. Subjek penelitian

masih bisa bergaul dengan lingkungan di sekitarnya.

5.3 Personal Reference

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting.

Apabila seseorang dipercaya, maka apa yang dikatakan atau diperbuat orang

tersebut cenderung akan dicontoh. Penelitian ini meneliti tentang siapa yang

menjadi panutan atau idola dari subjek penelitian, dan alasan mengapa orang

tersebut menjadi penting bagi subjek penelitian.

5.3.1 Tokoh Panutan

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan jawaban berbeda mengenai

siapa orang penting yang menjadi panutan atau idola dari masing-masing subjek

penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.9.


53

Tabel 5.9 Orang penting sebagai panutan atau idola

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Teman 2
2 Tokoh (artis) 2
3 Tidak ada 2
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa 2 orang subjek penelitian mengidolakan

teman mereka yang juga seorang gay, 2 subjek penelitian mengidolakan tokoh

terkenal seperti artis, dan 2 orang subjek penelitian tidak mengidolakan siapapun.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa 2 subjek penelitian

mengidolakan teman mereka yang juga adalah seorang gay. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Ya temen-temen yang dulu sih. Yang tadi aku ceritain pas
aku SMA” (TKM, 20 tahun)

“sebenarnya kalau panutan jujur aja gak ada, tapi kalau


misal sosok yang dikagumi ada beberapa teman di bangku
kuliah juga teman2 pas SMA” (JADOO, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 3 dan informan 5 membenarkan

jawaban dari TKM dan JADOO.

“ya Cuma temen temennya yang bikin dia mutusin jadi


homo tadi aja” (Informan 3, 21 tahun)

“Siapa ya mbak? Gak ada kayake. Paling temennya sesama


gay” (Informan 5, 23 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 2 orang subjek penelitian yang

mengidolakan publik figur, yaitu beberapa kelompok penyanyi pria asal Korea,

dan seorang gay yang kisah hidupnya diangkat dalam sebuah film. Berikut

cuplikan kuotasi hasil wawancara.


54

“Ada temen-temen yang kayak gitu juga pas SMA. Terus itu
mbak, artis K-POP. Tau sendiri kan, mereka di couple-couple
in gitu, buanyak gitu videonya juga. Ada foto mereka ciuman
lah, mesra-mesraan. Banyak bingits fotonya. Ada yang editan
sama nggak.” (DNS, 21 tahun)

“Ada satu film, judulnya lupa aku. Prayer for Bobby.


Tokohnya namanya Bobby” (AQK, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 dan informan 2 membenarkan

jawaban dari DNS dan AQK.

“Dia tuh seneng banget K-POP. Bias di k-pop kan ada yang
dijodoin sih mbak. Kamu liat dewe lah kan kdg ada video
mereka muesra,, pergi bareng, pelukan gitu gitu” (Informan
1, 19 tahun)

“Dia pernah nunjukkin aku 1 film. Dia suka sama tokohnya..


aku lupa tapi” (Informan 2, 23 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian tidak

mengidolakan siapapun dalam pengambilan keputusan menjadi seorang gay.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Gak ada mbak..” (DBR, 19 tahun)

“Gak ada..” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 4 dan informan 6 membenarkan

jawaban dari DBR dan FHP bahwa tidak ada orang penting yang mereka

idolakan. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“gak ada juga kayake..” (Informan 4, 21 tahun)

“gak ada tuh” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan informasi bahwa orang

penting yang diidolakan oleh subjek penelitian berasal dari luar keluarga. Orang
55

penting yang diidolakan subjek penelitian merupakan teman dari subjek

penelitian, artis, dan seorang tokoh yang kisah hidupnya diangkat dalam sebuah

film.

5.3.2 Alasan Menjadikan Orang Sebagai Panutan

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan beberapa jawaban berbeda

mengenai alasan subjek penelitian mengidolakan tokoh idola mereka. Berikut data

lebih rinci pada tabel 5.10.

Tabel 5.10 Alasan Menjadikan Orang Sebagai Panutan

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Sukses, berprestasi dalam sekolah 3
2 Mampu bertahan hidup 1
3 Tidak memiliki tokoh panutan 2
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.10, jumlah subjek penelitian yang menjawab hanya 4

orang. Hal ini karena 2 subjek penelitian tidak memiliki sosok yang diidolakan

terkait keputusannya menjadi gay (lihat tabel 5.8 poin 3). 3 orang subjek

penelitian menyatakan alasan mereka mengidolakan sosok tersebut adalah karena

idola mereka bisa tetap meraih prestasi dan beragam kesuksesan jika

dibandingkan dengan kaum heteroseksual. Terutama publik figur yang meskipun

diterpa banyak kabar miring, tetapi bisa tetap meraih sukses besar. Berikut

cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Bisa tetep enjoy, prestasi juga tetep jalan” (TKM, 20 tahun)

“mereka bisa lebih berhasil daripada orang2 hetero, dengan


kekurangan sebagai homo namun bisa menunjukkan bahwa
mereka punya kelebihan lain yang lebih dibandingkan orang
hetero” (JADOO, 22 tahun)
56

“Kalo temen-temen sih, pas itu mereka kliatan baik-baik aja,


sukses juga. Pas SMA masuk SBI, kelas unggulan gitu,
sekarang juga masuk FK. Artis K-POP yang digosipin gitu
juga sukses-sukses aja.” (DNS, 21 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 3, informan 5 dan informan 1

membenarkan jawaban dari TKM, JADOO dan DNS. Berikut cuplikan

kuotasi hasil wawancara.

“mereka keliatan asik asik aja jalani hidup. Bisa tetep


berprestasi juga kata e” (Informan 3, 21 tahun)

“bisa enjoy, berhasil studinya gitu gitu deh” (Informan 5, 23


tahun)

“yang pasti yo ganteng. Hahaha.. tapi mungkin karena


mereka tetep bisa sukses. Digosipin gitu pun juga buanyak
yg tetep ngefans kok. Suaranya juga enak,, ngedance juga
keren..” (Informan 1, 19 tahun)

Sedangkan 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa tokoh yang

diidolakannya adalah tokoh yang berani mengakui bahwa dirinya adalah seorang

gay dan berani mempertahankan keputusannya. Karena keberanian yang dimiliki

tokoh inilah yang membuat subjek penelitian mengidolakan tokoh tersebut.

Beikut cuplikan kuotasi hasil wawancara.

“Iya, karena keberaniannya dia mengakui dia itu gay, dan


berusaha untuk tetap pada pilihannya itu, sampe dia
meninggal. Bunuh diri gitu karna frustasi, dia punya pilihan
itu, tapi gak ada yang ndukung” (AQK, 22 tahun)

Jawaban AQK dibenarkan oleh hasil penelitian dengan Informan 2

“Tokohnya juga gay, dia terinspirasi sama tokoh itu.


Banyak yg nentang dia jadi gay. Cuma sad ending, akhirnya
mati.” (Informan 2, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa alasan

subjek penelitian mengidolakan sosok tersebut adalah prestasi dan kesuksesan


57

yang tetap bisa diraih oleh teman-teman subjek penelitian dan artis yang

diidolakan, serta kemampuan untuk bisa tetap bisa bertahan ketika banyak pihak

yang menentang keputusan tokoh tersebut untuk menjadi seorang gay.

5.4 Resources

Sumber daya yang dimaksud mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan

sebagainya. Selain itu, resources juga termasuk dalam kemudahan akses

seseorang untuk mencapai suatu komunitas atau kondisi. Sumber daya

mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Penelitian ini

bertujuan mencari tahu tentang kondisi finansial subjek penelitian dan fasilitas

lain berupa komunitas yang dapat mempengaruhi keputusan subjek penelitian

sebagai gay.

5.4.1 Sumber Pemasukan Pribadi Setiap Bulan

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai sumber pemasukan pribadi

subjek penelitian setiap bulan, didapatkan 2 jawaban yang berbeda. Berikut data

lebih detail pada tabel 5.11

Tabel 5.11 Sumber Pemasukan Pribadi Setiap Bulan

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Dari orang tua 5
2 Dari orang tua dan hasil bekerja sendiri 1
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa 5 orang subjek penelitian menyatakan

bahwa pemasukan pribadi setiap bulan hanya berasal dari orang tua atau saudara

saja. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“100% dari ortu” (DBR, 19 tahun)


58

“Cuma dari orang tua aja” (FHP, 23 tahun)

“Dari papa aja. Alurnya, papa kasih ke mama, mama kasih ke


aku.” (DNS, 21 tahun)

“Dari sangu tok. Pengen kerja, tapi apa yaa… dimana..”


(TKM, 20 tahun)

“Dari ortu sama sodara” (JADOO, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1, 6, 4, 3 dan 5 membenarkan jawaban

dari DNS, FHP, DBR, TKM dan JADOO terkait dengan asal pemasukan mereka

tiap bulan. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“dari ortu aja..” (Informan 1, 19 tahun)

“100% ortu” (Informan 6, 22 tahun)

“dari ortu aja kok. Belom kerja” (Informan 4, 21 tahun)

“setauku dari ortu aja mbak” (Informan 3, 21 tahun)

“Ortu sama kakak kakaknya” (Informan 5, 2014)

Sedangkan 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa sekarang dirinya

sudah bekerja, sehingga pemasukan setiap bulan tidak hanya dari orang tua saja

“Sama kerja juga sih. Akhir-akhir ini. Kalo dulu nggak, pure
waktu awal-awal semester” (AQK, 22 tahun)

Jawaban AQK dibenarkan oleh informan 2 dalam hasil penelitian yang

telah dilakukan. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Belakangan kerja sih dia. Jadi ya gak 100% dari ortu”


(Informan 2, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian di atas, didapatkan informasi bahwa

pemasukan subjek penelitian didapatkan dari orang tua dan atau saudara. Ada

subjek penelitian yang mendapatkan pemasukan hanya dari orang tua, dan ada
59

subjek penelitian yang tidak hanya mendapatkan pemasukan dari orang tua

namun juga dengan bekerja.

5.4.2 Pengaruh Kondisi Finansial Terhadap Keputusan Menjadi Gay

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh kondisi finansial terhadap

keputusan menjadi seorang gay, didapatkan 1 jawaban yang sama. Dari hasil

penelitian didapatkan bahwa kondisi finansial tidak memberi pengaruh dalam

keputusan menjadi gay. Namun 1 orang subjek penelitian menjelaskan bahwa

kondisi finansial menjadi begitu penting dalam pergaulan sebagai seorang gay.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Nggak kok” (DNS, 21 tahun)

“Nggak” (TKM, 20 tahun)

“Nggak kok” (DBR, 19 tahun)

“Sama sekali enggak” (JADOO, 22 tahun)

“Nggak. Lebih ke perhatian” (AQK, 22 tahun)

“Iya jelas,dari segi materi kita bisa memilih teman dan


pasangan yang kita mau bahkan dari kalangan atas juga.
soalnya dunia gay itu identik dengan gengsi tinggi dan
keglamouran gitu dah,,yaa kasarannya mah lu jual gue beli
dengan artian positif yaaa bukan yang negative” (FHP, 23
tahun)

Hasil penelitian dengan seluruh informan membenarkan jawaban dari

seluruh subjek penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“kayake nggak mbak.. buat apa juga?? Toh udah cukup


semua dia” (Informan 1, 19 tahun)

“Nggak rasae” (Informan 2, 23 tahun)

“Nggak kok mbak” (Informan 3, 2014)


60

“nggak lah” (Informan 4, 21 tahun)

“nggak” (Informan 5, 23 tahun)

“Nggak. Tapi kalo di pergaulan ya ngefek lah” (Informan 6,


22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa kondisi

finansial tidak mempengaruhi subjek penelitian untuk memutuskan menjadi

seorang gay. Namun kondisi finansial diakui mempengaruhi pergaulan dari

subjek penelitian sebagai seorang gay

5.4.3 Lingkungan Pergaulan

Berdasarkan data hasil penelitiandidapatkan jawaban berbeda mengenai

lingkungan pergaulan yang memperkuat keputusan menjadi seorang gay.

Lingkungan pergaulan dalam penelitian ini ada 2, yaitu lingkungan pergaulan di

luar kampus dan di dalam kampus. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.12.

Tabel 5.12 Lingkungan Pergaulan di Luar Kampus

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Ada 2
2 Tidak ada 4
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan data hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian menyatakan,

ada beberapa fasilitas lain seperti komunitas yang membuat subjek penelitian

makin yakin terhadap keputusan menjadi seorang gay. Subjek penelitian

bergabung dalam komunitas yang beberapa anggotanya adalah seorang gay.

Berikut kuotasi hasil penelitian dengan DNS dan FHP.

“Pas SMA ada ekskul padus. Beberapa anak ada yang kayak
aku juga gitu. Kuliah juga padusnya ada yang gitu. Ada
temen-temen dance juga” (DNS, 21 tahun)
61

“Iya,, yaa ada lah grup di jejaring sosial makin hari makin
banyak” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 dan informan 6 membenarkan

jawaban dari DNS dan FHP.

“kalo mempengaruhi sih nggak mbak. Cuma temen2


gaulnya kan ada yang gitu.. mungkin bikin dia ngerasa
nyaman dengan kondisi sekarang” (Informan 1, 19 tahun)

“temen2nya di sosmed mungkin” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, 4 orang subjek penelitian menyatakan

tidak ada fasilitas lain seperti komunitas yang mempengaruhi keputusan menjadi

seorang gay. 1 orang subjek penelitian menyatakan hanya mengenal beberapa

orang gay dari sosial media yang dia miliki. Berikut cuplikan kuotasi hasil

penelitian.

“Nggak ada” (AQK, 22 tahun)

“Nggak ada” (TKM, 20 tahun)

“Nggak kok” (DBR, 19 tahun)

“aku sih gak ikut komunitas2 apapun yang ada


hubungannnya
sama gay mbak, Cuma kenal beberapa orang dari sosial
media aja sih” (JADOO, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 2, informan 3, informan 4 dan informan

5 membenarkan jawaban dari AQK, TKM, DBR dan JADOO.

“nggak ada. Cuma temennya di UKM buanyak yg gitu..


gatau mempengaruhi apa nggak” (Informan 2, 23 tahun)

“nggak ada” (Informan 3, 21 tahun)


62

“komunitas? Ada komunitas tapi bukan khusus homo.. ya


UKM lah, tapi di dalemnya buanyak yang gitu” (Informan 4,
21 tahun)

“nggak ada..” (Informan 5, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa komunitas

dapat juga mempengaruhi keputusan subjek penelitian untuk menjadi gay.

Komunitas ini bukan komunitas khusus gay, melainkan komunitas umum yang

ada di lingkungan pertemanan subjek penelitian. Subjek penelitian menyatakan

bahwa anggota komunitas tersebut juga banyak yang merupakan gay.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pergaulan di sekitar subjek

penelitian, didapatkan jawaban yang sama tentang ada atau tidaknya teman di

sekitar mereka yang juga merupakan seorang gay. Berikut data lebih rinci pada

tabel 5.13.

Tabel 5.13 Lingkungan Pergaulan di Dalam Kampus

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Ada 6
2 Tidak ada 0
Sumber : Data Primer, 2014

Seluruh subjek penelitian menyatakan bahwa di lingkungan sekitar

mereka, baik di tempat kuliah, UKM atau sosial mereka, ada beberapa orang

teman mereka yang juga adalah seorang gay. Berikut cuplikan kuotasi hasil

penelitian dengan subjek penelitian.

“Yang kayak aku kalo di kuliah, ada sih beberapa. Temen padus ada,
paskib SMA.. ada gak ya? Oh, ada kok! Kalo temen main ya Cuma
temen kampus sama temen SMA. Paling-paling dari sosmed, kan rata-
rata gay juga” (DNS, 21 tahun)
63

“Teman kuliah ada kok yang gini juga, UKM juga ada. Tapi sekarang
udah gak UKM sih.” (AQK, 22 tahun)

“Temen kuliah ada yang gitu, di UKM juga, malah lebih banyak”
(TKM, 20 tahun)

“Kalo temen kuliah, aku gak tau ada ato nggak. Banyaknya di UKM”
(DBR, 19 tahun)

“Ada mbak, temen sekelas kuliah, temen seangkatan SMA, sahabatku


SMP meskipun aku baru tahu kalau dia homo 6 tahun kemudian”
(JADOO, 22 tahun)

“kalo temen gue baek temen nongkrong,kuliah sih ada kok yg jadi
gay,bahkan anak satu fakultas dan satu universitas banyak kok”
(FHP, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa di

lingkungan sekitar subjek penelitian seperti lingkungan pendidikan (sekolah,

kampus), ada beberapa teman subjek penelitian yang juga merupakan seorang

gay. Teman dari subjek penelitian ini merupakan teman sekelas, dan teman di

UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) atau ekstrakurikuler yang sama dengan subjek

penelitian.

5.4.4 Penggunaan Alat Transportasi, Alat Komunikasi, Aksesoris dan

Deskripsi Penampilan Subjek Penelitian

Observasi terhadap variabel resources dilakukan untuk melihat alat

transportasi, aksesoris, dan alat komunikasi yang digunakan oleh subjek

penelitian. Observasi ini bertujuan untuk melihat resources dari subjek penelitian

yang digunakan untuk menunjang penampilan dan kegiatan sehari-hari dari subjek

penelitian.
64

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan hasil mengenai alat transportasi

yang digunakan subjek penelitian untuk beraktivitas. Berikut data lebih rinci pada

tabel 5.14.

Tabel 5.14 Penggunaan Alat Transportasi

Penggunaan Alat Transportasi


Subjek Penelitian
Mobil Motor
DNS V V
AQK - V
TKM - V
DBR - V
JADOO - V
FHP V -
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.14 mengenai penggunaan alat transportasi oleh subjek penelitian

menunjukkan bahwa 4 orang subjek penelitian yaitu AQK, TKM, DBR dan

JADOO menggunakan alat transportasi motor, 1 orang subjek penelitian yaitu

FHP menggunakan alat transportasi mobil dan 1 orang subjek penelitian yaitu

DNS menggunakan alat transportasi mobil dan motor.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan hasil mengenai jumlah dan jenis

alat komunikasi yang digunakan subjek penelitan. Berikut data lebih rinci pada

tabel 5.15.

Tabel 5.15 Jumlah dan Jenis Alat Komunikasi

Subjek Jumlah Alat Komunikasi Jenis Alat Komunikasi


Penelitian 1 2 >2
DNS V 2 buah smartphone, 1 buah tablet
AQK V 1 buah smartphone, 1 buah tablet
TKM V 1 buah smartphone
DBR V 1 buah smartphone, 1 buah tablet
JADOO V 1 buah smartphone
FHP V 1 buah smartphone, 1 buah tablet
Sumber : Data Primer, 2014
65

Tabel 5.15 mengenai jumlah alat komunikasi yang digunakan subjek

penelitian menunjukkan bahwa 2 orang subjek penelitian yaitu TKM dan JADOO

menggunakan 1 buah alat komunikasi berupa smartphone, 2 orang subjek

penelitian yaitu AQK, DBR, dan FHP menggunakan 2 buah alat komunikasi dan 1

orang subjek penelitian yaitu DNS menggunakan > 2 alat komunikasi. Alat

komunikasi yang digunakan oleh AQK, DBR, FHP dan DNS berupa smartphone

dan tablet.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan hasil aksesoris yang digunakan

subjek penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.16.

Tabel 5.16 Aksesoris Yang Digunakan


Subjek Aksesoris yang Digunakan
Penelitian Jam Tangan Gelang Kalung Cincin
DNS V V V -
AQK V - - -
TKM V - - -
DBR V V - -
JADOO V - - -
FHP V - - -
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.16 mengenai aksesoris yang digunakan subjek penelitian

menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian menggunakan jam tangan. Selain

itu, 2 orang subjek penelitian yaitu DNS dan DBR juga menggunakan gelang dan

1 orang subjek penelitian yaitu DNS juga menggunakan kalung.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan hasil mengenai penampilan

subjek penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel 5.17.


66

Tabel 5.17 Penampilan Subjek Penelitian

Subjek Deskripsi Penampilan


Penelitian (Cara berpakaian, Barang yang digunakan)
DNS Fashionable, barang branded. Suka memakai jam tangan,
kalung dan gelang sebagai pelengkap penampilan.
AQK Fashionable, rapi, tidak terlalu banyak memakai aksesoris
selain jam tangan
TKM Rapi, hanya memakai jam tangan.
DBR Rapi, memakai jam tangan dan gelang sebagai pelengkap
JADOO Rapi, memakai jam tangan
FHP Fashionable, barang branded.
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.17 mengenai penampilan subjek penelitian menunjukkan bahwa 3

subjek penelitian cenderung fashionable dan menggunakan barang branded.

Sedangkan 3 subjek penelitian lain, tidak menggunakan barang branded namun

berpenampilan rapi.

Informasi yang didapatkan berdasarkan observasi terhadap resources dari

subjek penelitian adalah barang-barang yang digunakan oleh subjek penelitian

hanya merupakan sebagai penunjang penampilan dan pergaulan terutama dengan

sesama gay. Namun barang tersebut tidak digunakan secara spesifik untuk

menunjukkan identitas sebagai seorang gay.

5.5 Culture

Kebudayaan memiliki nilai normatif yang berarti budaya menjadi rujukan

bagi seseorang untuk melakukan atau menilai mana yang baik dan mana yang

buruk, yang benar dan yang salah, yang positif dan negatif sesuai dengan norma

atau nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan nilai non normatif,

berarti tingkah laku seseorang tersebut sudah tidak sesuai dengan apa yang ada

atau berlaku di masyarakat. Culture pada penelitian ini meneliti tentang


67

penerimaan keluarga subjek penelitian terhadap keberadaan gay, penerimaan

lingkungan subjek penelitian dan nilai budaya yang mempengaruhi.

5.5.1 Penerimaan Lingkungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penerimaan lingkungan keluarga,

didapatkan jawaban yang berbeda dari subjek penelitian. Berikut data lebih rinci

pada tabel 5.18.

Tabel 5.18 Penerimaan Lingkungan Keluarga

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Tidak bisa 2
2 Hanya beberapa yang bisa 2
3 Tidak tahu 2
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.18 dan dari hasil penelitian didapatkan bahwa 2 orang

subjek penelitian menyatakan bahwa keluarga mereka pasti tidak bisa menerima

keberadaan mereka sebagai seorang gay dengan alasan gay masih merupakan hal

yang tabu. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan TKM dan FHP.

“Kalo ngelihat watak ortu kayaknya sih gak nerima. Ortu


masih kolot gitu. Waktu mau ke Surabaya aja dipeseni ”ati-
ati dikasih permen yang ada narkobanya”. Lak yo alay”
(TKM, 20 tahun)

“Pasti nggak.. menurut mereka masih tabu soalnya.. jadi ya


pasti ga bisa nerima” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 3 dan informan 6 membenarkan

jawaban dari TKM dan FHP. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Ortunya kolot mbak, jadi ga bisa terima pasti” (Informan


3, 21 tahun)

“Nggak lah. Tabu itu.” (Informan 6, 22 tahun)


68

Berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian menyatakan

keluarganya mungkin masih bisa menerima, karena lebih paham tentang

perkembangan zaman, dan ada orang disekitar mereka yang juga seorang gay.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan JADOO dan DNS.

“mbakku sih menerima soalnya temannya banyak yang


homo juga, tapi gatahu yang lain kayaknya enggak
menerima sih soalnya dari golongan yang agamanya
kental” (JADOO, 22 tahun)

“Yaa,, ada yang terima ada yang nggak. Paling yang tua-
tua itu yang gak nerima, kalo yang muda sih kayaknya lebih
open minded. Yang tua-tua dulu pas zamannya kan gak ada
artis-artis yang gitu. Sekarang lo buanyaaak banget” (DNS,
21 tahun)

Ketika diberikan pertanyaan lebih lanjut apakah ada anggota keluarga

yang mengetahui bahwa JADOO dan DNS adalah seorang gay, didapatkan 2

jawaban berbeda

“Gak lah mbak gendeng ae aku ngomong2” (JADOO, 22


tahun)

“ Mama tau mbak. Ya mama bisa ngerti dan nerima


kondisiku” (DNS, 21 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 5 dan informan 1 membenarkan

jawaban dari JADOO dan DNS

“kalo orang tua sepertinya nggak mbak.. kalo kakaknya aku


gak tau sih.” (Informan 5, 23 tahun)

“Mamanya setauku udah tau dan bisa nerima. Kalo papa


sama adeknya ga tau lagi” (Informan 1, 19 tahun)

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian yang

lain menyatakan tidak tahu apakah keluarganya bisa menerima kondisinya saat ini

atau tidak. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan AQK dan DBR.
69

“Nggak tau, aku masih 50:50 gitu lho. Maksude, kalo aku
penampilan gitu, gak bakalan komen. Mau pake baju warna
apa, terserah. Tapi kalo masalah kayak ke seksnya gitu,
gatau aku bingung hahaha” (AQK, 22 tahun)

“Keluargaku sih open sama perkembangan zaman. Bisa


dibilang nerima. Tapi kalo mereka tau anaknya yang gitu,
ya gak tau lagi” (DBR, 19 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 2, menyebutkan bahwa dia tidak tahu

menahu soal ini, tapi dia menganggap kemungkinan besar orang tua AQK tidak

menerima. Jawaban informan 4 juga membenarkan jawaban dari DBR. Berikut

cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“wah ya seharuse nggak mbak.. tapi gak tau lagi” (Informan


2, 23 tahun)

“Ortunya gaul sih, tapi kalo tau anaknya gini ya mboh. Tapi
kalo nemu kasus kayak gini di lingkungan sekitar mungkin
bisa terima.” (Informan 4, 21 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa keluarga

subjek penelitian ada yang bisa menerima dan tidak bisa menerima keberadaan

gay. Keluarga yang bisa menerima keberadaan gay diakui lebih terbuka dengan

makin banyaknya gay di lingkungan sekitar. Alasan tidak menerima keberadaan

gay karena gay merupakan hal yang tabu dan melanggar norma yang berlaku di

masyarakat.

Pada saat wawancara dilakukan, peneliti melihat bahwa 2 orang subjek

penelitian yaitu JADOO dan FHP berada pada tahap penerimaan diri (self

acceptance) dalam proses coming out. Pada tahap ini, seorang gay merasa

ketakutan terhadap penilaian negatif di masyarakat namun di sisi lain hal ini

merupakan hal yang harus dihadapi. 3 orang subjek penelitian lain yaitu AQK,
70

TKM, dan DBR berada pada tahap keterbukaan (disclosure). Pada tahap ini

seorang gay sudah tidak merahasiakan tentang orientasi seksualnya kepada orang

lain. Dan pada tahap ini seorang gay merasa bahwa kerahasiaan hanya

menimbulka isolasi sosial dan kesepian. Salah satu subjek penelitian, yaitu DNS

sudah mencapai tahap memberitahu pada keluarga (telling the family) pada proses

coming out.

5.5.2 Penerimaan Masyarakat Sekitar Terhadap Gay

Berdasarkan hasil penelitian, keseluruhan subjek penelitian menjawab

bahwa lingkungan sekitar mereka pasti tidak bisa menerima keberadaan seorang

gay, namun 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa ada kemungkinan

lingkungan sekitarnya bisa menerima, namun butuh waktu. Hal ini diungkapkan

berdasarkan pengalaman subjek penelitian sendiri, yakni ketika teman kuliahnya

mengetahui bahwa dirinya adalah seorang gay, reaksi mereka biasa saja. Berikut

cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Gak tau sih nerima ato nggak. Tapi paling ya dirasani.


Apalagi di rumah, soalnya rumahku agak di kampung gitu”
(DNS, 21 tahun)

“Aku tertutup sih orange kalo di masyarakat. Kalo menurutku


sih nggak. Soale di sekitar rumahku kan gang sih. Gang
kecil.” (AQK, 22 tahun)

“Mereka sih gak terlalu sosialisasi, gak ngurus urusan orang.


Tapi kalo lihat lingkungan ya pasti gak terima” (DBR, 19
tahun)

“orang2 di sekitar tempat tinggal bener2 mencibir habis2an


kalau tahu ada homo/waria/gigolo atau sejenisnya yang lain
pokoknya LSL, gak Cuma dicibir pasti juga dibully dan
dikucilkan, terutama para laki-laki straight… Kalau di
kampus sebagian ada yang menerima sebagian lagi ada yang
menolak, yah wajar sih” (JADOO, 22 tahun)
71

“pro kontra sih.. Kemungkinan ada yang bisa nerima sama


nggak”.. (FHP, 23 tahun)

“Kayaknya bisa nerima, tapi butuh waktu. Temen kampus ada


yang tau, tapi ya biasa aja” (TKM, 20 tahun)
Berdasarkan hasil penelitian jawaban seluruh informan membenarkan

jawaban seluruh subjek penelitian mengenai penerimaan lingkungan sekitar.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Kayak e gak sih.. pasti masih tabu sama hal beginian”


(Informan 1, 19 tahun)

“rumah,, rasae nggak. Kampus,, 50:50.. masih pro kontra”


(Informan 2, 23 tahun)

“kampung di Surabaya aja gak bisa terima mbak. Apalagi


rumahnya dia yang gak di Surabaya,, tambah susah lagi
nerima hal gini” (Informan 4, 21 tahun)

“kalo lingkungan ada yang iya ada yang nggak mbak.. opini
orang beda beda” (Informan 5, 23 tahun)

“ga tau sih. Tapi liat budaya kita, pasti gak bisa. Soalnya ya
masih dianggep salah” (Informan 6, 22 tahun)

“kalo kampus bisa mbak, tapi gak semua. Temennya ada


yang tau, tapi biasa aja, masih bareng kok” (Informan 3, 21
tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa lingkungan

sekitar responden juga bersikap pro dan kontra terhadap keberadaan gay. Hal ini

dikarenakan masih adanya norma yang mengikat di masyarakat, dan karena gay

masih merupakan hal yang tabu. Terutama jika dilihat dari sisi agama yang

menganggap bahwa homoseksual merupakan suatu hal yang tidak benar.


72

5.5.3 Budaya Sekitar Tempat Tinggal

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh subjek penelitian menyatakan bahwa

tidak ada nilai budaya di sekitar tempat tinggal yang mempengaruhi keputusan

masing-masing subjek penelitian untuk menjadi seorang gay. Hanya 1 orang

subjek penelitian mengungkapkan kemungkinan adanya imbas dari pergaulan

bebas yang membuatnya menjadi seorang gay seperti saat ini. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian.

“Gak ada” (DNS, 21 tahun)

“Nggak ada tuh” (AQK, 22 tahun)

“Gak ada” (TKM, 20 tahun)

“Gak ada” (DBR, 19 tahun)

“Gak tahu. Kayaknya gak ada” (JADOO, 22 tahun)

“bukan nilai budaya sih tapi imbas pergaulan bebas aja


mungkin ya” (FHP, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa tidak ada

nilai budaya yang mempengaruhi keputusan subjek penelitian untuk menjadi

seorang gay. Hal ini dikarenakan masih adanya norma yang mengikat di

masyarakat, dan karena gay masih merupakan hal yang tabu.

5.6 Kondisi Keluarga

Dalam penelitian ini, aspek keluarga yang diteliti berdasarkan 8 fungsi

keluarga menurut BKKBN. 8 fungsi keluarga menurut BKKBN, yaitu : fungsi

keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi

reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, serta fungsi ekonomi.


73

5.6.1 Fungsi keagamaan

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi keagamaan.

Fungsi keagamaan berarti keluarga menjadi tempat diperkenalkannya subjek pada

kehidupan beragama sesuai dengan agama yang dianut saat ini. Dalam penelitian

ini, fungsi keagamaan diteliti berdasarkan agama yang dianut subjek penelitian

dan kegiatan ibadah subjek penelitian.

5.6.1.1 Agama Yang Dianut

Berdasarkan data hasil wawancara, didapatkan hasil yang berbeda

mengenai agama yang dianut oleh subjek penelitian. Berikut data lebih rinci pada

tabel 5.19.

Tabel 5.19 Agama Yang Dianut

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Islam 4
2 Katholik 2
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.19 dan dari hasil penelitian, 4 orang subjek penelitian

menyatakan bahwa agama Islam merupakan agama yang mereka anut sejak kecil,

dan 2 orang subjek penelitian menyatakan bahwa agama Katholik adalah agama

mereka sejak kecil. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek

penelitian.

“Islam. Ya iyalah mbak dari kecil” (DNS, 21 tahun)

“Islam dari lahir” (TKM, 20 tahun)

“Islam” (DBR, 19 tahun)

“Insya Allah Islam.. iya sejak kecil sudah memeluk agama


Islam” (JADOO, 22 tahun)
74

“Katholik. Dari kecil lah” (AQK, 22 tahun)

“Katholik. Iya dari kecil” (FHP, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa seluruh

keluarga subjek penelitian sudah menjalankan fungsi keagamaan. Seluruh subjek

penelitian sudah diperkenalkan pada agama yang dianut sejak kecil.

5.6.1.2 Kegiatan Ibadah

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kegiatan Ibadah, didapatkan 2

jawaban yang berbeda dari subjek penelitian. Berikut data lebih rinci pada tabel

5.20.

Tabel 5.20 Kegiatan Ibadah

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Rajin ibadah 4
2 Tidak rajin ibadah 2
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.20 dan dari hasil penelitian, didapatkan bahwa 2 orang

subjek penelitian yang beragama Islam, dan 2 orang subjek penelitian yang

beragama Katholik tetap rutin menjalankan kegiatan ibadahnya. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan 4 orang subjek penelitian.

“Lancar kok , tetep 5 waktu. Bolong Cuma kadang-kadang


kalo sibuk banget” (DBR, 19 tahun)

“Masih rajin alhamdulillah, sholat, ngaji meskipun gak tiap


hari, dan ibadah2 lainnya” (JADOO, 22 tahun)

“Ya lancar lah. Rutin kok tiap minggu. Gak ada yang bolong”
(AQK, 22 tahun)

“Masih baik kok.. Tiap minggu juga masih rutin ke gereja”


(FHP, 23 tahun)
75

Hasil penelitian dengan informan 4, informan 5, informan 2 dan informan

6 membenarkan jawaban dari DBR, JADOO, AQK dan FHP

“Islam mbak. Lebih rajin daripada aku. Hahaha Cuma kalo


lagi sibuk, ato lagi keluar ya nggak sholat” (Informan 4, 21
tahun)

“Islam. Rajin kok sholatnya. Rajin ngaji. Beberapa kali aku


tau dia ngaji” (Informan 5, 23 tahun)

“Katholik. Ke gereja tiap minggu kok dia” (Informan 2, 23


tahun)

“Katholik. Rajin sih, ke gereja ga pernah bolong” (Informan


6, 22 tahun)

Sedangkan 2 orang subjek penelitian menyatakan bahwa kegiatan

ibadahnya selama ini tidak lancar, dengan alasan didikan keluarga dan adanya

kesibukan kegiatan kampus. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan

DNS dan TKM.

“Gak lancar sholatku. Gak 5 waktu. Soalnya didikan


keluarga. Dari kecil emang fokusnya di ngaji, bukan
sholatnya. Hafalan surat-surat gitu. Mama papa juga jarang
nyuruh sholat, temporary aja gitu kayak pas lebaran. Paling
biasanya disuruh sholat pas maghrib. Taun ini malah gak
pernah disuruh. Sering gak di rumah juga sih akunya” (DNS,
21 tahun)

“Gak lancar. Bolong bolong. Pernah gak sama sekali gara-


gara sibuk nugas, UKM” (TKM, 20 tahun)

Jawaban DNS dan TKM dibenarkan olah hasil penelitian dengan

informan 1 dan informan 4. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan DNS

dan TKM.
76

“Islam mbak. Tapi ga lancar. Jarang sholat. Soalnya juga


dia bukan anak yang di rumah terus kan.. sering pergi”
(Informan 1, 19 tahun)

“Islam. Sholatnya bolong. Soale sibuk UKM, sibuk kerjain


tugas juga,. Jadi ga rutin” (Informan 3, 21 tahun)

Hasil wawancara dengan narasumber psikolog memberikan informasi

mengenai kegiatan ibadah yang dilaksanakan dengan keputusan subjek penelitian

untuk menjadi gay.

“Masalah keputusan tidak ada hubungannya dengan


seberapa rajin dia menjalankan kegiatan ibadah. Dia tahu
itu salah. Tapi keputusannya ini kan untuk mencari
kepuasan afeksi, dan kadang dia menganggap bahwa
keputusannya bersifat temporary atau sementara” (AK,
M.Psi, 2014)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa subjek

penelitian yang tidak lancar dalam menjalankan kegiatan ibadahnya disebabkan

karena subjek penelitian sibuk dengan kegiatan perkuliahan dan kampus. Namun

ada subjek penelitian yang memang sejak kecil tidak dibiasakan untuk

melaksanakan kegiatan ibadah agamanya.

5.6.2 Fungsi Sosial Budaya

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi sosial budaya.

Fungsi sosial budaya berarti keluarga membina sosialisasi, membentuk norma

tingkah laku, dan meneruskan nilai budaya yang ada dalam keluarga. Dalam

penelitian ini, fungsi sosial budaya diteliti berdasarkan cara orang tua

memperlakukan dan mendidik subjek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian,

didapatkan hasil yang berbeda mengenai cara orang tua memperlakukan dan
77

mendidik subjek penelitian. Berikut data hasil penelitian lebih rinci pada tabel

5.21.

Tabel 5.21 Cara Orang Tua Memperlakukan Dan Mendidik

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Harus mematuhi peraturan dalam rumah 4
2 Harus mengalah terhadap saudara 1
3 Dimanja 1
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan hasil penelitian dan tabel 5.23 didapatkan bahwa sebagian

besar subjek penelitian yakni sebanyak 4 orang dididik dengan cara tegas, dan

harus mematuhi peraturan apapun yang ada dalam keluarga. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Dulu waktu kecil, waktu SD ya, disuruhnya kalo habis


maghrib harus masuk kamar belajar. Waktu SMP udah mulai
bebas. Terus dari SMP juga udah mulai gak betah di rumah,
gara-gara perhatian lebih ke adek. Jadinya dari SMP ekskul
seharian dari pagi sampe jam 5 sore” (DNS, 21 TAHUN)

“Keras. Terus aku ngerasa ortuku tuh kayak apa ya, ya keras
gitu. Kalo waktunya tidur siang ya harus tidur siang, dan itu
sampe SMA. Kalo mau kelompokan aja aku harus pulang dulu
ganti baju baru pergi. Iku ae wedhi wedhi” (TKM, 20
TAHUN)

“Lebih ke ngasih rambu, larangan jangan ini jangan itu. Kalo


main fisik ga pernah sama sekali” (DBR, 19 TAHUN)

“Orang tua pake sistem ketegasan, kalau salah yah salah


dapat hukuman, kalau bener gitu pasti dapat reward
meskipun gak besar tapi itu pasti menyenangkan dapat
pemberian.” (JADOO, 22 TAHUN)

Hasil penelitian dengan informan membenarkan jawaban dari 4 orang

subjek penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.


78

“ceritanya pas besar ini papa mamanya kayak lebih sayang


sama adek2nya gitu.. beberapa kali dimarahin juga. Anak
pertama sih ya, jadi mungkin dituntut lebih dewasa apa
gimana” (Informan 1, 19 tahun)

“dikerasin kayaknya.. ada aturan rumah yang harus


dipatuhi gitu” (Informan 3, 21 tahun)

“Papa barunya kayak sahabat mbak. Jadi deket.. terus enak


dia gak pernah dimarahin. Paling dikasih rules laaah..”
(Informan 4, 21 tahun)

“sewajarnya orang tua mbak. Kalo salah ya dimarahin pasti,


bahkan dihukum” (Informan 5, 23 tahun)

1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa dia sebagai laki-laki dididik

untuk harus terus mengalah pada kakak perempuannya. Berikut cuplikan kuotasi

hasil penelitian.

“Dididik buat ngalah terus sama mbak. Karena sifat e mbak


yang iri gitu. Kalo aku dibeliin apa, mbak iri. Pengen dibeliin
juga. Minta dimanja terus. Terus kebiasaan di keluargaku tuh,
aku nerima lungsuran dari mbak, kayak mainan gitu
kebanyakan punya mbak. Malah pernah sekali aku pake
celana panjangnya mbakku dulu pas kecil” (AQK, 22
TAHUN)

Jawaban AQK dibenarkan oleh hasil penelitian dengan informan 2.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“karna mbaknya pengen menangan, jadinya lbh ngalah


dianya.. apa-apa disuruh ngalah.” (Informan 2, 23 tahun)

1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa dirinya selalu dimanja, dan

segala permintaannya selalu diberikan oleh kedua orang tuanya. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian.

“baik sih.. dari dulu selalu manjain anaknya, apa yg anaknya


minta selalu di turutin..” (FHP, 23 TAHUN)
79

Jawaban FHP dibenarkan oleh jawaban informan 6 yang didapat dari hasil

penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“selalu di iya in sama ortunya. Dimanja. Mau ini itu


diturutin. Enak pokoke” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa seluruh

keluarga subjek penelitian sudah menjalankan fungsi sosial budaya keluarga

menurut BKKBN. Juga didapatkan informasi bahwa cara mendidik dari kedua

orang tua subjek penelitian adalah menerapkan aturan di dalam rumah dan

memanjakan subjek penelitian. Aturan yang diterapkan dalam rumah berbentuk

larangan, adanya hukuman dan reward bagi subjek penelitian, serta aturan untuk

mengalah terhadap saudara kandung.

5.6.3 Fungsi Cinta Kasih

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi cinta kasih.

Fungsi cinta kasih berarti keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, serta

perhatian diantara anggota keluarga. Dalam penelitian ini, fungsi cinta kasih

diteliti berdasarkan kasih sayang dan perhatian yang didapatkan oleh subjek

penelitian. Berdasarkan data hasil penelitian mengenai kasih sayang dan perhatian

yang didapatkan subjek penelitian, didapatkan 2 jawaban yang berbeda. Berikut

data lebih rinci pada tabel 5.22.

Tabel 5.22 Kasih Sayang dan Perhatian yang Didapatkan Subjek Penelitian

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Merasa cukup 3
2 Merasa tidak cukup 3
Sumber : Data Primer, 2014
80

Ada 3 orang subjek penelitian yang menyatakan bahwa mereka mendapat

kasih sayang dan perhatian yang cukup dari kedua orang tua. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Dapet kok. Adil juga sama kakak sama adek. Cuma kalo di
keluarga besar aku ngerasanya gak adil. Aku ngerasa paling
beda cara pandang, jadi gak ada temen buat ngobrol” (TKM,
20 tahun)

“Cukup sih. Mama nyeimbangin gitu. Karena mama ngerasa,


aku Cuma diopeni sama mama” (DBR, 19 tahun)

“Cukup banget untuk ukuran 8 anak, dari kecil udah dilatih


sabar, neriman, berbagi, yah wes pokoknya kasih sayang
cukuplah, yah kan orang tuaku bukan pekerja pabrik jadi
sangat amat banyak waktu buat bersama anak2 tercintanya..”
(JADOO, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 3, informan 4 dan informan 6

membenarkan jawaban dari TKM, DBR dan JADOO. Berikut cuplikan kuotasi

hasil penelitian.

“iya mbak” (Informan 3, 21 tahun)

“Kalo menurutku sih Cukup kok mbak. Mama papanya


kliatan kalo sayang banget sama dia” (Informan 4, 21
tahun)

“iya mbak… cukup lah.. ” (Informan 5, 23 tahun)

Ada 3 orang subjek penelitian yang menyatakan bahwa dirinya tidak

mendapat kasih sayang yang cukup karena beberapa alasan, antara lain : orang tua

lebih sayang pada adik atau kakak dan orang tua terlalu sibuk bekerja. Berikut

cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Nggak. Karna ya orang baru itu, si papa, perhatiannya


pecah ke adik-adikku. Terus mama juga jadi ikut-ikutan papa.
Mungkin karena secara ekonomi mama gak ada kuasa. Papa
yang dulu juga gak pernah hubungin” (DNS, 21 tahun)
81

“Nggak. Ya soalnya mesti disuruh ngalah sama mbakku.


mbakku itu orang e irian gitu lho. Jadi aku terus yang disuruh
ngalah”
(AQK, 22 tahun)

“Jujur aja sih nggak. Ya soalnya mereka sibuk kerja dari pagi
sampe malam” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan DNS, AQK, dan FHP dibenarkan oleh informan

1, 2 dan 6. Informan melihat kurangnya perhatian yang diterima oleh 3 orang

subjek penelitian tersebut. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“mmm.. kurang kayake mbak.. soalnya dia di luar terus


gitu.. apalagi di rumah ada adiknya..” (Informan 1, 19
tahun)

“bisa iya bisa nggak. Soale ya karna itu tadi, apa apa
mbaknya.. kalo disuruh ngalah terus kan jadi ngerasa
tersisih” (Informan 2, 23 tahun)

“Nggak kayaknya. Ortunya kliatannya orang yang sibuk


kerja” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keluarga dari

subjek penelitian TKM, DBR dan JADOO sudah melaksanakan fungsi cinta kasih

menurut BKKBN. Subjek penelitian merasa bahwa kasih sayang dan perhatian

yang diberikan oleh kedua orang tua sudah cukup. Meskipun subjek penelitian

memiliki kakak atau adik yang tinggal serumah dengannya. Sedangkan keluarga

dari subjek penelitian DNS, AQK, dan FHP tidak melaksanakan fungsi cinta kasih

menurut BKKBN dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya saudara seperti

adik atau kakak yang mendapat perhatian lebih dari orang tua. Kurangnya kasih

sayang dan perhatian yang dirasakan subjek penelitian juga disebabkan oleh

kesibukan orang tua subjek penelitian untuk bekerja.


82

5.6.4 Fungsi Melindungi

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi melindungi.

Fungsi melindungi berarti keluarga memberikan perlindungan dan memberikan

rasa aman dari tindakan yang tidak baik. Berdasarkan data hasil penelitian

mengenai perlindungan dari orang tua ketika subjek penelitian mendapat tindakan

tidak baik, didapatkan jawaban yang sama dari seluruh subjek penelitian. Berikut

cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Waktu SD sih iya. Jadi aku pernah diilokno gitu, diumpetin


barangku. Terus mama datengin anaknya ke sekolah. Waktu
SMP rambutku dipetal, guruku dimarahin mama” (DNS, 21
tahun)

“Iya sih.. dilindungi gitu.. Cuma ya gak sampe marah marah”


(AQK, 22 tahun)

“Dilindungi. Dulu di SMP, aku sempet ditunjuk jadi ketua


kelas, tapi gak mau. Ayah pergi nemui wali kelas. Pas SD
juga dibully. Ibu ngomel-ngomel, ngomong “koncomu lapo
seh kok bla bla bla”, tapi gak action ke sananya” (TKM, 20
tahun)

“Iya. Kayak waktu dilecehin itu, papa mau nonjokin orang


itu. Tapi sama mama gak boleh. Soalnya gak ada bukti apa-
apa” (DBR, 19 tahun)

“Ya pastilah pas ada masalah apa gitu pasti orang tua belain
kalau emang akunya benar, kalau memang akunya yang salah
yah pasti dilindungi dari orang2 Cuma ntar di rumah
dimarahin sendiri, dibilangin gak boleh ini itu” (JADOO, 22
tahun)

“Iya.. pasti dibelain kok..” (FHP, 23 TAHUN)

Hasil penelitian dengan seluruh informan membenarkan jawaban dari

seluruh subjek penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“iya kalo ini. Pasti lah..” (Informan 1, 19 tahun)


83

“kalo itu haruse iya.” (Informan 2, 23 tahun)

“iya.. pasti dilindungi” (Informan 3, 21 tahun)

“iya mbak. Dia pernah cerita, kalo ga salah pernah


dilecehin orang gitu, terus papanya yang sekarang ini mau
nonjokin orang itu apa mau nglabrak aku lupa. Kan berarti
dilindungin tuh” (Informan 4, 21 tahun)

“iya. Kalo dia bener ya dibelain” (Informan 5, 23 tahun)

“iya” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keluarga dari

seluruh subjek penelitian sudah melaksanakan fungsi melindungi menurut

BKKBN. Seluruh subjek penelitian menyatakan bahwa mereka merasa

dilindungi saat mendapat tindakan yang tidak baik dari lingkungan saat mereka

tidak berada di rumah.

5.6.5 Fungsi Reproduksi

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi reproduksi.

Fungsi reproduksi berarti keluarga meneruskan keturunan, memelihara dan

membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga. Dalam penelitian

ini, fungsi reproduksi diteliti berdasarkan pihak lain yang ikut mengasuh dan

anggota keluarga yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama subjek

penelitian.

5.6.5.1 Pihak Lain Yang Ikut Mengasuh

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pihak selain orang tua yang ikut

mengasuh, didapatkan 3 jawaban yang berbeda. Berikut data lebih rinci pada tabel

5.23.

Tabel 5.23 Pihak Lain Yang Ikut Mengasuh


84

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Keluarga 3
2 Non-keluarga (tetangga, pembantu) 2
3 Tidak ada 1
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan hasil penelitian dan tabel 5.27, 3 orang subjek penelitian

menyatakan bahwa ada pihak lain dari keluarga seperti kakek, nenek atau saudara

yang ikut ambil bagian dalam mengasuh mereka sejak kecil. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Kakek nenek. Tapi sekarang udah gak ada. Kakek


meninggal taun 2000, nenek 2012. Dari kecil pas TK B,
dimanjain banget. Sering dibeliin mainan cowok + mainan
cewek” (DNS, 21 tahun)

“Dari pas perceraian sampe nemu papa baru, eyang ikutang


ngurus. Tapi setelah itu eyang kakung meninggal dulu. Terus
eyang putri sudah makin tua” (DBR, 19 tahun)

“Kakak kandung pertama, hampir 1 tahun pertama aku hidup


sama soalnya kakakku habis nikah belum dikaruniai anak
sampe bebrapa bulan baru hamil, yah karena pengen punya
anak akhirnya aku diasuh hampir setahun, tapi yah gak
dipisahkan dari orang tua wong itu kakak kandungku sendiri”
(JADOO, 22 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1, informan 4 dan informan 5

membenarkan jawaban dari DNS, DBR, dan JADOO tentang anggota keluarga

yang ikut mengasuh mereka sejak kecil. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“kalo dari kecil gak tau mbak.. kalo gak salah ya kakek
neneknya. Dulu dia sempet cerita” (Informan 1, 19 tahun)

“pas masih kuecil, pokoknya pas awal mama papanya cerai,


dia cerita kalo ada kakek neneknya” (Informan 4, 21 tahun)

“gak ada setauku. Paling kakaknya. Maklum dia kan paling


kecil” (Informan 5, 23 tahun)
85

Sedangkan dari hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian menyatakan

bahwa ada pihak selain keluarga seperti pembantu dan tetangga yang ikut

mengasuh mereka saat masih kecil. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian

dengan subjek penelitian.

“Ada tetanggaku yang mesti dititipi aku. Cuma itu sih yang
ikut ngurusi aku” (AQK, 22 tahun)

“Ada orang lain, tapi bukan keluarga. Ya pembantu yang ikut


ngasuh” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 2, dan informan 6 membenarkan

jawaban dari AQK dan FHP, yang menyatakan bahwa yang ikut mengasuh

mereka sejak kecil adalah bukan anggota keluarga. Berikut cuplikan kuotasi hasil

penelitian.

“tetangga apa ya? Lupa. Ada yang mesti dititipin dia kok
waktu kecil. Kan ortunya kerja” (Informan 2, 23 tahun)

“Pembantu mungkin. Dia anak tunggal, di rumah ya Cuma


sama pembantu.” (Informan 6, 22 tahun)
Berdasarkan hasil penelitian, 1 orang subjek penelitian

menyatakan tidak ada pihak lain yang ikut mengasuh.

“Cuma ortu. Dulu ada nenek tinggal serumah, tapi gak ikut-
ikut” (TKM, 20 tahun)

Jawaban TKM dibenarkan oleh hasil penelitian dengan informan 3.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“setauku gak ada mbak..” (Informan 3, 21 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa keluarga

subjek penelitian sudah menjalankan fungsi reproduksi menurut BKKBN.

Namun, 4 keluarga melibatkan pihak lain untuk mengasuh subjek penelitiaan.


86

Ada 2 pihak yang ikut mengasuh subjek penelitian. 2 pihak ini berasal dari

keluarga dan non-keluarga. Pihak keluarga yang ikut mengasuh antara lain kakek,

nenek dan saudara. Sedangkan pihak non-keluarga yang ikut mengasuh subjek

penelitian adalah tetangga dan pembantu. Alasan pihak non-keluarga ikut

mengasuh, karena kedua orang tua subjek penelitian sibuk bekerja, dan tidak ada

lagi anggota keluarga yang bisa mengasuh subjek penelitian.

5.6.5.2 Anggota Keluarga Yang Lebih Banyak Menghabiskan Waktu

Bersama

Berdasarkan data hasil penelitian, mengenai anggota keluarga yang lebih

banyak menghabiskan waktu bersama, didapatkan 3 jawaban yang berbeda.

Berikut data lebih rinci pada tabel 5.24.

Tabel 5.24 Anggota Keluarga Yang Lebih Banyak Menghabiskan Waktu


Bersama

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Ibu 4
2 Ayah 1
3 Tidak ada (lebih banyak dengan orang lain) 1
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.24 dan data hasil penelitian, 4 orang subjek penelitian

menyatakan lebih dekat dan banyak menghabiskan waktu dengan sosok ibu, 1

orang subjek penelitian dengan ayah, dan 1 orang subjek penelitian yang lain

dengan pembantu di rumah. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan

subjek penelitian.

“Mama. Sering jalan bareng. Sebelum adek-adekku masuk


SD akhir, sering berdua. Papa sibuk kerja, jadinya ya sama
mama terus” (DNS, 21 tahun)
87

“Mama. Soalnya emang lebih deketnya sama mama. Kalo


papa deketnya sama mbak” (AQK, 22 tahun)

“Ibu. Soalnya ibu lebih banyak di rumah” (TKM, 20 tahun)

“Mama. Ya itu tadi, mama nyeimbangin papa”


(DBR, 19 tahun)

“Sama sih, kalau diluar yah teman kalau di rumah yah


keluarga, tapi kalo lebih deket sama sapa ya sama bapak.”
(JADOO, 22 tahun)

“Pembantu,karena dia yg selalu ada di rumah dan selalu


membantu” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan seluruh informan membenarkan jawaban dari

seluruh subjek penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“kayak e mama mbak.. banyak tuh foto2nya pergi bareng


mamanya” (Informan 1, 19 tahun)

“setauku dia deket sama mama” (Informan 2, 23 tahun)

“ibunya lebih banyak di rumah sih, soalnya ga kerja. Jadi


ya banyak sama ibunya” (Informan 3, 21 tahun)

“mamanya mbak” (Informan 4, 21 tahun)


“ayahnya” (Informan 5, 23 tahun)

“keluarga?? Kalo ortunya parti sibuk. Jadi ya ga sama ortu


yang jelas” (Informan 6, 22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa keluarga 5

orang subjek penelitian sudah melaksanakan fungsi reproduksi menurut BKKBN.

Anggota keluarga yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan subjek

penelitian adalah ibu. Hal ini disebabkan karena ibu lebih memiliki banyak waktu

di rumah dibandingkan dengan ayah. Ada subjek penelitian yang juga

menghabiskan waktu lebih banyak dengan ayah, karena ayahnya sudah tidak

bekerja. Didapatkan informasi juga bahwa 1 keluarga subjek penelitian yaitu FHP
88

belum melaksanakan fungsi reproduksi menurut BKKBN. Hal ini disebabkan

subjek penelitian lebih banyak menghabiskan waktu dengan pembantu, karena

orang tuanya tinggal di kota yang berbeda.

5.6.6 Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi sosialisasi dan

pendidikan. Fungsi sosialisasi dan pendidikan berarti keluarga mendidik subjek

penelitian sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan dan

mempersiapkan menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam penelitian ini,

fungsi sosialisasi dan pendidikan diteliti berdasarkan cara orang tua mendidik

subjek penelitian dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Berdasarkan data hasil

penelitian mengenai cara mendidik dalam bersosialisasi dengan masyarakat

didapatkan 2 jawaban yang berbeda. Berikut data hasil penelitian lebih rinci pada

tabel 5.25.

Tabel 5.25 Cara Mendidik Dalam Bersosialisasi Dengan Masyarakat

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Harus bersikap ramah dan sopan 5
2 Acuh tak acuh pada tetangga 1
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan hasil penelitian dan tabel 5.25 didapatkan informasi bahwa 5

orang subjek penelitian menyatakan bahwa mereka dididik untuk bersikap ramah

dan sopan pada tetangga di sekitar tempat tinggal mereka, dan hanya 1 subjek

penelitian yang menyatakan bahwa keluarganya bersikap acuh tak acuh pada

tetangga. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Pokoknya disuruh ramah ke semua orang, baik ke semua


orang. Tapi tetep pilih-pilih temen yang baik dan bener.
89

Pokoknya ya ramah lah walaupun nggak suka” (DNS, 21


tahun)

“Harus sopan sama yang lebih tua juga” (AQK, 22 tahun)

“Ya kalo ketemu tetangga harus nyapa, bilang “monggo”.


Harus sopan juga apalagi sama yang lebih tua” (TKM, 20
tahun)

“Hormat dan sopan sama yang tua-tua,. Kalo sama yang


sepantaran ato muda-muda nyapa” (DBR, 19 tahun)

“Aku paling ditentang sebenarnya kalu liburan cuma diem


aja di rumah, pasti di suruh maen daripada Cuma di rumah
nonton tivi, tapi karena teman sebaya di sekitar rumah itu
pada perokok sama pemabuk semua jadi males, paling maen
yah pas maen bola minggu pagi bentar atau pas sore itupas
lagi libur. Orang tua dulu pas aku masih SMP-SMA itu jarang
ngebolehin pergi jauh2 misal rekreasi ke jogja atau ke bali
kalau gak ada tujuan yang bener2 bermanfaat kalau Cuma
liburan katanya nunggu pas dewasa ntar lak bisa maen
sendiri, untuk pergaulan sama teman gak pernah ngekang
Cuma 1 pesannya gak boleh aneh2” (JADOO, 22 tahun)

“karena kita dulu tinggal di komplek perumahan jadi yaa


cuek sih sama tetangga,boro boro nyapa tau nama tetangga
kita sapa aja enggak.. hahaha” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan seluruh informan membenarkan jawaban dari

seluruh subjek penelitian. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“kayaknya sih diajarin supaya ramah sama semua orang mau


yang muda atau yang tua. Kliatan kok dari sikapnya selama
ini” (Informan 1, 19 tahun)

“sopan, ramah.. ya standar lah” (Informan 2, 23 tahun)

“Harus sopan sama tetangga apalagi yang lebih tua”


(Informan 3, 21 tahun)

“Sopan sama yang lbh tua.. ramah lah intinya sama yang
lain” (Informan 4, 21 tahun)

“hmm.. bebas sih kalo sama temen, maksudnya terserah mau


90

temenan sama siapa, Cuma ya bertanggungjawab. Istilahnya


milih pergaulan yang ‘nggenah’” (Informan 5, 23 tahun)

“setauku, rumahnya dulu di daerah perumahan yang identik


dengan sikap cuek sama tetangga. Paling ya nyapa aja. Itu
juga kalo kenal. Kalo sama temen kayaknya gak ada batasan
apapun harus temenan sama siapa ato gimana” (Informan 6,
22 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa keluarga

subjek penelitian DNS, AQK, TKM, DBR dan JADOO sudah melaksanakan

fungsi sosialisasi dan pendidikan menurut BKKBN. Cara bersosialisasi dalam

masyarakat yang diajarkan oleh kedua orang tua 5 subjek penelitian tersebut

adalah bersikap ramah pada semua orang, sopan pada seseorang yang lebih tua,

dan memilih pergaulan yang baik. Berdasarkan hasil penelitian juga didapatkan

informasi bahwa keluarga subjek penelitian FHP dinilai belum melaksanakan

fungsi sosialisasi dan pendidikan menurut BKKBN. Hal ini dikarenakan subjek

penelitian FHP bertempat tinggal di wilayah perumahan, hal ini tidak dilakukan

karena kurangnya sosialisasi dengan tetangga sekitar rumah.

5.6.7 Fungsi Ekonomi

Menurut BKKBN, salah satu fungsi keluarga adalah fungsi ekonomi.

Fungsi ekonomi berarti keluarga berusaha memenuhi kebutuhan secara ekonomi,

mengatur keuangan untuk saat ini dan masa datang. Dalam penelitian ini, fungsi

ekonomi diteliti berdasarkan status pekerjaan orang tua dan penggolongan kondisi

finansial keluarga. Berdasarkan hasil penelitian mengenai status pekerjaan orang

tua didapatkan 3 jawaban berbeda dari subjek penelitian. Berikut data lebih rinci

pada tabel 5.26.


91

Tabel 5.26 Status Pekerjaan Orang Tua

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Kedua orang tua bekerja 3
2 Hanya ayah yang bekerja 2
3 Kedua orang tua tidak bekerja 1
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.26 mengenai status pekerjaan orang tua menunjukkan bahwa kedua

orang tua dari 3 subjek penelitian bekerja, 2 subjek penelitian hanya ayahnya yang

bekerja, dan 1 orang subjek penelitian kedua orang tuanya tidak bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penggolongan kondisi finansial

keluarga didapatkan 3 jawaban berbeda dari subjek penelitian. Berikut data lebih

rinci pada tabel 5.27.

Tabel 5.27 Penggolongan Kondisi Finansial Keluarga

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Menengah ke atas 3
2 Menengah 2
3 Menengah ke bawah 1
Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 5.27 mengenai penggolongan kondisi finansial keluarga menunjukkan

bahwa 3 orang subjek penelitian berada pada kondisi ekonomi menengah ke atas,

2 orang subjek penelitian berada pada kondisi finansial menengah, dan 1 orang

subjek penelitian berada pada kondisi finansial menengah ke bawah.

2 orang subjek penelitian menggolongkan kondisi ekonomi keluarganya

adalah menengah ke atas, sedangkan 1 orang subjek penelitian menggolongkan

kondisi ekonomi keluarganya adalah menengah. Berikut cuplikan kuotasi hasil

penelitian dengan subjek penelitian.


92

“Iya, kerja dua-duanya. Menengah ke atas mbak” (DBR, 19


tahun)

“Iya,menengah ke atas” (FHP, 23 tahun)

“Iya. Menengah aja sih. Pas butuh pas onok hahaha..” (AQK,
22 tahun)

Jawaban DBR, FHP dan AQK dibenarkan oleh hasil penelitian dengan

informan 4, informan 6 dan informan 2. Berikut cuplikan kuotasi hasil

wawancara.

“menengah… nggggg menengah ke atas lah mbak” (Informan


4, 21 tahun)

“Menengah ke atas” (Informan 6, 22 tahun)

“Menengah..” (Informan 2, 23 tahun)

Berdasarkan hasil penelitian, 2 orang subjek penelitian menyatakan hanya

salah satu dari orang tuanya yang bekerja. 1 orang subjek penelitian berada pada

kondisi ekonomi menengah ke atas, dan 1 orang subjek penelitian berada pada

kondisi ekonomi menengah. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Nggak. Cuma papa aja yang kerja, mama Ibu Rumah


Tangga. Yaa, menengah ke atas mbak” (DNS, 21 tahun)

“Nggak. Cuma ayah aja yang kerja. Menengah mbak” (TKM,


20 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1 dan informan 3 membenarkan

jawaban dari DNS dan TKM. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“menengah ke atas. Papanya orang BUMN gitu setauku”


(Informan 1, 19 tahun)

“Menengah sih” (Informan 3, 21 tahun)


93

Sedangkan 1 orang subjek penelitian menyatakan bahwa kedua orang

tuanya sudah tidak bekerja, dan kondisi ekonomi keluarganya adalah menengah

ke bawah

“sekarang sih udah gak, maklumlah udah usia lanjut,


keluarga termasuk ekonomi menengah ke bawah” (JADOO,
22 TAHUN)

Hasil penelitian dengan subjek penelitian 5 membenarkan jawaban

JADOO terkait kondisi finansial keluarganya.

“wah ini.. menengah ke bawah kalo tak liat” (Informan 5,


2014)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapakan informasi bahwa status

pekerjaan orang tua responden terbagi menjadi 3, yaitu kedua orang tua subjek

penelitian bekerja, hanya ayah yang bekerja, dan kedua orang tua responden tidak

bekerja. Selain itu juga didapatkan informasi mengenai kondisi ekonomi subjek

penelitian, dan kondisi ekonomi subjek penelitian terbagi menjadi 3 kategori yaitu

menengah ke atas, menengah, dan menengah ke bawah. Selain itu didapatkan

informasi bahwa keluarga subjek penelitian sudah melaksanakan fungsi ekonomi

dalam keluarga menurut BKKBN.

5.6.8 Latar Belakang Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan 2 jawaban berbeda mengenai

latar belakang kondisi keluarga subjek penelitian. Berikut data hasil penelitian

lebih rinci pada tabel 5.28

Tabel 5.28 Latar Belakang Keluarga

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Keluarga Harmonis 3
94

2 Keluarga broken home 3


Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan hasil penelitian, 3 orang subjek penelitian masih memiliki

keluarga yang utuh, dan memiliki kakak atau adik. Seorang subjek penelitian

mengeluhkan bahwa saat kecil, orang tuanya sedikit mengabaikannya karena

urusan pekerjaan. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan TKM, JADOO

dan AQK.

“Aku punya 1 kakak 1 adek. Ortu sama-sama dari Gresik.


Ayah PNS, Ibu Cuma ibu rumah tangga. Kakak kerja sambil
kuliah. Semua masih serumah sekarang, awet, Alhamdulillah”
(TKM, 20 tahun)

“keluargaku itu keluarga yang bisa dianggap keras,


maklumlah keturunan belanda-madura, tapi entah kenapa
keluargaku gak kebagian gen wajah dan postur belanda.
hampir seluruh keluarga kalau ngomong yah gitu dengan
nada tinggi meskipun sebenarnya gak marah keliatan nyolot.
Dari kecil alhamdulillah hidup dengan baik bersama keluarga
meskipun sesekali ada pertengkaran, yah maklumlah keluarga
besar, 8 bersaudara yah pasti pertengkaran itu sering terjadi.
Aku anak terakhir dari 8 bersaudara. Dari kecil aku pendiem
sih, gak banyak gaul sama temen2 di sekitar tmpat tinggal,
bukan gak banyak juga sih Cuma lebih sering menghabiskan
waktu dengan teman2 yang dari desa lain ( soalnya sekolahku
mesti jauh2, pas SD depan rumah ada SD tapi malah sekolah
MI di dusun lain, pas SMP deket rumah ada SMP malah
sekolah di SMP lain yang jaraknya beberapa desa dari
rumah, pas SMA apalagi malah ke kota jaraknya 14 Kman
dari rumah, pas kuliah tambah gak sering pulang jadi yah
jarang gaul sama teman2 sekitar rumah)” (JADOO, 22 tahun)

“Papa mamaku kerja jadi guru SD dari aku kecil sampe


sekarang. Waktu kecil sempet gak diurus gitu lho. Saking
sibuk e, dititipin gitu. Aku punya kakak cewek 1” (AQK, 22
tahun)
95

Hasil penelitian dengan informan 3, informan 5 dan informan 2

membenarkan jawaban dari TKM, JADOO dan AQK. Berikut cuplikan kuotasi

hasil penelitian.

“anak tengah setauku, bertiga. Keluarganya harmonis sih.


Papanya kerja jadi PNS, mamanya ibu rumah tangga”
(Informan 3, 21 tahun)

“dia anak terakhir mbak, dari 8 bersaudara kalo ga salah.


Ortunya gak kerja setauku. Sudah sepuh soalnya” (Informan
5, 23 tahun)

“orang tuanya guru, dia punya kakak cewek. Setauku,, mbak


nya itu menangan lah istilah e.. minta dipentingin. Dia
ngalah terus kayake.. kodrat adik” (Informan 2, 23 tahun)

3 orang subjek penelitian berasal dari keluarga yang broken home, 2

diantaranya sudah memiliki orang tua baru yang lengkap dan memiliki adik.

Sedangkan 1 orang subjek penelitian merupakan anak tunggal dan saat ini hidup

terpisah dari kedua orang tuanya yang sudah bercerai. Berikut cuplikan kuotasi

hasil penelitian dengan DNS, DBR, dan FHP.

“Adik 1, mama 1, ayah kandung 1, ayah tiri 1. TK nol besar


mama nikah sama papa baru. Sampe SMA aku masih kontak
sama papa kandung. Papa kandung waktu itu bayarin semua
kebutuhan sekolah, mama kebutuhan sehari-hari. Tapi ada
masalah, jadinya ga kontak blas sekarang. Kalo papa baru
enak, nganggepnya kayak sahabat gitu” (DBR, 19 tahun)

“papa kerja di salah satu BUMN dari aku kecil, mama Ibu
rumah tangga. Adekku 2 cowok cewek, SMP semua. Dulu aku
tinggalnya di Malang sampe TK A kalo gak salah. Setelah itu,
pas aku umur 3 tahun, papa sama mama pisah. Kayaknya sih
gara-gara kondisi ekonomi. Akhirnya mama nikah sama yang
sekarang. Pas kecil aku dimanjain banget sama papa yang
sekarang. Cuma pas dari SD ke SMP, perhatiannya papa
lebih ke adek yang udah gede. Kalo papa yang kandung susah
banget ditemuin sampe sekarang, terakhir ketemu tengah
SMP. Sejak itu jadi gak bisa ditelpon, mau ngelacak ke
96

keluarga juga udah males. Beliaunya juga udah punya anak


dari istri yang baru” (DNS, 21 tahun)

“gue anak tunggal.. Ortu cerai sejak gue kelas 2 SMA,


mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Gue sekarang stay
sama pembantu gue di surabaya kan papa di jakarta mama di
bandung,paling komunikasi kalo lagi ada butuhnya aja gue.”
(FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1, informan 4 dan informan 6

membenarkan jawaban dari DNS, DBR dan FHP tentang kondisi keluarga

mereka yang pernah merasakan perceraian dari kedua orang tua. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian.

“Hampir mirip kayak aku keluarganya. Mamanya pernah


cerai.. terus sekarang dia punya adik juga. Papa
kandungnya setauku gak kontak, terakhir SMA.” (Informan
4, 21 tahun)

“Punya 2 adek, mama ga kerja, Cuma papa aja. Terus


setauku dulu mamanya pernah cerai, jadi ini bukan papa
kandung. Adek2nya ini anak dari papa yang sekarang.”
(Informan 1, 19 tahun)

“dia broken home. Papa mamanya cerai pas SMA kalo ga


salah. Trus skarang sendirian di Surabaya” (Informan 6, 22
tahun)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan informasi bahwa 3 orang subjek

penelitan memiliki latar belakang keluarga yang broken home dan 3 subjek

penelitian tidak.

5.6.9 Kekecewaan Pada Keluarga

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai kekecewaan yang dirasakan

pada keluarga, didapatkan 3 jawaban yang berbeda. Berikut data lebih rinci pada

tabel 5.29
97

Tabel 5.29 Kekecewaan Pada Keluarga

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Pernah (kurang mendapat perhatian) 3
2 Pernah (alasan pendidikan) 1
3 Tidak pernah 2
Sumber : Data Primer, 2014

Berdasarkan tabel 5.29 dan data hasil penelitian, 4 orang subjek penelitian

pernah merasa kecewa dengan keluarga, terutama orang tua karena kurangnya

perhatian yang diberikan. Namun ada 1 subjek penelitian yang menyatakan pernah

kecewa dengan alasan pendidikan. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian

dengan subjek penelitian.

“Pernah sih. Ya aku ngerasa gak dapet perhatian. Lebih


sayang gitu kayaknya sama adek-adek. Tapi ya masih
mending aku punya papa yang sekarang, daripada papa
kandung” (DNS, 21 tahun)

“Iya. Soalnya mbak lebih diutamain. Aku sih lebih milih


diam, banyak ngalahnya. Mbakku itu pengen diutamain
terus gitu lho. Ya karna iriannya itu tadi. Lek gak papa
mamaku diem ato nuruti dia bakal ngeles terus, bakal comel
terus.” (AQK, 22 tahun)

“2 kali, pas gak didaftarin ke SMP deket rumah sama gak


boleh ikutan daftar tes SMA Negeri” (JADOO, 22 tahun)

“Iya,,,ya itu tadi. Mereka gak ada waktu buat aku karena
sibuk sama kerjaanya. Trus perceraian mereka itu nyakitin
banget.” (FHP, 23 tahun)

Hasil penelitian dengan informan 1, 2, 5, dan 6 membenarkan jawaban

dari DNS, AQK, JADOO dan FHP. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“Pernah, ya ini. Ngerasa ga diperhatiin.. lebih ke adik-


adiknya. Jadi dia ngerasa gak adil” (Informan 1, 19 tahun)

“mungkin iya karena lebih ngutamain mbak” (Informan 2,


23 tahun)
98

“kayaknya sih nggak mbak.. Cuma dia sempet gak keturutan


masalah sekolah.. pengen sekolah dimana tapi ga bisa”
(Informan 5, 23 tahun)

“iya. Ya perceraian ortunya. Anak mana sih yang gak


kecewa kalo ortunya pisah? Apalagi pas itu dia udah gede.
udah ngerti” (Informan 6, 22 tahun)

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian, 2 subjek penelitian lain mengaku

tidak pernah merasa kecewa dengan anggota keluarganya terutama orang tua.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian dengan TKM dan DBR.

“Gak pernah kok” (TKM, 20 tahun)

“Gak pernah. Tapi aku gak suka ribetnya” (DBR, 19 tahun).

Hasil penelitian dengan informan 3 dan informan 4 membenarkan

jawaban dari TKM dan DBR. Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“gak pernah” (Informan 3, 21 tahun)

“nggak mbak” (Informan 4, 21 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa sebagian

besar subjek penelitian merasa kecewa terhadap orang tua. Hal ini disebabkan 2

alasan yaitu kurangnya kasih sayang yang diterima oleh subjek penelitian, dan

alasan pendidikan. Kurangnya kasih sayang yang diterima disebabkan oleh

adanya saudara kandung (kakak atau adik) yang serumah, dan kesibukan orang

tua bekerja. Kekecewaan dengan alasan pendidikan, karena subjek penelitian tidak

dapat menempuh pendidikan di sekolah yang diinginkan.


99

5.6.10 Pengaruh Kondisi Keluarga Terhadap Keputusan Menjadi Gay

Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengaruh kondisi keluarga

terhadap keputusan menjadi gay, didapatkan 2 jawaban yang berbeda. Berikut

data lebih rinci pada tabel 5.30.

Tabel 5.30 Pengaruh Kondisi Keluarga Terhadap Keputusan Menjadi Gay

N Jawaban Jumlah Subjek


o Penelitian
1 Ya 3
2 Tidak 3
Sumber : Data Primer, 2014

Ada 3 orang subjek penelitian yang menyatakan bahwa kondisi keluarga

mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat mereka memutuskan menjadi

seorang gay, dan 3 orang subjek penelitian yang lain menyatakan kondisi keluarga

tidak membuat mereka memutuskan menjadi seorang gay. Berikut cuplikan

kuotasi hasil penelitian dengan subjek penelitian.

“Bisa jadi sih. Istilahnya aku ni kayak mencari perhatian


yang benar dari laki-laki. Soalnya gak dapet dari papa.”
(DNS, 21 tahun)

“Bisa jadi. Soalnya ada dominasi dalam keluarga gitu.


Dominasi dari mama yang lebih deket ke aku.” (AQK, 22
tahun)

“Iyaaa,,no 4” (FHP, 23 tahun)

“Nggak” (TKM, 20 tahun)

“Gak ada pengaruhnya” (DBR, 19 tahun)

“Sebenernya gak ada hubungannya sama keluarga kalau


dari pandanganku sendiri, aku milih jadi homo yah karena
gatahu suka aja kalau liat cowok, apalagi setelah ngerasain
pacaran pertama yah itu mulai lebih mengeksplor diri”
(JADOO, 22 tahun)
100

Hasil penelitian dengan seluruh informan membenarkan jawaban dari

seluruh subjek penelitian. Bahwa masalah keluarga menjadi faktor yang mungkin

mempengaruhi keputusan DNS, AQK dan FHP untuk menjadi seorang gay.

Bukan karena masalah finansial, tapi kurangnya perhatian yang dirasakan oleh 3

orang subjek penelitian tersebut. Bagi TKM, DBR dan JADOO, keluarga tidak

ada hubungannya dengan keputusan mereka saat ini untuk menjadi seorang gay.

Berikut cuplikan kuotasi hasil penelitian.

“kalo dari masalah duit ndak, tapi mungkin perhatian iya.


Dia ini merindukan sosok papa gitu kayaknya.. mencari
perhatian di luar jadinya” (Informan 1, 19 tahun)

“bisa jadi kedekatan sama mamanya mempengaruhi.. tapi


gatau seberapa besar..” (Informan 2, 23 tahun)

“Mungkin iya. Karena ortunya cerai, dia gak diperhatiin


juga” (Informan 6, 22 tahun)

“nggak” (Informan 3, 21 tahun)

“Harusnya nggak mbak” (Informan 4, 21 tahun)

“nggak mbak” (Informan 5, 23 tahun)

Berdasarkan data hasil penelitian, didapatkan informasi bahwa masalah

keluarga bisa menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan subjek penelitian

untuk menjadi seorang gay. Kurangnya kasih sayang dan perhatian serta adanya

dominasi seorang ibu dalam pengasuhan, dinilai memberi pengaruh besar

terhadap keputusan subjek penelitian untuk menjadi seorang gay.

Anda mungkin juga menyukai