Anda di halaman 1dari 32

GANGGUAN BERBAHASA

JENIS PSIKOGENIK LATAH :


STUDI KASUS DI DESA TROPODO
KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO
Kelompok 3
Ika Putri Damayanti 17020774001
Selly Nandya Anissa Tantri 17020774009
Teavani Nelta Putri 17020774013
Parwathi Dewi Abidzar 17020774015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia Yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Manusia yang memiliki fungsi otak dan alat
bicara yang normal, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, bagi mereka yang memiliki kelainan
fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan atau terganggu dalam berbahasa. Gangguan
berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena itu, gangguan
berbicara ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Yaitu gangguan mekanisme berbicara,
gangguan akibat multifaktorial, dan gangguan psikogenik.Psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang
tidak diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik, tekanan atau stress emosial.
Tentunya gannguan berbicara ini bisa sangat mengganggu bagi penderita maupun bagi lawan bicara,
sehingga komunikasi berjalan kurang baik.
Kelompok penyaji kali ini memilih artikel berjudul "GANGGUAN BERBAHASA JENIS PSIKOGENIK
LATAH: STUDI KASUS DI DESA TROPODO KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO" Karya Novia
Putri Fatmawati dan Dr. Mintowati M. Pd.. dengan pemilihan artikel tersebut diharapkan dapat lebih
memahami bentuk tuturan dari penderita gangguan psikogenik latah, letak pengulangan pada tuturan
penderita psikogenik latah dan faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya latah.
Metode Penelitian
Pendekatan dan Jenis Penelitian Sumber Data dan Data

Jenis penelitian ini merupakan penelitian


kualitatif, merupakan prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa
Sumber data yang digunakan dalam
lisan dan perilaku yang diamati. Peneliti
penelitian ini adalah penduduk desa
bertindak sebagai pengidentifikasi masalah,
Tropodo kecamatan Waru kabupaten
pemecah masalah beserta solusi, serta
Sidoarjo. Kriteria sumber data pada
pemberi simpulan pada akhir penelitian.
penelitian ini merupakan penduduk asli
Hal tersebut sesuai dengan pendekatan ini
desa Tropodo dengan usia mulai 17 tahun
yakni menghasilkan deskripsi tentang latah
ke atas, berjumlah 3 orang yaitu ibu Ulfa
yang diujarkan oleh sebagian warga di desa
(SD1), ibu Ulipah (SD2) dan ibu Yuyun
Tropodo, dan menghasilkan deskripsi
(SD3)
tentang penyebab latah yang dialami oleh
penduduk di desa Tropodo.
Metode Penelitian
Pengumpulan Data Penganalisisan Data

Metode pengumpulan data Menggunakan metode padan


menggunakan metode cakap dan intralingual untuk menganalisis data
simak. Metode cakap digunakan untuk dengan teknik analisis data
berinteraksi secara langsung dengan menggunakan teknik HBB (hubung
informan. Sedangkan metode simak banding membedakan). Metode padan
digunakan saat informan sedang intralingual digunakan karena peneliti
berinteraksi dengan orang lain yang melihat reaksi latah dari segi
ada di sekitarnya. kebahasaannya. Kemudian untuk
Kemudian peneliti melakukan teknik HBB digunakan karena peneliti
wawancara untuk pengumpulan data berusaha mengelompokkan jenis latah
secara mendalam terhadap objek berdasarkan reaksi kebahasaan dari
penelitian. informan yang bersangkutan.
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Bentuk Tuturan Latah
Bentuk tuturan latah yang ditemukan berupa pengulangan kata kotor dan
tuturan tertentu. Ada dua jenis reaksi latah yang ditemukan, yaitu Coprolalia
dan Ekolalia.
*Pengkodean
K = Konteks
P = Peneliti
PB =Pembantu Peneliti
SD1= Sumber Data 1
SD2= Sumber Data 2
SD3= Sumber Data 3
CL = Coprolalia
EL = Ekolalia
EP = Ekopaksia
OB =Otomatic Obedience
KK = Kata kerja
KS = Kata Sifat
KB = Kata Benda
Reaksi Coprolalia
Bentuk pengulangan Coprolalia (kata-kata kotor) tuturan latah berupa kata:

“PB : mari nyusoni sopo?”


“SD1 : nyusoni manuk e, eh manuk e”

Terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kata “manuk” dalam kalimat
“nyusoni manuk e, eh manuk e”.

“P : umur pinten buk?”


“SD2 : umur 50 tahun”
“PB : gak oleh din yang ta iku?”
“SD2 : eh gak kontol a, gak kontol, eh mboten..”

Terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa kata “kontol” dalam
keseluruhan kalimat “eh gak kontol a, gak kontol”
Reaksi Coprolalia
Bentuk pengulangan tuturan latah berupa kalimat:

“PB: lek lugur jupuk’ono sek”


“SD1: emok, sikil’e manuk’e coplok, eh sikil manuk’e coplok..”

Pada kutipan di atas, tampak bahwa terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1
yaitu berupa kalimat “sikil manuk’e coplok” dalam keseluruhan kalimat “emok, sikil’e
manuk’e coplok, eh sikil manuk‟e coplok.”
Reaksi Ekolalia
Tingkah laku meniru perkataan yang diujarkan atau yang didengarnya.
Peniruan atau pengulangan dalam jenis reaksi ini bukan hanya dalam bentuk kata saja,
tapi juga dapat terjadi pada frasa dan kalimat.

a. Kata

“PB: ojok oleh”


“SD1: iyo ojok oleh yo? Onok anak’e, eh anak’e. onok mantu’ne, eh mantu’ne, bapak’e”

Terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 tidak hanya satu kata, melaikan dua kata
yaitu kata “anak’e” dan kata “mantu’ne” dalam keseluruhan kalimat “iyo ojok oleh yo? Onok
anak’e, eh anak’e eh anak’e. onok mantu’ne, eh mantu’ne. bapak’e”
b. Frasa

“PB : be‟e oleh dinyang”


“SD2 : mboten disebut, eh mboten di sebut. Mboten dinyang”

terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD2 yaitu berupa frasa “mboten
disebut” dalam keseluruhan kalimat “”mboten disebut, eh mboten disebut. Mboten
dinyang”.

c. Kalimat

“SD1: lapo mun? eh nang ndi


mun?”
“PB2: mlaku-mlaku”
“SD1: wong numpak sepeda ngunu kok sikile mlaku-mlaku, eh kok sikile mlaku-
mlaku
sampekan”

terjadi bentuk pengulangan yang dialami oleh SD1 yaitu berupa kalimat “mlaku-
mlaku” dalam keseluruhan kalimat “wong numpak sepeda ngunu kok sikile mlaku-
mlaku, eh kok sikile mlaku-mlaku sampekan”.
Faktor Penyebab Terjadinya Latah
Berdasarkan dari tiga informan dalam penelitian ini, ditemukan dua informan
dengan satu faktor penyebab yang sama dan satu informan lain dengan faktor
penyebab yang berbeda.

Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan, dan faktor mimpi.

SD1  penyebab latah dari SD1 adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan
dalam hal ini adalah dalam ranah keluarga. Ia mengatakan bahwa dari keluarganya
yang latah adalah ibunya. SD1 mengalami latah sejak kecil hingga sekarang
berumur 42 tahun.
SD2  penyebab SD2 latah adalah faktor lingkungan sekitar. SD2 mengalami
latah sejak umur 40 tahun. adanya orang-orang lain di lingkungan sekitar SD2 yang
juga mengidap latah sehingga dia tertular secara tidak sengaja

SD3  penyebab SD3 latah adalah faktor mimpi. Faktor mimpi tersebut
merupakan faktor yang ditimbulkan karena seseorang telah memimpikan sesuatu
yang berkaitan dengan masalah seksual. SD3 juga menyebutkan bahwa awal mulai
mengalami latah yaitu karena bermimpi tentang alat kelamin pria. Ketika ia
terbangun dari mimpinya, SD3 terus teringat dengan apa yang diimpikannya dan
mulai mengalami gangguan berbahasa tersebut dengan mengujarkan dan
mengulanginya.
PEMBAHASAN
Pengulangan dalam bentuk kalimat, adalah pengulangan kalimat secara utuh.
Sedangkan pengulangan kata atau frasa hanya mengulangi satu atau dua kata saja
dari satu kalimat yang diujarkan sebelumnya. pengulangan kata dan frasa juga bisa
karena terpancing oleh yang diucapkan orang lain.

• Coprolalia
Pengulangan dapat terjadi pada Kata Benda (KB), Kata Kerja (KK), dan Kata Sifat
(KS).
Kata yang ditemukan dalam jenis reaksi Coprolalia hanya berkategori KB.

1) Manuk’e eh manuk’e
manuk = KB

2) eh gak kontol a, gak kontol


kontol = KB
• Ekolalia

*Kata
Kata yang ditemukan dalam jenis reaksi Ekolalia adalah KB, KK Berikut ini diuraikan
analisis dalam bentuk
kata.
1) sayang, eh sayang
Sayang = KK

2) onok anak e, eh anak e


onok anak e = KB
anak e = KB
* Frasa
Frasa yang ditemukan dalam penelitian ini hanya berjenis reaksi Ekolalia. Jenis tersebut
berkategori KS dan KK. Berikut ini diuraikan analisis dalam bentuk frasa.

1) Mboten disebut, eh mboten disebut


Mboten = KS
Disebut = KK

2) Mboten setul, eh mboten setul


Mboten = KS
Setul = KS
*Kalimat
Kalimat yang ditemukan dalam jenis reaksi Coprolalia berkategori KB dan KK.

1) sikil‟e manuk‟e coplok


sikil‟e = KB
manuk e = KB
coplok =KK

2) joko ta mas? Eh joko mas


Joko = KS
Mas = KB
KS + KB KS + KB
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengulangan yang paling
banyak terjadi adalah pengulangan yang berada pada awal kalimat.
Pengulangan pada kata atau frasa yang ada pada awal kalimat terjadi
sebanyak 6 kali. Sedangkan pengulangan kata atau frasa yang ada pada
tengah kalimat terdapat 2 dan 5 untuk pengulangan kata yang berada di
akhir kalimat.
KESIMPULAN
Bentuk tuturan latah dalam penelitian ini ditemukan dalam dua jenis reaksi latah yaitu
Coprolalia dan Ekolalia,
a) Coprolalia ditemukan hanya dalam bentuk kata dan kalimat. Sedangkan Ekolalia
ditemukan dalam bentuk kata, frasa dan kalimat. Coprolalia dalam bentuk kata
hanya berkategori KB, sedangkan kalimat berkategori KB, KK dan KS.
a) Ekolalia dalam penelitian ini temukan dalam bentuk kata, frasa dan kalimat. Bentuk
kata dalam jenis reaksi ekolalia berkategori KK dan KB, frasa berkategori KS dan
KK, sedangkan kalimat berkategori kalimat deklaratif.
Faktor penyebab latah yang ditemukan dari penelitian ini yaitu faktor lingkungan dan
faktor mimpi.

……
Dari penelitian milik Fatmawati dan Mintowati yang berjudul “Gangguan
Berbahasa Jenis Psikogenik Latah : Studi Kasus di Desa Tropodo
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Penyaji lebih lanjut menjelaskan
sebagai berikut :

……
• Gangguan berbahasa
Menurut KBBI, gangguan adalah halangan, rintangan, godaan, sesuatu yang menyusahkan.
Mengganggu juga diartikan sebagai hal yang menyebabkan ketidakwarasan atau
ketidaknormalan (tentang jiwa, kesehatan, pikiran), hal yang menyebabkan ketidaklancaran.
Gangguan berbahasa berarti halangan, rintangan, dan sesuatu yang menyusahkan
seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi, atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat dibedakan atas tiga
golongan yaitu (1) gangguan berbicara (2) gangguan berbahasa (3) gangguan berpikir.
Gangguan berbicara dapat dikelompokkan atas dua kategori. Pertama, gangguan
mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organik dan kedua, gangguan
berbicara psikogenik.
Gangguan Psikogenik

Psikogenik menurut KBBI, berasal dalam pikiran atau dalam konflik mental
atau emosional. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi (2006 : 396)
mengatakan penyakit psikogenik adalah satu penyakit fungsional yang tidak
diketahui basis organiknya, karena itu, mungkin disebabkan oleh konflik
atau tekanan atau stress emosional.

4 macam gangguan psikogenik :


1. Manja
2. Berbicara kemayu
3. Kegagapan
4. Latah
Menurut Friedman, Claude T.H dalam bukunya yang berjudul “Extraordinary Disorders of Human
Behavior”, gangguan psikogenik latah adalah gangguan berbicara yang paling banyak
ditemukan di Asia Tenggara terutama Indonesia dan Malaysia. Kategori latah dapat
digambarkan :

(1) Timbul akibat adanya ketakutan pada penderita akut


(2) Latah merupakan gejala spontan yang berlangsung secara alami
(3) Gejala latah timbul karena adanya stimulus yang diberikan kepada penderita latah seperti
menggoda, menggelitik maupun mengejutkan penderita
(4) Jenis-jenis latah diantaranya :
a. Ekolalia
ekolalia merupakan latah dengan mengulangi perkataan orang lain
b. Ekopraksia
ekopraksia merupakan latah dengan meniru gerakan orang lain.
c. Koprolalia
koprolalia merupakan kondisi di mana seseorang yang latah selalu mengucapkan kata-
kata yang dianggap tabu atau kotor
……
d. automiatic obedience
 automatic obedience biasanya melaksanakan perintah secara spontan yang
disampaikan orang lain
Berbicara latah berkaitan dengan perilaku bahasa yang disebabkan reaksi verbal
(bahasa) yang muncul dari penyandang latah secara serta-merta atau spontan,
sehingga keluar begitu saja tanpa mengalami proses normal dalam otak sehingga
kadang-kadang reaksi verbal (bahasa) yang muncul kurang dapat diterima oleh
masyarakat.

Dalam keadaan sadar para penyandang latah akan menggunakan bahasanya


sesuai dengan situasi dan kondisi, baik terkait dengan diksi (pilihan kata) maupun
gestur (gerak tubuh) serta mimik (ekspresi muka). Namun, kondisi tersebut akan
berubah apabila penyandang latah dikejutkan (ditepuk, menengar objek jatuh,
dikejutkan, dan lain-lain), maka diksi yang muncul, mimik, dan gestur tidak terkontrol
lagi.
Dalam diri setiap manusia telah terdapat piranti untuk mampu berbahasa yang disebut
LAD (Language Acquisition Device) yang memungkinkan setiap orang untuk mampu
berbahasa apa pun, berbahasa dengan baik dan benar, berdasarkan aturan tata bahasa
maupun sesuai dengan situasi dan kondisi. Sedikit berbeda dengan bahasa pada
individu berperilaku latah yang mempunyai keunikan tersendiri. Kata, frasa, klausa atau
kalimat akan muncul dari individu latah pada saat mendapatkan stimulus. Stimulus
berupa tepukan, suara keras dan sebagainya akan mendapatkan reaksi (respons)
spontan, berupa kata-kata atau frasa, bahkan kalimat yang ke luar begitu saja, tanpa
kontrol, karena kesadarannya menurun.

Contohnya adalah diksi yang merujuk pada alat kelamin yang secara situasi budaya
dianggap tabu atau kurang sopan dengan leluasa keluar bahkan berulang-ulang karena
kondisi kesadaran yang menurun. Peristiwa demikian terjadi dengan sangat cepat dan
di luar kesadaran para penyandang latah tersebut.
Agar kebiasaan latah bisa dihilangkan dengan cepat, yaitu:

• harus sungguh-sungguh ingin berubah dan serius ingin menghilangkan kebiasaan


latah
• harus setuju untuk menganggap latah sebagai kebiasaan yang kurang baik dan
merugikan diri sendiri.

Kebiasaan latah akan sulit dihilangkan atau bisa saja kambuh sewaktu-waktu
apabila penderita menganggap menjadi latah itu lucu, menguntungkan dan
menyenangkan.
Hubungan dengan Psikologi Penderita Psikogenik Latah
Proses munculnya mimpi dan bentuk lingual alat kelamin tersebut bukanlah proses yang
sederhana. Pamungkas, dalam penelitiannya (2017: 3-4) mengatakan bahwa peristiwa
psikologis melatarbelakangi munculnya bentuk lingual menjadi energi lebih yang mendorong
terbentuknya pola perilaku latah.
Hal tersebut membenarkan teori Freud dan Jung yang menyebutkan bahwa peristiwa
psikologis yang menahun dan ditahan karena tidak dapat terealisasi dalam kenyataan maka
hal tersebut tidak akan pernah hilang. Peristiwa yang diinginkan tersebut tetap akan bertahan
dalam diri manusia (otak) yang terus menunggu pemenuhan. Pemenuhan yang tidak kunjung
datang akhirnya hal tersebut dipindahkan penyimpanannya dalam otak taksadar manusia.
Proses penahanan dalam otak taksadar manusia pun masih berharap mencapai pemenuhan,
namun bila tidak, hal tersebut akan diubah bentuknya dalam mimpi.
Penggambaran mimpi seperti disebutkan di atas dan kemudian muncul reaksi perilaku
latah dengan sederet bentuk lingual yang muncul, yang merujuk pada alat kelamin,
disebutkan oleh Jung (dalam Pamungkas, 2017: 4) hal itulah sebenarnya penyebabnya.

Artinya, bentuk lingual yang secara spontan muncul tersebut merupakan gambaran dari
keinginan yang tidak dapat terealisasikan dalam kenyataan.
Dilihat dari faktor penyebab latah yang dialami oleh ke dua penderita yang disebabkan
oleh faktor lingkungan (SD1 dan SD2),
Pada SD1, sebenarnya merasa terganggu dengan adanya gangguan yang dialami
sekarang.
Dengan adanya gangguan latah, SD1 sulit melakukan aktivitas dan komunikasi dengan
orang lain secara normal. Selain mengeluarkan tenaga, perasaan emosi dan sakit hati
terkadang juga muncul pada SD1 karena banyak orang menggoda dan menjahili SD1
yang menganggap latah adalah sebuah lelucon. Dapat terlihat bahwa sebenarnya SD1
terganggu secara psikologis karena merasa tidak bisa beraktivitas dan berkomunikasi
dengan “normal”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa SD1 sebenarnya menanggung
beban psikis.

Sedangkan SD2 tidak merasa terganggu, karena ia menderita latah sejak berumur 40
tahun dan hanya latah jika ada suara keras yang didengarnya dan jika ada yang
mengagetkannya saja. Sehingga kemungkinan tidak ada beban psikis yang ditanggung.
Makasih…

Anda mungkin juga menyukai