Anda di halaman 1dari 75

PEMBELAJARAN SHALAT BERJAMA’AH MELALUI PENDEKATAN

ORIENTASI DAN MOBILITAS UNTUK ANAK TUNANETRA KELAS V


DI SLBN A KOTA BANDUNG

Diajukan Untuk Kegiatan Pelatihan Pembelajaran PAI Kementerian Agama


Republik Indonesia
Tahun 2021

Disusun Oleh:

SYAHRIR LAODE SIKA, S.AG


NIP: 19691121 200112 1 001

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan agama merupakan salah satu yang sangat urgen bahkan

menjadi bagian yang penting dalam pembentukan karakter. Salah satu yang

penting dalam pembentukan karakter yaitu melaksanakan shalat dalam rangka

mendekatkan diri kepada sang kholik. Sebab dengan shalat itu akan terbentuk

pada diri anak kepribadian yang berakhlak mulia baik secara vertikel yaitu

hubungan langsung dengan Allah maupun horizontal atau hubungan manusia

dengan manusia. Pendidikan shalat juga merupakan salah satu cara pembiasaan

anak untuk melakukan ketaatan dan kedisiplinan yang akan berdampak positif

dalam prikehidupan sehari-hari sebagaimana Allah berfirman dalam alqur-an surat

(2) albaqarah ayat 9(43): waaqimuussolataa waatuzakata warkauu maarokiiinn.

Yang artinya dirikanlah shalat, dan tunaikan zakat dan rukulah beserta orang-

orang yang ruku. Sedangkan dalam sabda rasul: asolatuimaduddin faman

akomaha fakod akomaddin. Faman hadamaha fakod hadaamaddin, yang artinya

bahwa shalat itu tiangnya agama, barang siapa yang menegakan shalat, maka dia

telah menegakan agama dan barang siapa yang menghancurkannya maka dia telah

menghancurkan agama. Kewajiban shalat tersebut tidak terkecuali juga wajib bagi

tunanetra, sekalipun dia mengalami hambatan dalam penglihatan. Dihadapan

Allah tunanetra adalah insan atau anak yang dituntut secara penuh dalam

mengatualisasikan pengapdiannya sebagai seorang hamba kepada sang halik

2
terutama dalam pembentukan karakter, ahlak mulia dalam menjalin hubungan

fertikal maupun herizontal.

Tunanetra adalah anak yang mengalami hambatan atau gangguan

penglihatan. Gangguan penglihatan atau kebutaan berarti adanya kerusakan

pada mata seseorang, sehingga menyebabkan kemampuan indera

penglihatan seseorang tidak dapat berfungsi dengan baik atau bahkan tidak dapat

berfungsi sama sekali.

Menurut Rahardja (2006:30) “seorang dikatakan buta secara legal apabilah

ketajaman penglihatannya 20/200 atau kurang pada mata yang terbaik setelah

dikoreksi, atau lantang pandangnya tidak lebih besar dari 20 derajat. Oleh karena

itu tunanetra dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada alat indera

yang lain yaitu indera perabaan dan pendengaran.

Seorang tunanetra akan mengalami keterbatasan utama yaitu keterbatasan

luas dan variasi pengalaman, keterbatasan dalam bergerak dan berpindah

tempat, Keterbatasan dalam melakukan kontak dengan lingkungan. Oleh sebab

itu, untuk memenuhi kebutuhan dalam berinteraksi dengan lingkungannya,

seorang tunanetra harus memiliki keterampilan untuk memanfaatkan secara

optimal indera-indera lainnya yang masih berfungsi. Seperti indera perabaan,

indera pendengaran, indera kinestetik, dan indera penciuman. Supaya

keterampilan tersebut dapat dimiliki oleh seorang tunanetra, maka perlu diberi

pemahaman orientasi mobilitas. OM merupakan salah satu keterampilan utama

yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap tunanetra, karena OM dapat

memberikan keterampilan bagaimana seorang tunanetra bergerak atau berpindah

3
dari satu tempat ke tempat lain secara mandiri, dengan baik, aman, melewati

rintangan-rintangan yang akan dihadapinya baik itu di lingkungan yang sudah

dikenal, maupun yang belum dikenalnya.

Studi kasus yang saya temui di lapangan di SLBN A kota Bandung dari

tanggal 7 agustus sampai dengan tanggal 7 oktober tahun 2021 yaitu peneliti

menemukan masalah pada anak tunanetra kelas V dalam mengerjakan shalat

berjamaah, masih mengalami kendala dalam mengatur dan menentukan posisi

penentuan shaf dan arah kiblat. Pada saat memasuki masjid tunanetra tidak jarang

bertabrakan dengan jamaah shalat yang lain ketika mencari posisi shaf atau

barisan shalat, terutama disaat seorang jamaah yang sedang melaksanakan shalat

sunah sering kali tunanetra menabrak dikarenakan orang yang sedang

mengerjakan shalat tersebut tidak dapat memberikan informasi kepada jamaah

yang tunanetra dan ini sering kali terjadi. Padahal dalam shalat berjamaah ada

aturan-aturan khusus yang telah ditentukan oleh agama islam baik melalui alqur-

an maupun Hadits yang harus diimplementasikan sesuai dengan petunjuk-

petunjuk Rasul, seperti cara shalat berjamaah, posisi ketika shalat berjamaah, cara

mengatur shaf, dan cara menjelajahi atau menelusuri antara shaf dengan shaf

(baris) dalam shalat serta cara mengatur sutra (batas-batas shalat antara jamaah

satu dan yang lainnya. Sebab sholat merupakan aktivitas wajib yang harus

dilaksanakan oleh setiap umat muslim, hal ini ditegaskan Allah dalam firman-

Nya: “Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat, tentu

beriman kepada Alqur’an, dan mereka selalu memelihara sholatnya. (Q.S Al-

an’am:92). Ibadah sholat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim, sholat

4
dapat dikerjakan sendiri-sendiri namun lebih dianjurkan berjamaah. Muhaimin

(2013:78) menjelaskan bahwa shalat berjamaah merupakan salah satu amalan-

amalan mustahab yang terpenting dan syiar islam yang paling besar

Melakukan sholat berjamaah tidak ada kendala bagi anak yang tidak

memiliki permasalahan dalam penglihatan, beda halnya dengan anak tunanetra

yang memiliki kesulitan akibat dari hambatan yang dimiliki. Oleh sebab itu untuk

mengatasi permasalahan tersebut peneliti menemukan suatu cara yaitu dengan

menggunakan pendekatan khusus yang dapat memberikan solusi agar anak

mampu melakukan sholat berjamaah yang baik dan benar terlebih lagi tunanetra

yang mengalami kendala dalam penglihatan. Pendekatan yang dimaksud yaitu

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas. Metode ini sangat dibutukan untuk

mengorientasi posisi untuk melaksanakan shalat dimesjid atau berjamaah dalam

metode orientasi dan mobilitas tersebut, khususnya mengenali arah kiblat dengan

menggunakan compass directions yang bertujuan mengenali arah mata angin,

dengan ini siswa harus memahami terlebih dahulu kiblat Ketika dia sebelum

memasuki masjid. Misalnya ketika dia masuk masjid dia harus tau dulu kalau

pintu masjid itu menghadap keselatan. Berarti kiblat atau barat berada disebela

kirinya. Sehingga ketika anak tunanetra sampai kedalam masjid, setelah dia

melalui pintu, anat tunanetra tersebut harus menghadap atau berbelok kekiri.

Karena apabilah pintu masjid menghadap keselatan, imam akan berada disebelah

kiri. kemudian untuk menelusuri shaf shalat dengan menggunakan clue atau

penanda bahwa dia sebentar lagi akan sampai pada barisan atau shaf-shaf shalat,

maka dengan ini anak tunanetra akan memanfaatkan ujung karpet satu dengan

5
yang lainnya dengan menggunakan indra pengrabaannya pada kaki serta dapat

memanfaatkan sumber suara yang ada. selain itu juga menggunakan landmark

yang bertujuan sebagai tanda dia telah sampai pada posisi yang tepat untuk

melaksanakan shalat dengan ini pula tunanetra akan menggunakan punggung

tangan seperti aperhen dan lower hand atautangan diatas dan dibawa untuk

meraba jamaaäh yang lainnya sehingga mengetahui posisi shaf yang tepat.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti beranggapan bahwa anak tunanetra

memiliki kesulitan dalam melakukan sholat berjamaah akibat dari hambatan yang

mereka miliki. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk mengatasi permasalahan yang

dihadapi oleh anak melalui penelitian yang berjudul “Pembelajaran sholat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas

V di SLBN A Kota Bandung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai

berikut: “Bagaimana pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi

dan mobilitas untuk anak tunanetra Kelas V di SLBN A Kota Bandung?”

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka peneliti membatasi

masalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi

dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

2. Kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A

6
Kota Bandung.

3. Cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A

Kota Bandung.

4. Evaluasi pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan

mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

D. Tujuan Penelitian

Didalam penelitian ini terdapat tujuan umum dan tujuan khusus :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk memperoleh data tentang

pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas

untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

Sedangkan dalam tujuan khusus yaitu :

a. Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A

Kota Bandung.

b. Untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran shalat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra

kelas V di SLBN A Kota Bandung.

c. Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran shalat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra

kelas V di SLBN A Kota Bandung.

7
d. Untuk mengetahui evaluasi pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A

Kota Bandung.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dapat memberikan informasi mengenai tata cara shalat berjama’ah

yang baik dan benar.

2. Maanfaat praktisi

a. Bagi anak

1) Dapat mengetahui pelaksanaan shalat berjama’ah yang sesuai Al-

qur’an dan hadis.

2) Menemukan cara untuk mengetahui posisi shaf shalat didalam

masjid.

3) Memberikan kemudahan untuk anak tunanetra dalam dalam

melaksanakan shalat berjamaah dimanapun anak melakukan shalat 5

waktu.

b. Bagi guru

1) Guru mengetahui proses pembelajaran shalat berjama’ah dengan

menggunakan teknik clue, lanmark dan compass directions pada

anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung Mengetahui

perkembangan kemampuan anak tunanetra dalam pelaksanaan shalat

berjama’ah.

2) Memudahkan guru untuk mengajarkan tata shalat berjama’ah yang

baik dan benar kepada anak tunanetra.

8
3) Guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran

shalat berjamaah dengan menggunakan teknik clue dan lanmark

pada anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

4) Menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai bahan masukan

dan referensi pembanding bagi peneliti lainnya tentang pembelajaran

shalat berjamaah yang berbasis orientasi dan mobilitas kepada anak

tunanetra.

c. Bagi sekolah

1) memudahkan sekolah untuk mengarahkan pendidikan agama

khususnya untuk anak didiknya.

2) Meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan agama.

F. Pertanyaan penelitian.

1. Bagaimana pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan

mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung khususnya

pada disabilitas netra dengan hambatan ganda?

2. Bagaimana Kesulitan yang dihadapi pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V dan hambatan

ganda di SLBN A Kota Bandung?

3. Bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran shalat berjamaah

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di

SLBN A Kota Bandung?

4. Bagaimana evaluasi pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung?

9
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Tunanetra

1. Pengertian Anak Tunanetra

Secara umum ketunanetraan atau hambatan penglihatan (visual

impairment) dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu buta total

(Totally blind) dan kurang lihat (Low Vision) (Friend, 2005: 412). Seseorang

dikatakan low vision jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-

tugas visual, namun dapat meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan

tugas-tugas tersebut dengan menggunakan strategi visual pengganti, alat-alat

bantu low vision, dan modifikasi lingkungan (Corn dan Koenig dalam Friend,

2005: 412). Orang yang termasuk low vision adalah mereka yang mengalami

hambatan visual ringan sampai berat. Seseorang dikatakan menyandang low

vision atau kurang lihat apabila ketunanetraannya masih cenderung

memfungsikan indera penglihatannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Saluran utama yang dipergunakanya dalam belajar adalah penglihatan dengan

mempergunakan alat bantu, baik yang direkomendasikan oleh dokter maupun

tidak.

Jenis huruf yang dipergunakan sangat bervariasi tergantung pada sisa

penglihatan dan alat bantu yang dipergunakannya. Latihan orientasi dan

mobilitas diperlukan oleh siswa low vision untuk mempergunakan sisa

penglihatannya. Blindness (kebutaan) menunjuk pada seseorang yang tidak

mampu melihat atau hanya memiliki persepsi cahaya (Huebner dalam Friend,

10
2005: 412). Seseorang dikatakan buta (blind) jika mengalami hambatan visual

yang sangat berat atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang

di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau

educationally blind untuk kategori kebutaan ini. Penyandang buta total

mempergunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama

dalam belajar. Orang seperti ini biasanya mempergunakan huruf Braille

sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas.

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan

bahwa tunanetra tergolong dalam dua kelompok, yaitu tunanerta yang masih

memiliki sisa penglihatan (low vision) dan tunanetra (blind) yang mengalami

hambata visual yang sangat berat atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali.

2. Klasifikasi Tunanetra

Anak tunanetra memiliki beberapa klasifikasi di lihat dari waktu

terjadinya ketunanetraan, sebagai berikut:

a. Ketunanetraan sejak dalam kandungan (prenatal)

Seseorang yang mengalami ketunanetraan sejak dalam kandungan atau

disebut dengan penyandang tunanetra bawaan “kongenital”. Menurut Hadi

(2005:48) hal yang sering terjadi pada kasus ibu hamil adalah yang

menderita penyakit menular pada janin, saat hamil terjatuh, terjadi

keracunan, makanan atau obat-obatan ketika sedang mengandung, karena

serangan virus misalnya toxoplasma atau orang tua yang menurunkan

kelainan (herediter).

b. Tunanetra saat proses kelahiran (natal)

11
Kelainan tunanetra yang mungkin disebabkan kesalahan saat proses

kelahiran misalnya, anak sungsang, proses kelahiran yang lama bayi terjepit

atau kurang oksigen, dan organ penglihatan yang terkena alat bantu yang

menyebablan terjadinya ketunanetraan.

c. Tunanetra setelah kelahiran (postnatal)

Seseorang yang mengalami ketunanetraan setelah proses kelahiran dari bayi

hingga dewasa. Hal ini disebakan oleh kecelakaan benturan, trauma (listrik,

kimia, suhu, atau sinar yang tajam), keracunan dan memiliki penyakit akut

yang menderita.

Adapun klasifikasi anak tunanetra berdasarkan kemampuan daya

penglihatan, yaitu :

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang


memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat
mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan
pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang
kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca
pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca
tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat
melihat.

Jadi berdasarkan kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Anak

Tunanetra memiliki hambatan penglihatan dengan spesifikasi yang sangat

beragam. Maka dari itu, agar dapat memberikan pembelajaran secara optimal

pada Anak, akan jauh lebih baik lagi jikalau pemahaman tentang Anak

Tunanetra dapat terkuasai secara mendetail. Anak tunanetra secara umum

terbagi atas dua klasifikasi yaitu kurang lihat (low vision) dan buta total (totally

blind) sehingga mereka memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk

12
membantu proses pembelajaran mereka. Dalam penelitian ini, tunanetra yang

dituju yaitu anak dengan ketunanetraan buta total (total blind). Menurut

Widjaya (2013:21) menyatakan bahwa bila seorang anak tidak memiliki

penglihatan sama sekali atau hanya memiliki persepsi cahaya sehingga harus

mengoptimalkan indera-indera non penglihatanya, maka anak tersebut

termasuk kedalam anak tunanetra kategori buta total (totally blind). Pendapat

tersebut menerangkan bahwa seorang anak tunanetra termasuk dalam kategori

buta total, bila anak tidak memiliki penglihatan sama sekali atau hanya

memiliki persepsi cahaya dan harus mengoptimalkan indera-indera selain

penglihatan dalam kehidupan sehari-hari.

Jadi, anak tunanetra total blind yaitu mereka yang tidak memiliki

persepsi penglihatan dan hanya mampu dalam persepsi cahaya saja, sehingga

mereka harus mengoptimalkan indera-indera yang masih berfungsi untuk

menunjang keberhasilan pembelajaran dan kemudahan dalam menjalankan

aktivitas sehari-harinya.

3. Karakteristik Tunanetra

Pada setiap anak tunanetra memiliki karakteristik atau ciri khas yang

berbeda. Karakteristik tersebut merupakan implikasi dari kehilangan informasi

secara visual serta mengalami hambatan orientasi dan mobilitasnya. Menurut

Rahardja (2007:36) bahwa karakteristik anak tunanetra dapat dilihat dari

“karakteristik kognitif, karakteristik akademik, karakteristik sosial dan emosi,

karakteristik prilaku”.

13
Ketika seorang anak dengan penglihatan yang normal dapat dengan

mudah bergerak di lingkungannya, menemukan mainan dan teman-temannya

dengan siapa dia bermain, serta melihat dan meniru orangtuanya dalam

aktifitas kesehariannya. Anak tunanetra kehilangan saat-saat belajar kritis

seperti itu, yang mungkin akan berdampak terhadap perkembangan, belajar,

keterampilan sosial, dan prilakunya. Mengadaptasi pendapat Rahardja

(2007:33-34), karakteristik anak tunanetra dilihat dari aspek-aspek tersebut:

a. Karakteristik kognitif

Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan belajar

dalam hal yang bervariasi. Dalam totali blind dan low vision terhadap

perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi keterbatasan yang

mendasar pada anak dalam tiga area berikut ini:

1) Tingkat dan keanekaragaman pengalaman


Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan, maka pengalaman harus
diperoleh dengan mempergunakan indera-indera yang masih berfungsi,
khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi bagaimanapun indera-
indera tersebut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh dalam
memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna, dan hubungan ruang
yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera melalui penglihatan.
Beberapa benda terlalu sulit dijangkau oleh perabaan misalnya bintang,
gunung, binatang kecil, dsb.
2) Kemampuan untuk berpindah tempat
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam
suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan
keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada
hubungan social. Tidak seperti anak yang lainnya anak tunanetra harus
belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu
lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
3) Interaksi dengan lingkungan
Jika anda berada di suatu tempat yang ramai , anda dengan segera dapat

14
melihat ruangan dimana anda berada, melihat orang-orang disekitar, dan
anda bisa dengan bebas bergerak dilingkungan tersebut. Orang tunanetra
tidak memiliki control seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas
yang dimilikinya, gambaran tentang lingkungan masih tetap tidak utuh.

b. Karakteristik akademik
Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan kognitif, tetapi
juga berpengaruh kepada perkembangan akdemisnya. Dalam bidang
membaca dan menulis, sebagai contoh, ketika akan membaca atau menulis
anda tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata tetapi
bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada
ketajaman penglihatannya, anak seperti itu sebagai gantinya
mempergunakan berbagai alternatif media atau alat membaca atau menulis,
sesuai dengan kebutuhan masing-masing, mereka mungkin mempergunakan
braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran, dengan asesmen
dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dengan tanpa adanya kecacatan
yang lain dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya
seperti teman lainya yang dapat melihat.apabila dilakukan penyesuaian
dalam pembelajarannya, anak tunanetra dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki dirinya.
c. Karakteristik sosial dan emosional
Bayangkan keterampilan sosial yang biasa anda lakukan sehari-hari
sekarang ini. apakah seseorang mengajarkan kepada anda bagaimana anda
harus melihat kepada lawan bicara anda ketika anda berbicara dengan orang
lain, bagaimana anda menggerakan tangan ketika akan berpisah dengan
orang lain, atau bagaimana anda melakukan expresi wajah ketika melakukan
komunikasi non verbal. Dalam hal seperti itu mungkin jawabannya tidak.
Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi kebiasaan
dan kejadian sosial serta menirunya.

B. Pembelajaran Sholat

Pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang berarti “pengajaran”.

Menurut Mulyasa (2004:100) mengemukakan bahwa “pembelajaran pada

hakekatnya adalah interaksi anak dengan lingkungannya sehingga terjadi

perubahan perilaku ke arah yang lebih baik”. dalam interaksi tersebut banyak

faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari dalam diri

15
individu maupun faktor eksternal yang dari dari lingkungan. Pembelajaran

menurut Wendy (2013:2) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan

seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai

strategi, metode dan pendekatan kea rah pencapaian tujuan yang telah

direncanakan.

Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

proses interakasi yang dilakukan oleh individu maupun kelompok melalui

berbagai upaya maupun pendekatan yang dilakukan oleh seseorang yang

bertujuan untuk memberikan informasi, pengetahuan, dan wawasan. Salah satu

pembelajaran yang wajib dipelajari terutama bagi kaum muslim yaitu sholat.

Sholat menurut Lughat berarti do’a yang baik, sedangkan menurut istilah syara’

shalat ialah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan dengan

beberapa syarat tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Kata

sholat juga dapat berarti berkah (Amir, 2013:20). Sedangkan menurut istilah

berarti suatu pekerjaan ibadah dari ucapan-ucapan dan perbuatan yang dimulai

dengan takbir dan diakhiri dengan salam menurut syarat-syarat dan rukun-rukun

yang ditetapkan (Mulkan, 2002:28). Oleh karena itu, sebagai umat muslim harus

wajib menjalankan perintah Allah SWT dalam menjalankan ibadah sholat,

perintah sholat terdapat dalam beberapa ayat di dalam Al Qur‟an salah satu ayat

perintah sholat adalah:

‫صاَل تِ ِه ْم َساهُ ْو ۙ َن‬ َ ‫ۙ فَ َو ْي ٌل لِّ ْل ُم‬


َ ‫ الَّ ِذي َْن هُ ْم َع ْن‬.‫صلِّي َْن‬
“Maka kecelakaanlah untuk orang-orang yang shalat yaitu orang-orang

yang lalai dalam shalatnya.” (QS.Al-Maun: 4-5). Tidak dipungkuri, perintah

16
untuk menjalankan sholat sudah ada dan tertera di dalam hadist-hadist Al qur’an

dan sebagai umat muslim mempunyai kewajiban untuk menjalankan sholat,

adapun dijelaskan dalam firman:

‫ فَ ِإ ذَ ا اطْ َم أْ نَ ْن تُ ْم‬jۚ ‫ود ا َو َع لَ ٰى ُج نُ وبِ ُك ْم‬ ِ


ً ُ‫ام ا َو ُق ع‬ً َ‫الص اَل َة فَ اذْ ُك ُر وا اللَّ هَ ق ي‬ َ َ‫فَ ِإ ذَ ا ق‬
َّ ‫ض ْي تُ ُم‬
‫ني كِ تَ ابً ا َم ْو قُ وتً ا‬ ِِ َّ ‫ إِ َّن‬jۚ َ‫الص اَل ة‬ ِ
َ ‫ت َع لَ ى الْ ُم ْؤ م ن‬ ْ َ‫الص اَل ةَ َك ان‬ َّ ‫يم وا‬ ُ ‫فَ أَق‬

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah

diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu

telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).

Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas

orang-orang yang beriman.”(AN-Nisa: 103) (Sulaiman, 2013:6).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajarn bukan hanya

tentang akademik maupun non akademik saja, melainkan belajar mengenai

sholat dangat penting dilakukan mengingat sebagai umat muslim harus wajib

menjalankan ibadah sholat tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus salah

satunya anak tunanetra yang memimiliki hambatan dalam penglihatan, mereka

perlu diajarkan dan diarahkan tata cara sholat yang baik dan tepat bagi anak

tunanetra yang muslim. Akibat keterbatasan yang mereka miliki membutuhkan

metode, strategi maupun pendekatan khusus yang harus didiberikan oleh guru

hal ini bertujuan untuk menunjang keberhasilan dalam pembelajaran anak.

17
C. Konsep dasar clue dan landmark

1. Pengertian Landmark

Menurut Rahardja (2010:22) Menjelaskan bahwa definisi Landmark

yaitu setiap benda, suara, bau, suhu, atau petunjuk tactual yang mudah dikenali,

menetap, dan telah diketahui sebelumnya, serta memiliki lokasi yang permanen

dalam lingkungan.

Menurut Hosni buku ajar orientasi dan mobilitas (1994:142)

Menjelaskan bahwa landmark adalah : suatu lokasi-lokasi yang memiliki

karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dari lokasi-lokasi lain, misalnya

lokasi itu dapat dikenali dari bau-baunya, suara-suaranya atau petunjuk-

petunjuk tactual tertentu yang sifatnya konstan.

Karakteristik yang khas dan permanen dari suatu lokasi baik benda,

ataupun rangsangan-rangsangan indra yang sifatnya konstan disebut dengan

landmark. Landmark menunjukkan ciri-ciri yang khas dari suatu medan.

Jadi landmark adalah semua objek, benda atau rangsangan indra (suara,

bau-bauan temperatur atau tanda-tanda taktual ) yang permanen, konstan,

dan sudah dikenal mudah ditemukan ( sudah diketahui dan tetap lokasinya ) di

lingkungan tersebut.

2. Karakteristik pada landmark

Karakteristik yang dikemukakan Menurut hosni buku ajar orientasi

dan mobilitas (1994 sebagai) berikut :

a. Menyebutkan jenis suara : dalam hal ini misalnya anak tunanetra


dapat menyebutkan dan menjelaskan dimanakah letak lokasi suara
tersebut dan dapat membedakan jenis suara tersebut misalnya seperti
beda yang terjatuh dan benda yang dilemparkan pada suatu dinding .

18
Tujuannya untuk memberikan rangsangan pada suatu anak tunanetra
tersebut.
b. Dapat menunjukkan jenis bau-bauan yang ada disekitar lokasi dalam
hal ini anak tunanetra mampu atau tidaknya menyebutkan bau-
bauan yang terdapat pada suatu lokasi tersebut dan dapat membeda
jenis bau bauannya misalnya seperti bebauan minyak parfum atau
pun yang menyengat kepada dirinya tersebut.
c. Melakukan jalan yang sempurna pada suatu lokasi tersebut dalam
hal ini seorang anak tunanetra berjalan lurus kedepan tanpa di
berikan suatu aba aba ataupun arahan akan tetapi mereka berjalan
perlahan kedepan melalui daya ingatan nya tersebut.
d. Menetapkan berada dimana dirinya dan tujuannya. Dalam hal
tersebut anak tunanetra harus dapat mengetahui bahwa dirinya
berada dimana dan bertujuan akan pergi kemana dengan
menggunakan indera yang yang lainnya selain menggunakan indra
penglihatannya tersebut.

3. Prinsip Landmark

Menurut Rahardja (2010:22) Landmark bersifat menetap, dan permanen.

Landmark sekurang-kurangnya mempunyai satu karakteristik yang unikuntuk

membedakannya dari benda-benda lain dilingkungan tersebut. Landmark

mubgkin dikenali melalui karakteristik visual,tactual, penciuman, kinestetik,

pendengaran, atau gabungan dari indera-indera tersebut.

4. Kegunaan Landmark

Rahardja (2010:23) landmark dapat dipergunakan :

a. Menentukan dan menjaga arah orientasi

b. Sebagai titik referensi

c. Menentukan dan menjaga jarak yang berhubungan

d. Menentukan tujuan tertentu

e. Melakukan orienttasi dan reorientasi diri dalam lingkungan

f. Menentukan garis lawat, baik tegak lurus atau pararel

19
g. Untuk memperoleh informasi tentang hubungannya dengan daerah

daerah lai, misalnya: lantai atas, perempatan, atau air terjun.

5. Pengajaran Landmark

Rahardja (210:23) mengemukakan bahwa instruktur dapat

mempergunakan tahapan-tahapan berikut ini untuk memperkuat penentuan

landmark atau landmark-landmark lainnya dalam ingatan siswa. Siswa

hendaknya:

a. Mengakrabkan dirinya dengan landmark


b. Menunjuk obyek dari landmark
c. Menggambarkan secara lisan rute obyek tertentu dari landmark
d. Menuju obyek tersebut dari landmark
e. Menunjuk balik pada landmark dari obyek
f. Melakukan perjalanan kembali ke landmark dari setiap obyek
g. Menunjuk landmark dari obyek tertentu dalam lingkungan yang telah
diketahui hubungannya dengan landmark; perjalanan tidak dimulai dari
landmark
h. Berjalan menuju landmark
i. Berjalan di antara obyek-obyek yang telah diketahui hubungannya dengan
landmark tanpa kembali ke landmark setiap melakukan perjalanan
j. Kembali ke landmark melalui rute alternative.

Untuk tes akhir, siswa dibawa ke daerah yang belum dikenalnya kemudian

disuruh menemukan landmark secara mandiri.

3. Konsep dasar clue

Menurut Hosni (1994 Orientasi dan Mobilitas,1994)

a. Pengertian Clue

Clue ( petunjuk ) merupakan suatu rangsangan auditoris (bunyi/suara),

rangsangan tactual, bau, temperatur (suhu). Kinestetic, rangsangan

visual yang mengenai indra dan yang segera dapat diubah menjadi

petunjuk untuk menetapkan suatu posisi atau suatu garis arah.

20
Misalnya : Seseorang tunanetra bermaksud membeli sate kambing

yang menurut penjelasan temannya berada dekat pintu kereta api.

Saat itu kebetulan terdengar bunyi lonceng yang menandakan bahwa

pintu kereta api harus ditutup karena ada kereta api yang mau

lewat, keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh orang tunanetra itu

sebagai petunjuk arah dia harus berjalan kemana dan setelah dekat

ia akan dapat mencium bau sate yang dibakar dan selanjutnya ia

dengan mudah dapat sampai pada tujuannya. Suatu kereta api, suara-

suara lonceng pintu kereta merupakan petunjuk (clue) yang

memberitahu posisi tunanetra dan garis arah dari perjalanan yang

harus dilalui.

Menurut Rahardja (2010:24) Definisi Clue yaitu setiap rangsangan

suara, bau, perabaan, kinestetis, atau visual yang mempengaruhi

pengindraan yang dapatt segera memberikan onformasi kepada siswa

tentang informasi penting untuk menentukan posisi dirinya atau sebagai

garis pengarah.

b. Karakteristik Clue

Suatu clue dapat bersifat dinamis dan tetap.

1) Objek atau rangsangan yang dijadikan clue atau tanda bisa


sesuatu yang bergerak atau menetap bedanya dengan landmark
adalah objek landmark harus permanen, sedangkan clue tidak
harus permanen.
2) Suatu clue dapat digunakan secara fungsional apabila sumber
dari clue itu dapat dikenal. Clue (petunjuk) yang belum
berfungsi dalam menetapkan posisi pada garis pengarah.
3) Semua perangsang yang diterima oleh indera-indera tidak
mempunyai nilai petunjuk yang sama. Ada yang dominan
sebagai petunjuk (clue) ada yang kurang berfungsi sebagai

21
clue, dan ada yang sama sekali tidak dapat digunakan sebagai
clue.
4) Perkembangan pengindraan yang baik, perkembangan indra yang
baik diperlukan sebab petunjuk yang harus dipilih, ditetapkan
dan digunakan adalah berupa rangsangan yang hanya bisa
ditangkap oleh indra. Meskipun untuk memberi makna dari
rangsangan tersebut diperlukan proses berfikir (mental yang
sehat pula).
5) Kesadaran sensoris artinya bahwa petunjuk yang berupa
rangsangan sensoris tersebut disadari adanya, di sekitar kita
banyak rangsangan yang ditangkap dan sampai pada indra kita,
tetapi tidak semua rangsangan tersebut dapat disadari. Bagi
orang yang mempunyai kesadaran yang baik hanya rangsangan
yang menjadi perhatianlah yang disadari secara penuh,
sedangkan yang lainnya hanya sebagai latar belaka.
6) Mengenal suatu perangsang-perangsang umum. Mengenal
perangsang-perangsang indera yang bersifat umum dan ada di
sekitar lingkungan sangat penting diketahui tunanetra, misalnya
suara-suara yang ada disekitar dan biasa didengar anak.
Semua rangsangan indera yang bisa didengar, diraba, dirasa,
dicium dan sebagainya dapat memberikan petunjuk bagi
tunanetra tentang lingkungan di sekitar dia berada

c. Kelebihan dari clue

1) Untuk menemukan suatu arah


Artinya dengan petunjuk/clue seorang tunanetra dapat
mengetahui kemana ia mengarah ( utara, timur, selatan, dan
barat ). Sebelum ditemukan clue mungkin ia tidak tahu arah.
2) Untuk menentukan posisi diri dalam lingkungan
Posisi diri artinya dimana ia sekarang berada, hubungannya
dengan objek yang ada disekitarnya.
3) Untuk memperoleh orientasi arah
Orientasi arah artinya disamping ia tahu arah dirinya ke arah
mana ia menghadap, juga tahu arah yang lainnya serta arah
objek yang ada disekitar dirinya.
4) Untuk menentukan line of direction
Line of direction atau pengarah adalah lintasan yang disediakan
untuk ditelusuri seseorang. Garis pengarah dapat ditetapkan
berdasarkan petunjuk/clue yang ada di tempat tersebut.
5) Untuk dapat memproyeksi lingkungan yang akan dimasuki
Dengan menemukan dan mengenal clue yang ada, tunanetra
dapat memproyeksi lingkungan yang akan didatangi, bagaimana
kualitas dan bentuk lingkungan yang akan dimasuki setelah
melewati petunjuk tersebut.
6) untuk menemukan tujuan tertentu

22
Tujuan dan objek dapat ditemukan karena adanya petunjuk,
tujuan, lokasi maupun objek yang ditemukan tanpa melalui
analisa petunjuk yang ada maka itu adalah suatu kebetulan
( tanpa proses orientasi )
7) Untuk orientasi diri pada suatu lingkungan
Dengan adanya petunjuk atau clue di lingkungan tersebut, maka
tunanetra dapat menemukan kembali posisi dirinya hubungannya
dengan semua objek di lingkungan tersebut.
8) Untuk mendapatkan informasi sehubungan dengan lingkungan

Clue/petunjuk dapat memberikan informasi yang banyak

tentang lingkungan Misalnya tunanetra mendengar suara kendaraan

truk banyak melintas di depannya, ini dapat memberikan informasi

bahwa jalan depannya cukup lebar, Hal ini karena kendaraan truk

diperkenankan melintas jalan raya tersebut. Banyak lagi informasi

yang bisa di peroleh dari clue kendaraan truk tersebut.

d. Prinsip Clue

Menurut Rahardja (2010:24) mengemukakan prinsip clue mungkin

bergerak atau menetap. Setiap rangsangan tidak mempunyai nilai yang

sama sebagai clue, sebagian mungkin akan sangat mencukupi pemenuhan

kebutuhan (dominant clues), beberapa akan berguna tetapi tingkatnya

kurang, dan sebagian lagi mempunyai nilai yang negative (masking

sound).

e. Prasyarat Clue

Menurut rahardja (2010:25) Prasyarat clue yaitu: indera-indera

berkembang dengan baik, kesadaran penginderaan, akrab dengan

berbagai rangsangan penginderaan, lokalisasi, identifikasi, dan

diferensiasi bunyi, kemampuan menginterpretasikan pola lalu lintas

23
(pejalan kaki dan kendaraan), kesadaran jarak, persepsi obyek,

kemampuan, menginterpretasikan dan/atau mengidentifikasi rangsangan.

f. Kegunaan Clue

Rahardja (2010:25) Mengemukakan kemampuan untuk memahami

dan mempergunakan berbagai clue mungkin secara khusus akan sangat

dirasakan manfaatnya. Clue mungkin akan membantu dalam hal:

a) Menentukan arah
b) Menentukan posisi diri dalam lingkungan
c) Menjaga arah orientasi
d) Menentukan garis lawat
e) Menemukan obyek tertentu
f) Orientasi dan reorientasi dalam lingkungan
g) Memperoleh informasi tentang lingkungan
h) Memperoleh informasi tentang daerah yang berhubungan,
misalnya: lantai atas dengan mempergunakan suara elevator
sebagai clue.

C. Konsep Shalat Berjamaah

1. Definisi shalat berjamaah.

Dalam bahasa Arab, perkataan “shalat” digunakan untuk beberapa

arti; di antaranya digunakan untuk arti “do‟a”, digunakan untuk arti

“rahmad” dan untuk arti “mohon ampunan”. Dalam istilah fiqih,

shalat adalah salah satu macam atau bentuk ibadah yang diwujudkan

dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai dengan

ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu pula.

Digunakannya istilah “shalat”, tidak jauh berbeda dari arti yang

digunakan oleh bahasa di atas, karena di dalamnya mengandung do‟a-

do‟a, baik yang berupa permohonan rahmad, ampunan dan lain

sebagainya. Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah

24
membaca syahadat, yaitu kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain

Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Secara definitif, ada dua macam pengertian shalat, pertama dilihat dari

sudut lahiriah dan kedua dari sudut batiniyah. Dari sudut lahiriyah

dikemukakan oleh ahli fiqih, shalat adalah ibadah yang terdiri dari

perbuatan (gerakan) dan perkataan (ucapan tertentu) yang dimulai dengan

takbir dan diakhiri dengan salam. Dari sudut batiniyah shalat adalah

menghadapkan hati kepada Allah SWT yang mendatangkan takut kepada-

Nya dan menumbuhkan di dalam hati rasa keagungan dan kebesaran-Nya.

dan menumbuhkan di dalam hati rasa keagungan dan kebesaran-Nya.

Namun ada pendapat yang menggabungkan kedua definisi tersebut,

sehingga dapat dinyatakan bahwa shalat ialah suatu ibadah yang dilakukan

dengan anggota lahir dan batin dalam bentuk gerakan dan ucapan tertentu

yang sesuai dengan arti shalat yaitu melahirkan niat (keinginan) dan

keperluan seorang muslim kepada Allah Tuhan yang disembah,

dengan perbuatan (gerakan) dan perkataan yang keduanya dilakukan

secara bersamaan.dengan anggota lahir dan batin dalam bentuk gerakan

dan ucapan tertentu yang sesuai dengan arti shalat yaitu melahirkan

niat (keinginan) dan keperluan seorang muslim kepada Allah Tuhan

yang disembah, dengan perbuatan (gerakan) dan perkataan yang

keduanya dilakukan secara bersamaan.

Pengertian shalat juga dijelaskan dalam firman Allah surat

atTaubah 103 sebagai berikut:

25
‫ك َس َكنٌ َل ُه ْم ۗ َوهَّللا ُ َسمِي ٌع َعلِي ٌم‬
َ ‫صاَل َت‬
َ َّ‫َع َلي ِْه ْم ۖ إِن‬
dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu

(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui. (Q.S. at-Taubah: 103) Menurut T.A Lathief

Rousydy sebagaimana yang dikutip oleh Riznanto dan Rahmawati,

pengertian shalat terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Menurut bentuk, sifat dan kaifiyahnyaShalat adalah perkataan dan

perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam,

dengan cara Tuhan disembah disertai dengan cara-cara tertentu.

b. Menurut hakikatnyaShalat adalah menghadapkan jiwa kepada Allah

menurut cara yang mendatangkan rasa takut kepada-Nya serta

membangkitkan rasa kagum di dalam hati atas kebesaran-Nya dan

kesempurnaan kekuasaan-Nya.

c. Menurut ruh atau jiwanyaShalat adalah menghadap Allah dengan

sepenuh jiwa dan khusyu‟ di hadapan-Nya serta ikhlas kepada-Nya

disertai dengan ketulusan hati dalam berdzikir, berdo‟a dan memuji.

Pendapat lain, ada yang mengatakan bahwa dinamakan shalat

karena merupakan “shilah” (penghubung) antara hamba dengan

Tuhannya.Seperti halnya kita mengenal istilah silaturahim, yang

mana merupakan jalinan ukhuwah atau persaudaraan, baik antar sesama

manusia maupun mereka yang seakidah dalam naungan agama

Islam.Secara etimologi kata jama‟ah diambil dari kata al-ijtima‟

yang berarti kumpulan atau al-jam‟u yang berarti nama untuk

26
sekumpulan orang. al-jam‟u adalah bentuk masdar. Sedangkan al-

jama‟ah, al-jami‟ sama seperti al-jam‟u. Dalam Kamus Al-

Munawir pengertian jamaah adalah kelompok, kumpulan, sekawan.

Secara terminology shalat berjamaah adalah: Apabila dua

orang shalat bersama-sama dan salah seorang di antara mereka

mengikuti yang lain,keduanya dinamakan shalat berjamaah. Orang yang

diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, dan yang mengikuti di

belakang dinamakan makmum.

2. Hukum Shalat Berjamaah.

Sebagian ulama mengatakan shalat berjamaah itu adalah fardhu

„ain (wajib„ain), sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjamaah itu

fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunat muakkat (sunat istimewa).

Yang akhir inilah hukum yang lebih layak selain shalat jumat. Menurut

kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut

diatas, berkata pengarang Nailul Authar:

Pendapat seadil-adil dan sehampir-hampirnya pada yang betul ialah

shalat berjamaah itu sunat muakat. Shalat lima waktu dengan barjamaah di

masjid lebih baik daripada shalat berjamaah di rumah, kecuali shalat sunat,

maka dirumah lebih baik.Selain itu sebagian orang beranggapan bahwa sholat

berjamaah hukumnya sunnah; jika dikerjakan berpahala dan jika

ditinggalkan tidak berdosa. Anggapan ini menurut mereka didukung oleh

pendapat mayoritas ulama dari Madzhab Malikiyah, Hanafiyah, dan

safi‟iyah. Dari perbedaanperbedaan ini yang dianggap paling benar

27
adalah nash yang jelas dalam Al-Qur‟an dan sunah. Maka siapapun yang

bersama nash, dialah yang benar.

3. Syarat-syarat Shalat Berjamaah

Didalam sholat berjamaah terdapat beberapa syarat-syarat yang harus

dipahami oleh para jama‟ah, antara lain:

a. Makmum hendaknya meniatkan mengikuti imam. Adapun imam tidak

menjadi syarat berniat menjadi imam, hanya sunat agar ia mendapat

ganjaran berjamaah.

b. Makmum hendaklah mengikuti imamnya dalam segala pekerjaanya.

Maksudnya, makmum hendaklah membaca takbiratulihram sesudah

imamnya, begitu juga permulaan segala perbuatan makmum

hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh Imamnya.

c. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, umpamanya dari berdiri ke

ruku‟, dari ruku‟ ke i‟tidal, dari i‟tidal ke sujud, dan seterusnya, baik

diketahui dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang

dibelakang imam, mendengar suara imam atau suara mubalighnya,

agar makmum dapat mengikuti imamnya.

d. Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat,

umpamanya dalam satu rumah. Setengah ulama berpendapat bahwa

shalat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, hanya sunat karena yang

perlu ialah mengengetahui gerak-gerik perpindahan imam dari rukun ke

rukun atau dari rukun ke sunat, dan sebaliknya agar makmum dapat

mengikuti gerak-gerik imamnya.

28
e. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan dari imamnya,

maksudnya ialah lebih depan ke pihak kiblat. Bagi orang shalat

berdiri, diukur tumitnya, dan bagi orang duduk, pinggulnya.

f. Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah

berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain; kalau ia makmum tentu ia

akan mengikuti imamnya.

g. Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh

menjadi makmum, sedangkan imamnya perempuan. Adapun

perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak

beralangan.

h. Keadaan imam tidak ummi, sadangkan makmum qari‟. Artinya, imam itu

hendaklah orang yang baik bacaanya.

i. Janganlah makmum beriman kepada orang yang diketahui bahwa

shalatnya tidak sah (batal). Seperti mengikuti imam yang diketahui

oleh makmum bahwa ia bukan orang islam, atau ia berhadats atau

bernajis badan, pakaian, atau tempatnya. Karena imam yang seperti itu

hukumnya tidak sah dalam shalat.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

29
Secara bahasa metodologi penelitian berasal dari kata (metode) yang artinya

cara yang tepat untuk melakukan sesuatu sedangkan (logos) yang artinya ilmu

atau pengetahuan.

Metode merupakan satu langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam

menentukan strategi yang tepat untuk memproleh data yang akurat. Hal ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2013:2) bahwa: metode “merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Jadi

dapat disimpulkan metode merupakan strategi atau langkah yang digunakan oleh

peneliti untuk memproleh data yang akurat dalam kegiatan penelitian.

Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk

menyelesaikan permasalahan tertentu yang memerlukan jawaban. Penelitian juga

memerlukan penyelidikan yang sistematis dan terorganisir. Setiap individu

mempunyai motivasi yang berbeda, diantaranya dipengaruhi oleh tujuan dan

profesi masing-masing. Motivasi dan tujuan dari kegiatan penelitian secara umum

pada dasarnya adalah sama, yaitu kegiatan penelitian merupakan refleksi dari

keinginan manusia yang selalu berusaha untuk mengetahui sesuatu.

Kegiatan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatannya

menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu suatu cara yang

digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan dan menganalisa suatu objek yang

ditelitinya sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dijelaskan oleh Arikunto (2013:3)

bahwa metode deskriptif adalah “penelitian yang dimaksudkan untuk

30
menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang

hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian”. Jadi penelitian

deskriptif ini merupakan salah satu metode penelitian yang berusaha untuk

menggambarkan objek dan subjek yang diteliti secara tepat sesuai dengan

tujuan penelitian ini yaitu Bagaimana pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A

Kota Bandung.

Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah

pendekatan yang bersifat kualitatif yaitu penelitian yang meneliti sesuai dengan

kondisi yang alamiah atau sebenarnya. Hal itu sesuai dengan pendapat yang

dijelaskan oleh Moleong (2011:4) bahwa pendekatan kualitatif adalah

“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan eperilaku yang dapat diamati”. Hal itu

diperkuat dengan pendapat yang dijelaskan oleh Sugiyono (2013:15) sebagai

berikut:

Penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan


pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik
pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi. Jadi pendekatan kualitatif dianggap cocok digunakan dalam
kegiatan penelitian yang dilakukan peneliti karena data yang dihasilkan
lebih mendalam dan sesuai dengan kejadian yang sebenarnya sehingga
cocok untuk menggambarkan situasi yang terjadi di lapangan. Jadi
pendekatan kualitatif ini dapat digunakan untuk memperoleh data tentang
Bagaimana pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi
dan mobilitas untuk anak tunanetra Kelas V di SLBN-A Kota Bandung.
Metode penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan oleh

peneliti untuk menggambarkan suatu objek yang ditelitinya sesuai dengan fakta

31
yang ada dilapangan. Sedangkan pendekatan kualitatif mengedepankan

hubungan peneliti dengan responden dalam upaya memecahkan masalah sesuai

tujuan penelitian, dengan demikian terlihat hubungan yang erat antara peneliti

dengan yang diteliti. Jadi metode penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif

ini dapat digunakan untuk memperoleh data Bagaimana pembelajaran shalat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra

Kelas V di SLBN A Kota Bandung.

B. Teknik Penelitian

Teknik penelitian merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan data

yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan penelitian, tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti akan kesulitan dalam

melaksanakan kegiatan penelitian. Teknik penelitian menurut Sugiyono

(2013:224): “teknik penelitian merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. jadi

dapat disimpulkan teknik penelitian merupakan teknik untuk mengumpulkan

data dalam kegiatan penelitian, tanpa mengetahui teknik pengumpulan data

maka penenliti akan kesulitan untuk memperoleh data yang akurat dan dapat

dipertanggujawabkan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Observasi

Observasi merupakan teknik untuk mengumpulkan data secara

32
langsung di lapangan, dengan cara mengamati dari dekat objek yang akan

diteliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi dalam Sugiyono (2013:145)

“Observasi ialah proses yang kompleks, terdiri dari berbagai macam proses

biologis maupun proses psikologis. Namun, proses yang paling penting

ialah ingatan dan pengamatan”. Jadi dapat disimpulkan observasi

merupakan teknik pengumpulan data, yang mana peneliti mengamati dari

dekat objek yang akan di teliti. Dalam observasi ini peneliti dapat melihat

lebih jelas dan terperinci sehingga dapat menghasilkan data yang akurat

serta dapat di pertanggungjawabkan.

Dengan melaksanakan observasi peneliti dapat mengamati tentang

hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Hal ini diperkuat dengan

pendapat Moleong (2011:125) bahwa observasi adalah “teknik pengamatan

memungkinkan melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat perilaku

dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya”.

Kegiatan observasi dilakukan kepada anak tunanetra untuk memperoleh

data tentang kemampuan, kesulitan dan suasana dalam Bagaimana

pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas

untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung.

2. Wawancara

Teknik lain mengumpulkan data didapatkan peneliti diperoleh dari

hasil wawancara, yang dimaksud dengan wawancara adalah suatu teknik

33
berkomunikasi secara dua arah, antara peneliti dengan responden yang

bertujuan untuk memperoleh data. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono

(2013:231): “wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam suatu topik tertentu”. Dengan wawancara maka peneliti

berharap akan memperoleh data yang akurat dan sesuai dengan kondisi

sebenarnya dilapangan. Pada kegiatan penelitian ini peneliti melakukan

wawancara kepada guru untuk mengetahui pelaksanaan Bagaimana

pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas

untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

cara membaca, memahami, buku serta dokumen yang ada relefansinya

dengan masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2013:240) “dokumen

merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya. Dokumentasi pada penelitian ini

adalah yang dikumpulkan meliputi foto-foto, buku rapot anak, rekaman

suara atau rekaman video sebagai bukti-bukti otentik untuk pedoman

tentang Bagaimana pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung.

C. Analisis Data

34
Data yang telah didapatkan oleh peneliti dilapangan maka selanjutnya

akan dianalisis, ditafsirkan dan disimpulkan secara bertahap sehingga

mencapai tujuan penelitian. Karena itu dibuat pencatatan data dalam format

untuk memudahkan analisis data. Hal ini dijelaskan oleh pendapat Sugiyono

(2011 :224) menyatakan bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dan hasil wawancara, catatan

lapangan, dan bahan- bahan lain, serta mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang

dapat diceritakan kepada orang lain”. Data yang telah didapatkan dan

dikumpulkan oleh peneliti melalui kegiatan wawancara, observasi dan studi

dokumentasi di lapangan kemudian selanjutnya oleh peneliti dideskripsikan

dalam bentuk laporan penelitian. Jadi analisis data adalah suatu proses mencari

data yang dilakukan oleh peneliti untuk menapsirkan, menyusun,

menyimpulkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara secara

bertahap.

Analisis data yang baik memerlukan pengelolaan data yang dilakukan

secara interaktif dan terus menerus. Berdasarkan model Miles dan Huberman

yang dikutip Sugiyono (2012 :246) mengemukakan bahwa “aktivitas

dalamanalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Aktivitas

35
dalam analisis data, yaitu reduksi data, display data, menarik kesimpulan dan

verifikasi. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisis data yang

digunakan peneliti sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong (2011:246)

adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data
Reduksi data adalah mengambil bagian pokok dari data yang telah
diperoleh dari penelitian. Hal ini memudahkan kita dalam menentukan
data apa saja yang sudah diperoleh dan data apa saja yang belum
terkumpul dan harus dikumpulkan berkaitan dengan masalah
penelitian. Jadi dari kutipan diatas reduksi data adalah suatu proses
untuk mengambil data pokok dari hasil penelitian berkaitan dengan
permasalahan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan
orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra VI di SLBN-A Kota
Bandung. .
2. Display Data
Display data adalah suatu cara menggolongkan data ke dalam
kelompok-kelompok sehingga data mudah untuk dibaca dan dipahami
serta mampu menggambarkan keseluruhan atau bagian-bagian tertentu
dari penelitian. Jadi dari kutipan diatas display data adalah proses
yang dilakukan oleh peneliti untuk mengelompokan data agar mudah
dipahami berkaitan dengan pembelajaran shalat berjamaah melalui
pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra VI di SLBN-
A Kota Bandung.
3. Menarik kesimpulan dan verifikasi
Kegiatan menarik kesimpulan dilakukan oleh peneliti sejak awal
secara bertahap,sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh
makna dari setiap data yang dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil
hanya bersifat sementara dan masih diragukan kevalidannya, oleh
karena itu kesimpulan senantiasa diverifikasi selama penelitian
berlangsung untuk menjaga tingkat kepercayaan penelitian. Jadi dari
kutipan diatas menarik kesimpulan dan verifikasi data adalah proses
untuk menyimpulkan data secara bertahap, data yang telah
disimpulkan masih bersifat sementara dan diragukan kevalidannya,
berkaitan dengan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan
orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra VI di SLBN-A Kota
Bandung.

D. Instrumen Penelitian

36
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti sendiri. Peneliti merupakan instrumen utama yang harus turun

langsung ke lapangan guna memperoleh data yang relevan dengan tujuan yang

ingin dicapai. Hal itu sesuai dengan penjelasan dari Sugiyono (2012 :222)

bahwa “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrumen penelitian utama, alasannya ialah bahwa segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah fokus penelitian,

prosedur penelitian, hipotesis yang dgunakan, bahkan hasil yang diharapkan,

itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas seluruhnnya. Segala

sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan

yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya

peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”. Untuk

mencapai keberhasilan dalam penelitian kualitatif tergantung kepada data di

lapangan yang telah disusun oleh peneliti.

Pelaksanaan penelitian ini dibekali dengan pedoman sebagai alat bantu

dalam melakukan berbagai kegiatan penelitian baik dalam bentuk observasi,

wawancara maupun studi dokumentasi. Sehingga mendapatkan data yang

akurat dan dapat dipertanggung jawabkan tentang pembelajaran shalat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V

di SLBN A Kota Bandung. Berikut in akan dijelaskan mengenai wawancara,

observasi, dan dokumentasi yang digunakan dalam pengumpulan data ini

sebagai berikut:

37
1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara merupakan teknik penelitian yang dilakukan

dengan adanya sebuah dialog lisan yang dilakukan oleh peneliti untuk

mendapatkan informasi. Instrument yang dilakukan dalam pedoman

wawancara adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara

terstruktur terdiri dari serangkaian pertanyaan lengkap dan terperinci yang

ditulis sebelum melakukan wawancara, sedangkan wawancara tidak

terstruktur dapat bebas menanyakan apa saja yang berhubungan dengan data

apa yang akan dikumpulkan. Pada saat melakukan wawancara, peneliti

mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti supaya

mempermudah pengambilan data dilapangan secara tersusun dan rinci.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi merupakan teknik penelitian langsung ke lapangan.

Mengenai hal ini dijelaskan oleh Soendari dan Nani (2010:14) adalah:

“mengadakan pengamatan terhadap suatu objek, gejala, peristiwa, atau

proses yang terjadi dalam suatu situasi baik yang terjadi pada manusia

maupun lingkungannya”.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa observasi

merupakan prose pengumpulan data dengan proses pencatatan data

mengenai pembelajaran sholat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan

mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

Penelitian ini menggunakan instrument observasi. Dalam observasi ini,

peneliti terlibat dengan kegiatan yang dilakukan oleh guru dan

38
pembelajaran.

E. Subjek dan Objek Penelitian.

Subjek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda, ataupun

lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan

dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di bawah ini akan dijelaskan tentang

subyek dan obyek dalam penelitian ini.

1. Subjek penelitian

Setiap kegiatan penelitian tentu ada subjek yang akan diteliti, baik

berupa manusia, benda, peristiwa, maupun gejala yang terjadi dan dalam hal

ini dijadikan sumber data dalam penelitian, seperti dikemukakan oleh

Arikunto (2013:152)” “Merupakan sesuatu yang sangat penting

kedudukannya di dalam penelitian, subjek penelitian harus ditata sebelum

peneliti siap untuk mengumpulkan data”. Subjek penelitian data berupa

benda, hal atau orang”. Berdasarkan pengertian di atas, yang menjadi subjek

dalam penelitian adalah 1 (satu) orang guru pendidikan agama islam, 1

(satu) orang guru orientasi dan mobilitas, dan 2 (dua) orang anak tunanetra

kelas V di SLBN A Kota Bandung. Untuk lebih jelasnya subjek penelitian

digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

39
Tabel 3.1
SUBJEK PENELITIAN
No Nama Jenis Kelamin Usia Keterangan
1 AK L 44 th Guru
2 AF L 26 th Guru
3 AP L 11 th Anak SDLB
4 RG L 12 th Anak SDLB

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah:

a. Pelaksanaan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi

dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung.

b. Kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A

Kota Bandung.

c. Cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A

Kota Bandung.

d. Evaluasi pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan

mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung.

F. Prosedur Penelitian

Semua kegiatan penelitian akan berjalan sesuai rencana apabila semua

tahap penelitian dan prosedurnya jelas dan terarah. Tahap-tahap penelitian

merupakan aspek yang perlu diperhatikan dan tidak boleh terlewatkan. Tahap-

tahap dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan penelitian

40
Dalam tahap persiapan ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Studi pendahuluan

Langkah awal yang dilakukan peneliti ialah melihat serta mengamati

permasalahan yang dapat dijadikan bahan untuk kegiatan penelitian.

b. Menentukan Topik dan Judul Penelitian

Mengamati permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan, maka

selanjutnya ditentukan topik dan judul yang paling menarik untuk

dijadikan bahan kajian penelitian. Memperoleh judul dari permasalahan

yang ada di lapangan, kemudian diajukan kepada SUBDIT SDLB

Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mendapat memenuhi

kegiatan pelatihan metoden pemeblajaran PAI pada Kementerian Agama

Republik Indonesia.

c. Menyusun Proposal

Judul yang peneliti ajukan tersebut disetujui oleh KASUBDIT

SDLB Kementerian Agama Republik Indonesia, langkah berikutnya

yang peneliti lakukan adalah menyiapkan proposal peneliti. Menyusun

proposal penelitian secara sistematis yang telah ditentukan format

penyusunan proposal penelitiannya untuk diajukan kepada SUBDIT

SDLB Kementerian Agama Republik Indonesia .

d. Membuat Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam hal ini meliputi instrumen observasi

serta instrumen wawancara yang dibuat dengan mengacu pada pertanyaan

penelitian dan berdasarkan arahan dari SUBDIT SDLB Kementerian

41
Agama Republik Indonesia .

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah melakukan tahap persiapan untuk melakukan kegiatan penelitian.

Penelitipun melakukan tindak lanjut dengan melaksanakan tahap pelaksanaan

penelitian di SLBN-A Kota Bandung. Dalam tahap pelaksanaan penelitian ada

beberapa hal yang dilakukan oleh peneliti diantaranya sebagai berikut:

a. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data sesuai dengan yang

dibutuhkan. Dari berbagai tahap pengumpulan data yang tersedia, peneliti

menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

1) Observasi

Pelaksanaan kegiatan observasi terhadap subyek penelitian yaitu

dengan cara peneliti datang langsung ke sekolah yang menjadi tempat

penelitian. Dalam mengobservasi 2 orang anak tunanetra kelas V peneliti

menggunakan instrumen observasi yang telah disusun dan disetujui untuk

melihat langsung pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota

Bandung.

2) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan berbincang-bincang dengan guru

yang mengajar di kelas V di SLBN A Kota Bandung. Dalam

mewawancarai guru tersebut peneliti menggunakan instrumen

wawancara yang telah disusun dan disetujui untuk memperoleh data

42
tentang pelaksanaan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota

Bandung.

3) Studi dokumentasi

Studi dokumentasi peneliti melengkapi teknik penelitian dengan

mengumpulkan bukti-bukti otentik di lapangan dengan

mendokumentasikan dalam bentuk foto, video, rekaman wawancara,

serta ditambah dengan rapot anak untuk menguatkan data yang diperoleh

dari observasi dan wawancara dalam memperoleh data tentang

pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan

mobilitas untuk anak tunanetra V di SLBN A Kota Bandung

b. Tahap Pengolahan Data

Setelah peneliti mengumpulkan data melalui kegiatan observasi dalam

bentuk instrumen observasi pada 2 orang anak tunanetra di kelas V

kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan wawancara menggunakan

instrumen wawancara yang telah dijawab oleh guru kelas V dan guru

orientasi dan mobilitas serta mengambil studi dokumentasi dari observasi

dan wawancara tersebut selanjutnya peneliti mengolah serta menganalisis

data-data yang telah di peroleh tersebut menggunakan teknik analisis

induktif, sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup nyata dari

masalah yang sedang diteliti oleh peneliti.

c. Tahap Menyimpulkan Data

Data yang telah diolah, dideskripsikan dan dianalisis maka selanjutnya

43
dapat dibuatkesimpulan oleh peneliti dengan cara menafsirkan data akhir

yang telah diperoleh.

d. Tahap Pelaporan Data

Tahap paling terakhir dari semua rangkaian kegiatan penelitian yaitu

melaporkan data hasil penelitian secara sistematis dan terinci agar dapat

dipahami oleh semua pihak yang membutuhkan hasil kegiatan penelitian ini.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

44
A. Profil Penelitian

Profil adalah suatu gambaran berupa informasi dan keterangan yang

objektif tentang keadaan individu, kelompok, organisasai dan lembaga. Profil

biasanya didapatkan melalui suatu kegiatan pengamatan, atau berdasarkan

informasi yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya dan dideskripsikan

dalam bentuk keterangan.

1. Profil Lembaga

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri A Kota

Bandung yang berlokasi di jalan Padjajaran nomor 50-52, Kelurahan

Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. SLBN A Kota Bandung

ini berdiri sejak 1901 dengan izin operasional dari Dinas Pendidikan

Provinsi Jawa Barat, merupakan sekolah negeri dengan luas tanas 1800 M2

dan luas bangunan 589.97 M2 dengan status jenjang pendidkan

terakreditasi A.

SLBN A Kota Bandung memiliki 30 orang guru dan memberikan

pelayanan pendidikan terhadap 90 peserta didik, dari jumlah peserta didik

yang ada terdapat 15 anak yang mengalami cacat ganda/MDVI. Adapun

ruangan yang ada di SLBN A Kota Bandung terdiri dari 20 ruangan.

Jenjang pendidikan yang terdapat disana terdiri dari TKLB, SDLB,

SMPLB, dan SMALB.

2. Profil Responden/Subjek Penelitian

45
Sebagaimana disebutkan dalam BAB III, yang menjadi subjek

dalam penelitian ini adalah 1 orang guru mata pelajaran pendidikan agama

islam, 1 orang guru orientasi dan mobilitas, dan 2 (Dua) orang anak total

blind kelas V di SLBN A Kota Bandung.

a. Responden Anak

1) Responden Anak Kesatu (AP-1)

Responden berinisial AP usia 11 tahun berjenis kelamin laki-laki

yang lahir di Bandung, 07 Mei 2008 beralamat di Jalan Hasan Saputra

Buah Batu. Responden mengalami Total Blind sejak lahir, dan mampu

membedakan terang dan gelap. Responden memiliki kemampuan

dalam menerima pelajaran akademik maupun non akademik, sangat

bersemangat dalam menerima pelajaran dan aktif dalam kelas.

Responden memiliki kemampuan orientasi dan dan mobilitas yang

cukup baik sehingga mampu melakukan aktivitas secara mandiri

dengan baik tanpa memerlukan bantuan orang lain.

2) Responden Anak Kedua (RG-2)

Responden kedua ini berinisial RG usia 12 tahun berjenis kelamin

laki-laki yang lahir di Bandung, 01 Maret 2007 beralamat di Cijeruk,

Lembang. Responden mengalami Total Blind sejak lahir, dan mampu

membedakan terang dan gelap. Responden memiliki kemampuan

dalam menerima pelajaran akademik maupun non akademik, sangat

bersemangat dalam menerima pelajaran dan aktif dalam kelas.

Responden memiliki kemampuan orientasi dan mobilitas kurang baik

46
dikarenaka responden masih bergantung kepada temannya dan belum

mampu melakukan aktivitas secara mandiri dan harus dituntun oleh

pendamping ketika melakukan aktivitas dilingkungan sekolah.

b. Responden Guru

1) Responden Guru Kesatu (AK-1)

Responden kesatu seorang bapak guru yang berinisial AK, lahir di

Bandung 30 Maret 1973 usia 44 tahun, pendidikan yang ditempuh S1

PAI (Pendidikan Agama Islam) STAI Cimahi. Mulai mengajar di

SLBN A Kota Bandung pada tahun 2005 sekitar 14 tahun. Responden

berstatus PNS di SLBN A Kota Bandung, beliau merupakan guru yang

mengalami hambatan penglihatan (buta total). Beliau ditempatkan

mengajar di jenjang pendidikan SDLB dan mengajar mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam. Beliau merupakan sosok guru yang baik,

sabar, memberikan solusi kepada anak yang cepat merasa bosan pada

saat di kelas yaitu dengan cara memberikan tugas, serta yang paling

penting selalu memberikan motivasi kepada anak dan tak pernah bosan

untuk selalu membantu anak dalam pembelajaranya.

2) Responden Guru Kedua (AF-2)

Responden kedua seorang bapak guru yang berinisial AF, lahir di

Bandung, 03 Mei 1994 usia 26 tahun, pendidikan yang ditempuh

adalah S1 Pendidikan Luar Biasa (UPI) Bandung. Mulai mengajar di

SLBN A Kota Bandung pada tahun 2015. Beliau merupakan guru

honorer di SLBN A Kota bandung dan ditempatkan mengajar di

47
jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) pada mata pelajaran orientasi

dan mobilitas. Beliau merupakan sosok guru yang disiplin, penyayang

terhadap peserta didik, ulet serta yang paling penting selalu

memberikan motivasi dan tak pernah bosan untuk membantu anak

dalam pembelajarannya.

3. Aspek Penelitian

Aspek dalam penelitian sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota

Bandung.

b. Kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran shalat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di

SLBN A Kota Bandung.

c. Upaya mengatasi kesulitan dalam pembelajaran shalat berjamaah

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas

V di SLBN A Kota Bandung.

d. Evaluasi pembelajaran shalat berjamaah melalui pendekatan orientasi

dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung.

B. Deskripsi Data

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti

terhadap responden di SLBN A Kota Bandung, maka dideskripsikan data

sebagai berikut:

Persiapan

48
1) Melakukan Asesmen

Assessmen dilakukan bertujuan untuk melihat kemampuan

awal anak dalam pembelajaran sholat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas. Responden diberikan asesmen

pada awal kegiatan pembelajaran dimulai dengan alat instrument

yang dibuat sendiri dan berpedoman dengan kurikulum yang

berlaku.

2) Menyusun Program

Penysunan program dibuat berdasarkan hasil asesmen yang

mengacu pada kurikulum yang berlaku, yang dibaut pada awal

tahuan ajaran baru seperti program tahunan dan program semester

dan Program Pembelajaran Individual (PPI). Adapun tahapan-

tahapannya yaitu dalam penysunan program sebagai berikut:

a) Menentukan Tujuan

Penentuan tujuan berdasarkan acuan kurikulum 2013 yang

berlaku, adapun tujuan ini supaya anak mampu memahami tata

cara sholat berjamaah dengan baik dan mampu untuk melakukan

sholat berjamaah secara mandiri dan tidak bergantung kepada

orang lain.

b) Menentukan Materi

Menentukan materi dilihat dari buku guru dan buku siswa

pendidikan agama islam kelas V yang menjadi pertimbangan

dalam memberikan materi dilihat dari kemampuan dan

49
kebutuhan anak, yang menajdi kendala dalam penentuan materi

adalah konsentari anak saat menerima materi.

c) Menentukan Metode

Untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran pendidikan

agama islam menggunakan pendekatan saintifik yang mana anak

bebas bereksperimen, dan menggunakan metode demonstrasi,

dan penugasan bertujuan untuk meningkatkan daya ingat tentang

materi yang disampaikan.

d) Menentukan Media

Dalam pembelajarn sholat berjamaah melalui pendekatan

oreintasi dan mobilitas ketika anak di dalam kelas membutuhkan

alat bantu belajar seperti alat tulis reglet dan buku. Pada saat

melakukan praktek sarana dan prasarana sangat penting untuk

anak sebab untuk menunjang keberlangsungan pembelajaran

yang biasanya dilaksanakan langsung di dalam masjid. Alat

bantu yang digunakan ketika melakukan pembelajaran di masjid

seperti menelusuri ujung karpet untuk mengetahui posisi shaf

sholat.

e) Menentuka Alokasi Waktu

Waktu yang diberikan untuk pelaksanaan pembelajaran

pendidikan agama islam adalah 2x35 menit (1 x pertemuan) yaitu

pada hari rabu. Dan pelaksanaan pembelajaran orientasi dan

mobilitas adalah 2x35 (1 x pertemuan) yaitu pada hari selasa.

50
a. Pelaksanaan

1) Kegiatan Awal

Sebelum memulai pembelajaran, kegiatan awal yang guru

lakukan adalah mengajak anak untuk merapihkan tempat duduk,

berdoa terlebih dahulu, mengabsen kehadiran anak dan apersepsi

dengan mengaitkan materi yang lalu untuk memastikan anak

mengingat materi yang telah diberikan. Kegiatan awal dilakukan

kurang lebih 5 menit sebelum memasuki inti materi pembelajaran.

2) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, guru menyampaikan materi pembelajaran

tentang sholat baik itu secara sendiri dan berjamaah, bagaimana tata

cara sholat yang baik dan benar, doa ketika melakukan sholat,

penyampaian materi menggunakan metode demonstrasi dimana guru

menyampaikan materi secara langsung dengan lisan. Pelaksanaan

pembelajaran bukan hanya di kelas saja tetapi ketika anak ingin

melakukan praktek langsung guru membawa anak ke masjid supaya

anak lebih memahami cara menentukan arah kiblat, menentukan

posisi shaf yang tepat dan benar dan mengetahui gerakan sholak

ketika masbuk, misalnya gerakan sholat yang sedang berdiri, rukuk,

sujud, maupun duduk diantara dua sujud. Kegiatan tersebut terlampir

pada hasil dokumentasi pada saat melakukan penelitian.

3) Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan akhir, subjek menentukan umpan balik

51
dengan cara menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Setelah itu

melakukan tanya jawab kepada anak hal ini merupakan bentuk

penugasan akhir sebelum mengakhiri pembelajaran.

b. Tindak Lanjut

Dalam tindak lanjut subjek memberikan pengulangan yakni

mengulang kembali materi yang belum dikuasai oleh anak,

pengulangan ini dilakukan di akhir pembelajaran dan di awal

pertemuan selanjutnya. Setelah itu melakukan pengayaan, diberikan

kepada anak yang dinilai sudah mampu dalam menguasai materi

tersebut sehingga guru memberikan materi tambahan.

1. Hasil Observasi

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap anak di SLBN A

Kota Bandung menghasilkan data sebagai berikut:

a. Responden Anak Kesatu (AP-1)

1) Mengetahui arah mata angin

a) Menunjukkan arah mata angin seperti utara, timur, selatan, dan

barat, anak mampu menyebutkan dimana arah mata angin.

b) Mengetahui posisi kiblat berada disebelah barat, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat ketika berada didalam masjid yang

sering digunakan untuk melakukan ibadah solat.

c) Jika anak menghadap ke utara, anak menunjukkan posisi kiblat ada

disebelah kiri, anak mampu menyebutkan posisi kiblat.

52
d) Jika anak anak menghadap ke timur, anak menunjukkan arah kiblat

berada dibelakang, anak mampu menyebutkan posisi kiblat.

e) Jika anak menghadap ke selatan, anak menunjukkan posisi kiblat

berada disebelah kanan, anak mampu menyebutkan posisi kiblat

dengan menggunakan bantuan.

2) Mengetahui medan masjid

a) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap ke utara, anak

menunjukkan posisi kiblat ada disebelah kanan, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat.

b) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap ketimur anak

menunjukkan posisi kiblat berada didepanya, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat dengan menggunakan bantuan.

c) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap keselatan, anak

menunjukkan arah kiblat berada disebelah kiri, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat.

3) Menemukan posisi shaf sholat

a) Mendengarkan sumber suara imam, anak mampu menyebutkan

ketika ada sumber suara imam yang sedang berkumandang

dimasjid tanpa menggunakan bantuan.

53
b) Menunjukkan batas shaf sholat, anak mampu menyebutkan batas

shaf sholat dengan menngunakan bantuan yaitu dengan cara

mengajarkan anak berjalan meraba ujung karpet.

c) Menelusuri ujung shaf sholat, anak mampu melakukan dengan

menggunakan bantuan dengan cara mengajarkan anak menelusuri

setiap ujung karpet yang ada dimasjid.

4) Mengetahui posisi shaf sholat

a) Memposisikan dirinya dengan jamaah pada shaf yang masih

kosong, anak mampu melakukan dengan menggunakan bantuan

dan belum mampu melakukan secara mandiri.

b) Merapatkan barisan shaf sholat, anak mampu melakukan dengan

menggunakan bantuan dengan cara diarahkan mengatur posisi shaf

yang baik.

c) Meluruskan barisan shaf sholat, anak mampu melakukan dengan

menggunakan bantuan dengan cara mengarahkan kepada anak

posisi shaf supaya menghadap lurus sesuai dengan arah kiblat.

5) Menyentuh posisi jamaah ketika masbuk

a) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang berdiri, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

b) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang rukuk, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

54
c) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang duduk, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

d) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang sujud, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

6) Mengikuti gerakan sholat ketika masbuk

a) Melakukan gerakan solat yang sedang berdiri, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

b) Melakukan gerakan solat yang sedang rukuk, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

c) Melakukan gerakan solat yang sedang sujud, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

d) Melakukan gerakan solat yang sedang duduk, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

e) Melakukan gerakan solat yang sedang tahiyat awal, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

d) Melakukan gerakan solat yang sedang tahiyat akhir, anak mampu

melakukan gerakan sholat dengan baik secara mandiri.

b. Responden Anak Kedua (RG-2)

1) Mengetahui arah mata angin

a) Menunjukkan arah mata angin seperti utara, timur, selatan, dan

barat, anak mampu melakukan dengan bantuan untuk mengetahui

55
posisi arah mata angin.

b) Anak mampu menyebutkan posisi arah kiblat dengan

menggunakan bantuan.

c) Jika anak menghadap ke utara, anak menunjukkan posisi kiblat ada

disebelah kiri, anak mampu menyebutkan posisi kiblat dengan

menggunakan bantuan.

d) Jika anak anak menghadap ke timur, anak menunjukkan arah kiblat

berada dibelakang, anak mampu menyebutkan posisi kiblat dengan

menggunakan bantuan.

e) Jika anak menghadap ke selatan, anak menunjukkan posisi kiblat

berada disebelah kanan, anak mampu menyebutkan posisi kiblat

dengan menggunakan bantuan.

2) Mengetahui medan masjid

a) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap ke utara, anak

menunjukkan posisi kiblat ada disebelah kanan, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat dengan menggunakan bantuan untuk

mengetahui cara menentukan posisi arah kiblat ketika anak datang

dari berbagai arah pada saat memasuki masjid.

b) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap ketimur anak

menunjukkan posisi kiblat berada didepanya, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat dengan menggunakan bantuan untuk

mengetahui cara menentukan posisi arah kiblat ketika anak datang

dari berbagai arah pada saat memasuki masjid.

56
c) Jika anak lewat dari pintu masjid yang menghadap keselatan, anak

menunjukkan arah kiblat berada disebelah kiri, anak mampu

menyebutkan posisi kiblat dengan menggunakan bantuan untuk

mengetahui cara menentukan posisi arah kiblat ketika anak datang

dari berbagai arah pada saat memasuki masjid.

3) Menemukan posisi shaf sholat

a) Mendengarkan sumber suara imam, anak belum mampu melakukan

secara mandiri tetapi mampu dengan menggunakan bantuan.

b) Menunjukkan batas shaf sholat, anak mampu menyebutkan

menggunakan bantuan dengan cara mengajarkan anak meraba

ujung karpet hingga bertemu dengan jamaah yang sedang

melakukan sholat.

c) Menelusuri ujung shaf sholat, anak mampu melakukan

menggunakan bantuan dengan mengajarkan kepada anak cara

meraba dengan menelusuri ujung karpet.

4) Mengetahui posisi shaf sholat

a) Memposisikan dirinya dengan jamaah pada shaf yang masih

kosong, anak mampu melakukan dengan dibantu oleh guru

maupun dengan temannya.

b) Merapatkan barisan shaf sholat, anak mampu melakukannya

dengan dibantu oleh guru maupun dengan temannya

57
c) Meluruskan barisan shaf sholat, anak mampu melakukan dengan

dibantu oleh guru maupun dengan temannya.

5) Menyentuh posisi jamaah ketika masbuk

a) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang berdiri, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

b) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang rukuk, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

c) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang duduk, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

d) Menyebutkan posisi jamaah yang sedang sujud, anak mampu

melakukan dengan cara menyentuh jamaah yang sedang

menjalankan sholat.

6) Mengikuti gerakan sholat ketika masbuk

a) Melakukan gerakan solat yang sedang berdiri, anak sudah mampu

secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

b) Melakukan gerakan solat yang sedang rukuk, anak sudah mampu

secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

58
c) Melakukan gerakan solat yang sedang sujud , anak sudah mampu

secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

d) Melakukan gerakan solat yang sedang duduk, anak sudah mampu

secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

e) Melakukan gerakan solat yang sedang tahiyat awal, anak sudah

mampu secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

f) Melakukan gerakan solat yang sedang tahiyat akhir, anak sudah

mampu secara mandiri melaukan gerakan sholat dengan baik tanpa

menggunakan bantuan.

2. Hasil Dokumentasi

Hasil dokumentasi dalam penelitian ini adalah data yang berkaitan

dengan objek penelitian yaitu mengenai pembelajaran sholat berjamaah

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di

SLBN A Kota. Studi dokumentasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menjaring data yairu berupa dokumen sebagai pelengkap data nyata

sehingga dapat lebih jelas terkait dengan pembelajaran sholat berjamaah

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas. Hasil dokumentasi yang

didapat dalam penelitian juga berupa data-data anak dan responden,

program pembelajaran yang diberikan kepada anak mengenai pembelajaran

sholat berjamaah, selain itu peneliti melakukan observasi langsung kepada

59
anak untuk melihat kemampuan anak dalam melaksanakan sholat

berjamaah yang nanti akan dikomentasikan dalam bentuk gambar (foto)

sebagai tanda bukti bahwa peneliti telah melakukan penelitian, bukan hanya

itu saja peneliti juga mendokumentasi gambar (foto) dengan kedua

responden yaitu dengan guru pendidikan agama dan guru orientasi dan

mobilitas.

C. Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul baik data hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Berdasarkan data berikut peneliti

sajikan hasil analisis sebagai berikut:

1. Hasil Wawancara

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diteumakan data

bahwa dalam mata pelajaran pendidikan agama islam anak diajarkan

menegnai sholat, rukun sholat, tata cara sholat, dan doa ketika sholat.

Materi yang diberikan telah disusun dalam bentuk RPP yang telah dibuat

oleh guru supaya materi yang diajarkan tersampaikan dengan baik. dalam

penyampaian materi metode yang digunakan yaitu menggunakan metode

demonstrasi. Penyampaian materi bukan hanya dikelas saja melainkan anak

langsung melakukan praktek dimasjid hal ini bertujuan untuk melihat

kemampuan anak dalam melakukan sholat berjamaah, mempunyai

hambatan penglihatan membuat anak sulit dalam menjalankan aktivitas

sehari-harinya sehingga diberikan pembiasaan oleh guru agar mampu

melaksanakan aktivitas dengan mandiri. Bukan hanya pada mata pelajaran

60
pendidikan agama saja, pada mata pelajaran orientasi dan mobilitas anak

diajarkan mengorrientasi masjid dengan teknik-teknik dasar yang terdapat

dalam materi orientasi dan mobilitas, teknik-teknik tersebut diusahakan

oleh guru supaya anak mampu menggunakan dimasjid lain. Dalam

melakukan praktek anak masih merasa kesulitan dalam mengenali medan

masjid dan membutuhkan bantuan guru untuk mengatasi permasalahan

tersebut dengan cara guru melakukan asesmen terhadap anak dan

memberikan program pembelajaran setelah itu guru melakukan evaluasi

dengan mengulang kembali materi maupun hasil praktek melakukan sholat

berjamaah didalam masjid.

2. Hasil Observasi

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap 4 orang

anak yaitu dilihat dari segi kemampuan anak yang berbeda. Responden

anak pertama yang bernama AP cukup baik dalam orientasi dan mobilitas

ketika diberikan arahan anak langsung mampu melaksanakannya, ketika

melaksanakan sholat anak mampu mengetahui posisi kiblat berada disbelah

barat, mampu dengan bantuan menemukan posisi shaf dengan jamaah

lainnya dengan cara meraba ujung karpet hingga menemukan jamaah yang

ada disampingnya, anak mampu mengikuti gerakan sholat ketika masbuk

seperti gerakan yang sedang berdiri, rukuk, sujud, dan duduk. Responden

anak kedua yang bernama RG memiliki kemampuan orientasi dan mobilitas

kurang baik dikarenakan anak masih bergantung kepada orang lain dan

temannya, RG masih belum mandiri dalam menjalankan aktivitas salah

61
satunya ketika hendak melakukan sholat, ketika didalam masjid pada saat

guru melepas anak dan mengarahkan secara lisan mulai dari ambil wudu

dan melaksanakan sholat, terlihat RG masih belum mampu berjalan dengan

mandiri, ketika hendak melakukan sholat aak belum mengetahui posisi arah

kiblat, belum mampu menemukan posisi shaf dengan jamaah lainnya,

mampu dengan bantuan menempatkan diri ketika masbuk, dan mampu

secara mandiri melakukan gerakan sholat seperti berdiri, rukuk, sujud, dan

duduk.

3. Hasil Dokumentasi

Berdasarkan hasil dokumentasi yang didapat pada saat peneliti

melakukan penelitian bahwa pembelajaran mengenai sholat berjamaah

telah diajarkan pada mata pelajaran pendidikan agama tetapi tidak secara

menyeluruh membahawa mengenai sholat berjamaah hanya dikaitkan

dengan materi yang terdapat di dalam program pembelajaran, bukan hanya

pada mata pelajaran pendidikan agama saja, tetapi pada mata pelajaran

orientasi dan mobilitas anak langsung praktik bagaimana cara mengenali

medan masjid sampai melakukan sholat berjamaah, hal ini bertujuan untuk

melatih kemadirian anak dalam melakukan sholat berjamaah. Dari program

pembelajaran yang diberikan terdapat komponen-komponen pembelajaran

yang digunakan meliputi tujuan, indikator, materi pembelajaran, metode

pembelajaran, alat dan sumber pembelajaran, alokasi waktu, kegiatan

pembelajaran pelaksanaan panilaian, dan tindak lanjut.

62
D. Jawaban Pertanyaan Penelitian

Pada bagian ini peneliti akan menyajikan data yang didapat dari hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun pertanyaan dan jawaban

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran sholat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di

SLBN A Kota Bandung?

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mengenai

pembelajaran sebelumya, guru melakukan persiapan seperti menyusun

program pembelajaran yang berbentuk RPP yang bertujuan supaya materi

yang disampaikan kepada anak jelas sehingga anak mudah untuk

memahaminya. Kemudian guru membuat program tahunan dan program

semester yang akan menjadi acuan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

Dalam proses pelaksanaan pembelajaran ada tiga kegiatan yaitu kegiatan

awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan awal berisi kegiatan

guru mengecek kehadiran anak, mengajak berdoa, menyampaikan tujuan

pembelajaran dan apersepsi pembelajaran minggu lalu. Sedangkan

kegiatam inti berisi guru menyampaikan materi tentang pembelajaran

sholat berjamaah, pada saat melakukan praktik tentang sholat berjamaah

guru mengajak anak langsung memasuki anak supaya anak mampu

melakukan sholat berjamaah secara mandiri. Dalam proses pembelajaran

metode yang digunakan adalah metode demonstrasi dimana setiap materi

harus disampaikan secara langsung dengan lisan dan menggunakan bahasa

63
yang mudah dipahami oleh anak. Materi yang disampaikan mengenai

tentang sholat, tata cara sholat yang baik dan benar mulai dari melakukan

wudhu hingga melakukan gerakan sholat seperti ruku, sujud, duduk

diantara dua sujud, selain itu guru mengajarkan tata cara melakukan sholat

berjamaah di masjid, kegiatan tersebut terlampar pada hasil dokumentasi

ketika melakukan penelitian. Pada kegiatan akhir guru melakukan evaluasi

untuk mengetahui sejauh mana anak dalam menerima materi baik secara

lisan maupun tulisan. Dalam tindak lanjut guru melakukan pengulangan,

pengayaan, dan pengembangan tujuan membuat perbaikan dan

meningkatkan materi pembelajaran pendidikan agama islam.

2. Bagaimanakah kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran sholat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak

tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung?

Kesulitan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran sholat

berjamaah yaitu dilihat dari kemampuan anak masih belum sepenuhnya

menguasai medan masjid yang disebabkan oleh ketunanetraan yang

mereka alami sehingga anak kesusahan dalam memposisikan dirinya

ketika akan melakukan sholat berjamaah. Dari segi materi anak cukup luas

pengetahuan mengenai sholat. Ketika melakukan praktik anak masih harus

dibantu dan dilakukan secara berulang-ulang supaya anak mampu secara

mandiri melakukan sholat berjamaah dimasjid yang lain. Kesulitan yang

dihadapi oleh anak seperti menentukan arah kiblat masih harus dengan

bantuan, selanjutnya posisi shaf sholat dengan jamaah lainnya anak masih

64
belum mampu menentukan posisi disebabkan oleh anak masih malu untuk

meraba jamaah yang ada didekatnya sehingga harus dengan bantuan,

menentukan batasan/sultra anak masih kesusuhan sehingga perlu dbantu

oleh pendamping awas. Pada saat anak masbuk ketika melakukan sholat

berjamaah anak juga masih kesulitan dalam menentukan posisi sehingga

harus menggunakan bantuan supaya posisi sholat dengan jamaah lainnya

sudah baik dan benar. Dalam gerakan sholat anak sudah mampu

melakukan karena sudah diajarkan tentang gerakan sholat sehingga anak

sudah mandiri dan tidak perlu menggunakan bantuan baik secara fisik

maupun lisan.

3. Bagaimanakah cara mengatasi kesulitan dalam pembelajaran sholat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak

tunanetra kelas V di SLBN A Kota Bandung?

Upaya untuk mengtasi kesulitan dalam pembelajaran sholat

berjamaah yaitu mengenalkan medan masjid kepada anak supaya posisi

anak tepat dan benar sesuai dengan arah kiblat. Melatih indera perabaan

anak dengan meraba ujung karper supaya anak mampu memposisikan diri

dengan jamaah lainnya ketika hendak melakukan sholat atau dengan

menyentuh jamaah yang ada didekatnya untuk mengetahui gerakan sholat

yang dilakukan jamaah lain ketika anak sedang masbuk. Teknik-teknik

dasar dalam orientasi dan mobilitas perlu diterapkan untuk anak yang

mengalami hambatan penglihatan, dalam pembelajaran guru menekankan

teknik yang mudah digunakan bagi anak di masjid yang lainnya sebab di

65
setiap masjid memiliki medan yang berbeda-beda oleh sebab itu guru

memberikan teknik tersebut seperti menggunakan teknik over hand, lower

hand dan teknik dasar lainnya. Pembelajaran mengenai sholat terutama

untuk sholat berjamaah harus diajarkan kepada anak secara berulang-ulang

dan terus menerus untuk mengatasi kesulitan ketika hendak melakukan

sholat berjamaah baik di masjid tempat anak sering melakukan sholat dan

di masjid manapun.

4. Bagaimanakah evaluasi pembelajaran sholat berjamaah melalui

pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di

SLBN A Kota Bandung?

Evaluasi pembelajaran yang dilakukan kepada anak berupa

melakukan pengulangan kembali pembelajaran yang telah diberikan,

menanyakan kepada anak materi yang telah diberikan hal ini bertujuan

untuk melihat kemampuan mengingat materi yang telah disampaikan,

selain melakukan pembiasaan kepada anak mengulangi praktik yang telah

diajarkan mulai mengenal arah mati angin untuk mengetahui arah kiblat

hingga melakukan gerakan sholat berjamaah, mengajarkan kepada anak

untuk mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Meskipun mereka

telah diajarkan dan melakukan praktik, anak masih tetap mengalami

kesulitan akibat dari ketunanetraan yang mereka miliki, oleh karena itu

indera perabaan sangat berperan penting untuk menelusuri lingkungan

masjid ketika hendak melakukan sholat berjamaah. Anak harus tetap

66
membiasakan diri untuk melakukan pengulangan dengan menggunakan

teknik-teknik dasar yang telah dipelajari dalam orientasi dan mobilitas.

E. Pembahasan

Tunanetra adalah individu yang terganggu pada indera penglihatanya

tidak berfungsi sebagi saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari

seperti halnya orang awas. Pada dasarnya kemampuan kognitif anak tunanetra

sama dengan anak pada umumnya, namun yang terjadi sebagian dari anak

tunanetra tidak mendapatkan stimulus yang maksimal dari lingkungan

sekitarnya yang mengakibatkan kemampuan kognitif yang terhambat.

Menurut Somantri (2007:65), menyatakan bahwa: “Tunanetra tidak saja

mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi

terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup

sehari-hari terutama dalam hal belajar. Adapun menurut Soendari (2011:7)

mengungkapkan bahwa pembelajaran yang diberikan dalam satu kelompok

dengan pengajaran yang sama tetapi kedalaman dan keluasan materi pelajaran

disusun berdasarkan kebutuhan setiap anak khususnya anak tunanetra.

Dalam penelitian ini, pembelajaran yang diberikan untuk anak telah

disusun dan disesuaikan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan anak

sehingga guru melakukan assessment terhadap anak yang bertujuan untuk

mengetahui kemampuan anak, dan setelah itu guru membuat program

pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud adalah mengenai pembelajaran

sholat yang ada pada materi mata pelajaran pendidikan agama islam,

pembelajaran tersebut wajib diajarkan kepada anak yang supaya anak mampu

67
menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim untuk terus melaksanakan

ibadah sholat. Menurut Abu Abdillah (2002:97) mengemukakan pengertian

sholat, sholat menurut bahasa adalah doa. Sedangkan menurut istilah seperti

yang dikatakan Imam Rafi’i sholat adalah perkataan dan perbuatan yang

diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat yang telah

ditentukan.

Sholat bukan hanya dapat dikerjakan oleh individu melainkan

dilakukan secara berjamaah. Sholat disyari’atkan pelaksanaanya secara

jamaah. Dengan jamaah sholat dan makmum terhubung dengan sholat

imamnya. Legalitas sholat berjamaah ditetapkan dalam alqur’an sunnah dan

kesepakatan ulam’ (ijma’).Dalam Q.S. An-Nisa:102, yang artinya: dan apabila

kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak

mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari

mereka berdiri (sholat) bersetamu (Q.S An-Nisa:102).

Dalam pelaksanaan sholat, seseorang yang awas mereka dengan

mudah dalam pengerjaan sholat baik yang individu maupun yang berjamaah.

Beda halnya dengan anak yang memiliki hambatan penglihatan, mereka harus

dibantu oleh orang awas atau anak harus mampu dalam melakukan orientasi

dan mobilitas dilingkungan masjid. Dalam melakukan orientasi terdapat

proses penggunaan indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri

hubungannya dengan objek-objek penting dalam lingkungannya. Proses

penggunaan indera yang masih berfungsi diartikan sebagai cara indera dalam

menyalurkan rangsangan informasi sehingga dapat sampai dan diolah oleh

68
otak menjadi sesuatu yang berguna dalam menetapkan posisi diri (Hosni

1997:6). Sedangkan yang dimaksud dengan mobilitas adalah suatu

kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak. Bergerak di sini tidak hanya

diartikan berjalan tetapi lebih luas dari itu. Bergerak bisa dari suatu posisi ke

posisi yang lain misalnya menggerakkan tangan, menggerakkan kaki,

menggerakkan anggota tubuh dan gerakan lainnya.

Pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran mengenai pembelajaran

sholat berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas tidak hanya

diberikan berbentuk materi saja melainkan anak harus melakukan praktek

langsung supaya anak lebih memahami tata cara melalukan sholat berjamaah

di masjid, akibat hambatan yang mereka miliki membuat anak kesulitan dalam

mengenali medan masjid sehingga guru memberikan pendekatan melalui

orientasi dan mobilitas sebab anak tunanetra tidak terlepas dari orientasi dan

mobilitas supaya memudahkan mereka melakukan aktivitas sehari-harinya.

Kesulitan yang dihadapi anak ketika melakukan sholat berjamaah di masjid

yang disebabkan oleh hambatan yang mereka miliki sehingga anak tidak

mampu leluasa mengenali medan masjid, seperti halnya kesulitan dalam

menentukan arah kiblat, mengetahui posisi shaf sholat, maupun mengetahui

gerakan sholat ketika masbuk. Oleh sebab itu guru mengajarkan kepada anak

teknik-teknik dasar yang mudah digunakan untuk anak ketika melakukan

sholat di masjid yang sering digunakan maupun di masjid lainnya seperti

teknik lower hand, over hand, trailing. Bukan hanya itu saja guru juga melatih

taktil anak dengan terus mengasah kemampuan indera perabaan, misalnya

69
meraba ujung karpet untuk mengetahui posisi shaf maupun menyentuh jamaah

yang didekatnya untuk mengetahui gerakan sholat ketika masbuk. Oleh sebab

itu orientasi dan mobilitas sangat penting untuk dikuasai oleh anak supaya

anak mampu dalam menggunakan indera yang masih tersisan dan mampu

dalam melakukan gerakan dan berpindah tempat ke yang satu ketempat yang

lainnya.

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian ini peneliti akan mengemukakan kesimpulan umum yang

berdasarkan terhadap teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini, dan

kesimpulan khusus yang merupakan bagian dari hasil penelitian. Sebagaimana

yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang pembelajaran sholat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas

V di SLBN A Kota Bandung, serta rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teoritis dan kenyataan yang terjadi dilapangan maka

peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia tidak

terkecuali anak berkebutuhan khusus termasuk didalamnya anak tunanetra.

anak tunanetra memiliki kemampuan yang terbatas dikarenakan kerusakan

pada indera visualnya, dari segi kognitif dan intelektualnya anak tunanetra

sama halnya dengan anak normal pada umumnya. Pada dasarnya

70
pemberian pendidikan yang optimal bagi anak tunanetra suaru keharusan

sehingga dapat menjadikan anak tersebut mempunyai modal kemandirian

yang tidak selalu bergantung kepada orang lain. Oleh sebab itu pentingnya

pemberian pendidikan dan layanan khsuus bagi anak untuk menunjang

keberhasilan belajar baik itu dalam belajar disekolah maupun

pembelajaran keterampilan khusus untuk kemandirian diri bagi anak

tunanetra dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya. Salah satunya

melakukan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu melakukan sholat 5

waktu sehingga anak harus mampu mengetahui tata cara sholat yang baik

dan benar apalagi saat melakukan sholat secara berjamaah dimasjid.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan hasil bahwa pembelajran

sholat sangat penting diajarkan untuk anak baik itu sholat yang dilakukan

secara mandiri maupun berjamaah sangat penting untuk anak pelajari

supaya mereka mengetahui tata cara maupun doa yang baik dan benar

sesuai terdapat dalam Alqur’an dan hadist. Hambatan penglihatan yang

mereka miliki membuat mereka kesulitan dalam menjalankan ibadah

sholat di masjid sehingga mereka harus diberikan solusi untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Dengan diimbangkan dengan teknik dalam

orientasi dan mobilitas anak sudah mampu meskipun harus dengan

bantuan, tetapi jika kesulitan yang anak hadapi terus dilatih akan membuat

anak mampu melalukan dengan amndiri.

71
2. Kesimpulan Khusus

Dari hasil penelitian di lapangan maka peneliti memaparkan

kesimpulan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pembelajaran sholat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas untuk anak tunanetra kelas V di SLBN A Kota

Bandung, diawali pada tahap persiapan guru telah melakukan persiapan

membuat asement selanjutnya guru membuat program, setelah itu

melakukan pelaksanaan pembelajaran dan menyampaikan materi yang

telah disusun dalam bentuk RPP, dan melakukan evaluasi/tindak lanjut

mengacu pada kurikulum 2013 dan menyesuaikan dengan kemampuan

anak. Bukan dari segi materi saja, guru melakukan praktik langsung

yang bertujuan untuk pemantapan materi dan melatih kemampuan anak.

b. Kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran sholat berjamaah

melalui pendekatan orientasi dan mobilitas, dalam menentukan arah

kiblat, anak sering kesulitan dalam menentukan posisi arah kiblat

sehingga guru harus mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Kesulitan yang lain yaitu dalam menentukan posisi shaf sholat, anak

masih kesulitan dalam menentukan posisi shaf sholat sehingga guru

harus mengajarkan kepada anak untuk menggunakan indera peraba

anak supaya anak mampu menentukan dimana posisi shaf ketika sholat.

c. Upaya guru dalam mengatasi kesulitan dalam pembelajaran sholat

berjamaah melalui pendekatan orientasi dan mobilitas, yaitu dengan

membuat isntrumen untuk mengetahui kemampuan anak dan

72
selanjutnya akan dibuat program berdasarkan mata pelajaran yang akan

diajarkan, didalam program pembelajaran terdapat tujuan, metode,

media, alokasi waktu, dan evaluasi, tindak lanjut.

d. Evaluasi dalam pembelajaran sholat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas, guru melakukan pengulangan materi sebagai

bentuk evalausi, menanyakan materi yang telah disampaikan melakukan

praktik ulang untuk mengetahui kemampuan anak setelah pembelajaran

berlangsung.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan selama

penelitian berlangsung, maka peneliti memberi dukungan dan saran sebagai

rekomendasi bagi pihak sekolah dengan harapan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam pelaksanaan latihan tari tradisional poco-poco dalam

melatih kelenturan gerak badan anak low vision.

Rekomendasi yang peneliti sampikan ini dapat bermanfaat sebagai bahan

acuan. Adapun rekomendasi ini ditujukan kepada:

1. Sekolah

Berdasarkan fakta di lapangan, posisi sekolah dan masjid yang

digunakan untuk melakukan praktik memiliki jarak yang cukup jauh,

sehingga waktu belajar berkurang, sebaiknya sekolah menyediakan tempat

untuk melakukan pembelajaran mengenai sholat berjamaah.

73
2. Guru

Berdasarkan fakta di lapangan, salah satu kesulitan yang dihadapi

guru pada saat melakukan praktik langsung di masjid, guru kesulitan

dalam melakukan praktik langsung kepada anak dan melihat kemampuan

anak disebabkan ketunanetraan yang dihadapi sehingga guru harus

didampingi oleh guru awas.

3. Anak

Berdasarkan fakta dilapangan, dari kedua anak yang menjadi subjek

dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda-beda dari segi

orientasi dan mobilitas ada anak yang masih bergantung dengan temanya

sehingga anak tersebut masih bergantung kepada teman dan guru, oleh

sebab itu anak harus terus belajar melatih diri dalam melakukan orientasi

dan mobilitas agar mampu melakukan aktivitas secara mandiri dan tidak

bergantung kepada orang lain.

4. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau referensi bagi peneliti

selanjutnya dalam pembelajaran sholat berjamaah melalui pendekatan

orientasi dan mobilitas, peneliti berharap kepada peneliti selanjutnya agar

dapat melengkapi kekurangan-kekurangan penelitian yang penulis lakukan.

C. Penutup

Segala puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

nikmat yang telah diberikan-Nya terutama nikmat sehat sehingga peneliti

dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini dengan lancar dan sesuai dengan

74
waktu yang telah ditentukan. Peneliti telah berusaha menyusun hasil penelitian

ini dengan semaksimal mungkin namun peneliti menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kata sempurna baik dari segi isi maupun sistematika

penulisan. Maka dari itu peneliti berharap hasil dari penelitian ini memberikan

manfaat bagi peneliti khususnya anak, guru, sekolah dan bagi masyarakat

yang telah membaca makalah ini.

75

Anda mungkin juga menyukai