Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERDAKWAH SANTRI MELALUI PELATIHAN

MUHADLOROH PONDOK PESANTREN AL-BAROKAH MANGUNSUMAN SIMAN


PONOROGO

Saiful Ihwan
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
saifulihwan27@gmail.com

Abstract

keywords

Abstrak

Kegiatan KPM DDR ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berdakwah santri di

Pondok Pesantren Al-Barokah Mangunsuman Siman Ponorogo dengan pelatihan muhadloroh

atau berpidato. Dengan ABCD (Aset Based Community Developmnt) sebagai pendekatannya,

penulis melakukan langkah-langkah yaitu inkulturasi, discovery, define dan reflection.

Strategi yang digunakan untuk mengembangkan berdakwah santri yaitu melakukan kegiatan

berpidato sekali seminggu dengan pelatihan-pelatihan sebelumnya. Perubahan yang terjadi

setelah santri melaksanakan latihan-latihan adalah mulai tumbuhnya rasa percaya diri dan

meningkatnya public speaking santri yang nantinya mampu mendakwahkan ilmu agamanya

di masyarakat ketika pulang dari pondok pesantren.

Pendahuluan

Islam merupakan agama yang sudah berkembang di seluruh pelosok dunia, salah satu
metode masuknya islam ke seluruh dunia adalah melalui kegiatan berdakwah (Sugiharto
2014). Kegiatan berdakwah selama kurun waktu dari masa Nabi Muhammad SAW sampai
sekarang telah banyak mengalami pasang surut dalam perjalanan dakwah islam. Seperti
ketika nabi berdakwah di Mekkah, paman beliau sendiri yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab
selalu memusuhi dakwah beliau serta menghalang-halangi orang untuk masuk kedalam
agama Islam. Kita bisa telaah bersama bahwa berdakwah merupakan bentuk syiar Islam yang
dianjurkan oleh Allah, tentunya didalammnya terdapat berbagai macam tantangan yang
merintangi, perlu kegigihan dan kesabaran bagi seorang pedakwah islam tidak hanya di masa
nabi namun juga di masa sekarang (Kholiluddin 2020).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tersebarnya agama islam ke pelosok pelosok
dunia. Faktor perdagangan seperti perjalanan orang Gujarat India yang berdagang sekaligus
syiar agama islam di daerah Samudra Pasai, selain itu faktor politik yaitu ketika seorang raja
itu memeluk agama islam maka dia membuat aturan bagi rakyatnya untuk memeluk agama
yang sama dengan agama yang di peluk raja, namun yang terpenting dalam berdakwah adalah
kemauan dan pantang menyerah para muballigh islam yang berjuang tak kenal lelah
mengejak dan membujuk orang-orang kafir agar mau masuk ke dalam agama islam (Khalil
2016).

Berbicara di depan umum tidaklah mudah, khususnya bagi para santri yang notabene
kurang mampu dalam hal berbiacara, padahal dalam hal keilmuan sudah mampu untuk
ditularkan kepada orang lain. Dalam sebuah maqolah yang dikarang oleh syekh Az-Zarnuji
yaitu kitab Ta’limul Mutaallim yang berisi tentang bagaimana kiat-kiat yang harus dilakukan
para pencari ilmu dalam belajar, tertera bahwa seorang yang dikatakan santri yang sukses
adalah santri yang mampu menguasai satu ilmu dan menyebarkannya kepada orang lain (Az-
zarnuji 2010). Namun yang terjadi santri justru malah kesulitan dalam menyebarkan ilmu
tersebut karena belum menguasai bagaimana public speaking yang baik dan benar sehingga
mudah di mengerti oleh khalayak umum.

Berdakwah atau berbicara di depan umum merupakan sesuatu ketrampilan dan bentuk
seni yang harus dimiliki oleh setiap orang, karena berbicara merupakan salah satu bentuk
interaksi komunikasi dengan orang lain (Kusnawan 2004). Namun tidak semua orang itu
percaya diri jika harus berbicara di depan umum. Justru malah menjadi momok bagi orang-
orang yang tingkat kepercayaan dirinya rendah termasuk juga seorang santri yang jarang
keluar pondok dan jarak berinteraksi dengan banyak orang. Padahal Bagaimana cara
berbiacara kita dengan orang lain merupakan cerminan bagi kepribadian kita, jadi perlu
kiranya meningkatkan dan memperbaik tata cara berbicara kita di depan umum.
Islam sendiri sangat menganjurkan bagi seorang muslim untuk berdakwah, karena
berdakwah merupakan salah satu perbuatan mengajak orang lain ke jalan kebeneran dan
mengajak orang lain untuk menjauhi barang-barang yang dilarang oleh Allah SWT. Seperti
yang terkandung dalam surat An-Nahl ayat 125 :

‫ِب ِلِه‬ ‫ِب‬ ‫ِا‬ ‫ِة ِد ِب َّلِت ِه‬ ‫ِع ِة‬ ‫ِب ِح ِة‬ ‫ِا ِب‬
‫اْد ُع َلى َس ْيِل َر ِّبَك ال َك َم َو الَمْو َظ الَح َس َن َو َج ا لُه ْم ا ى َى َاْح َسُن َّن َر َّبَك ُه َو َاْع َلُم َمْن َض َّل َعْن َس ْي َو ُه َو‬
‫ِب ِد‬
‫َاْع َلُم اْلُم ْهَت ْيَن‬

Artinya : “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka juga dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia lah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125).

Salah satu kegiatan yang digadang-gadang mampu digunakan untuk melatih mental
dan public speaking dalah kegiatan muhadloroh. Kegiatan Muhadloroh jika dilihat dari segi
bahasa berasal dari bahasa Arab, muhadharatu berarti kuliah atau ceramah (Zainal Abidin
and Ma’shum 1984). Sedangkan menurut istilah kegiatan muhadloroh adalah kegiatan
berlatih beceramah atau berbicara di depan umum untuk mengungkapkan pendapat dan
memberikan gambara tentang suatu hal yang bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan
seni tata bahasa dan public speaking para santri.

Begitu pula yang terjadi pondok pesantren Al-Barokah Siman Ponorogo, disini
terdapat banyak sekali kegiatan pendukung santri selain kegiatan mengaji. Terdapat kegiatan
yang bersifat wajib dilaksanakan oleh para santri dalam bidang pendidikan. Seperti
sholawatan dan manakib. Namum belum ada kegiatan untuk mengasah mental dan
ketrampilan berbicara. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya kegiatan muhadloroh agar
para santri tidak hanya mahir dalam mengolah fikir namun juga mengolah lisannya.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis termotivasi untuk mengkaji lebih dalam
guna mengetahui bagaimana mengembangkan kemampuan berdakwah santri dengan
pelatihan muhadloroh (latihan berpidato) yang ada di Pondok Pesantren Al-Barokah
Mangunsuman Siman Ponorogo.

Metode

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Asset Based Community


Development (ABCD), peneliti memilih menggunakan pendekatan ini dikarenakan ABCD
merupakan upaya dalam rangka pengembangan komunitas masyarakat yang berupaya
mewujudkan sebuah tatanan kehidupan yang mana masyarakat menjadi pelaku dan agen
pembangunan di lingkungan tersebut yang sering dikenal dengan Community Driven
Development (CCD) (Salahudin and dkk 2015). Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan
pengabdian masyarakat dengan metode ABCD; 1) inkulturasi (perkenalan); 2) Discovery
(mengungkapkan informasi); 3) Design (mengetahui aset dan mengidentifikasi peluang); 4)
define (mendukung keterlaksanaan program kerja); 5) refelection (Refleksi). Sedangkan
komunitas masyarakat yang dimaksud peneliti disini adalah pondok pesantren al-barokah
yang merupakan sebuah pondok pesantren yang ada di ponorogo yang berfokus pada
pendidikan akhlaqul karimah dan siap kerja karena sebagian besar santri di pondok pesantren
ini adalah mahasiswa perguruan tinggi yang ada di Ponorogo yang berasal dari berbagai
daerah di Indonesia.

Sasaran peserta dalam kegiatan KPM ini adalah santri kelas 2 baik putra maupun putri
dengan jumlah keseluruhan 25 santri. Peneliti memilih kelas 2 dikarenakan di dalam kelas ini
terdapat banyak siswa yang aktif dalam mengikuti kegiatan pondok, namun kurang percaya
diri jika harus berhadapan dengan orang banyak. Oleh karena itu, peneliti memilih kelas 2
agar dapat meningkat dalam ketrampilan berbicara di depan umum dan menyampaikan
gagasan serta pemikirannya di depan khalayak umum.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan sumber data
yang didapatkan berasal dari pengisian angket berupa goggle form yang berisi pendapat
peserta dampingan terhadap kegiatan yang dilakukan selama dampingan yang sebelumnya
telah di sebar oleh peneliti melalui group whatsapp dan diisi oleh peserta dampingan.

Setelah rangkaian kegiatan sudah dilaksanakan, peserta pengabdian di wawancarai


mengenai pendapat pelaksanaan kegiatan pendampingan, pengetahuan peserta mengenai
kegiatan berpidato serta hal-hal yang kiranya dapat menyulitkan peserta dalam
mempraktekkan berkhutbah di depan umum. Keseluruhan hasil wawancara kemudian di
kumpulkan menjadi satu dan ditarik kesimpulan mengenai hasil akhir dari wawancara.

Hasil dan Pembahasan

Hingga akhir kegiatan KPM-DDR yang dilaksanakan di Pondok Al –Barokah


Mangunsuman Siman Ponorogo sejak 5 juli 2021. Berdasarkan metode ABCD, maka ada
lima tahapan dalam pelaksanaannya :
1. Inkulturasi
Pondok Pesantren Al Barokah terletak di Jalan Kawung No. 84 Mangunsman
Siman Ponorogo. Sekitar 1 KM dari kampus 1 IAIN Ponorogo kearah barat
laut .Yang diasuh oleh KH. Imam Suyono dan sekarang terdapat 317 santri mukim
baik santri putra maupun santri putri yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Mayoritas santri yang ada di pondok ini keseluruhan
berstatus sebagai mahasiswa aktif di berbagai perguruan tinggi yang ada di Ponorogo.
Letaknya yang jauh dari jalan raya menjadikan pondok ini nyaman bagi santri ketika
belajar.

Tabel 1. Jumlah Santri Mukim Pon.Pes AL Barokah Mangunsuman

No Asal santri Jumlah

1. Santri dari pacitan 54

2. Santri dari Ponorogo 32

3. Santri dari Madiun 57

4. Santri dari magetan 68

5. Santri dari Ngawi 79

6. Santri dari Sumatra 10

7. Santri dari wonogiri 5

8. Santri dari Sragen 3

9. Santri dari Surabaya dan sekitarnya 5

10. Santri dari Rembang 4

Jumlah 317

Dari data diatas, dapat diketahui bahwa santri pondok pesantren Al-Barokah
berasal dari berbagai daerah di Indoneisa yang mayoritas santri santrinya berasal dari
daerah daerah terdekat dari ponorogo, seperti Ngawi, Magetan, Madiun serta Pacitan.
Pada tanggal 6 Juli 2021, KPM DDR di Pondok Pesantren Al-Barokah resmi
dibuka. Kegiatan langsung dihadiri pengasuh pondok. Selain itu juga terdapat
pengenalan budaya dan aset yang di paparkan oleh pengasuh pondok. Terkait hal
diatas dapat dibuktikan dengan gambar 1 dan gambar 2 berikut:

Gambar 1. Foto bersama pengasuh Gambar 2. Pengenalan pondok

2. Discovery
Pondok pesatren Al-Barokah memiliki banyak santri baik putra maupun putri.
Pada kegaiatan ini, peneliti memfokuskan kelas 2 sebagai peserta pelatihan pidato
(muhadloroh), namun jika di tengah-tengah pelatihan ada yang ingin bergabung di
perbolehkan. Berikut nama-nama santri awal yang ikut dalam pelatihan muhadloroh
tertera dalam tabel 2.
Tabel 2. Nama-nama santri yang ikut dalam kegaiatan muhadloroh

No. Nama Santri No. Nama santri No. Nama Santri

1. Dedik 10. Kamal 19. Ela

2. Rio 11. Umi 20. Defy

3. Huda 12. Dewi

4. Jazim 13. Nurhana

5. Asep 14. Richa

6. Rifai 15. Shema

7. Musryid 16. Nana

8. Hamim 17. Dika


9. Wahid 18 Amelia

Pada tahapan descovery ini, peneliti memilih peserta pelatihan dengan nama-
nama seprti yang tertera diatas. Nama-nama dipilih berdasarkan wawancara peneliti
dengan seluruh santri kelas 2. Setelah menyetujui mengenai pelatihan muhadloroh
dan latihan pidato. Selanjutnya peneliti membuatkan absen yang nantinya bisa
digunakan dalam melihat seberapa besar partisipasi peserta.
3. Design
Tahap design dilaksanakan dengan mengidentifikasi aset yang ada dengan
cara pemetaan aset komunitas. Pemetaan aset komunitas sendiri adalah sebuah
pendekatan dan cara memperluas akses ke pengetahuan lokal yang berfungsi
memperbaiki dan meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pemetaan serta
menambah kemampuan dan pengetahuan komunitas (Salahudin and dkk 2015).
Dalam kaitannya dengan aset komunitas ini, peneliti menemukan aset lain sebagai
pendukung dalam melaksanakan kegiatan khususnya muhadloroh yaitu: aset fisik
berupa bangunan kelas yang mendukung serta alat sound system yang menudukung
adanya kegiatan pelatihan pidato, selain itu juga terdapat guru-guru yang bisa dimintai
kesediannya membantu dalam kelancaran kegiatan.
Berdasarkan dat-data diatas, penulis mencoba mengidentifikasi potensi yang
dimiliki pondok pesantren Al-Barokah Mangunsuman yang digunakan sebagai
program kerja

Tabel 2 rincian program kegaiatan muhadloroh selama KPM berlangsung


No. Tanggal Agenda Kegiatan

12 Juli 2021 Pendataan peserta dan pembuatan


1. kelompok

2. 14 juli 2021-15 Juli Pelatihan I


2021  Pemberian teks pidato 4 bahasa (Arab,
Indonesia, Jawa dan Inggris)
 Pelatihan intonasi dan tempat-tempat
berhenti serta jeda dalam pidato
 Penugasan menjadi petugas
muhadloroh (Master of Ceremony,
khutbah, dan qori’.

3. 15 Juli 2021  Pelaksanaan muhadloroh I


 Evaluasi dan pembagian petugas-
petugas muhadloroh minggu depan

4. 24 Juli 2021-25 Juli Pelatihan II


2021  Pelatihan kelancaran pelafalan dalam
berpidato
 Pelatihan memilih isi pidato yang cocok
dengan problematika masyarakat

5. 29 Juli 2021  Pelaksanaan Muhadloroh II


 Evaluasi

6. 1 Agustus 2021- 3 Pelatihan III


Agustus 2021  Pelatihan gerakan tangan dan gestur
tubuh dalam berpidato
 Pembagian petugas Muhadloroh

7. 5 Agustus 2021  Pelaksanaan Muhadloroh III


 Evaluasi kegaiatan awal masuk hingga
akhir

8. 6 Agustus 2021  Wawancara respon peserta dampingan

4. Define
Tahapan define ini, peneliti dan santri bekerja sama dan terlibat dalam
melaksanakan program kegiatan yang telah disusun. Berikut uraian kegiatan KPM
DDR program kegiatan Muhadloroh sebagai berikut:
Berdasarkan tabel 2 diatas, tampak bahwa ada bermacam-macam pelatihan
berpidato, meliputi pelatihan intonasi, pelatihan memilih isi pidato serta pelatihan
gestur tubuh. Karena kegiatan ini berada di dalam pondok, jadi bisa dilaksanakan
dengan tatap muka sehingga sistem pelatiahannya bisa lebih mengena dan lebih jelas.
Tidak lupa dalam setiap pertemuan ada absensi untuk mengecek kedisiplinan santri.
Hal ini dilakukan semata-mata dalam rangka menumbuhkan sikap percaya diri dan
kemampuan berdakwah santri.
Sebelum pelatihan dilaksanakan, terlebih dulu peneliti memberikan hardfile
berupa kertas yang berisi pembukaan pidato. Pembukaan pidato ini terdiri dari 4
bahasa ( bahasa Arab, Inggris, Indonesia dan Jawa). Keseluruhan teks adalah teks
pembukaan pidato, untuk bagian isi pesertalah yang nanti meilih dan mencarinya
sendiri sesuai bidang yang dia kuasai atau problematika yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa KPM memilih 4 bahasa tersbut karena dirasa para santri perlu memahami
4 bahasa tersebut, karena masyarakat tidak hanya mencari yang pandai mengaji saja
melainkan mahir dalam menguasai bahasa-bahasa asing. Mengenai data diatas dapat
di buktikan dengan gambar 3 dan 4 sebagai berikut

Gambar 3. Teks bahasa Arab Gambar 4. Teks Bahasa Inggris


Gambar 5. Teks bahasa Indonesia Gambar 6. Teks bahasa jawa
a. Pelatihan I (intonasi dan pengaturan jeda )
Dalam pelaksanaan pelatihan yang pertama, peserta diberi materi mengenai
bagaimana mengambil intonasi dan panjang pendeknya dalam membaca sebuah
pidato. Cara mengambil intonsi yang baik dan benar; pertama, hangatkan suara
atau pemanasan dahulu sebelum melaksanakan pidato; kedua, berbiacara dengan
percaya diri dan jelas; ketiga, variasi kecepatan dan jeda; keempat, variasi tinggi
rendah dan keras dan lemahnya suara. Hal ini merupakan tahapan tahapan penting
dalam proses pencarian intonasi yang pas dalam menjadi presentrer dan berpidato
(Ricardo Nurzal 2021).
b. Muhadloroh I
Dalam pelaksanaan kegaiatan muhadloroh yang pertama, peserta sangat
antusias dalam mengikuti, dibuktikan dengan banyak jumlahnya audiens yang
ikut berpartisipasi dalam kegiatan. Kegiatan muhadloroh dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok putra dan putri. Dari keduanya sama-sama menarik
perhatian para santri yang lain karena kegiatan ini merupakan kegiatan yang baru,
masih fress sehingga mengundang banyak perhatian.
Menurut pengamatan peneliti, berdasarkan realita yang ada di lapangan dapat
disimpulakan penampilan para orator/khotib sudah baik sudah mampu berintonasi
dengan baik, namun terdapat beberapa kekurangan seperti kurangnya konsentrasi,
kurang lancar dalam menyampaian isi pidato. Masalah-masalah ini kemudian di
bahas langsung oleh peneliti sebagai pelatih dan evaluator.
Gambar 7. Muhadloroh Putri Gambar 8. Muhadloroh Putra
c. Pelatihan II
Pada sesi latihan 2 ini, peneliti memberi materi mengenai bagaimana cara agar
dalam lancar dalam berpidato. Peneliti kemudian menyuruh kepada petugas
muhadloroh 2 untuk membaca berulang-ulang pembukaan pidato beserta isi
pidato. Sampai dirasa para peserta setengah hafal. Kemudian menyuruh peserta
untuk mencatat hal-hal yang dirasa menjadi pokok bahasan dalam pidato menjadi
cacatan kecil.
Dalam sesi ini, kami juga menghadirkan juara 2 pidato bahasa bahasa
Indonesia dalam rangka MTQ dan Lomba Pidato Pondok Pesantren Al-Islam
Joresan tahun 2017 yakni Ilham Maulana yang sekaligus sebagai mahasiswa IAIN
Ponorogo untuk berbagi pengalaman berpidatonya dan bagaimana kiat-kiat
menjadi seorang orator yang baik. Dengan harapan nantinya para peserta orator
dapat meniru dan menerapkan dari apa yang disampaikan pemateri.
Dalam pelatihan malam ini, terdapat 7 santri yang ingin ikut dalam kegiatan
pelatihan muhadloroh, akhirnya peneliti mengizinkan dengan syarat tidak
menggaggu aktivitas kuliahnya dan aktivitas yang lain. Sehingga telah ada 27
santri yang ikut dalam kegaiatan ini.
Di dalam sesi ini, juga terdapat pelatihan memilih isi pidato. Dari sebuah
literatur yang ada di suatu situs pencarian online (“Cara Menentukan Topik
Pidato” 2020), tertra bahwa ada beberapa cara dalam menentukan topik pidato.
Penulis mengambil intisari dari lteratur tersebut untuk diaplikasikan dalam
pelatihan tahap 2 ini dengan menerangkan satu persatu dari ada saja yang harus
diperhatikan dalam memilih topik antara lain:
1. Memperhatikan acara tempat para santri akan membawakan pidato.
Seperti pada acara khidmat tentu saja berbeda dengan acar menyenagkan
yang penuh dengan anekdot lucu untuk membuat orang lain tertawa.
2. Mempertimbangkan tujuan pidato yang dibawakan. Seperti tujuan pidato
yang sifatnya mengibur yang kaya akan cerita-cerita lucu, padahal disitu
para dai mengkomunikasikan pesan serius.
3. Mengetahui pengetahuan para hadirin. Seperti jika yang menjadi audiens
adalah para lansia tentunya dengan bahasa yang sesuai serta menggunakan
intonasi pelan.
4. Memilih topik yang sedang hangat-hangatnya diperbicangkan. Mungkin
saja berkaitan berita berita yang sedang dibicarakan banyak orang atau
sedang trend yang ada di siaran TV.
Setelah menjelaskan mengenai cara-cara dan hal-hal yang harus
diperhatikan, kemudian penulis menyuruh peserta untuk membuat isi pidato dan
dikumpulkan di pertemuan selanjutnya.
d. Muhadloroh II
Kegiatan muhadloroh atau latihan pidato II yang dilaksanakan di aula putra
berjalan begitu khidmat, namun ada sedikit kendala yaitu mati aliran listrik PLN.
Sehingga jalannya muhadloroh agak terganggu sebentar. Namun tidak berselang
lama, listrik PLN menyala dan muhadloroh kembali di sambung.
Untuk seluruh petugas pidato kesemuanya lancar dalam menyampaikan isi
pidato dengan baik. Ditambah lagi para audiens yang antusias sehingga
menambah seru jalannya muhadloroh minggu kedua ini. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar ....

Gambar 9. Petugas pidato Gambar 10. Para Audiens Muhadloroh


e. Pelatihan III

Pada sesi pelatihan ketiga ini, para peserta pelatihan muhadloroh dilatih
mengenai bagaimana gesture tubuh yang baik dalam berpidato. Dalam sesi ini
peserta dampingan disuruh untuk memperagakan dan menghayati isi dari pidato
yang disampaikan dengan lengkuk tangan yang benar sesuai karakter isi pidato
yang dibawakan. Seperti pidato kebangsaan dengan tangan mengepal dan penuh
semangat. Ada lagi pidato keagamaan dengan pandangan mata yang menyorot
pada setiap mata audiens. Seperti pada gambar 10.

Gambar 11. Peragaan gestur tubuh saat berpidato

Pada sesi ini, terdapat 8 santri yang sangat ingin bergabung dengan tim
muhadloroh yang peneliti latih, akhirnya peneliti menerimanya dan langsung
boleh mengikuti kegiatan yang sedang berlangsung. Sehingga telah ada 35 santri
yang telah bergabung dalam kegiatan muhadloroh yang disenggarakan oleh
peserta KPM DDR. Hal ini membuat hati peneliti merasa senang karena dapat
menarik santri lain untuk mengikuti kegiatan yang bersifat baru ini.
f. Muhadloroh III
Pada muhadloroh ketiga ini, sudah berjalan dengan baik dibuktikan dengan
makin mahirnya peserta dalam menguasai panggung dan menguasai materi yang
disajikan. Selain itu dukungan penuh dari audien yang khidmat dalam mengikuti
sehingga menambah kepercayaan diri para peserta. Hal ini dapat didukung
dengan gambar 11.
Gambar 11. Pelaksanaan muhadloroh III
5. Refleksi
Setelah melaksanakan kegiatan muhadloroh, pendamping mewawancarai
seluruh peserta mengenai jalannya pelatihan, apa saja kekurangnnya dan apa saja
hambatannya. Dengan hasil bahwa seluruh peserta merasa terbantu dengan adanya
pelatihan muhadloroh ini. Menurut peneliti kekurangan para peserta terletak pada
jam terbang mereka yang masih sedikit, sehingga mental mereka belum terbangun
dengan baik. Para santri sebagai objek dampingan kami sudah bisa merasakan dari
hasil kegiatan ini:
a. Dapat mengeluarkan pemikiran dan pendapat melalui kegiatan yang baik
dan sesuai dengan aturan. Bukan seperti aksi demo dan lain sebagainya.
b. Sikap kritis di kalangan santri mengenai problematika yang terjadi
meningkat seiring dengan seringnya mengulas berbagai macam isi pidato.
c. Bagi para santri khusunya audiens merasa terbantu karena mendapat
berbagai ilmu pengetahuan.
d. Bagi santri yang bertugas pidato mampu mengekspresikan apa yang ingim
dia ekspresikan dengan format sebuah pidato.
e. Bagi para santri yang bertugas pidato mampu mengukur seberapa tebal
mental dan kepercayaan diri ketika harus berbicara di depan umum.
f. Kegiatan ini sebagai ajang melatih menjadi kader-kader da’i muda.
Simpulan
Dari hasil pelaksanaan KPM DDR yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-
Barokah dalam pengembangan berdakwah santri dengan kegaiatan muhadloroh menunjukkan
keberhasilan. Dibuktikan dengan makin banyaknya santri yang ingin bergabung dengan
kegaiatan muhadloroh pertanggal 15 Agustus 2021 sudah ada 35 santri yang ikut dalam
kegiatan muahdloroh. Selain itu santri merasa terbantu dengan adanya kegiatan ini, khusunya
dalam melatih public speaking santri. Hal ini merupakan harapan dari peneliti yang dingin
diwujudkan.
Selain hal tersebut, pondok sendiri juga terbantu dengan adanya kegiatan ini, adanya
muhadloroh tentu saja ada harapan bagi pondok untuk mencetak kader-kader da’i dai’yah
yang tentunya mengharumkan nama pondok kedepannya. Selain itu, para santri sebagai
audiens terbantu dengan adanya kegiatan ini, berupa penambahan ilmu yang disampaikan
dari para da’i atau petugas pidato.
Kegiatan KPM DDR ini bisa menjadi salah satu solusi bagi para santri yang
bermasalah dalam menyampaikan ilmu yang dimilikinya. Karena di dalam muhadloroh
terdapat pidato sebagai penstranferan ilmu dari santri ke santri. Kegiatan ini juga sebagai
solusi bagi para santri yang kesulitan dalam berbicara di depan umum dan dapat di gunakan
sebagai wadah mengasah kepercayaan diri para santri.

Daftar Rujukan

Az-zarnuji. 2010. Ta’liimul Mutaallim. Surabaya: Al-Miftah.

“Cara Menentukan Topik Pidato.” 2020. wikiHow. 2020.

http://www.google.com/amp/s/id.wikihow.com/Menentukan-Topik-Pidato%3famp=1.

Khalil, Muhammad. 2016. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah Kelas XII.

Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan islam.

Kholiluddin, M. 2020. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Kementrian Agama Republik

Indonesia.

Kusnawan, Aep. 2004. Komunikasi Dan Penyiaran Islam. Bandung: Benang Merah Press.

Ricardo Nurzal, Erry. 2021. “Tips Mengoptimalkan Intonasi Suara.” 2021. http://erry-

ricardo.com/2021/01/18/gunakan-4-tips-ini-untuk-mengoptimalkan-intonasi-suara-

untuk-menyakinkan-audiens-presentasi-anda/#.YATnDegzbIu.
Salahudin, Nadhir, and dkk. 2015. Panduan KKN ABCD UIN Sunan Ampel Surabaya.

Surabaya: LP2M UIN SUNAN AMPEL.

Sugiharto, Sugeng. 2014. Bingkai Sejarah Kebudayaan Islam. Surakarta: Aqila.

Zainal Abidin, Munawwir, and Ali Ma’shum. 1984. Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka

Progresif.

Anda mungkin juga menyukai