Anda di halaman 1dari 16

TERMODINAMIKA KOROSI

OLEH:
TONI APRIANTO MANIK
NIM.147026004

PROGAM PASCASARJANA FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

4.1. Energi bebas......................................................................................1

4.2. Potensial-potensial elektroda baku...............................................................3

4.3 Persamaan Nernst.........................................................................................5

4.4 Perhitungan termodinamika..........................................................................6

a. metode kehilangan berat...........................................................................6

b. metode elektrokimia.................................................................................8

4.5 Elektroda-elektroda acuan..................................................................................9

4.6. Pengukuran potensial korosi………………………………………………….10

4.7. Diagram E/pH………………………………………………………………...10

KESIMPULAN......................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
4.1. Energi Bebas

Korosi adalah gejala yang timbul secara alami, pengaruhnya dialami oleh hampir
semua zat dan diatur oleh perubahan-perubahan energi. Oleh sebab itu bab ini membahas
teori-teori dasar tentang energi dan zat, tetapi kita akan mengawalinya dengan telaah tentang
energi. Pengkajian tentang perubahan energi disebut termodinamika, suatu bidang yang
kaya sekali dengan defenisi, besaran-besaran variabel dan persamaan-persamaan.

Pernyataan pertama adalah hukum pertama termodinamika, dan ini penting sekali
dalam pengkajian perubahan-perubahan yang terjadi ketika logam mengalami korosi.
Pernyataan kedua adalah salah satu bentuk hukum kedua termodinamika ketika korosi
berlangsung secara alami proses yang terjadi bersifat spontan sehingga karena itu disertai
pelepasan energi bebas. Dalam keadaan yang sebebas-bebasnya alam senantiasa
berkepentingan untuk meminimumkan energi. Bentuk energi cukup banyak tetapi gaya
penggerak yang menimbulkan korosi berasal dari energi kimia. Energi ini antara lain
diturunkan dari energi yang tersimpan dalam ikatan-ikatan kimia zat yang disebut energi
dalam. Hanya sebagian saja dari energi dalam ini yang siap untuk menjadi agen penghancur
yang menimbulkan reaksi korosi. Energi yang tersedia ini disebut energi bebas.

Hukum termodinamika mengungkapkan kepada kita tentang kuatnya


kecenderungan keadaan energi tinggi untuk berubah ke keadaan energi rendah.
Kecenderungan inilah yang membuat logam-logam bergabung kembali dengan unsur-unsur
yang ada di lingkungan,yang akhirnya membentuk gejala korosi. Selisih energi bebas antara
logam dan produk korosinya: ……………………………………………..(4.1)

Kita akan menggunakan simbol (0) untuk menyatakan parameter-parameter pada 298 K dan
tekanan 1 atmosfer, yakni parameter-parameter keadaan baku : ………(4.2)

Persamaan (4.1) dikenal sebagai hukum faraday, simbol F menyatakan muatan yang
dipindahkan oleh satu mol elektron dan harga yang dimilikinya 96.485 coulumb per mol. E
adalah potensial yang diukur (dalam volt) dan n adalah banyak elektron yang dipindahkan
dalam reaksi korosi, misal dalam reaksi besi n = 2. Tanda negatif pada persamaan (4.1)
dibutuhkan guna menunjukkan bahwa elektron bermuatan negatif sesuai kesepakatan.

Potensial elektroda dapat dikombinasikan secara aljabar untuk mendapatkan


potensial sel. Untuk sel galvanik misal sel daniell yang ditunjukkan pada bab 3. Potensial sel
diperoleh seperti pada persamaan (4.3) dan diilustrasikan pada gambar 4.1.

……………………………………………..(4.3)

Gambar 4.1. sel daniell yang terbaca potensial kesetimbangannya.

Besaran termodinamika yang lain dapat diturunkan dari pengukuran elektrokimia.


Sebagai contoh perubahan entropi pada reaksi sel pada temperatur tertentu bergantung pada
perubahan energi bebas.

……………………………………………………….(4.4)

Atau

……………………………………………………….(4.5)

Dan

……………………………………(4.6)

Dimana ∆H adalah perubahan entalpi dan T adalah suhu mutlak (K).

Jika sistem mencapai suatu titik dimana perubahan energi bebas netto tidak ada, kita mengatakan
bahwa sistem itu dalam kesetimbangan dan ∆G = 0. Maka diperoleh:

………………………………………….(4.7)

Dimana Keq adalah tetapan kesetimbangan.


4.2. Potensial-potensial elektroda baku

Dalam sel korosi basah sederhana yang dibahas di atas dan dijelaskan dalam
gambar 4.1, kita melihat bahwa beda potensial antara anoda dan katoda dapat diukur cukup
dengan menyisipkan sebuah voltmeter dalam rangkaian. Untuk pengukuran-pengukuran
laboratorium tingkat dasar ini memang memadai, tetapi untuk pekerjaaan yang lebih teliti kita
membutuhkan tambahan elektroda ketiga dalam sel. Ini perlu karena kita harus mendefenisikan
suatu harga mutlak untuk potensial sebuah elektrodanya. Yang menjadi masalah dalam
pengukuran potensial adalah bahwa kita hanya dapat mengukur selisihnya. Sebagai contoh pada
gambar 4.1 anoda terbuat dari seng dan katoda dari tembaga, beda potensial antara seng dan
tembaga mungkin konstan, walaupun potensial masing-masing dalam setiap kasus berlainan.

Tentu saja kita ingin sekali bisa memprakirakan potensial setiap elektroda logam
dalam suatu larutan elektrolit, tetapi kita tidak mungkin mengukur potensial itu secara mutlak,
karena semua pengukuran hanya pembandingan potensial yang satu dengan yang lain. Masalah
ini dapat diatasi dengan mendefenisikan sebuah elektroda baku yang dijadikan sebagai acuan
bagi semua pengukuran lain. Kemudian dengan menetapkan potensial elektroda itu sama dengan
nol volt, pengukuran potensial mutlak setiap elektroda uji dapat dilakukan.

Dalam percobaan kita menyusun sebuah deret galvanik sederhana dengan


melakukan serangkaian pengukuran menggunakan tembaga sebagai elektroda acuan, tetapi
pemilihan tembaga disitu hanya demi alasan kesederhanaan saja, untuk pekerjaan-pekerjaan
yang lebih teliti sesungguhnya hidrogen yang dipilih sebagai acuan baku. Menurut defenisi,
elektroda ini diberi potensial yang tepat sama dengan nol volt. Potensial elektroda sebuah unsur
lain selanjutnya diperbandingkan dengan potensial elektroda hidrogen dan harga yang diperoleh
disebut potensial elektroda baku untuk unsur yang bersangkutan.

Untuk itu dibuat sebuah sel seperti lempeng platina, salah satu logam lembam digunakan
sebagai elektroda dan ke sekeliling elektroda itu orang mengalirkan gas hidrogen secara tetap
pada tekanan 1 atmosfer dan temperatur 298 K. Elektroda itu direndam dalam suatu larutan yang
konsentrasi ion hidrogennya tepat 1 M. Separuh sel ini dipisahkan dari separuh sel lain yang
hendak diuji dengan sebuah pembatas berpori yang dirancang untuk meminimumkan
kontaminasi silang elektrolit-elektrolit yang berlangsung akibat aliran ion-ion. Elektroda uji
disitu merupakan perpaduan antara logam dan larutan yang mengandung ion-ion logam
bersangkutan, juga dengan konsentrasi tepat 1 M. Keseluruhan sel harus berada dalam
temperatur baku 298 K.

Sebagai contoh, jika kita ingin mengukur potensial elektroda baku dari besi maka beda
potensial yang terukur antara elektroda hidrogen dan elektroda besi apabila kondisi pengukuran
tepat seperti yang didefenisikan diatas maka itulah harga yang kita inginkan. Separuh sel tempat
reaksi hidrogen berlangsung disebut elektroda hidrogen baku (SHE).

Dengan cara yang sama seperti menjelaskan pengukuran potensial standar untuk besi,
potensial elektroda baku logam-logam lain dapat diukur dan harga-harga yang diperoleh disusun
dalam tabel. Dalam penyusunan itu, orang sepakat untuk mencantumkan harga-harga untuk
reaksi reduksi dan tabel yang dihasilkan disebut tabel potensial reduksi baku.
4.3. Persamaan Nernst

Walther Hermann Nernst adalah kimiawan Jerman yang menerapkan asas-asas


termodinamika ke sel listrik. Ia menciptakan sebuah persamaan yang dikenal sebagai persamaan
Nernst,yang menghubungkan voltase sel ke propertinya.

…………………………………………..(4.8)

Secara umum untuk reaksi : ……………………………(4.9)

Dengan: ……………………………………………………………(4.10)

Persamaan Nernst dapat dituliskan dalam bentuk umum:

……………………………………………(4.11)

Pada temperatur baku 298 K, dan R = 8,314 J/mol K serta konversi ke logaritma basis 10
persamaan (4.11) menjadi :

………………………………………(4.12)

Selanjutnya, kita akan melihat hubungan persamaan Nernst dengan potensial elektroda
baku. Misalnya besi yang menjadi anoda diperbandingkan dengan larutan ion-ion hydrogen (besi
larut dalam asam). Persamaan-persamaan untuk reaksi itu adalah:

Ketika besi terlarut: Fe → Fe2+ + 2e

Ketika gas hidrogen terbentuk : 2 H+ + 2e → H2 (gas)

Reaksi keseluruhan : Fe + 2 H+ → Fe2+ + H2 (gas)

Bila disubstitusikan ke dalam persamaan Nernst, persamaan (4.11) kita dapatkan :

RT
E=E0− ln ¿¿ ¿ …………………………………………(4.13)
nF
Suku-suku ¿ dan [ H 2 ] telah dibuat sama dengan 1, sedangkan [ Fe ] juga telah dibuat kira-kira
sama dengan 1, maka persamaan (4.13) disederhanakan menjadi:

0,059
E=E0− log ¿ ¿ ………………………………………(4.14)
2

Selanjutnya, dalam penyiapan sel yang teliti, konsentrasi ion-ion besi juga dibuat sama
dengan 1 M. Ini menjadikan suku log dalam persamaan (4.14) sama dengan nol sehingga E = E 0.
Dengan kata lain, beda potensial yang diukur adalah potensial elektroda besi dalam kondisi baku,
dan kita mengatakan bahwa untuk reaksi persamaan, potensial elektroda baku sama dengan E 0.
Perhatikan bahwa reaksi untuk besi adalah reaksi oksidasi. Perhatikan juga bahwa, karena hukum
faraday, harga potensial yang terukur positif maka ∆G < 0 dan ini menunjukkan reaksi itu
spontan. Dalam kenyataaan memang demikian, sesuai dengan sifat besi yang terkenal, yaitu larut
secara spontan dalam asam. Perlu juga diperhatikan bahwa harga-harga yang disubstitusikan ke
persamaan Nernst tidak perlu harga-harga kesetimbangan; harga konsentrasi boleh berapa saja
(untuk memudahkan, disini dibuat sama dengan satu).

4.4. Perhitungan termodinamika

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap
waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara yaitu:

 Metode kehilangan berat


 Metode elektrokimia

a. metode kehilangan berat

metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan
berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga
mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah
kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut:

W×K
CR ( mpy )=
D As T
Dimana,

CR = corrosion rate (mpy)

W = weight loss (gram)

K = konstanta factor

D = densitas specimen (g/cc)

As = surface area (cm2)

T = ekposur time (jam)

Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin
diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari berat awal merupakan
kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan ke dalam rumus untuk mendapatkan laju
kehilangan beratnya. Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan suistinable dapat
dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif
daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus diterapkan pada
daerah kondisi tempat objek tersebut.

Contoh perhitungan laju korosi dengan metode weight loss:

Spesimen baja karbon rendah dengan ukuran 0,2 x 0,1 x 0,03 m dipaparkan pada lingkungan
industry kimia. Dalam waktu 1 minggu, setelah dilakukan produk korosinya dihilangkan,
ternyata berat spesimen berkurang sebanyak 0,0006 kg. hitunglah laju korosi dari spesimen
tersebut?

Penyelesaian : dilihat dari dimensinya, bentuk spesimen adalah balok maka untuk luas
permukaannya adalah:

As = 2 (p x l + p x t + l x t) = 0,058 m2 = 580 cm2

0,6 × 8,76.10 4
Maka: CR= =0,0686 mpy
7,86 ×580 ×168
b. metode elektrokimia

metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju korosi pada
saat diukur saja dimana memperkirakan laju korosi tersebut dengan waktu yang panjang
(memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara waktu dengan waktu yang lainnya berbeda).
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi
secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga
secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan
metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat diukur, hingga waktu
pengukuran tidak memakan waktu yang lama.

Metode elektrokimia ini menggunakan rumus yang didasari pada hukum faraday yaitu
menggunakan rumus sebagai berikut:

K ×a × i
CR ( mpy )=
n× D

Dimana,

CR = corrosion rate

K = constant factor, mpy = 0,129; µm/y=3,27 ; mm/y = 0,00327

a = atomic weigh of metal

i = current density (µA/cm2)

n = number of electron lost

D = density (g/cc)

Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan
sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi
dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode
yang dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian laju korosi dengan metode elektrokimia yang
diuraikan diatas.
Contoh perhitungan laju korosi dengan metode elektrokimia:

Sepotong baja yang berada dalam larutan HCl mengalami korosi dengan densitas arus 1 µA/cm 2.
Hitung laju korosi dalam mpy untuk baja tersebut?

Penyelesaian : reaksi kimia yang terjadi adalah: Fe + 2 HCl → FeCl + H2

Fe → Fe2+ + 2e (oksidasi baja) maka n = 2

0,129 ×55,847 ×1
Jadi, CR= =0,548 mpy
2 ×7,86

4.5. Elektroda-elektroda acuan

Elektroda ini dimaksudkan sebagai titik dasar yang sangat mantap untuk mengacukan
pengukuran-pengukuran potensial elektroda kerja. Arus yang mengalir melalui elektroda ini
harus sekecil-kecilnya sehingga dapat diabaikan. Bila tidak demikian, elektroda ini akan ikut
dalam reaksi sel dan potensialnya tidak lagi konstan. Oleh karena itulah elektroda pembantu
dibutuhkan. Sejauh ini, elektroda acuan yang paling praktis adlah elektroda kolomel jenuh.

Perangkat ini dirancang untuk memberikan harga-harga potensial yang tetap dan teliti
guna dijadikan acuan bagi pengukuran-pengukuran potensial lain. Kolemel adalah sebutan untuk
merkuri (I) klorida, Hg2Cl2, dan perpaduan antara senyawa inilah, merkuri (air raksa) dan
larutan-larutan ion klorida, yang menghasilkan potensial sangat mantap dan dapat diulang-ulang.
Untuk memudahkan penggunaan di laboratorium, larutan klorida yang dipakai adalah larutan
kalium klorida jenuh. Dalam hal ini elektroda kolomel baku itu disebut elektroda kolomel jenuh.

Elektroda kolomel jenuh terdiri atas seutas kawat platina yang dalam keadaan kontak
dengan sedikit merkuri dan merkuri (I) klorida. Kawat ini direntangkan dalam sebuah tabung
kaca tipis dengan sebuah penutup berpori, dan tabung kaca itu ditempatkan dalam sebuah tabung
kaca lebih besar yang tutup pada ujungnya juga berpori. Tabung besar berisi larutan kalium
klorida jenuh. Tutup berpori memungkinkan lewatnya ion-ion (atau dengan kata lain arus) tanpa
menimbulkan kontaminasi silang antara kalium klorida dan elektolit pada sel uji. Kalau
kontaminasi silang ini sampai terjadi maka potensial sel komel tidak ada konstan, dan potensial
elektroda uji mungkin berubah juga. Hubungan listrik sederhana ke kawat platina
memungkinkan elektroda dimasukkan dalam sel korosi.
Varisasi-variasi yang terjadi pada hasil pengukuran dengan elektroda kolomel biasanya
disebabkan oleh penggunaan konsentrasi kalium klorida yang berlainan. Ini karena kelarutan
garam itu tidak konstan pada rentang temperatur tertentu, dan larutan yang jenuh pda satu
temperatur tidak jenuh lagi pada temperatur lebih tinggi. Bagaimanapun, karena kebanyakan
kegiatan eksperimen dilakukan pada 298 K kecil kemungkinan terjadinya kesalahan akibat
penggunaan larutan jenuh, dan elektroda yang diterangkan disini barangkali paling banyak
dipakai. Ini memberikan keuntungan tersendiri karena penggunaan kita tidak sulit memeriksa
elektrolit secara visual: jika Kristal-kristal kalium klorida tampak berada dalam berarti elektroda
bekerja dengan baik. Jika Kristal-kristal tidak ada, berarti elektroda terlalu encer dan elektroda
itu mungkin tidak dapat menghasilkan potensial acuan yang dikehendaki. Sumbat-sumbat
berpori juga tidak selalu sempurna sehingga pemeriksaan secara teratur harus dilakukan agar ion-
ion masih dapat lewat dengan bebas.

4.6. Pengukuran potensial korosi

Potensial korosi logam Ekor, adalah variabel yang paling berguna untuk mengukur studi
korosi atau memonitor korosi. Ekor itu mudah diukur dengan menentukan beda tegangan logam di
lingkungannya dan disesuaikan dengan elektroda acuan.

4.7. Diagram E/pH

Persamaan Nernst telah dibahas secara rinci dan kita melihat bagaiamana potensial
sebuah elektroda menyimpang dari potensial elektroda baku dengan besar penyimpangan
bergantung pada konsentrasi ion-ion. Kita juga telah melihat bahawa E kor dapat digunakan untuk
menggambarkan kondisi kesetimbangan semu yang terjadi ketika sebuah elektroda terkorosi
secara bebas tanpa ada potensial yang dipasok dari luar.

Ekor pada dasarnya merupakan sebuah parameter yang ditetapkan di laboratorium,tetapi


secara teoritis kita juga dapat menduga potensial yang memungkinkan terbentuknya kondisi
serupa. Konsep ini pertama kali digunakan oleh marcel pourbaix yang membedakan kondisi
terkorosi dengan kondisi tak terkorosi sebagai berikut: suatu logam dianggap dalam keadaan
terkorosi bila konsentrasi ion-ionnya dalam larutan ≥ 10 -6 M. jika konsentrasi ion-ion tidak
melebihi harga ini maka logam dianggap berada dalam kondisi kebal.
Pourbaix berhasil mengkolerasikan ketergantungan pH dan potensial elektroda pada
kondisi elektroda. Hasil karyanya ditampilkan dalam bentuk sebuah bagan untuk tiap logam
yang memperlihatkan kondisi-kondisi logam terkorosi, tidak terkorosi, atau mengalami
pemasifan dalam larutan berpelarut air. Sebagai contoh, coba perhatikan cara pembentukan
diagram E/pH untuk besi dalam air. Penjelasan disini sengaja dibuat lebih sederhana agar mudah
dipahami namun prinsip-prinsip yang sama dipakai untuk semua logam.

Gambar 4.2. Diagram E/pH untuk besi dalam air

Dari gambar diatas potensial korosi bebas, Ekor untuk besi dalam air yang teraerasi berada dalam
rentang -0,6 V hingga -0,7 V pada pH sama dengan 7. Perubahan yang paling tampak di atas
adalah tidak adanya pasivasi dibawa pH sama dengan 5. Ini sangat tidak relevan dengan kondisi
air laut alami yang mempunyai pH antara 8,2 dan 8,5. Karena itu titik kesetimbangan digeser ke
harga pH yang sesuai tetapi harga Ekor itu sendiri tetap sama. Entah berada dalam lingkungan
yang mengandung klorida atau tidak , titik selalu berada dalam zona korosi dan besi akan
berkarat dengan cepat apabila pemasokan oksigen selalu cukup.

Ada empat cara berbeda yang mempengaruhi kesetimbangan termodinamik yaitu:

1. Pengurangan pH.
Dalam hal ini larutan dibuat lebih asam. Dari gambar diatas tersirat bahwa spesimen tetap
berada dalam zona korosi pada semua harga pH < 7 yakni zona ion-ion besi yang dapat
larut merupakan unsur yang paling mantap karena laju korosi meningkat bila pH turun.
2. Peningkatan pH
Peningkatan sedikit saja pH ternyata memindahkan besi ke daerah pemasifan, karena
unsur yang paling mantap disini adalah besi hidroksida yang tidak dapat larut. Kalau
dibiarkan bahan itu melapisi besi, maka akan mengurangi laju korosi karena selaput itu
memisahkan besi dari lingkungan yang korosif. Tetapi kita tidak dapat beranggapan
bahwa selaput yang tidak dapat larut tersebut akan selalu menjadi pelindung, karena
apabila selaput tersebut kedap air, rusak akibat aliran elektrolit atau akibat kegiatan
mekanik maka korosi akan berlanjut.
3. Pemberian potensial lebih negatif
Kondisi akan pindah ke daerah kekebalan, reaksi korosi masih bisa berlangsung karena
reaksi anoda dan katoda bervariasi terhadap potensial. Semakin negatif potensial,
semakin lambat reaksi katoda sebaliknya reaksi katoda justru semakin cepat.
4. Potensial dibuat lebih positif
Logam dibawah ke daerah pasif yaitu kondisi dimana laju korosi mempunyai peluang
untuk berkurang akibat pembentukan selaput antara logam dan elektrolit. Cara ini telah
digunakan secara efektif untuk kombinasi-kombinasi baja dengan elektrolit tertentu,
sebagaimana halnya untuk kombinasi elektrolit dengan logam-logam lain.
KESIMPULAN

1. Logam yang berinteraksi dengan lingkungan memiliki kecenderungan untuk


mengalami perubahan energi bebas yakni dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi
yang rendah. Alam bebas berperan meminimumkan energi pada logam sehingga
logam terkorosi membentuk senyawa karbonat atau oksida.
2. Perubahan energi bebas merupakan faktor satu-satunya menentukan apakah korosi
berlangsung spontan atau tidak. Jika perubahan energi bebas bernilai negatif maka
logam terkorosi secara spontan.
3. Selisih energi bebas logam yang terkorosi bergantung pada beda potensial sel dari
elektrodanya.
4. Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan beda potensial pada reaksi sel korosi.
Persamaan Nernst menjadi tidak teliti pada konsentrasi elektrolit yang tinggi. Pada
kondisi standar, Esel = E0sel
5. Perhitungan laju korosi ada dua cara yaitu dengan metode kehilangan berat dan
metode elektrokimia
6. Secara teoritis juga dapat diduga potensial yang memungkinkan terbentuknya korosi
dengan diagram E/pH. Suatu logam dianggap dalam keadaan terkorosi dalam larutan
elektrolit jika konsentrasi io-ion dalam larutan ≥ 10-6 M.
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi,Mukhlis. 2006. Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia


Chandler,K.A. 1985. Marine and Offshone Corrosion. Batter Work
Hermawan, Beni. 2007. Dari http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia
Ismunandar, 2008. Dari http://www2.kompas.com
Roberge,Pierre.2008.Corrosion Engineering.Newyork:The McGraww Hill Companies.
Tretthewey,Kenneth.1991.Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa.Jakarta:PT gramedia
Oxtoby,David W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta:  Erlangga
http://www.diveholidayisle.com
http://denisemelodi.blogspot.com/2013/09/makalah-korosi.html

Anda mungkin juga menyukai