Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkat kepadatan di Kampung Ratna Chaton sangat tinggi, faktor
lapangan pekerjaan minim dan fasilitas yang kurang memadai menyebabkan
banyak mengalami keterbatasan lapangan pekerjaan dan sumber daya manusia
yang akhirnya terjadi banyak pengangguran. Banyak lahan yang dialih fungsikan
demi memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah tersebut.
Lahan di kampung termasuk di Ratna Chaton dialihkan fungsinya
sebagai jalan raya atau sarana transportasi dan pemukiman. Pertumbuhan
penduduk akan searah dengan berkurangnya lahan terbuka hijau atau Ruang
Terbuka Hijau (RTH). Semakin bertambahnya penduduk di Ratna Chaton, akan
semakin mengurangi lahan terbuka hijau yang nantinya akan memperburuk
kualitas lingkungan Ratna Chaton. Pengalihan lahan ini dapat membawa banyak
kerugian bagi banyak orang dan membawa keuntungan bagi sebagian orang.
RTH yang keadaannya sudah semakin tersingkir perlu diberikan
perhatian lebih. Keberadaannya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
harus dilestarikan. Ruang Terbuka Hijau tidak hanya memberi Manfaat di masa
kini tapi juga masa depan. Peran serta semua pihak sangat diperlukan demi
menjaga konsistensi RTH Kampung Ratna Chaton.

1.2 Identifikasi Permasalahan


1. Berapa besar luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton?
2. Apakah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton telah sesuai?
3. Apakah dampak yang ditimbulkan dari kurangnya Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Kampung Ratna Chaton?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk menambah lokasi Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton?

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton telah sesuai?

1
2. Apakah dampak yang ditimbulkan dari kurangnya Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Kampung Ratna Chaton?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk menambah lokasi Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton?

1.4 Batasan Masalah


1. Mengidentifikasi apakah luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna
Chaton telah sesuai.
2. Mengidentifikasi apakah dampak yang ditimbulkan dari kurangnya Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton.
3. Mengidentifikasi upaya yang dilakukan untuk menambah lokasi Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton.

1.5 Tujuan
1. Mengetahui kesesuaian luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kampung Ratna
Chaton dengan Undang-Undang No.26 Tahun 2007.
2. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kurangnya Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Kampung Ratna Chaton.
3. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk menambah lokasi Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Kampung Ratna Chaton.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ruang Terbuka Hijau


Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
(Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1).
Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kampung, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya
akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan
fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan
swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya
(Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2).
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen
yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang
terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga
memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat (Undang-Undang
Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 3).

2.2 Bentuk Ruang Terbuka Hijau


Bentuk ruang terbuka hijau kawasan pedesaan ada berbagai macam versi
bergantung pada sumber peraturan yang berlaku. Diantaranya menurut dokumen
yang berjudul “Ruang Terbuka Hijau sebagai Unsur Pembentuk Kota Taman”,
tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Dirjen Penataan Ruang menyebutkan bahwa
ruang terbuka hijau terdiri dari:
a) Ruang terbuka privat: halaman rumah, halaman kantor, halaman sekolah,
halaman tempat ibadah, halaman rumah sakit, halaman hotel, kawasan industri,
stasiun, bandara, dan pertanian kota.

3
b) Ruang terbuka publik: taman rekeasi, taman/lapangan olahraga, taman kota,
taman pemakaman umum, jalur hijau (sempadan jalan, sungai, rel KA,
SUTET), dan hutan kota (HK konservasi, HK wisata, HK industri).
Sedangkan menurut Undang-Undang Penataan Ruang no 26 Tahun 2007
pasal 29 menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau dibagi menjadi ruang terbuka
hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Ruang terbuka hijau publik
merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk
ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah taman kota, taman pemakaman
umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Sedangkan yang
termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri no 1 Tahun 2007 pasal 6
mengenai Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyebutkan, yang
termasuk kedalam ruang terbuka hijau antara lain:

2.2.1 Taman Kota


Taman kota merupakan sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa,
sehingga mempunyai keindahan, kenyamanan dan keamanan bagi pemiliknya atau
penggunanya. Kota-kota di negara maju lebih mengutamakan taman kota untuk
tujuan rekreasi dan sekaligus untuk menyegarkan kembali badan dan pikiran
setelah bekerja lama dan terjadi kejenuhan. Taman kota merupakan fasilitas yang
memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan
permukiman, dan nampaknya merupakan suatu unsur yang penting bagi kegiatan
rekreasi (Arifin & Nurhayati, 1992).
Taman kota pada awalnya memiliki dua fungsi utama yaitu:
a) Memberikan kesempatan rekreasi bagi masyarakat kota, aktif maupun pasif
b) Memberikan efek visual dan psikologis yang indah dalam totalitas ruang kota.
c) Dalam perkembangannya, taman kota tidak lagi terbatas untuk menampung
kegiatan santai dan piknik saja, tetapi harus dapat menampung kegiatan-
kegiatan lain secara maksimal seperti rekreasi aktif, olah raga, kegiatan
kebudayaan, hiburan dan interaksi sosial. Karenanya, suatu taman kota

4
memiliki berbagai fungsi yakni ekologis, biologis, hidrologis, estetis, rekreasi
dan sosial.
2.2.2 Taman Wisata Alam
Taman Wisata Alam (TWA) adalah kawasan pelestarian alam dengan
tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
Pengelolaan taman wisata alam berada di bawah kewenangan BKSDA (Balai
Konservasi Sumberdaya Alam) bersama dengan pengelolaan ruang terbuka hijau
lainnya seperti taman nasional berukuran kecil, kawasan suaka alam, taman hutan
raya dan taman buru (SNI 01-5009.5-2001) tentang istilah dan definisi berkaitan
dengan pengusahaan pariwisata alam berasaskan konservasi hayati).

2.2.3 Taman Rekreasi


Rekreasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu rekreasi aktif dan rekreasi
pasif. Rekreasi aktif adalah bentuk pengisian waktu senggang yang didominasi
kegiatan fisik dan partisipasi langsung dalam kegiatan tersebut, seperti olah raga
dan bentuk-bentuk permainan lain yang banyak memerlukan pergerakan fisik.
Sedangkan rekreasi pasif adalah bentuk kegiatan waktu senggang yang lebih
kepada hal-hal yang bersifat tenang dan relaksasi untuk stimulasi mental dan
emosional, tidak didominasi pergerakan fisik atau partisipasi langsung pada
bentuk-bentuk permainan atau olah raga. Sehingga taman rekreasi merupakan
suatu tempat/areal yang dapat menampung kebutuhan dalam berekreasi
(Permendagri No 1 Tahun 2007, pasal 1).

2.2.4 Taman Lingkungan


Pada dasarnya tanah milik hak milik perorangan maupun badan hukum
memiliki fungsi sebagai ruang publik, maka sudah selayaknya setiap lahan
pekarangannnya digunakan baik ruang terbuka hijau taman untuk kepentingan
pribadi maupun umum. Setiap bangunan yang berada di atas ruang tanah perlu
difungsikan untuk taman pekarangan, untuk keperluan keluarga, untuk tanaman
obat, rempah-rempah kebutuhan sehari-hari, sirkulasi udara, penyinaran matahari
yang cukup, mencegah kebakaran, dan sebagai ruang terbuka hijau pekarangan.
Bangunan swasta seperti hotel, industri, pertokoan, melalui rencana detail
disediakan hijauan berupa rumput, bunga, tanaman pot, taman hias, kolam, dan

5
sebagainya. Bila aktivitas memanfaatkan lahan pekarangan ini sudah melembaga
di kalangan rumah tangga dan swasta, maka ruang terbuka hijau pekarangan
berskala kecil secara merata akan memberikan dampak kumulatif yang besar
terhadap ruang terbuka hijau kota secara keseluruhan (UUPA No 5 Tahun 1960).

2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara psikologis,
emosional, ataupun dimensional. Manusia berada didalam ruang, bergerak,
menghayati, dan berpikir, juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya
(Sujarto, 1999). Ruang terbuka sebenarnya merupakan wadah yang dapat
menampung aktivitas tertentu dari masyarakat di wilayah tersebut. karena itu,
ruang terbuka mempunyai kontribusi yang akan diberikan kepada manusia berupa
dampak yang positif. Fungsi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan menurut
Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 antara lain:
a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
d) Pengendali tata air; dan
e) Sarana estetika kota.

2.4 Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau


Menurut Hakim (2008), pengelolaan kota dapat digambarkan sebagai
sekumpulan kegiatan yang bersama-sama membentuk dan mengarahkan pada
bidang sosial, fisik dan perkembangan ekonomi kota.
Pengelolaan ruang terbuka hijau akan memberi pengaruh terhadap
perubahan kualitas dan kuantitas, sebagaimana teruraikan dalam penelitian Halle
yang menunjukkan bahwa tidak mudah untuk memperbaiki strategi kelembagaan
perkotaan dan mempunyai output yang terukur. Terdapat beberapa aspek dalam
pengelolaan RTH (Hakim,2008) yaitu perencanaan, kelembagaan, sumber daya
manusia, koordinasi dan pendanaan.
2.4.1 Perencanaan
Dalam konteks pengelolaan, maka perencanaan yang dimaksud mencakup
pemilihan tujuan dan tindakan untuk pencapaiannya, serta memerlukan

6
pengambilan keputusan secara rasional. Perencanaan kota harus dilihat sebagai
bagian dari fungsi perencanaan pengelolaan kota. Hal ini diperlukan untuk
membandingkan rencana dengan hasil, dan untuk mengambil tindakan perbaikan
dalam rangka pencapaian hasil, dengan demikian perencanaan dan pengendalian
fungsi tidak dapat dipisahkan. Terdapat 4 elemen perencanaan pengelolaan utama
yang mempengaruhi ruang terbuka kota yaitu, elemen fisik, ekologis, partisipasi
dan transparansi/ keterbukaan (Hakim,2008).
Ruang terbuka hijau sebagai elemen fisik kota, sangat penting bagi fungsi
lingkungan dan rekreasi. Namun oleh sebagian masyarakat kota ada pemikiran
bahwa nilai ekonomi ruang terbuka hijau kota tidak bermanfaat dari sudut
pandang ekonomi, karena ruang terbuka hijau dianggap adalah barang pemerintah
(public goods) tanpa harga pasar. Sedangkan sebagai elemen ekologis kota dapat
memberikan kestabilan lingkungan bagi masyarakat kota (Hakim,2008).
Ruang terbuka hijau kota sangat bermanfaat bagi sebagian besar
masyarakat kota. Kadang-kadang, kemungkinan masyarakat tidak mengetahui
lokasi alami yang dapat dimanfatkan. Masyarakat kota biasanya mendukung
konservasi alami secara umum di kota-kota, tetapi mereka tidak mempunyai
gambaran perencanaan yang jelas apakah ruang terbuka hijau kota termasuk
didalamnya. Mereka sebagian besar adalah para pemakai yang tidak secara
intensif memelihara ruang terbuka hijau kota (Hakim,2008).

2.4.2 Kelembagaan
Untuk memberikan fasilitas integrasi kepada penataan kota dan
pengelolaan strategis ke kerangka administratif, maka diperlukan lembaga
pengelola kota yang dapat melihat dan mengidentifikasikan berbagai pilihan
alternatif fasilitas yang sesuai. Dalam rangka untuk meminimalisir dampak
/terhadap struktur operasi yang sudah ada, maka salah satu pilihan adalah
sebagian besar pengadaan harus menetapkan strategi perencanaan kota
(Hakim,2008).
Ada beberapa penelitian tentang pembuat keputusan dan evaluasi dalam
institusi pengelolaan kota. Menurut Hakim (2008), untuk memberikan fasilitas
integrasi kepada penataan kota dan pengelolaan strategis ke kerangka
administratif, maka diperlukan lembaga pengelola kota yang dapat melihat dan

7
mengidentifikasikan berbagai pilihan alternatif fasilitas yang sesuai. Dalam
rangka untuk meminimalisir dampak/ terhadap struktur operasi yang sudah ada,
maka salah satu pilihan adalah sebagian besar pengadaan harus menetapkan
strategi perencanaan kota dan laporan unit pengelola kepada direktur komite
administratif .
Menurut Hakim (2008), kebutuhan wawasan institusi adalah sebagai
pembinaan dari pusat untuk memastikan perencanaan antar instansi dan
koordinasi anggaran sesuai yang diperlukan. Idealnya, pembinaan itu berada pada
tingkat desentralisasi pemerintah, baik di pemerintah kota atau pemerintah lokal.
Ini menguatkan pentingnya pengembangan kelembagaan pengelolaan perkotaan.
Sesuai dengan McGill, pengembangan organisasi kelembagaan memerlukan
prinsip yakni, menyetujui fungsi (proses pengelolaan kota) ke arah pertama,
struktur organisasi dan personalia. Kedua, perencanaan dan penganggaran. Ketiga,
reformasi pemikiran.

2.4.3 Sumber Daya Manusia


Strategi yang logis dan realistis diperlukan untuk mengkoordinir upaya
sumber daya manusia guna menghadapi faktor-faktor lemahnya kapasitas
pemerintah daerah. Secara signifikan untuk meningkatkan sumber daya manusia
di bidang pengelolaan kota, pengetahuan dan keterampilan harus disampaikan
kepada pembuat-keputusan. Dua masalah utama kondisi sumber daya manusia
dalam pengelolaan kota yaitu ketrampilan dan kemampuan. Pemerintah harus
menyiapkan dan membangun strategi untuk meningkatkan kemampuan sumber
daya staff guna mendukung pengelolaan kota yang efektif. Disamping itu,
kombinasi sektor swasta, organisasi sektor publik dan lembaga swadaya
masyarakat (LSM) sebagai lembaga pelatihan sangat penting bagi efektifitas
program kerja pemerintah (Hakim,2008).
Faktor-faktor kompetensi didalam kemampuan dan penguasaan
keterampilan individu staf pemerintah daerah untuk pengelolaan kota yang
proaktif yaitu: pertama, kemampuan dalam mempersiapkan strategi untuk
memandu dan mengkoordinir input stakeholder; kedua, kemampuan untuk
meningkatkan otonomi dan mengelola dana; ketiga, kemampuan untuk
pengembangan kelembagaan; keempat, kemampuan untuk merancang proyek

8
dalam rangka mendapatkan bantuan dan sumbangan pelaksanaan program;
kelima, kemampuan melakukan pendekatan yang fleksibel dalam memberi
penghargaan personil yang produktif (prestasi mendasarkan penggajian dan
promosi) (Hakim,2008).

2.4.4 Koordinasi
Koordinasi pengelolaan kota adalah dasar untuk monitoring dan
mengontrol pengelolaan kota. Ada empat faktor sebagai elemen koordinasi ruang
terbuka hijau kota yaitu, tata guna lahan, kewenangan/ otoritas, keputusan dan
informasi. Perubahan cepat tata guna lahan dan pola ruang hijau dalam
pengembangan kota membawa konflik antara persyaratan keberadaan perumahan
dan ruang hijau. Salah satu kegagalan mengintegrasikan dimensi wilayah yang
terbangun dengan pengembangan ruang terbuka hijau kota adalah pedoman
pengendaliannya. Evolusi pendekatan pengelolaan memerlukan instrumen dan
perangkat baru guna pembaruan informasi, dan untuk monitoring
pengembangannya. Terdapat banyak kebutuhan tertentu untuk indikator, terutama
mengenai ruang, untuk secara kontinyu memonitor tata kota, mengendalikan
perencanaan strategis, dan membandingkan praktek pengelolaan (Hakim,2008).
Pengelolaan kota di negara-negara harus mencapai dua hal yaitu Pertama,
harus memahami sifat alami lingkungan kota. Kedua, harus mengatur instrumen
intervensi institusi sehingga dalam melakukan pengelolaan kota agar dapat sesuai
dengan rencana induk kota yang telah disetujui. Menurut Hakim (2008),
mendukung keputusan penggunaan perangkat seperti analisa manfaat biaya (cost-
benefit analysis), pengkajian dampak sosial, peraturan perundang- undangan dan
pengkajian dampak lingkungan dalam perumusan strategi. Perangkat ini akan
membantu memastikan ketegasan perlindungan lingkungan dan pertimbangan
sosial di dalam pengendalian pengelolaan.

2.4.5 Pendanaan
Beberapa penyelidik melakukan kajian tentang pengelolaan pendanaan
yang meliputi pajak masyarakat, pendanaan swasta serta gaji dan penghargaan
pemerintah. tingkat pendapatan masyarakat tidak akan mempengaruhi
willingness-to-pay untuk ruang terbuka hijau kota. Ini menyiratkan bahwa ruang

9
hijau bukan hal mutlak, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-
hari. Untuk menghindari penyimpangan pembayaran, prosedur-prosedur
pembayaran seperti pajak dan pembayaran bea masuk harus jelas masuk kedalam
kas pemerintah lokal. Jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau kota, pada
akhirnya, harus menjadi pemikiran dalam pengambilan keputusan. Hasil
penelitian menyiratkan dengan jelas akan perlunya kebijakan-kebijakan ruang
terbuka hijau kota (Hakim,2008).

2.5 Upaya Pengembangan Ruang Terbuka Hijau


Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu
mengurangi polusi udara secara signifikan. Dari penelitian yang pernah dilakukan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Departemen Pekerjaan Umum (kini
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) di laboratoriumnya di
Bandung, dan di berbagai tempat di Bogor, Bandung, dan Jakarta, diketahui ada
lima tanaman pohon dan lima jenis tanaman perdu yang bisa mereduksi polusi
udara. Menurut penelitian di laboratorium, kelima jenis pohon itu bisa
mengurangi polusi udara sekitar 47 – 69%. Kelima pohon itu antara lain:
a) Pohon felicium (Filicium decipiens)
b) Mahoni (Swietenia mahagoni)
c) Kenari (Canarium commune)
d) Salam (Syzygium polyanthum)
e) Anting-anting (Elaeocarpus grandiforus)
Sementara itu, jenis tanaman perdu yang baik untuk mengurangi polusi
udara adalah:
a) Puring (Codiaeum variegiatum)
b) Werkisiana
c) Nusa indah (Mussaenda sp)
d) Soka (Ixora javanica)
e) Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis)
Upaya yang sama bisa pula dilakukan warga kota di halaman rumah
masing-masing. Dengan penanaman pohon atau tanaman perdu tadi, selain udara
menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi. Untuk menutupi
kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga bisa

10
melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur
resapan. Dengan sumur resapan itu, air hujan yang turun tidak terbuang percuma,
tetapi ditampung di tanah. Sumur resapan merupakan sistem resapan buatan yang
dapat menampung air hujan, baik dari permukaan tanah maupun dari air hujan
yang disalurkan melalui atap bangunan. Bentuknya dapat berupa sumur, kolam
dengan resapan, dan sejenisnya. Pembuatan sumur resapan ini sekaligus akan
mengurangi debit banjir dan gena-ngan air di musim hujan.
Salah satu contoh upaya yang baik untuk mengembalikan kualitas dan
kuantitias RTH yang dapat diterapkan di lingkungan permukiman adalah beberapa
kebijaksanaan perencanaan oleh pemerintah Kota Malang dalam menjaga
keseimbangan ekologi lingkungan sebagai berikut:
Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan RTH yang cukup yaitu:
a) Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan area 10 % dari luas total
kawasan.
b) Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya sedang harus disediakan ruang
terbuka hijau minimum 15 % dari luas kawasan.
c) Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus disediakan ruang terbuka
hijau minimum 20 % terhadap luas kawasan secara keseluruhan.
Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran angka
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan tanahnya. Secara umum pengendalian
KDB dan KLB ini adalah mengikuti kaidah semakin besar kapling bangunan, nilai
KDB dan KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling, maka nilai
KDB dan KLB akan semakin besar. Untuk mengendalikan kualitas air dan
penyediaan air tanah, maka bagi setiap bangunan baik yang telah ataupun akan
membangun disyaratkan untuk membuat sumur resapan air. Hal ini sangat penting
artinya untuk menjaga agar kawasan terbangun kota, tinggi muka air tanah agar
tidak makin menurun. Pada tingkat yang tinggi, kekurangan air permukaan ini
akan mampu mempengaruhi kekuatan konstruksi bangunan.
Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu
dikembangkan kawasan resapan air yang menampung buangan air hujan dari
saluran drainase. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan membuat kolam

11
resapan air pada setiap wilayah tangkapan air. Sedangkan untuk kawasan
pemukiman sebaiknya jarak maksimum yang ditempuh menuju salah satu jalur
angkutan umum adalah 250 meter.

2.6 Dampak Kurangnya Ruang Terbuka Hijau Kampung Ratna Chaton


Dampak yang ditimbulkan dari kurangnya Ruang Terbuka Hijau di
Kampung Ratna Chaton adalah:
a) Menyusustnya paru-paru Kampung Ratna Chaton.
b) Berkurangnya lahan resapan air.
c) Berkurangnya plasma nutfah.
d) Kurangnya lahan untuk rekreasi.
e) Kurangnya pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara.

12
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Pemetaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) taman Kampung Ratna Chaton
meliputi wilayah Ratna Chaton Pusat, Ratna Chaton Barat, Ratna Chaton Timur,
Ratna Chaton Utara, dan Ratna Chaton Selatan.

Sumber: Anonim, 2014

3.1.1 RTH Taman Kota Wilayah Ratna Chaton Pusat

No. Nama Taman Lokasi

1 Diponegoro Jl. Dioponegoro

2 Prestasi Jl. Ketabang Kali

3 Raya darmo Jl. Raya darmo

4 Tugu Pahlawan Jl. Pahlawan

5 Surya Jl. Taman Surya

13
3.1.2 RTH Taman Kota Wilayah Ratna Chaton Barat

No. Nama Taman Lokasi

1 Interchange Mayjen Sungkono Jl. Mayjen Sungkono

2 JH. Margomulyo Jl. Margomulyo

3 HR. Muhammad Jl. HR. Muhammad

4 JH.Darmo Permai Jl. Darmo Permai

5 Manukan Tama Jl. Manukan Tama

3.1.3 R
T
No. Nama Taman Lokasi
H
1 Kebun Bibit Wonorjo Jl. Kendalsari

2 Taman Flora Jl. Manyar Kertoarjo

3 Kertajaya Indah Jl. Kertajaya Indah

4 Raya Tenggilis Jl. Raya Tenggilis

5 Ngagel Jaya Utara Jl. Ngagel Jaya Utara

Taman Kota Wilayah Ratna Chaton Timur

14
3.1.4 RTH Taman Kota Wilayah Ratna Chaton Utara

No. Nama Taman Lokasi

1 Perak Barat/Timur Jl. Perak

2 Demak Utara/Selatan Jl. Demak

3 Dupak Rukun Jl. Dupak Rukun

4 Jembatan Merah/Jayenggrona Jl. Rajawali

5 Rot. Dupak Rukun Jl. Dupak Rukun

3.1.5 RTH Taman Kota Wilayah Ratna Chaton Selatan

No. Nama taman Lokasi

1 Dukuh kupang Jl. Dukuh Kupang Timur

2 Bungkul Jl. Raya Darmo

3 Adityawarman/sungkono Jl. Adityawarman

4 Ahmad A. Yani Jl. A. Yani

5 Mayangkara Jl. A. Yani

3.2 Waktu Penelitian


Pemetaan ruang terbuka hijau taman Kampung Ratna Chaton dilakukan
pada bulan November 2014.

3.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pengumpulan data statistik untuk pemetaan
ruang terbuka hijau taman Kampung Ratna Chaton yaitu dengan menggunakan
aplikasi arcGis.
Bahan yang digunakan untuk pemetaan ruang terbuka hijau taman
Kampung Ratna Chaton yaitu data statistik taman kota yang terdapat di Kampung
Ratna Chaton.

15
3.4 Metodologi Penelitian

Kajian Mengenai Kemampuan Ruang Terbuka


Hijau (RTH) dalam Menyerap Emisi Karbon di
Kota Surabaya

Studi Pustaka

Data statistik Ruang Terbuka Hijau taman kota


Surabaya 2014 yang dihimpun dari data Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya

Data dianalisis dan dikelompokkan berdasarkan


konsep pemetaan SIG

Data statistik Ruang Terbuka Hijau taman Kota


Surabaya yang telah diperoleh diolah
menggunakan aplikasi arcGis untuk dijadikan
Sistem Informasi Geografis

Kesimpulan dan Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. http://www.maps.google.com/. Diakses pada tanggal 03


November 2014 pukul 19.30 WIB.
Anonim1. 2007. Undang-Undang Penata Ruang No.26 tahun 2007.
Anonim2. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007.
Anonim3. 2001. SNI01-5009.5-2001.
Anonim4. 1960. Undang-Undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960.
Arifin, H. S. dan Nurhayati H. S, A. 1992. Perencanaan Taman-Taman Umum.
Jakarta: Bagian Khsusus Majalah Trubus.
Hakim, Rustam dan Utomo, Hardi. 2008. Komponen Perancangan Arsitektur
Lansekap. Jakarta: Bumi Aksar.
Sujarto, Djoko. Dan Budihardjo, E. 1999. Kota Berkelanjutan. Bnadung: PT.
Alumni.

17

Anda mungkin juga menyukai