Anda di halaman 1dari 17

Analisis RTH di kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten

Badung, Provinsi Bali

NAMA:

NIM:

PROGRAM STUDI
FAKULTAS

UNIVERSITAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah singkat yang berjudul “Analisis RTH di kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta
Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali” ini. Tidak lupa kami juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengampu saya dan pihak-pihak lain yang telah banyak
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini, Kami pun menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.

Oleh sebab itu, saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini, pembaca dapat
memetik pembelajaran yang bermanfaat, terutama memahami pentingnya mengetahui
potensi dalam membentuk RTH agar sesuai dengan fungsi dan manfaatnya di wilayah
sekitar kita sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.

Bali, November 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Green Open Space atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area atau jalur
dalam kota/wilayah yang penggunaannya bersifat terbuka. Dikatakan ‘hijau’ karena
RTH menjadi tempat tumbuh tanaman, baik secara alamiah ataupun yang sengaja
ditanami. RTH memiliki beragam fungsi dan manfaat. Secara umum, fungsi dibagi
menjadi 2 yaitu fungsi utama (fungsi ekologis) dan fungsi tambahan (fungsi sosial
budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika). Sedangkan manfaat RTH berdasarkan
fungsinya dibagi 2 yaitu manfaat langsung dan tidak langsung.

Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang terbuka hijau, adalah area


memanjang / jalur / mengelompok, yang penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi
sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan
hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga,
kawasan hijau pekarangan.

Tetapi saat ini kuantitas dan kualitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) telah
mengalami penurunan yang sangat signifikan dan mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan hidup perkotaan yang berdampak ke berbagai sendi kehidupan perkotaan
antara lain sering terjadinya banjir, peningkatan pencemaran udara, dan menurunnya
produktivitas masyarakat akibat terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial
(PERMEN PU No. 05/PRT/M/2008).

Maka dari itu RTH perlu diperbaiki dari segi kuantitas dan kualitasnya. Untuk
membentuk RTH agar sesuai dengan fungsi dan manfaatnya, RTH harus dianalisis
terlebih dahulu tipologinya. Tipologi RTH dibagi menjadi 4 yaitu tipologi secara
fisik, fungsi, struktur dan kepemilikan.
1.2. Rumusan masalah

Rumusan masalah yang ada ialah sebagai berikut:

1. Apa saja tipe RTH yang ada dari kawasan yang diamati?
2. Apa saja fungsi RTH dari kawasan yang diamati?
3. Bagaimana bentuk/pola dari kawasan yang diamati?
1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apa saja tipe RTH yang ada dari kawasan yang diamati.
2. Mengetahui Apa saja fungsi RTH dari kawasan yang diamati.
3. Mengetahui bentuk/pola dari kawasan yang diamati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipologi RTH

Tipologi RTH ada 4, yaitu tipologi secara fisik, fungsi, struktur dan
kepemilikan. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami dan RTH non
alami. RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman
nasional. Sedangkan RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga,
pemakaman atau jalur-jalur hijau jalan. Secara fungsi, RTH dapat berfungsi sebagai
ekologis (yaitu tanaman hijaunya membantu menyerap kadar karbondioksida (CO2),
menambah oksigen, menurunkan suhu dengan keteduhan dan kesejukan tanaman,
menjadi area resapan air, serta meredam kebisingan), sosial budaya (yaitu dapat
menjadi tempat bertemu, berkumpul atau berekreasi dan bersosialisasi), estetika
(yaitu berfungsi untuk memperindah pemukiman, komplek perumahan, perkantoran,
sekolah, mall, dan lain-lain), dan ekonomi (yaitu untuk tanaman yang memiliki nilai
jual seperti tanaman hias atau buah-buahan). Secara struktur ruang, RTH dapat
mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar). Maupun pola
planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. Dari segi
kepemilikan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik (taman umum dan ruang kota)
dan privat (pekarangan rumah / taman kantor).
2.2. Peran dan Fungsi RTH

Dalam perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem dari
sistem kelurahan secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara merata di seluruh
wilayah kelurahan untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum
dibedakan menjadi :

a. Fungsi bio-ekologis

Fungsi ini memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari


sistem sirkulasi udara atau paru-paru tempat tersebut, pengatur iklim mikro,
agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar,
sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat
satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan
angin.

b. Fungsi Ekosistem

Ekosistem perkotaan, produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah


dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan,
dan lain-lain.

c. Fungsi Estetis

Fungsi ini adalah meningkatkan kenyamanan, memperindah


lingkungan kota baik dari skala mikro seperti halaman rumah, lingkungan
permukiman, maupun makro atau lansekap kota secara keseluruhan. Mampu
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi
secara aktif maupun pasif, seperti, bermain, berolahraga, atau kegiatan
sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik
dan psikis. Dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai
bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman
kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan,
bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali. Suatu studi tentang RTH
terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar
keberadaan RTH karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan.

d. Fungsi sosial, ekonomi dan budaya

Mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media


komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
Fungsi Sosial, RTH merupakan ruang yang dapat digunakan oleh manusia
untuk melakukan aktivitas seperti berinteraksi dengan sesama atau mahluk
lain atau melakukan kegiatan-kegiatan seperti bermain,olah raga, menunggu
teman, belajar, atau hanya sekedar berjalan melewatinya.

2.3. Bentuk dan Jenis RTH di Perkotaan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis RTHKP meliputi RTH jenis taman;
RTH jenis hutan kota; RTH jenis bentang alam, cagar alam, kebun raya dan
pemakaman; RTH jenis lapangan dan parkir, serta lahan pertanian; RTH jenis jalur,
sempadan dan penyangga; RTH taman atap, taman dinding dan taman gantung.

2.3.1. RTH jenis taman

Taman kota merupakan ruang didalam kota yang ditata untuk


menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan kesehatan bagi
penggunanya. Taman kota dilengkapi dengan beberapa fasilitas untuk
kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi. Selain itu, taman kota
difungsikan sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah
dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna. Apabila terjadi suatu bencana,
maka taman kota dapat difungsikan sebagai tempat posko pengungsian.
Pepohonan yang ada dalam taman kota dapat memberikan manfaat keindahan,
penangkal angin, dan penyaring cahaya matahari. Taman kota berperan
sebagai sarana pengembangan budaya kota, pendidikan, dan pusat kegiatan
kemasyarakatan. Pembangunan taman dibeberapa lokasi akan menciptakan
kondisi kota yang indah, sejuk, dan nyaman serta menunjukkan citra kota
yang baik.

2.3.2. RTH Jenis Hutan Kota

Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya


yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk jalur, menyebar, atau
bergerombol (menumpuk), strukturnya meniru (menyerupai) hutan alam,
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa liar dan
menimbulkan lingkungan sehat, suasana nyaman, sejuk, dan estetis.
Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu
hamparan lahan yang bertumbuhan pohon- pohon yang kompak dan rapat di
dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

2.3.3. RTH jenis bentang alam, cagar alam, kebun raya dan
pemakaman

RTH bentang alam adalah ruang terbuka yang tidak dibatasi oleh suatu
bangunan dan berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan lindung
perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara,
tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, pengendali
tata air dan sarana estetika kota.

2.3.4. RTH jenis lapangan dan parkir serta lahan pertanian

Lapangan olahraga merupakan lapangan yang dibangun untuk


menampung berbagai aktifitas olahraga seperti sepak bola, voli, atletik, dan
golf serta saranasarana penunjangnya. Fungsi lapangan olahraga adalah
sebagai wadah olahraga, tempat bermain, pertemuan, sarana interaksi dan
sosialisasi, serta untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya.
2.3.5. RTH jenis jalur, sempadan dan penyangga

Pengamanan area tertentu bisa juga dilakukan dalam bentuk RTH,


seperti SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi) adalah sistem penyaluran listrik yang ditujukan
untuk menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya
jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan
efisien. Daerah sekitarnya hendaklah tidak dijadikan daerah terbangun, tapi
dijadikan RTH jalur hijau. RTH ini berfungsi sebagai pengamanan,
pengendalian jaringan listrik tegangan tinggi, dan mempermudah dalam
melakukan perawatan instalasi.

2.3.6. RTH taman atap, taman dinding dan taman gantung

Taman atap adalah taman yang memanfaatkan atap atau teras rumah
atau gedung sebagai lokasi taman. Taman ini berfungsi untuk membuat
pemandangan lebih asri, teduh, sebagai insulator panas, menyerap gas
polutan, mencegah radiasi ultraviolet dari matahari langsung masuk ke dalam
rumah, dan meredam kebisingan. Taman atap ini juga mampu mendinginkan
bangunan dan ruangan dibawahnya sehingga bisa lebih menghemat energi
seperti pengurangan pemakaian AC. Tanaman yang sesuai adalah tanaman
yang tidak terlalu besar dengan sistem perakaran yang mampu tumbuh pada
lahan terbatas, tahan hembusan angin, dan tidak memerlukan banyak air.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kelurahan Benoa. Proses penelitian


dimulai dengan pengumpulan data, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan
pada bulan November 2020.

3.2. Metode Pengumpulan Data


3.2.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data Primer diperoleh dengan cara analisis spasial dengan
menggunakan sistem informasi geografis untuk mengidentifikasi ketersediaan
RTH Publik eksisting, jenis RTH Publik, luas RTH Publik, serta sebaran RTH
Publik yang ada di lokasi penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan
berupa peta administrasi Kelurahan Benoa, foto udara Kelurahan Benoa, Google
Earth, peraturan perundangundangan yang terkait dengan RTH, data luas wilayah
dan jumlah penduduk, data jumlah ketersediaan RTH Publik, jenis RTH Publik,
luas RTH Publik, serta sebaran RTH Publik di Kelurahan Benoa.

3.2.2. Metode Analisis

Analisis dalam penelitian ini ditujukan untuk menjawab permasalahan


yang dikemukakan terdahulu yaitu untuk menganalisis tipe, fungsi dan bentuk
RTH di Kelurahan Benoa.

3.2.2.1. Analisis Ketersediaan RTH

Analisis ketersediaan RTH dilakukan untuk mengetahui jumlah eksisting


ketersediaan RTH , jenis RTH , luas RTH , serta sebaran RTH yang ada di lokasi
Kelurahan Benoa. Analisis yang digunakan yaitu mengidentifikasi ketersediaan
RTH dari data sekunder, dan analisis spasial menggunakan sistem informasi
geografis dengan melakukan digitasi data spasial foto udara Kelurahan Benoa.

3.2.2.2. Analisis Kebutuhan RTH Publik

Analisis kebutuhan RTH Publik di Kelurahan Benoa dilakukan dengan


menghitung luas RTH Publik berdasarkan luas wilayah dan menghitung luas RTH
Publik berdasarkan jumlah penduduk. Kebutuhan RTH Publik berdasarkan luas
wilayah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yang mensyaratkan luas minimal 20% dari total wilayah kota.

Kebutuhan RTH per penduduk ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri


Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan
RTH berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut :
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Geografis Daerah Penelitian

Berikut adalah kawasan yang digunakan untuk analisis. Kawasan yang


digunakan berada di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten
Badung, Provinsi Bali.

Kelurahan Benoa adalah salah satu Kelurahan dari 6 Kelurahan di Kecamatan Kuta
Selatan, Kabupaten Badung merupakan tempat yang dikenal dengan Pariwisatanya,
yakni salah satu penyangga destinasi kawasan Pariwisata Internasional yang sangat
populer di manca negara yaitu Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Berikut batas-batas
wilayah Kelurahan Benoa:

Sebelah Utara : Kelurahan Tanjung Benoa

Sebelah Timur :
Sebelah Selatan :

Sebelah Barat :

4.2. Hasil Penelitian

Hasilnya, secara fisik terdapat RTH alami dan non alami. RTH alami yaitu dari
kawasan/area yang belum terjamah tangan manusia. Sedangkan RTH non alaminya
merupakan taman-taman (pekarangan) yang berada di dalam rumah penduduk.

Secara fungsi, kawasan ini ada ini memiliki fungsi ekologi dan estetika. Fungsi
ekologis dapat dilihat dari tanaman hijau yang ada pada kawasan sebagai peneduh,
peredam kebisingan, dan menjadi area resapan air. Sedangkan fungsi estetika dapat
dilihat dari pekarangan-pekarangan rumah penduduk yang memang sengaja dihias
untuk menambah nilai estetika sebuah rumah.

RTH yang ada di kawasan ini memiliki pola eksologis yaitu memanjang dan juga
mengelompok. Sedangkan kepemilikannya merupakan RTH.

4.3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Luas Wilayah

Menurut Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, proporsi RTH


pada suatu wilayah yaitu sebesar 30% dari luas wilayah administratif kawasan
tersebut. Jika hasil analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kelurahan Benoa adalah
dengan luas sebesar 28,38 km² maka RTH yang dibutuhkan berdasarkan luas wilayah
tersebut adalah 8,51 km².

4.4. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah


Penduduk

Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilakukan dengan mengacu pada


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/M/PRT/2008 bahwa kebutuhan
kenyamanan penduduk terhadap ruang terbuka hijau sebesar 20 m ² per jiwa
penduduk. Berdasarkan standar luas RTH 20m ² per jiwa tersebut dengan jumlah
penduduk di kelurahan Benoa adalah 24.741 jiwa maka standarnya adalah 494. 820

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Analisis yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. RTH alami di kelurahan Benoa yaitu dari kawasan/area yang belum


terjamah tangan manusia. Sedangkan RTH non alami merupakan taman-taman
(pekarangan) yang berada di dalam rumah penduduk

2. RTH yang ada di kawasan ini memiliki pola eksologis yaitu memanjang
dan juga mengelompok

3. Kebutuhan luas RTH berdasarkan 30% dari luas wilayah Kelurahan Benoa
adalah sebesar 8,51 km².

4. Kebutuhan luas RTH berdasarkan 20 m ² per jumlah penduduk Kelurahan


Benoa sebanyak 24.741 jiwa sebesar 494. 820 m² .

5.2. Saran

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Ruang Terbuka Hijau Publik di Kelurahan Benoa perlu ditambah lagi agar
memenuhi standar kenyamanan bagi penduduk.
2. Penduduk sebagai pengguna ruang terbuka hijau membutuhkan kecukupan
suplai oksigen yang diperoleh masyarakat melalui ketersediaan RTH di
perkotaan.
3. Sebaiknya tiap rumah menanam satu pohon agar dapat menambah ruang
terbuka hijau.
4. Pemerintah sebaiknya merelokasi beberapa area yang padat penduduk untuk
menjadi ruang terbuka hijau publik.

DAFTAR PUSTAKA

Arsandrie, Y., & Widayanti, E. (2018). Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Di


Kecamatan Kartasura Sukoharjo Berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Dan
Kebutuhan O2. SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, 15 (2), 93-98

Departemen Pekerjaan Umum. (2006). Undang Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang

Dollah, A.S., & Teddy, A.M. (2019). Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dari
Aspek Keterlaksanaan Fungsi Sosial. Jurnal LINEARS Ilmu Arsitektur, Vol.2, No.1,
8-17

Faiz R., & Prima J. O. (2019). Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Dan
Kecukupannya Di Kota Depok . Jurnal Infrastruktur , 5(1), 7 - 11

Kampungkb.bkkbn.go.id. (2017). Profil Kelurahan Benoa. Diambil dari


https://kampungkb.bkkbn.go.id/profile/1759 , diakses pada 4 November 2020

Kementerian Departemen Pekerjaan Umum. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum Nomor : 05/Prt/M/2008/ tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.. Jakarta : Dapartemen PekerjaanUmum

Sumarauw, A.N. (2016). Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Publik Di Kota
Bitung. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(4), 952-961
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai