Oleh :
Amelia Astrid Mulyadi, S.Ked
Pembimbing :
dr. Muh. Ihsan Kitta, M.Kes., Sp.OT (K)
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat dengan judul
“Fraktur 1/3 Distal Tibia Fibula” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Muh. Ihsan
Kitta, M.Kes., Sp.OT(K), yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat
yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identittas Pasien
Nama : Tn. S
Jensi Kelamin : Laki-laki
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Doang Bajeng Barat
Tanggal Masuk RS : 09 Sept 2021
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri Pada Kaki Kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Syekh Yusuf diantar oleh kerabatnya. Pasien
mengeluhkan nyeri pada kaki kanan setelah jatuh dari tangga setinggi 3 meter
di rumahnya. Pasien sulit menggerakkan kaki kanan nya. Nyeri saat kaki
digerakkan, Terdapat luka terbuka pada kaki ukuran 4x3x2 cm, perdarahan
aktif dan tampak tulang. Riwayat pingsan setelah jatuh dari tangga disangkal.
Mual, muntah dan nyeri kepala disangkal.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
- Riwayat trauma : -
- Riwayat Penyakit : DM (-), HT (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : -
C. Pemeriksaan Fisik
a. PRIMARY SURVEY
Airway : Clear
b. SECONDARY SURVEY
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-) ,
Pupil ODS bulat, isokor, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Tenggorokan : Faring dan tonsil dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Mulut : Dalam batas normal
Thorax
Paru-paru : pergerakan dinding thorax simetris,
Suara nafas vesikuler (+/+). Rh (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I-II murni, suara
tambahan (-)
Abdomen : Datar (+), peristaltic (+), masa (-),
nyeri tekan (-)
Status Lokalis :
3
D. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium darah lengkap
4
- Tampak fraktur 1/3 distal os tibia fibula dextra
5
- Fraktur 1/3 distal os tibia fibula dextra dengan plate and screw dan K-
wire yang terpasang pada distal tibia. Allignment os tibia baik.
- Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis
- Celah sendi dalam batas normal
- Mineralisasi tulang baik
- Jaringan lunak sekitarnya baik
E. Diagnosis
F. Terapi
Medikamentosa :
- IVFD RL 20 tpm
6
- Inj. Omeprazole /12 jam/iv
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah hilanganya kontinuitas tulang dan paling sering
disebabkan oleh trauma. Istilah fraktur mencakup semua cedera tulang, mulai
dari retakan sederhana yang tidak bergeser pada tulang hingga fraktur tulang
7
panjang kompleks yang besar dengan cedera jaringan lunak yang luas. Fraktur
terbuka (majemuk) adalah fraktur di mana terdapat luka yang berhubungan
dengan lokasi fraktur. Fraktur kominutif adalah fraktur yang terdapat lebih
dari dua fragmen utama. Inspeksi radiografi memungkinkan deskripsi
deformitas.2
Fraktur cruris adalah terputusnya hubungan tibia dan fibula. Secara
klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak
(otot, kulit, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan
antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup.
B. Anatomi
Os. Tibia
Os. Fibula
9
persendian dengan condyles lateralis tibiae. Permukaan persendian ini
menghadap kea rah ventro-cranio-medial. Facies lateralis capitulum fibulae
kasar, tempat melekat m.biceps femoris dan ligamentum collaterale. Dari
facies latero-posterior terdapat benjolan yang menjulang ke cranial, disebut
apex capitis fibulae. Corpus fibulae pada ¾ bagian proximal mempunyai tiga
margo atau crista yaitu : margo anterior, margo interosseus, margo posterior.
Corpus fibulae mempunyai tiga facies yaitu: facies lateralis, facies medialis
dan facies posterior.3
C. Epidemiologi
Fraktur tibia adalah fraktur tulang panjang yang paling umum. Insiden
tahunan fraktur terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang,
dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur ekstremitas bawah yang
paling umum terjadi pada diafisis tibialis. Fraktur midshaft atau fibula
proksimal jarang terjadi.4
Studi yang dilakukan oleh Larsen P et al menunjukkan bahwa insiden
fraktur mencapai 16,9/100,000/tahun untuk fraktur shaft tibia. Laki-laki
10
memiliki insiden tertinggi 21,5/100.000/tahun dengan frekuensi tertinggi
antara usia 10 dan 20, sedangkan perempuan memiliki frekuensi
12,3/100.000/tahun dan memiliki frekuensi tertinggi antara usia 30 dan 40.
Sebagian besar faktur tibia terjadi selama berjalan, aktivitas dalam ruangan
dan olahraga. Distribusi di antara jenis kelamin menunjukkan bahwa laki-laki
menunjukkan frekuensi terjadinya fraktur yang lebih tinggi saat berpartisipasi
dalam kegiatan olahraga dan berjalan. Perempuan menunjukkan frekuensi
tertinggi saat berjalan dan selama aktivitas di dalam ruangan.5
D. Proses Terjadinya Fraktur
12
Gambar 2. Mekanisme injury, beberapa pola fraktur dan mekanisme penyebabnya
(a) Pola spiral (berputar); (b) pola oblik (kompresi); (c) triangular ‘butterfly’fragment
(membengkok); (d) pola transversal (tekanan langsung mengenai tulang.
E. Etilogi Fraktur
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana
trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor
mempengaruhi terjadinya fraktur6 :
Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan trauma.
Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan
untuk menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari:
1. Suatu trauma ruda paksa
2. Tekanan yang berulang (repetitive stress)
3. Kelemahan tulang yang abnormal yang dapat menyebabkan fraktur
paologis
1) Fraktur yang disebabkan oleh cedera
13
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh tenaga berlebihan (ruda paksa) yang
tiba-tiba, dapat secara langsung ataupun tidak langsung.
Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan
lunak juga rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara
transversal atau membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga
terjadi patahan dengan fragmen “butterfly”. Kerusakan pada kulit diluarnya
sering terjadi; jika crush injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan
kerusakan jaringan lunak ekstensif.6
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga
dierikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi.
Walaupun sebagian besar fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga
(perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau tekanan), pola x-ray
menunjukkan mekanisme yang dominan:
Terpelintir mengakibatkan fraktur spiral;
Kompresi mengakibatkan fraktur oblique pendek;
Pembengkokan mengakibatkan fraktur dengan fragmen triangular
“butterfly”;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada
beberapa situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik
insersi ligament atau tendon.
Deskripsi diatas merupakan deskripsi untuk tulang panjang. Tulang kecil
jika terkena gaya yang cukup, akan terbelah atau hancur menjadi bentuk yang
abnormal.6
F. Klasifikasi
15
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut
R.Gustilo), yaitu:
Derajat I:
Luka < 1cm.
Kerusakan jaringan sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan.
Kontaminasi minimal.
Derajat II:
Laserasi >1cm.
kerusakan jaringan lunak. Tidak luas, falp/avulsi.
Fraktur komunitif sedang.
Kontaminasi sedang.
Derajat III:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/falp/avulsi atau fraktur segmental yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau
kontaminasi masif.
Luka pada pembuluh darah arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
16
Fraktur tertutup Fraktur terbuka
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
17
c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
18
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
19
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
G. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang terlokalisir
dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan
gejala-gejala lain.8
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal pasien, perlu diperhatikan adanya :
20
a) Syok, anemia atau pendarahan
b) Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang
atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen
c) Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis.5
c. Pemeriksaan lokal
- Inspeksi (Look)
Ekspresi wajah karena nyeri
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
Perhatikan adanya pembengkakan
Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
Perhatikan keadaan vaskular
- Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur
pada tulang
Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
21
Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri
pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, dan
temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
- Pergerakan (Move)
Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif
dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu
juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau
neurotmesis.
e. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
sebelumnya, maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
22
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan,
MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita
dapat mendiagnosis fraktur.
H. Tatalaksana Fraktur
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih, dan imobilisasi
fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat
pendarahan dapat dilakukan pertolongan dengan penekanan setempat.
23
2. Penilaian klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/ saraf
ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
3. Resusitasi
Kebanyakan pasien dengan fraktur multipel tiba di rumah sakit dengan
syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya
serta obat-obat anti nyeri.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur
1. First, do no harm
Yakni dengan mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik. Hal ini bisa
dilakukan dengan pertolongan pertama yang hati-hati, transportasi pasien
ke rumah sakit yang baik, dan mencegah terjadinya infeksi dan kerusakan
jaringan yang lebih parah.
25
Jaringan muskuloskeletal bereaksi terhadap suatu fraktur sesuai dengan
hukum alami yang ada.
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
Dalam memilih pengobatan harus dipertimbangkan pengobatan yang
realistik dan praktis.
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara individual
Setiap fraktur memerlukan penilaian pengobatan yang sesuai, yaitu
dengan mempertimbangkan faktor umur, jenis fraktur, komplikasi yang
terjadi, dan perlu pula dipertimbangkan keadaan ekonomi pasien secara
individual.
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu :
Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang
dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi
anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan
mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan
osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang
sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus
tidak memerlukan reduksi. Angulasi <5º pada tulang panjang anggota
26
gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10º pada humerus
dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-
riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak
dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur.
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin.
Jenis Fiksasi :
27
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips (plester cast)
Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila
kelebihan kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi
koksea, femur, lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris).
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi
yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf
peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat
masuknya pin.
Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multipel
b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
28
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan
cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan
fraktur dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya
fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur
pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik
dengan operasi, misalnya : fraktur femur.
I. Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :6
1. Fase hematoma
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada
daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong
dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga
dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah
cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal.
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
29
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai
aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat
pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel
mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah
dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan
osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan
seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah
fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu
massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus
belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.
30
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.
31
Penilaian Penyembuhan Fraktur
Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara
klinis dan union secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan
dengan pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan
pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya
gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan
oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan
adanya gerakan, maka secara klinis telah terjadi union dari fraktur.
Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada
daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin
dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua
fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan
dalam daerah fraktur.
32
Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan
terbentuknya kalus yang menyeberangi celah fraktur (bridging callus)
untuk menyatukan kembali fragmen-fragmen tulang yang fraktur).
Pembentukan bridging callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jarak antara fragmen, stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum
penderita, umur, lokasi fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah
fraktur dapat berasal dari periosteum, endosteum dan medulla.
33
melakukan kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya
menjadi:
- Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union
- Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur
- Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama
dengan lusensi medulla.
- Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara
medulla dengan korteks.
- Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari
pada korteks.
Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada
penderita fraktur tulang panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia,
dan Fibula. Sampai saat ini belum ditemukan data awal tentang
pertumbuhan kalus pada masing – masing tulang panjang tersebut.6
J. Komplikasi Fraktur
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum3,10
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa ARDS, emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas
gangren.
b. Komplikasi Lokal9
o Komplikasi dini
34
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca
trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma
disebut komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan
delayed union atau bahkan non union
3. Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang
sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang
melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan
berakhir dengan degenerasi.
Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa
steril kering dan melakukan pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh
gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada
daerah-daerah yang menonjol.
Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot
tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran
otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindroma crush atau thrombus.
Pada pembuluh darah
35
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh
darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat
menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut
terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena
yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian
distal lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga
terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut
Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang
terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan terjadi edema
dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan
dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan
disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P
yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi
hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan
eksplorasi dan identifikasi nervus.6
36
o Komplikasi lanjut6,9
Pada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi.
Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
1. Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh
jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union
dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting.
2. Tipe II (atrophic non union) disebut juga sendi palsu
(pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi
beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan
dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen
fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang
tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis)
Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi.
37
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed
union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota
gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap.
38
BAB IV
PEMBAHASAN
Tn. S datang ke UGD RS Syekh Yusuf pada tanggal 9 Septembr 2021 dalam
keadaan sadar diantar oleh kerabatnya. Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan dan
sulit untuk digerakkan serta membengkak dan tampak adanya luka lecet. Pasien
mengaku bahwa ia telah jatuh dari tangga setinggi 3 meter yang berada di
rumahnya. Pada Primary Survey didapatkan airway clear, breathing spontan, , CRT
82x/menit, TD 120/80 mmHg dan suhu 36,6oC. Pada region cruris dextra
didapatkan dari look : Terlihat bengkak, deformitas, tampak luka robek pada kaudal
distal ukuran 4x3x2 cm, perdarahan aktif dan tampak tulang, warna kulit sama
seperti sekitar. Feel: di dapatkan nyeri tekan, sensorik distal baik, pulsasi distal baik,
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan Tampak fraktur 1/3 distal os tibia fibula
dextra, Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis, celah sendi dalam batas normal,
mineralisasi tulang baik dan jaringan lunak sekitarnya baik. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang maka, Tn. S didiagnosis dengan open fraktur 1/3
39
distal os tibia fibula dextra. . Sesuai dengan kepustakaan bahwa fraktur ialah
patah dapat berupa trauma langsung dan dapat berupa trauma tidak langsung.
Pada kasus ini pasien mengalami trauma langsung karena kaki kanan pasien
dilakukan dengan cara pembedahan dengan teknik open reduction. Retensi atau
fiksasi dilakukan dengan cara internal fixation menggunakan plate and screw
pasien inidilakukan fisioterapi berupa gerakan pasif dan gerakan aktif dengan tujuan
40
DAFTAR PUSTAKA
41