Anda di halaman 1dari 144

KOMPILASI AD ART, KODE

ETIK & STANDAR PROFESI

IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA


ANGGARAN DASAR &
ANGGARAN RUMAH
TANGGA
IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA

1
IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA
ANGGARAN DASAR
MENIMBANG:

1. Bahwa Ikatan Konsultan Pajak Indonesia merupakan wadah asosiasi


profesi bagi Konsultan Pajak di seluruh Indonesia yang berbentuk
Perkumpulan berbadan hukum;
2. Bahwa untuk dapat mencapai tujuan Perkumpulan maka perlu
menyesuaikan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar
Perkumpulan yang telah ada berdasarkan perkembangan peraturan
perundang-undangan dan kebutuhan Konsultan Pajak pada saat ini
maupun di masa yang akan datang sebagai landasan hukum, arah dan
sumber peraturan Perkumpulan;
3. Bahwa sehubungan dengan uraian pada angka 1 dan angka 2 di atas,
dianggap perlu mengadakan perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan.

MEMPERHATIKAN:
Keputusan Kongres Ikatan Konsultan Pajak Indonesia XI Batu Jawa Timur.

MENGINGAT:
1. Pancasila;
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Ketentuan-ketentuan yang termaktub di Anggaran Dasar Ikatan
Konsultan Pajak Indonesia; dan
4. Keputusan Kongres yang merupakan Rapat Anggota Perkumpulan yang
diambil secara musyawarah dan telah mencapai kata sepakat dalam
bentuk permufakatan.

2
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN:

Perubahan Anggaran Dasar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia yang disingkat


IKPI untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut “Perkumpulan”
sehingga untuk seterusnya Anggaran Dasar Perkumpulan menjadi sebagai
berikut:

MUKADIMAH

Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berasaskan


Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Bahwa Pajak sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan


merupakan sumber penerimaan Negara yang penting dalam menunjang laju
Pembangunan Nasional.

Bahwa Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan suatu masyarakat


adil dan makmur yang merata, baik materiil maupun spiritual berasaskan
Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu setiap warga negara wajib
memberikan darma baktinya sesuai dengan profesi dan keahlian masing-
masing.

Bahwa pengawasan dan pengembangan profesi Konsultan Pajak merupakan


bagian dari peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan
meningkatkan pengabdian profesi tersebut dalam Pembangunan Nasional
yang pada hakikatnya merupakan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia.

3
Bahwa dalam menunjang Pembangunan Nasional, para Konsultan Pajak
telah mempersiapkan diri untuk memberikan pengabdian dibidang
perpajakan.

Bahwa peran aktif dan karya nyata dari para Konsultan Pajak dalam
membantu pemerintah memasyarakatkan Undang-Undang dan Peraturan
Perpajakan, membina Anggota menjadi Konsultan Pajak yang profesional
dalam membantu Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya, adalah merupakan bentuk pengabdian kepada bangsa dan
negara.

Bahwa sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi sebagai hasil


Pembangunan Nasional, globalisasi dan reformasi di berbagai bidang,
dipandang perlu para Konsultan Pajak dipersatukan dalam suatu wadah
Perkumpulan profesi Konsultan Pajak.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Anggaran Dasar ini yang dimaksud dengan:

1. Anggaran Dasar Perkumpulan adalah konstitusi dan landasan hukum


Perkumpulan.
2. Anggaran Rumah Tangga adalah peraturan pelaksanaan Anggaran
Dasar Perkumpulan yang merupakan satu kesatuan dengan Anggaran
Dasar Perkumpulan.
3. Perkumpulan adalah wadah Asosiasi Profesi Konsultan Pajak yang
bebas dan mandiri, dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk
meningkatkan kualitas Konsultan Pajak Indonesia.
4. Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi
perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan

4
memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
5. Kode Etik adalah kaidah moral dan perilaku yang menjadi pedoman bagi
Anggota Perkumpulan dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam
menjalankan profesi sebagai Konsultan Pajak.
6. Standar Profesi adalah batasan kemampuan profesional minimal yang
harus dikuasai oleh Anggota Perkumpulan dalam melakukan kegiatan
profesinya secara mandiri.
7. Peraturan Perkumpulan adalah peraturan tertulis yang dihasilkan
Kongres/Kongres Luar Biasa yang terdiri dari Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Standar Profesi, dan ketentuan
lainnya yang ditetapkan dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
8. Peraturan Pengurus Pusat adalah peraturan yang dibuat oleh Pengurus
Pusat yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum,
atau oleh Ketua Umum dan Bendahara Umum, atau oleh Ketua Umum
dan salah satu Ketua Departemen yang membidanginya, yang wajib
ditaati oleh setiap Anggota Perkumpulan.
9. Keputusan Pengurus Pusat adalah keputusan yang dibuat oleh
Pengurus Pusat yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris
Umum, atau oleh Ketua Umum dan Bendahara Umum, atau oleh Ketua
Umum dan salah satu Ketua Departemen yang membidanginya.
10. Keputusan Pengawas adalah keputusan yang dibuat oleh Pengawas
yang ditandatangani oleh Ketua Pengawas.
11. Anggota Perkumpulan atau Anggota adalah perseorangan yang
memenuhi persyaratan sebagai anggota perkumpulan berdasarkan
ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
12. Anggota Tetap adalah perseorangan yang memiliki izin praktik
Konsultan Pajak dan terdaftar dengan nomor registrasi anggota.
13. Anggota Terbatas adalah perseorangan yang telah memiliki sertifikat
Konsultan Pajak, terdaftar dengan nomor registrasi anggota, dan belum
memiliki izin praktik Konsultan Pajak.
14. Anggota Kehormatan adalah perseorangan yang memiliki kemampuan
dan keahlian dibidang perpajakan dan/atau ikut memelihara serta

5
memajukan perkumpulan yang diangkat berdasarkan Keputusan
Pengurus Pusat;
15. Organ Perkumpulan adalah Perangkat perkumpulan yang terdiri dari
Kongres/Kongres Luar Biasa, Pengurus Perkumpulan dan Pengawas
Perkumpulan;
16. Pengurus Perkumpulan adalah Organ Perkumpulan yang melaksanakan
tugas dan fungsi pengurusan Perkumpulan yang terdiri dari Pengurus
Pusat, Pengurus Daerah, dan Pengurus Cabang;
17. Pengawas Perkumpulan adalah Organ Perkumpulan yang melakukan
tugas pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pengurus dalam
menjalankan pengurusan Perkumpulan yang terdiri dari Ketua
Pengawas dan Anggota Pengawas;
18. Pengurus Pusat adalah pengurus yang berkedudukan di Jakarta yang
melaksanakan tugas pengurusan dan mewakili Perkumpulan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua
Umum, dan semua Pengurus yang ditunjuk berdasarkan Keputusan
Ketua Umum;
19. Pengurus Daerah adalah pengurus yang berkedudukan di Wilayah
Provinsi dan/atau gabungan beberapa daerah Provinsi daerah
koordinasinya.
20. Pengurus Cabang adalah pengurus yang berkedudukan di Wilayah
Kota/Kabupaten dan/atau gabungan beberapa Kota/Kabupaten wilayah
kerjanya.
21. Rapat Anggota adalah rapat yang dihadiri Anggota Perkumpulan dan
merupakan forum pengambilan keputusan.
22. Kongres adalah rapat anggota Perkumpulan yang mempunyai wewenang
dan kekuasaan tertinggi dalam Perkumpulan sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan dan
diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali.
23. Kongres Luar Biasa adalah kongres yang diadakan dalam keadaan Luar
Biasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan.
24. Rapat Anggota Cabang adalah rapat anggota perkumpulan yang
diselenggarakan oleh Pengurus Cabang.

6
25. Rapat Anggota Cabang Luar Biasa adalah rapat anggota yang diadakan
oleh Pengurus Cabang dalam keadaan Luar Biasa.
26. Rapat-rapat Pengurus adalah rapat-rapat yang diadakan oleh Pengurus
Perkumpulan dalam rangka menjalankan Program Kerja.
27. Musyawarah Kerja Nasional adalah musyawarah yang diadakan dalam
rangka persiapan kongres yang dihadiri oleh Pengurus Pusat, utusan
Pengurus Daerah, utusan Pengurus Cabang, dan Pengawas.
28. Rapat Koordinasi adalah rapat pengurus tahunan dalam rangka
koordinasi dan evaluasi pelaksanaan Program Kerja.
29. Rapat Pleno adalah rapat yang dilakukan oleh Pengurus Pusat bersama
dengan Pengawas untuk menghasilkan suatu keputusan.
30. Rapat Harian adalah rapat-rapat yang diadakan oleh Pengurus Pusat
atau Pengurus Daerah atau Pengurus Cabang untuk melaksanakan
tugas, kewajiban dan wewenangnya.
31. Rapat Terbatas adalah rapat dengan peserta terbatas yang diadakan
oleh Pengurus Harian.
32. Rapat Pengawas adalah rapat yang diadakan oleh Pengawas untuk
melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.
33. Ketua Umum adalah Pimpinan Tertinggi Perkumpulan yang dipilih dan
diangkat secara sah dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
34. Ketua Pengawas adalah Pimpinan Pengawas Perkumpulan yang dipilih
dan diangkat secara sah dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
35. Wakil Ketua Umum adalah Wakil dari Pimpinan Tertinggi Perkumpulan
yang dipilih dan diangkat secara sah bersama dengan Ketua Umum
dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
36. Berhalangan tetap adalah keadaan yang menyebabkan seseorang tidak
dapat melakukan kegiatan perkumpulan karena mengundurkan diri,
tidak bertempat tinggal di tempat kedudukan Pengurus, cacat tetap,
dikenai sanksi pidana penjara, meninggal dunia, atau tidak melakukan
fungsi kepengurusan selama 6 (enam) bulan secara berturut-turut.
37. Berhalangan tidak tetap adalah keadaan yang menyebabkan seseorang
tidak dapat melakukan fungsi kepengurusan selama maksimal 6 (enam)

7
bulan karena sakit yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter
atau mengajukan Surat Izin Cuti.
38. Uang Pangkal adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh calon
Anggota Perkumpulan pada saat pendaftaran sebagai prasyarat menjadi
Anggota Perkumpulan.
39. Iuran Anggota adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan Anggota
Perkumpulan kepada Perkumpulan setiap bulan.
40. Sumbangan sukarela adalah sumbangan yang diberikan oleh Anggota
Perkumpulan atau bukan Anggota Perkumpulan secara sukarela, baik
Perorangan atau Badan Hukum kepada Perkumpulan sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Perkumpulan dan perundang-undangan
dan tidak berakibat hukum yang mengikat Perkumpulan.
41. Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh Anggota atau bukan
Anggota Perkumpulan, baik Perorangan atau Badan Hukum kepada
Perkumpulan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Perkumpulan dan perundang-undangan dan tidak berakibat hukum
yang mengikat Perkumpulan.
42. Kegiatan Perkumpulan adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh
Perkumpulan antara lain berupa Seminar, Ceramah, Lokakarya,
Diskusi, Pendidikan Khusus Profesi Konsultan Pajak, Ujian Sertifikasi
Konsultan Pajak, Pengembangan Profesional Berkelanjutan dan kegiatan
lain sejenis sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Perkumpulan dan perundang-undangan.
43. Usaha Perkumpulan adalah kegiatan Perkumpulan untuk mendapatkan
penghasilan sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
44. Domisili adalah tempat tinggal yang sah dari Anggota Perkumpulan yang
dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau tempat kegiatan
utama.
45. Panitia Pemilihan adalah panitia yang dibentuk oleh Pengurus Pusat
yang bertugas untuk mempersiapkan pemilihan Ketua Umum dan Wakil
Ketua Umum, dan Ketua Pengawas.

8
46. Panitia Pengawas Pemilihan adalah panitia yang dibentuk oleh
Pengawas yang bertugas untuk mengawasi persiapan dan pelaksanaan
tahapan proses pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan
Ketua Pengawas.

BAB II
NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU

Pasal 2
NAMA

Perkumpulan ini merupakan wadah organisasi profesi Konsultan Pajak yang


mandiri dan berbentuk badan hukum bernama Ikatan Konsultan Pajak
Indonesia (disingkat IKPI), yang dalam Bahasa Inggris disebut sebagai
Indonesian Tax Consultants Association (disingkat ITCA).

Pasal 3
TEMPAT KEDUDUKAN

(1) Pengurus Pusat Perkumpulan dan Pengawas Perkumpulan


berkedudukan di Jakarta dan dapat membentuk Pengurus Daerah di
wilayah Provinsi dan/atau Pengurus cabang di Kota/Kabupaten.
(2) Persyaratan pembentukan Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Cabang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 4
JANGKA WAKTU

Perkumpulan berdiri sejak tanggal 27-08-1965 (dua puluh tujuh Agustus


seribu sembilan ratus enam puluh lima) untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan lamanya.

9
BAB III
ASAS DAN LANDASAN, PEDOMAN, TUJUAN, DAN KEGIATAN

Pasal 5
ASAS DAN LANDASAN

Perkumpulan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia berasaskan Pancasila dan


berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pasal 6
PEDOMAN

Perkumpulan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang


berlaku pada umumnya dan peraturan perundang-undangan dibidang
Perpajakan pada khususnya serta Peraturan Perkumpulan.

Pasal 7
TUJUAN

Tujuan Perkumpulan adalah:


1. Menjaga keluhuran martabat serta meningkatkan mutu profesi
konsultan pajak dalam rangka pengabdiannya kepada bangsa dan
negara;
2. Mengawal dan mengupayakan agar pelaksanaan undang-undang
perpajakan dan peraturan perpajakan berlaku dengan adil dan
berkepastian hukum; dan
3. Memupuk dan mempererat rasa persaudaraan serta rasa kekeluargaan
antar anggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan anggota.

10
Pasal 8
KEGIATAN

(1) Untuk mencapai tujuan Perkumpulan dapat melakukan kegiatan antara


lain:
a. Menghimpun Konsultan Pajak Indonesia untuk menjadi Anggota
Perkumpulan.
b. Menetapkan Kode Etik dan Standar Profesi bagi Anggota
Perkumpulan.
c. Melaksanakan pengawasan dan penetapan sanksi terhadap
pelanggaran Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik
dan Standar Profesi.
d. Meningkatkan peranan Konsultan Pajak dalam melaksanakan
program pemerintah dalam bidang perpajakan.
e. Meningkatkan mutu pengetahuan Konsultan Pajak dengan
menyelenggarakan Pengembangan Profesional Berkelanjutan.
f. Memperjuangkan kepentingan para Anggota dalam menjalankan
profesinya.
g. Membina Anggota dalam melaksanakan kewajiban dan
menjalankan haknya terhadap Bangsa dan Negara.
h. Menyelenggarakan seminar, ceramah, lokakarya, diskusi,
pendidikan khusus profesi konsultan pajak, ujian sertifikasi
konsultan pajak atau kegiatan lainnya yang sejenis untuk
meningkatkan pengetahuan anggota, wajib pajak, dan masyarakat
pada umumnya.
i. Menyelenggarakan perpustakaan dan dokumentasi peraturan
dibidang perpajakan.
j. Menyediakan informasi perpajakan dengan memanfaatkan teknologi
informasi.
k. Melakukan penelitian dan pengkajian dibidang perpajakan.
l. Memelihara dan memupuk hubungan serta kerjasama yang baik
dengan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat luas dalam
negeri maupun luar negeri.

11
m. Membina kerjasama dengan organisasi lain yang tujuannya sejalan
dengan Perkumpulan.
n. Melakukan kegiatan dan/atau usaha lain yang tidak bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Perkumpulan.
o. Memberikan bantuan hukum kepada Anggota yang terlibat kasus
hukum pidana perpajakan dalam menjalankan profesinya, apabila
diperlukan.
p. Berperan aktif dalam memberikan masukan kepada Pemerintah
atas ketentuan dan peraturan yang belum, sedang, akan dan yang
sudah diundangkan terkait dengan profesi Konsultan Pajak dan
peraturan dibidang perpajakan.
q. Mengambil peran serta dalam forum internasional dibidang
perpajakan, baik dalam bentuk seminar, konferensi, dan
sebagainya.
(2) Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Perkumpulan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Anggaran Rumah Tangga.

BAB IV
LAMBANG DAN MARS

Pasal 9
LAMBANG

(1) Lambang Perkumpulan adalah logo bertuliskan “IKPI” berwarna hijau


dengan 2 (dua) garis bergelombang di bawahnya berwarna hitam dan
kuning.
(2) Ketentuan tentang Lambang Perkumpulan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.

12
Pasal 10
MARS

(1) Mars Perkumpulan adalah “Mars IKPI”


(2) Ketentuan tentang Mars Perkumpulan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB V
KEANGGOTAAN DAN BENTUK USAHA ANGGOTA

Pasal 11
KEANGGOTAAN

(1) Anggota Perkumpulan terdiri dari:


a. Anggota Tetap;
b. Anggota Terbatas;
c. Anggota Kehormatan.
(2) Syarat, hak dan kewajiban Anggota diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

Pasal 12
BENTUK USAHA ANGGOTA

(1) Bentuk usaha Anggota Perkumpulan adalah:


a. Perseorangan; dan/atau
b. Persekutuan perdata.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang bentuk usaha Anggota Perkumpulan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

13
BAB VI
ORGAN PERKUMPULAN DAN RAPAT PERKUMPULAN

Pasal 13
ORGAN PEKUMPULAN

(1) Organ Perkumpulan terdiri dari:


a. Kongres/Kongres Luar Biasa
b. Pengurus Perkumpulan
c. Pengawas Perkumpulan
(2) Pengurus Perkumpulan terdiri dari:
a. Pengurus Pusat;
b. Pengurus Daerah; dan
c. Pengurus Cabang.
(3) Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Perkumpulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dipilih dan diangkat dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(4) Ketua Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai hak
prerogatif untuk memilih dan mengangkat Anggota dan Para Pejabat
Pengurus Pusat selambat-lambatnya 30 hari kalender sejak terpilih dan
diangkat sebagai Ketua Umum dalam Kongres/Kongres Luar Biasa
(5) Ketua Pengawas Perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dipilih dan diangkat dalam Kongres/Kongres Luar Biasa
(6) Ketua Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai hak
prerogatif untuk memilih dan mengangkat Anggota Pengawas selambat-
lambatnya 30 hari kalender sejak terpilih dalam Kongres/Kongres Luar
Biasa
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang Organ Perkumpulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.

14
Pasal 14
RAPAT PERKUMPULAN

(1) Rapat Perkumpulan terdiri dari:


a. Rapat Anggota.
b. Rapat Pengurus.
c. Rapat Pengawas.
(2) Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terdiri dari:
a. Kongres/Kongres Luar Biasa; dan
b. Rapat Anggota Cabang/ Rapat Anggota Cabang Luar Biasa.
(3) Rapat Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b terdiri dari:
a. Musyawarah Kerja Nasional;
b. Rapat Koordinasi;
c. Rapat Pleno;
d. Rapat Harian; dan
e. Rapat Terbatas.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang Rapat Perkumpulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.

BAB VII
PEMILIHAN KETUA UMUM DAN WAKIL KETUA UMUM, DAN KETUA
PENGAWAS

Pasal 15
PEMILIHAN KETUA UMUM DAN WAKIL KETUA UMUM

(1) Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum Perkumpulan dipilih dan diangkat
dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
(2) Masa Jabatan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum adalah 5 (lima)
tahun sejak terpilih dalam Kongres/Kongres Luar Biasa dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya baik secara

15
berturut-turut maupun tidak berturut-turut, termasuk periode jabatan
adalah jabatan yang diperoleh karena pergantian antar waktu.
(3) Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum harus berdomisili di Jakarta.
(4) Tata Cara Pemilihan dan Persyaratan Ketua Umum diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 16
PEMILIHAN KETUA PENGAWAS

(1) Ketua Pengawas dipilih dan diangkat dalam Kongres/Kongres Luar


Biasa.
(2) Masa Jabatan Ketua Pengawas adalah 5 (lima) tahun sejak terpilih
dalam Kongres/Kongres Luar Biasa dan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya baik secara berturut-turut maupun
tidak berturut-turut, termasuk periode jabatan adalah jabatan yang
diperoleh karena pergantian antar waktu.
(3) Ketua Pengawas harus berdomisili di Jakarta.
(4) Tata Cara Pemilihan dan Persyaratan Ketua Pengawas diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII
KODE ETIK DAN STANDAR PROFESI

Pasal 17
KODE ETIK

(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak,


Perkumpulan menentukan dan menetapkan Kode Etik Konsultan Pajak.
(2) Kode Etik Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga serta peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota dalam menjalankan profesinya wajib tunduk dan mematuhi
Kode Etik Konsultan Pajak.

16
(4) Anggota yang tidak mematuhi Kode Etik Konsultan Pajak akan dikenai
sanksi berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Perkumpulan.
(5) Ketentuan Perubahan Kode Etik Konsultan Pajak diatur lebih lanjut
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 18
STANDAR PROFESI

(1) Untuk mencapai kualitas minimal dalam menjalankan profesi Konsultan


Pajak maka Perkumpulan menentukan dan menetapkan Standar Profesi
Konsultan Pajak.
(2) Standar Profesi Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga serta peraturan perundang-undangan.
(3) Anggota dalam menjalankan profesinya wajib tunduk dan mematuhi
Standar Profesi Konsultan Pajak.
(4) Anggota yang tidak mematuhi Standar Profesi Konsultan Pajak akan
dikenai sanksi berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Perkumpulan.
(5) Ketentuan Perubahan Standar Profesi Konsultan Pajak diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB IX
KEKAYAAN DAN LAPORAN KEUANGAN

Pasal 19
KEKAYAAN

(1) Kekayaan Perkumpulan diperoleh dari :


a. Uang Pangkal;
b. Iuran Anggota;
c. Sumbangan Sukarela;

17
d. Hibah;
e. Kegiatan Perkumpulan; dan
f. Usaha Perkumpulan.
(2) Kekayaan Perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 20
LAPORAN KEUANGAN

(1) Tahun Buku Perkumpulan dimulai tanggal 1 (satu) Januari dan


berakhir pada tanggal 31 (tiga puluh satu) Desember pada tahun yang
sama.
(2) Laporan Keuangan Perkumpulan disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
(3) Laporan Keuangan Perkumpulan wajib diaudit oleh Akuntan Publik,
penunjukkan Kantor Akuntan Publik diputuskan dalam Rapat Pleno
dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) nama Kantor Akuntan Publik yang
diusulkan.
(4) Pengurus Pusat membuat dan menetapkan Tata Cara Pengelolaan
Keuangan Perkumpulan yang mencerminkan keadaan sebenarnya.
(5) Tata Cara Pengelolaan Keuangan Perkumpulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB X
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Pasal 21

(1) Anggaran Dasar dapat diubah kecuali mengenai tujuan.


(2) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya
dilakukan dalam Kongres/Kongres Luar Biasa berdasarkan Rumusan
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hasil
Musyawarah Kerja Nasional.

18
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 22

(1) Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan merupakan penjabaran atau


perincian pelaksanaan Anggaran Dasar Perkumpulan dan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Anggaran Dasar
Perkumpulan.
(2) Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan dan peraturan pelaksanaan
lainnya tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar Perkumpulan.

BAB XI
PENGGABUNGAN DAN PELEBURAN PERKUMPULAN

Pasal 23

Perkumpulan hanya dapat digabung dan dilebur berdasarkan Keputusan


Kongres Luar Biasa.

BAB XII
PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI

Pasal 24

(1) Perkumpulan hanya dapat dibubarkan berdasarkan Keputusan Kongres


Luar Biasa dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat)
dari jumlah Anggota Perkumpulan dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah Anggota yang hadir dan
mempunyai hak suara yang sah dalam Kongres Luar Biasa.
(2) Apabila Perkumpulan dibubarkan, maka dilakukan likuidasi oleh
Pengurus Pusat, kecuali Kongres Luar Biasa menentukan lain.

19
(3) Sisa kekayaan Perkumpulan yang dibubarkan atau dilikuidasi
penggunaannya diputuskan dalam Kongres Luar Biasa.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 25

(1) Anggota Perkumpulan, Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus


Cabang, dan Pengawas wajib melaksanakan ketentuan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Standar Profesi, Peraturan
Pengurus Pusat beserta perubahan-perubahannya yang dibuat secara
sah.
(2) Anggota Perkumpulan, Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus
Cabang, dan Pengawas yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai ketentuan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
(3) Sanksi dan Tata Cara Pengenaan Sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 26

(1) Perkara-perkara pelaksanaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah


Tangga sebelum Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga berlaku, yang belum diproses, diproses berdasarkan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang berlaku pada saat
pelaksanaan.
(2) Perkara-perkara pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, Kode Etik, Standar Profesi, dan Peraturan Pengurus Pusat
beserta perubahan-perubahannya, sebelum Perubahan Anggaran Dasar

20
dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, Standar Profesi, dan Peraturan
Pengurus Pusat yang berlaku, yang belum diperiksa dan belum diputus,
diproses berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga,
Kode Etik, Standar Profesi, dan Peraturan Pengurus Pusat yang berlaku
pada saat pelanggaran terjadi.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

(1) Apabila terdapat perbedaan penafsiran terhadap suatu ketentuan dalam


Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, diinterpretasikan dan
diputuskan Pengurus Pusat dan Pengawas dalam Rapat Pleno.
(2) Segala sesuatu yang dikerjakan dan/atau ditetapkan oleh Pengurus
Pusat dan Pengawas harus didokumentasikan secara tertulis, dan
disampaikan kepada Anggota sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
(3) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
(4) Anggaran Dasar Perkumpulan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(5) Kongres/Kongres Luar Biasa memberi kuasa kepada Ketua Umum
untuk menyatakan:
a. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b. Susunan Pengurus Pusat Perkumpulan; dan
c. Susunan Pengawas Perkumpulan,
dalam Akta Notaris dan mendaftarkan dan/atau mengajukannya kepada
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk
disahkan dan diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
dan dimuat dalam Berita Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

21
IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA
ANGGARAN RUMAH TANGGA
BAB I
UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

Dalam Anggaran Rumah Tangga ini, yang dimaksud dengan:


1. Ad Hoc adalah sekumpulan Anggota Perkumpulan yang diberi tugas
oleh Kongres, Musyawarah Kerja Nasional, atau Pengawas dalam
rangka menuntaskan tugas-tugas khusus dalam jangka waktu tertentu.
2. Tim Ad Hoc adalah Ad Hoc yang dibentuk oleh Musyawarah Kerja
Nasional dengan anggota terdiri dari 3 (tiga) orang Anggota Pengurus
Pusat, dan 1 (satu) orang perwakilan dari setiap Pengurus Cabang yang
bertugas untuk menyelesaikan tugas dari Musyawarah Kerja Nasional;
atau yang dibentuk Pengurus Pusat untuk menyelesaikan tugas khusus
tertentu.
3. Komisi Ad Hoc adalah Ad Hoc yang dibentuk oleh Kongres/Kongres Luar
Biasa dengan anggota terdiri dari 3 (tiga) orang Anggota Pengurus Pusat,
dan 1 (satu) orang perwakilan dari setiap Cabang yang bertugas untuk
menyelesaikan tugas dari Kongres/Kongres Luar Biasa.
4. Majelis Pengawas Ad Hoc adalah Ad Hoc yang dibentuk oleh Pengawas
dengan anggota terdiri dari 3 (tiga) orang Anggota Pengawas, 1 (satu)
orang mewakili Pengurus Daerah terkait, dan 1 (satu) orang mewakili
Pengurus Cabang terkait yang bertugas untuk memeriksa dan memutus
adanya dugaan pelanggaran Peraturan Perkumpulan yang dilakukan
oleh Anggota.
5. Sidang Pemeriksaan Anggota adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas Ad Hoc.
6. Terperiksa adalah Anggota yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap Peraturan Perkumpulan.

22
7. Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc adalah hasil sidang pemeriksaan
terhadap Anggota.
8. Rekomendasi Pengawas adalah surat rekomendasi yang diterbitkan oleh
Pengawas kepada Pengurus Pusat berdasarkan Putusan Sidang
Pemeriksaan Majelis Pengawas Ad Hoc sebagai dasar untuk
menerbitkan Keputusan Pengurus Pusat.
9. Mars IKPI adalah lirik lagu dan komposisi musik dengan irama teratur
dan kuat sebagai ciri khas Perkumpulan yang dinyanyikan dengan
penuh semangat pada saat penyelenggaraan kegiatan Perkumpulan.
10. Pergantian antar waktu adalah penggantian pejabat Perkumpulan
sebelum periode masa bakti kepengurusan berakhir.
11. Pemungutan suara lisan adalah pemungutan suara yang bersifat
terbuka, dilakukan dengan cara berdiri bagi anggota yang menyetujui
suatu pilihan.
12. Pemungutan suara tertulis adalah pemungutan suara yang bersifat
tertutup, dilakukan dengan menggunakan surat suara dan dihitung
secara manual.
13. Pemungutan suara elektronik adalah pemungutan suara yang bersifat
tertutup, dilakukan dengan menggunakan perangkat elektronik dan
dihitung secara elektronik.
14. Situs web (website) Perkumpulan adalah situs web yang dibuat,
dikembangkan, dan dikelola oleh Pengurus Pusat sebagai media
informasi Perkumpulan.

BAB II
LAMBANG DAN MARS

Pasal 2
LAMBANG

(1) Lambang Perkumpulan digunakan pada:


1. Bendera Perkumpulan,
2. Jaket Perkumpulan,

23
3. Vandel Perkumpulan,
4. Lencana Perkumpulan,
5. Benda lain
(2) Bendera Perkumpulan adalah kain berbentuk empat persegi panjang
berwarna putih dan bertuliskan Lambang Perkumpulan.
(3) Jaket Perkumpulan adalah baju luar berwarna hitam dengan emblem
Lambang Perkumpulan yang dipasang pada bagian dada sebelah kanan.
(4) Vandel Perkumpulan adalah bendera kecil dengan bentuk khusus yang
bertuliskan Lambang Perkumpulan dengan rumbai-rumbai disamping
sisi kiri, kanan, dan bawah.
(5) Lencana Perkumpulan (Pin) adalah Lambang Perkumpulan yang dipakai
Anggota berbentuk medali yang dipasang di dada sebelah kiri.
(6) Warna Lambang Perkumpulan adalah kombinasi warna :
1. hijau;
2. hitam; dan
3. kuning;
(7) Bentuk dan Lambang Perkumpulan adalah sebagaimana terlampir
dalam Anggaran Rumah Tangga ini.
(8) Perubahan bentuk dan warna Lambang Perkumpulan ditetapkan dan
disahkan dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
(9) Tata Cara Penggunaan atau Pemanfaatan Lambang Perkumpulan diatur
dengan Peraturan Pengurus Pusat .

Pasal 3
MARS

(1) Mars Perkumpulan adalah Mars IKPI sebagaimana terlampir dalam


Anggaran Rumah Tangga.
(2) Perubahan Lirik dan Komposisi Mars IKPI ditetapkan dan disahkan
dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.

24
BAB III
KEANGGOTAAN DAN BENTUK USAHA ANGGOTA

Pasal 4
ANGGOTA TETAP

(1) Syarat menjadi Anggota Tetap Perkumpulan adalah sebagai berikut :


a. Warga Negara Indonesia;
b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
c. Bertempat tinggal di Indonesia;
d. Tidak berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara
Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
atau Pejabat Negara;
e. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun;
f. Memiliki Ijazah paling rendah Diploma III (D-III) program studi
Akuntansi atau program studi Perpajakan atau ijazah strata 1 (S-1)
atau Diploma IV (D-IV) dari Perguruan Tinggi yang terakreditasi
atau Perguruan/Sekolah Tinggi Kedinasan;
g. Memiliki Sertifikat Konsultan Pajak yang diterbitkan dari institusi
pelaksana Sertifikasi Ujian Konsultan Pajak yang resmi; dan
h. Memiliki Izin Praktik Konsultan Pajak.
(2) Tata cara untuk menjadi Anggota Tetap sebagai berikut :
a. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Pusat melalui
Pengurus Cabang tempat Pemohon berdomisili dan dilengkapi
dengan dokumen yang dipersyaratkan.
b. Pengurus Cabang meneruskan permohonan sebagaimana
dimaksud pada huruf a kepada Pengurus Pusat disertai surat
rekomendasi dari Pengurus Cabang.
(3) Bagi daerah yang belum memiliki Cabang Perkumpulan, permohonan
untuk menjadi anggota diajukan secara tertulis kepada Pengurus Pusat
melalui cabang terdekat.

25
(4) Pengurus Pusat menerbitkan Keputusan Keanggotaan selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah permohonan
tertulis beserta rekomendasi dari Pengurus Cabang diterima lengkap.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang Tata Cara Pengajuan dan Persyaratan
Pendaftaran sebagai Anggota Tetap diatur dengan Peraturan Pengurus
Pusat.

Pasal 5
ANGGOTA TERBATAS

(1) Syarat menjadi Anggota Terbatas Perkumpulan sebagai berikut :


a. Warga Negara Indonesia;
b. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; dan
c. Memiliki Sertifikat Konsultan Pajak yang diterbitkan dari institusi
pelaksana Sertifikasi Ujian Konsultan Pajak yang resmi.
(2) Tata cara untuk menjadi Anggota Terbatas sebagai berikut :
a. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus Pusat melalui
Pengurus Cabang tempat Pemohon berdomisili dan dilengkapi
dokumen yang dipersyaratkan.
b. Pengurus Cabang meneruskan permohonan sebagaimana
dimaksud pada huruf a kepada Pengurus Pusat disertai surat
rekomendasi dari Pengurus Cabang.
(3) Bagi daerah yang belum memiliki Cabang Perkumpulan, permohonan
untuk menjadi anggota diajukan secara tertulis kepada Pengurus Pusat
melalui cabang terdekat.
(4) Pengurus Pusat menerbitkan Keputusan Keanggotaan selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah permohonan
tertulis beserta rekomendasi dari Pengurus Cabang diterima lengkap.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang Tata Cara Pengajuan dan Persyaratan
Pendaftaran sebagai Anggota Terbatas diatur dengan Peraturan
Pengurus Pusat.

26
Pasal 6
ANGGOTA KEHORMATAN

(1) Syarat menjadi Anggota Kehormatan sebagai berikut :


a. Warga Negara Indonesia;
b. Setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; dan
c. Memiliki kemampuan dan keahlian dibidang perpajakan dan/atau
memiliki kontribusi nyata dalam memelihara dan memajukan
perkumpulan.
(2) Pengurus Pusat menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota
Kehormatan berdasarkan persetujuan Rapat Pleno.
(3) Tata Cara dan Prosedur Pengangkatan Anggota Kehormatan diatur
dengan Peraturan Pengurus Pusat.

Pasal 7
HAK ANGGOTA

(1) Anggota Tetap berhak untuk:


a. Menyediakan jasa konsultasi dibidang perpajakan sesuai batasan
tingkat keahliannya sebagaimana diatur dalam perundang-
undangan.
b. Memperoleh imbalan atas jasa perpajakan yang telah diberikan
kepada klien berdasarkan persetujuan bersama.
c. Mengikuti pendidikan, pelatihan, seminar, dan kegiatan pendidikan
lainnya guna meningkatkan pengetahuannya.
d. Berperan serta melaksanakan program kerja Perkumpulan dan
memberikan dukungan dalam mencapai tujuan Perkumpulan.
e. Mengikuti kegiatan Perkumpulan.
f. Menyampaikan pendapat dan mempunyai hak suara dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
g. Memilih dan dipilih sebagai Pengurus sesuai dengan Peraturan
Perkumpulan.

27
h. Mengemukakan ide, gagasan, saran, dan pendapat untuk
kemajuan Perkumpulan.
i. Mendapatkan bantuan hukum jika terlibat kasus hukum pidana
perpajakan dalam menjalankan profesinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, apabila diperlukan.
j. Mendapatkan layanan dari Perkumpulan dalam memperoleh
bahan/dokumen/informasi mengenai peraturan perkumpulan,
peraturan perpajakan atau lainnya yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan profesi Konsultan Pajak, dengan
memperhatikan fasilitas Perkumpulan yang tersedia.
(2) Anggota Terbatas berhak untuk:
a. Mengikuti pendidikan, pelatihan, seminar dan kegiatan pendidikan
lainnya guna meningkatkan pengetahuannya.
b. Berperan serta melaksanakan program kerja Perkumpulan dan
memberikan dukungan dalam mencapai tujuan Perkumpulan.
c. Mengikuti kegiatan Perkumpulan.
d. Menyampaikan pendapat dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
e. Mengemukakan ide, gagasan, saran, dan pendapat untuk
kemajuan Perkumpulan.
f. Mendapatkan layanan dari Perkumpulan dalam memperoleh
bahan/dokumen/informasi mengenai peraturan perkumpulan,
peraturan perpajakan atau lainnya yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung dengan profesi Konsultan Pajak, dengan
memperhatikan fasilitas Perkumpulan yang tersedia.
(3) Anggota Kehormatan berhak untuk:
a. Mengikuti kegiatan Perkumpulan.
b. Menyampaikan pendapat dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
c. Mengemukakan ide, gagasan, saran, dan pendapat untuk
kemajuan Perkumpulan.

28
Pasal 8
KEWAJIBAN ANGGOTA

(1) Wajib menjunjung tinggi dan menaati ketentuan Peraturan


Perkumpulan dan Peraturan Pengurus Pusat.
(2) Wajib berpartisipasi dalam kegiatan berorganisasi yang diselenggarakan
Perkumpulan.
(3) Wajib menjaga dan mempertahankan nama baik Perkumpulan.
(4) Wajib membayar uang pangkal dan iuran bulanan serta sumbangan lain
yang ditetapkan oleh Perkumpulan, kecuali bagi Anggota Kehormatan.
(5) Wajib menyelesaikan perselisihan antar sesama anggota dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat berdasarkan Peraturan
Perkumpulan dan Peraturan Pengurus Pusat dengan tidak
menggunakan dan/atau melibatkan pihak dari luar Perkumpulan.
(6) Wajib menjadi anggota pada salah satu Cabang Perkumpulan di wilayah
domisili.
(7) Wajib mengajukan penetapan domisili kepada Pengurus Pusat apabila
bertempat tinggal atau mempunyai kegiatan utama di kota/kabupaten
yang berbeda dengan kota/kabupaten yang tertera dalam Kartu Tanda
Penduduk.
(8) Wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pengurus Cabang tempat
domisili yang baru apabila anggota pindah domisili atau tempat tinggal,
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah pindah, dengan tembusan ke
Pengurus Cabang asal.
(9) Wajib mengajukan secara tertulis kepada Pengurus Pusat melalui
Pengurus Cabang apabila anggota mengajukan permohonan berhenti
atas kemauan sendiri.
(10) Anggota Tetap wajib memelihara dan meningkatkan kemampuan
profesinya dengan mengikuti Pengembangan Profesional Berkelanjutan
yang diselenggarakan Perkumpulan.

29
Pasal 9
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA

(1) Keanggotaan Perkumpulan berakhir atau berhenti karena:


a. Meninggal dunia;
b. Meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
c. Permintaan sendiri secara tertulis;
d. Ditaruh di bawah pengampuan (curatele);
e. Dijatuhi pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sejak
dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkracht);
f. Sejak diangkat dan selama menjadi Pejabat Negara; atau
g. Diberhentikan dari keanggotaan Perkumpulan.
(2) Pemberhentian keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, b, c, d, dan e dilakukan berdasarkan pemberitahuan dari Anggota
dan/atau informasi resmi yang diperoleh Pengurus Pusat.
(3) Pemberhentian keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
f bersifat sementara dan dilakukan berdasarkan pemberitahuan dari
Anggota dan/atau informasi resmi yang diperoleh Pengurus Pusat.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g didahului
dengan Teguran Tertulis.
(5) Teguran Tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku paling
sedikit selama 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
Teguran Tertulis disampaikan melalui pos tercatat.
(6) Apabila selama tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Anggota melakukan pelanggaran yang sama maka dikenai sanksi
Pemberhentian Sementara paling sedikit selama 6 (enam) bulan dan
paling lama 18 (delapan belas) bulan.
(7) Pemberhentian keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g harus melalui tahapan sebagai berikut:
a. Untuk memproses dugaan pelanggaran Anggota terhadap
Peraturan Perkumpulan, Pengawas melakukan penelitian
berdasarkan informasi, data, laporan dan/atau pengaduan yang
diterima baik langsung atau tidak langsung.

30
b. Apabila dari hasil penelitian diperoleh cukup bukti adanya
pelanggaran Peraturan Perkumpulan maka dapat dilanjutkan
dengan Sidang Pemeriksaan.
c. Untuk keperluan Sidang Pemeriksaan, Pengawas membentuk
Majelis Pengawas Ad Hoc yang terdiri dari 3 (tiga) orang Anggota
Pengawas, 1 (satu) orang mewakili Pengurus Daerah, dan 1 (satu)
orang mewakili Pengurus Cabang.
d. Majelis Pengawas Ad Hoc wajib memanggil anggota yang diduga
melakukan pelanggaran Peraturan Perkumpulan (Terperiksa)
secara tertulis ke alamat domisili melalui pos tercatat dan/atau
melalui alamat surat elektronik (email).
e. Apabila 3 (tiga) kali berturut-turut pemanggilan sebagaimana pada
huruf d Anggota yang bersangkutan tidak hadir, maka Majelis
Pengawas Ad Hoc dapat melakukan sidang tanpa dihadiri
Terperiksa dan mengambil keputusan berdasarkan informasi, data,
bukti-bukti, catatan-catatan dan keterangan yang dimiliki
dan/atau diketahui Majelis Pengawas Ad Hoc.
f. Untuk memenuhi asas keadilan di dalam Sidang Pemeriksaan
Majelis Pengawas Ad Hoc, terperiksa berhak membela diri dan/atau
menghadirkan saksi yang meringankan.
g. Dalam pengambilan keputusan, Majelis Pengawas Ad Hoc
mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, apabila
dalam musyawarah tidak tercapai kesepakatan, keputusan diambil
dengan suara terbanyak.
h. Dalam hal keputusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat
Anggota Majelis Pengawas Ad Hoc yang tidak sepakat dengan
putusan tersebut dinyatakan dalam Risalah Sidang Majelis
Pengawas Ad Hoc.
i. Berdasarkan Risalah Sidang Majelis Pengawas Ad Hoc diterbitkan
Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc.
j. Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc dapat berupa :
1) Tidak Bersalah; atau
2) Bersalah

31
k. Setiap Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc harus mengungkapkan
alasan-alasan dari pengambilan keputusan tersebut.
l. Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc beserta Surat Rekomendasi
Pengawas disampaikan oleh Pengawas kepada Pengurus Pusat.
m. Rekomendasi Pengawas dapat berupa :
1) Dipulihkan nama baiknya;
2) Teguran Tertulis;
3) Pemberhentian Sementara; atau
4) Pemberhentian Tetap.
n. Pengurus Pusat menindaklanjuti Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc
beserta Surat Rekomendasi Pengawas dengan menerbitkan
Keputusan Pengurus Pusat paling lambat 1 (satu) bulan sejak
diterima.

Pasal 10
BENTUK USAHA ANGGOTA

(1) Bentuk usaha Anggota dalam menjalankan praktik profesi adalah


perseorangan dan/atau persekutuan perdata.
(2) Usaha Anggota yang berbentuk Persekutuan Perdata harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Beranggotakan paling sedikit 2 (dua) orang, dan paling sedikit 1
(satu) orang dari sekutu tersebut merupakan Konsultan Pajak
Anggota Perkumpulan;
b. Pimpinan Persekutuan Perdata harus Konsultan Pajak;
c. Memiliki akta pendirian Persekutuan Perdata;
d. Mempunyai tempat kedudukan usaha; dan
e. Memberitahukan secara tertulis pendirian Persekutuan kepada
Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, dan Pengurus Pusat.
(3) Anggota dapat membuka Cabang, dengan syarat sebagai berikut:
a. Mempunyai tempat kedudukan dan pegawai di Cabang;
b. Memiliki NPWP Cabang; dan

32
c. Memberitahukan secara tertulis tempat kedudukan Cabang kepada
Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, dan Pengurus Pusat.

BAB IV
ORGAN PERKUMPULAN

Pasal 11
KONGRES/KONGRES LUAR BIASA

(1) Kongres adalah rapat anggota Perkumpulan yang mempunyai wewenang


dan kekuasaan tertinggi dalam Perkumpulan sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan dan
diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Ketentuan tentang Kongres diatur lebih lanjut pada Pasal 16
(3) Kongres Luar Biasa adalah kongres yang diadakan dalam keadaan Luar
Biasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan.
(4) Ketentuan tentang Kongres Luar Biasa diatur lebih lanjut pada Pasal 17

Pasal 12
PENGURUS PUSAT

(1) Pengurus Pusat berkedudukan di Jakarta sekurang-kurangnya terdiri


dari:
a. Ketua Umum;
b. Wakil Ketua Umum;
c. Para Ketua;
d. Sekretaris Umum;
e. Bendahara Umum;
f. Para Ketua Bidang; dan
g. Anggota.
(2) Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada Kongres/Kongres Luar
Biasa.

33
(3) Ketua Umum bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Kerja
Perkumpulan.
(4) Ketua Umum mempunyai kebebasan untuk membentuk Pengurus Pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender, sejak diangkat sebagai Ketua Umum terpilih dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(5) Syarat menjadi anggota Pengurus Pusat sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun telah menjadi Anggota Tetap
Perkumpulan;
b. Sekurang-kurangnya telah memiliki Sertifikat B, kecuali Ketua
Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum dan para Ketua
harus memiliki Sertifikat C;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Tidak pernah dikenai sanksi Pemberhentian Sementara;
e. Tidak pernah dikenai sanksi karena melanggar Peraturan
Perkumpulan berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat;
f. Aktif dalam kepengurusan/kegiatan Perkumpulan;
g. Berdomisili di Indonesia dan dapat menghadiri rapat-rapat
Pengurus Pusat, dan membuat surat pernyataan bersedia bertugas
di Jakarta;
h. Tidak terlibat di dalam kegiatan organisasi terlarang berdasarkan
peraturan dan kententuan perundang-undangan yang berlaku;
i. Khusus Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum, Para
Ketua tidak merangkap jabatan sebagai Ketua Umum atau nama
lainnya yang setara dengan Ketua Umum/pucuk pimpinan di
organisasi/perkumpulan profesi lainnya, dan/atau partai politik;
j. Loyal terhadap Perkumpulan termasuk menghadiri rapat dan
kegiatan Perkumpulan;
k. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan
tugas sebagai Pengurus Pusat;
l. Tidak merangkap sebagai Pengurus Cabang, atau Pengurus Daerah
atau Pengawas; dan
m. Tidak pernah dikenai sanksi pidana penjara.

34
(6) Pelantikan Pengurus Pusat dilakukan selambat-lambatnya 60 (enam
puluh) hari kalender sejak diangkat sebagai Ketua Umum terpilih dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(7) Dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenang
sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan, Ketua Umum
dibantu Wakil Ketua Umum, Para Ketua, Sekretaris Umum, Bendahara
Umum, dan Ketua Bidang, yang disebut dengan Pengurus Harian;
(8) Apabila Ketua Umum berhalangan tetap dalam masa kepengurusan
maka Wakil Ketua Umum menggantikan Ketua Umum.
(9) Masa jabatan Ketua Umum yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) adalah selama sisa waktu masa kepengurusan Ketua Umum yang
digantikan.
(10) Dalam hal Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap
maka jabatan Ketua Umum dijabat oleh Pejabat Sementara (Pjs) yang
dipilih dari para Ketua melalui Rapat Pleno sampai dengan
dilaksanakan Kongres Luar Biasa untuk memilih Ketua Umum dan
Wakil Ketua Umum.
(11) Pejabat Sementara (Pjs) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (10)
wajib menyelenggarakan Kongres Luar Biasa selambat-lambatnya 1
(satu) tahun sejak menjabat sebagai Pjs Ketua Umum.
(12) Dalam hal Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap,
maka Pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum dilaksanakan
sebagai berikut:
a. Apabila sisa masa jabatan lebih dari ½ (satu per dua) masa periode
kepengurusan, maka pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua
Umum dilakukan melalui Kongres Luar Biasa.
b. Apabila sisa masa jabatan kurang dari ½ (satu per dua) masa
periode kepengurusan, maka pemilihan Ketua Umum dan Wakil
Ketua Umum dilakukan dengan menunjuk seorang Ketua
berdasarkan Rapat Koordinasi.
(13) Masa jabatan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sampai dengan dilaksanakan

35
pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum dalam Kongres
berikutnya.
(14) Tugas, tanggung jawab, dan wewenang Pengurus Pusat antara lain:
a. Bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan Perkumpulan.
b. Menindaklanjuti rekomendasi Pengawas.
c. Mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk melaksanakan
Keputusan Kongres/Kongres Luar Biasa sesuai dengan kondisi
Perkumpulan.
d. Menyelenggarakan rapat sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
e. Mengesahkan, melantik dan/atau memberhentikan/membubarkan
Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Cabang.
f. Membentuk dan/atau membubarkan panitia yang dibentuk dengan
Keputusan Pengurus Pusat.
g. Menyusun dan mengusulkan Panitia Pemilihan, dan Tata Cara
Seleksi dan Pengenalan kepada Rapat Pleno.
h. Membentuk dan mengesahkan Panitia Pemilihan.
i. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Perkumpulan setiap
tahun buku sesuai dengan kondisi Perkumpulan.
j. Menyelenggarakan pembukuan dan menyusun Laporan Keuangan
Perkumpulan.
k. Melaksanakan/menjalankan hak dan kewajiban perpajakan
Perkumpulan.
l. Menetapkan Anggota sebagai perwakilan Perkumpulan dalam
kegiatan organisasi lain sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
Perkumpulan.
m. Menerbitkan, mengubah, membatalkan dan/atau menghapus
Peraturan Pengurus Pusat.
n. Membentuk dan menetapkan Tim Ad Hoc untuk menyelesaikan
tugas khusus tertentu.
o. Dapat mengangkat dan/atau memberhentikan Direktur Eksekutif
untuk menjalankan tugas operasional Perkumpulan secara
profesional berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat.

36
p. Membuat, mengembangkan, dan mengelola situs web (website)
Perkumpulan dengan menggunakan nama domain yang diatur
dengan Peraturan Pengurus Pusat.
q. Melaksanakan tugas, bertanggung jawab, dan berwenang
sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Kongres/Kongres
Luar Biasa dan Peraturan Perkumpulan.
(15) Semua surat keluar yang ditujukan kepada pihak lainnya diterbitkan
oleh Pengurus Pusat, ditandatangani oleh Ketua Umum atau Wakil
Ketua Umum bersama Sekretaris Umum.
(16) Dokumen yang berkaitan dengan masalah keuangan ditandatangani
oleh Ketua Umum bersama Bendahara Umum.
(17) Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum bila Ketua Umum berhalangan
sementara, dapat memberhentikan anggota Pengurus Pusat dan/atau
Ketua Pengurus Daerah.
(18) Ketua Umum atau Wakil Ketua Umum bila Ketua Umum berhalangan
sementara, dapat memberhentikan Ketua Cabang apabila Ketua Cabang
melanggar Peraturan Perkumpulan dan dikenai sanksi pemberhentian
sementara atau pemberhentian tetap.
(19) Ketua Umum sewaktu-waktu dapat menambah atau mengisi
kekurangan atau kekosongan anggota Pengurus Pusat.
(20) Ketua Umum dapat menunjuk pengganti Wakil Ketua Umum dalam hal
Wakil Ketua Umum berhalangan tetap setelah mendengar pendapat dari
Rapat Pleno.
(21) Serah terima jabatan dari Ketua Umum yang lama kepada Ketua Umum
yang baru dilaksanakan dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
(22) Serah terima jabatan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Keuangan Perkumpulan;
b. Inventaris dan harta-harta milik Perkumpulan; dan
c. Kegiatan Perkumpulan yang sedang berjalan.

37
Pasal 13
PENGAWAS

(1) Pengawas hanya dibentuk ditingkat Pusat dan berkedudukan di


Jakarta.
(2) Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
terdiri dari:
a. Ketua Pengawas; dan
b. Anggota Pengawas.
(3) Pengawas bertanggung jawab kepada Kongres/Kongres Luar Biasa.
(4) Ketua Pengawas mempunyai kebebasan untuk membentuk Anggota
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender sejak diangkat sebagai Ketua Pengawas
terpilih dalam Kongres/Kongres Luar Biasa dengan anggota sekurang-
kurangnya terdiri dari 7 (tujuh) anggota dan maksimal 15 (lima belas)
anggota termasuk Ketua Pengawas dengan jumlah ganjil.
(5) Syarat menjadi anggota Pengawas sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun telah menjadi Anggota Tetap
Perkumpulan;
b. Sekurang-kurangnya telah memiliki Sertifikat B, kecuali Ketua
Pengawas harus memiliki Sertifikat C;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Tidak pernah dikenai sanksi Pemberhentian Sementara;
e. Tidak pernah dikenai sanksi karena melanggar Peraturan
Perkumpulan berdasarkan Keputusan Pengurus Pusat;
f. Aktif dalam kepengurusan/kegiatan Perkumpulan;
g. Berdomisili di Indonesia dan dapat menghadiri rapat-rapat
Pengawas, dan membuat surat pernyataan bersedia bertugas di
Jakarta;
h. Tidak terlibat di dalam kegiatan organisasi terlarang berdasarkan
peraturan dan kententuan perundang-undangan yang berlaku;
i. Khusus Ketua Pengawas tidak merangkap jabatan sebagai Ketua
Umum atau nama lainnya yang setara dengan Ketua Umum/pucuk

38
pimpinan di organisasi/perkumpulan profesi lainnya, dan/atau
partai politik;
j. Loyal terhadap Perkumpulan termasuk menghadiri rapat dan
kegiatan Perkumpulan;
k. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan
tugas sebagai Pengawas;
l. Tidak merangkap sebagai Pengurus Cabang, atau Pengurus Daerah
atau Pengurus Pusat; dan
m. Tidak pernah dikenai sanksi pidana penjara.
(6) Pelantikan Pengawas dilakukan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari kalender sejak diangkat sebagai Ketua Pengawas terpilih dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(7) Tugas, tanggung jawab, dan wewenang Pengawas:
a. Mengawasi dan memberi masukan secara lisan atau tertulis kepada
Pengurus Pusat.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap Pengurus Pusat, Pengurus
Daerah dan/atau Pengurus Cabang apabila diperlukan.
c. Menerima informasi, data, laporan, dan/atau pengaduan atas
pelanggaran Peraturan Perkumpulan yang dilakukan oleh Anggota.
d. Melakukan penelitian terhadap informasi, data, laporan, dan/atau
pengaduan sebagaimana dimaksud pada huruf c untuk
memperoleh bukti-bukti yang cukup adanya pelanggaran Peraturan
Perkumpulan oleh Anggota.
e. Membentuk “Majelis Pengawas Ad Hoc” dalam rangka pemeriksaan
pelanggaran yang dilakukan Anggota.
f. Memberikan Surat Rekomendasi kepada Pengurus Pusat
berdasarkan Putusan Majelis Pengawas Ad Hoc.
g. Menyusun dan mengusulkan Panitia Pengawas Pemilihan, dan Tata
Cara Pengawasan Seleksi dan Pengenalan kepada Rapat Pleno.
Ketua Pengawas dapat menunjuk Pelaksana Harian (“Plh”) dari
salah satu Anggota Pengawas dalam hal berhalangan sementara.

39
h. Melaksanakan tugas, bertanggung jawab, dan berwenang
sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Kongres/Konges Luar
Biasa dan Peraturan Perkumpulan.
(8) Dalam hal Ketua Pengawas berhalangan tetap, maka Pemilihan Ketua
Pengawas dilaksanakan sebagai berikut:
a. Apabila sisa masa jabatan lebih dari ½ (satu per dua) masa periode
kepengurusan, maka pemilihan Ketua Pengawas dilakukan melalui
Kongres Luar Biasa.
b. Apabila sisa masa jabatan kurang dari ½ (satu per dua) masa
periode kepengurusan, maka pemilihan Ketua Pengawas dilakukan
dengan menunjuk anggota Pengawas berdasarkan Rapat Pengawas.
(9) Masa jabatan Ketua Pengawas terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) sampai dengan dilaksanakan pemilihan Ketua Pengawas dalam
Kongres berikutnya.
(10) Serah terima jabatan dari Ketua Pengawas yang lama kepada Ketua
Pengawas yang baru dilaksanakan dalam Kongres/Kongres Luar Biasa.
(11) Serah terima jabatan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Informasi, data, laporan, dan/atau pengaduan yang telah diterima
dan belum diproses;
b. Laporan proses pengawasan dan pemeriksaan yang telah selesai
dan sedang dalam pelaksanaan; dan
c. Laporan Putusan, Surat Rekomendasi dan saran yang disampaikan
kepada Pengurus Pusat.

Pasal 14
PENGURUS DAERAH

(1) Pengurus Daerah berkedudukan di wilayah kerja suatu provinsi atau


gabungan provinsi dan merupakan kepanjangan tangan dari Pengurus
Pusat.
(2) Ketua Pengurus Daerah diangkat oleh Pengurus Pusat atas dasar
rekomendasi dari Pengurus Cabang.

40
(3) Ketua Pengurus Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat
selambat-lambatnya 4 (empat) bulan setelah Pengurus Pusat terbentuk.
(4) Syarat menjadi Pengurus Daerah adalah sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya sudah 2 (dua) tahun menjadi Anggota Tetap
Perkumpulan;
b. Sekurang-kurangnya telah memiliki Sertifikat B;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Tidak pernah dikenai sanksi Pemberhentian Sementara;
e. Tidak pernah dikenai sanksi karena melanggar Peraturan
Perkumpulan;
f. Aktif dalam kepengurusan/kegiatan Perkumpulan;
g. Berdomisili di wilayah kerjanya;
h. Tidak terlibat di dalam kegiatan organisasi terlarang berdasarkan
peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
i. Ketua Pengurus Daerah tidak merangkap jabatan sebagai Ketua
Umum atau nama lainnya yang setara dengan Ketua Umum/pucuk
pimpinan di organisasi/perkumpulan profesi lainnya, dan/atau
partai politik;
j. Loyal terhadap Perkumpulan termasuk menghadiri rapat dan
kegiatan Perkumpulan;
k. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan selaku Pengurus
Daerah;
l. Tidak merangkap sebagai Pengurus Cabang, atau Pengurus Pusat
atau Pengawas; dan
m. Tidak pernah dikenai sanksi pidana penjara.
(5) Pengurus Daerah dilantik oleh Pengurus Pusat.
(6) Pengurus Daerah bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat.
(7) Pengurus Daerah mempunyai tugas melakukan koordinasi dengan
Pengurus Cabang dan anggotanya di wilayah kerja daerahnya.
(8) Pengurus Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, seorang
Sekretaris, dan seorang Bendahara.
(9) Sekretaris dan Bendahara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dan
Pengurus lainnya dipilih oleh Ketua Pengurus Daerah dan wajib

41
dilaporkan kepada Pengurus Pusat untuk ditetapkan dan disahkan
dengan Surat Keputusan Pengurus Pusat.
(10) Pengurus Daerah melakukan koordinasi dengan Pengurus Cabang di
wilayah kerjanya dalam menyelenggarakan kegiatan Perkumpulan.
(11) Masa jabatan Pengurus Daerah adalah 5 (lima) tahun sejak tanggal
ditetapkan.
(12) Pengurus Daerah mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang:
a. Melaksanakan tugas dan kewajiban yang diamanatkan oleh
Pengurus Pusat.
b. Melakukan koordinasi dengan Pengurus Cabang di wilayah
kerjanya.
c. Melakukan tindakan yang tidak bertentangan dengan kebijakan
Pengurus Pusat, serta tidak melanggar Peraturan Perkumpulan.
d. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan Perkumpulan.
e. Menyampaikan Laporan Kegiatan dan Laporan Keuangan kepada
Pengurus Pusat.
f. Melaksanakan tugas, bertanggung jawab, dan berwenang
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Perkumpulan dan
Peraturan Pengurus Pusat.
(13) Dalam hal Ketua Pengurus Daerah berhalangan tidak tetap, fungsi
Ketua Pengurus Daerah dilakukan oleh salah satu Pengurus Daerah
sebagai Pelaksana Tugas (Plt) yang ditunjuk oleh Ketua Pengurus
Daerah, dalam hal berhalangan tetap maka Pengurus Pusat wajib
mengangkat penggantinya.
(14) Pengurus Daerah yang telah berakhir masa jabatannya tetap bertugas
sampai dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus Daerah yang
baru diterbitkan.
(15) Serah terima jabatan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Keuangan Perkumpulan di tingkat Daerah;
b. Inventaris dan harta milik Perkumpulan di tingkat Daerah; dan
c. Kegiatan Pengurus Daerah yang sedang berjalan termasuk hal-hal
yang sedang dalam proses penyelesaian.

42
Pasal 15
PENGURUS CABANG

(1) Ketentuan Umum tentang Pengurus Cabang sebagai berikut:


a. Pengurus Cabang berkedudukan di tingkat kota/kabupaten.
b. Ketua Cabang dipilih dalam Rapat Anggota Cabang selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah Pengurus Pusat terbentuk.
c. Pengurus Cabang terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua,
seorang Sekretaris, seorang Bendahara yang berdomisili dalam
wilayah kerja Cabang tersebut.
d. Masa jabatan Ketua Cabang sebagaimana dimaksud pada huruf b
adalah 5 (lima) tahun sejak Surat Pengangkatan diterbitkan oleh
Pengurus Pusat sampai dengan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
terbentuknya Pengurus Pusat pada Kongres berikutnya, dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya baik
secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, termasuk periode
jabatan adalah jabatan yang diperoleh karena pergantian antar
waktu.
e. Keputusan Rapat Anggota Cabang sebagaimana dimaksud pada
huruf b, dan Pengurus Cabang yang baru wajib dilaporkan oleh
Pengurus Cabang yang lama kepada Pengurus Pusat dan Pengurus
Daerah selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal
terbentuknya Pengurus Cabang yang baru, untuk disahkan dan
dilantik oleh Pengurus Pusat.
(2) Ketentuan tentang Pembentukan Cabang baru sebagai berikut:
a. Pembentukan Cabang baru dapat dilakukan dengan syarat:
1) Sekurang-kurangnya diusulkan 5 (lima) orang Anggota Tetap di
wilayah kerja Cabang baru; dan
2) Cabang berkedudukan di tingkat kota/kabupaten.
b. Usulan pembentukan Cabang Baru sebagaimana di maksud pada
huruf a diajukan secara tertulis kepada Pengurus Pusat untuk
diproses dan diterbitkan Surat Keputusan Pegurus Pusat setelah

43
mendapat masukan antara lain dari Pengurus Cabang dan
Pengurus Daerah, tempat domisili pengusul terdaftar.
c. Cabang baru melaksanakan Rapat Anggota Cabang untuk memilih
Ketua Cabang selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah Surat
Keputusan Persetujuan Pembentukan Cabang baru diterbitkan.
d. Pengurus Cabang baru terdiri dari sekurang-kurangnya seorang
Ketua, seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara yang berdomisili
dalam wilayah kerja Cabang tersebut.
e. Masa jabatan Ketua Cabang sebagaimana dimaksud pada huruf c
adalah sejak Surat Pengangkatan diterbitkan oleh Pengurus Pusat
sampai dengan paling lambat 2 (dua) bulan setelah terbentuknya
Pengurus Pusat pada Kongres berikutnya.
f. Keputusan Rapat Anggota Cabang sebagaimana dimaksud pada
huruf c dilaporkan oleh Pengurus Cabang terpilih kepada Pengurus
Pusat dan Pengurus Daerah selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari sejak tanggal terbentuknya Pengurus Cabang, untuk disahkan
dan dilantik oleh Pengurus Pusat.
(3) Ketentuan tentang Pemekaran Cabang sebagai berikut:
a. Pemekaran Cabang dalam satu kota/kabupaten dapat dilakukan
dengan syarat:
1) Jumlah Anggota Tetap pada Cabang yang dimekarkan telah
mencapai minimal 200 (dua ratus) Anggota Tetap dan telah
mendapat persetujuan dari Pengurus Pusat dalam Rapat
Pleno;
2) Diusulkan sekurang-kurangnya oleh 5 (lima) orang Anggota
Tetap di wilayah cabang yang akan dimekarkan; dan
3) Berkedudukan di tingkat kota/kabupaten yang sama dengan
Cabang yang akan dimekarkan.
b. Usulan pembentukan Cabang Baru hasil Pemekaran sebagaimana
di maksud pada huruf a diajukan secara tertulis kepada Pengurus
Pusat untuk diproses dan diterbitkan Surat Keputusan Pegurus
Pusat setelah mendapat masukan antara lain dari Pengurus
Cabang dan Pengurus Daerah, tempat domisili pengusul terdaftar.

44
c. Cabang baru hasil pemekaran melaksanakan Rapat Anggota
Cabang untuk memilih Ketua Cabang selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan setelah Surat Keputusan Persetujuan Pembentukan Cabang
baru pemekaran diterbitkan.
d. Pengurus Cabang terdiri dari sekurang-kurangnya seorang Ketua,
seorang Sekretaris, dan seorang Bendahara yang berdomisili dalam
wilayah kerja Cabang tersebut.
e. Masa jabatan Ketua Cabang sebagaimana dimaksud pada huruf c
adalah sejak Surat Pengangkatan diterbitkan oleh Pengurus Pusat
sampai dengan paling lambat 2 (dua) bulan setelah terbentuknya
Pengurus Pusat pada Kongres berikutnya.
f. Keputusan Rapat Anggota Cabang sebagaimana dimaksud pada
huruf c dilaporkan oleh Pengurus Cabang terpilih kepada Pengurus
Pusat dan Pengurus Daerah selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari sejak tanggal terbentuknya Pengurus Cabang, untuk disahkan
dan dilantik oleh Pengurus Pusat.
g. Nama Cabang yang dimekarkan dan hasil pemekaran dinamai
dengan Cabang ... I (satu), Cabang ... II (dua), dan seterusnya.
(4) Kepengurusan Pengurus Cabang efektif sejak penerbitan Surat
Keputusan Pengurus Pusat tentang Pengangkatan Pengurus Cabang
yang bersangkutan.
(5) Syarat menjadi Pengurus Cabang sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya sudah 1 (satu) tahun menjadi Anggota Tetap
Perkumpulan;
b. Sekurang-kurangnya telah memiliki Sertifikat B;
c. Sehat jasmani dan rohani;
d. Tidak pernah dikenai sanksi Pemberhentian Sementara;
e. Tidak pernah dikenai sanksi karena melanggar Peraturan
Perkumpulan dan Peraturan Pengurus Pusat;
f. Aktif dalam kepengurusan/kegiatan Perkumpulan;
g. Berdomisili di wilayah kerjanya;
h. Tidak terlibat di dalam kegiatan organisasi terlarang berdasarkan
peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

45
i. Ketua Cabang tidak merangkap jabatan sebagai Ketua Umum atau
nama lainnya yang setara dengan Ketua Umum/pucuk pimpinan di
organisasi/perkumpulan profesi lainnya, dan/atau partai politik;
j. Loyal terhadap Perkumpulan termasuk menghadiri rapat dan
kegiatan Perkumpulan;
k. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan selaku Pengurus
Cabang;
l. Tidak merangkap sebagai Pengurus Daerah, atau Pengurus Pusat
atau Pengawas; dan
m. Tidak pernah dikenai sanksi pidana penjara.
(6) Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Pusat selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Pengurus Pusat tentang
Pengangkatan Pengurus Cabang yang bersangkutan.
(7) Jabatan Ketua Pengurus Cabang antar waktu diperhitungkan sebagai 1
(satu) masa jabatan.
(8) Pengurus Cabang bertanggung jawab kepada Rapat Anggota Cabang.
(9) Pengurus Cabang wajib menaati dan menjalankan Peraturan
Perkumpulan dan Peraturan Pengurus Pusat.
(10) Pengurus Cabang wajib melakukan koordinasi dengan Pengurus Daerah
dalam menyelenggarakan kegiatan Perkumpulan.
(11) Pengurus Cabang mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang:
a. Mengupayakan kelancaran kegiatan Perkumpulan di Cabang.
b. Melakukan upaya yang tidak bertentangan dengan Peraturan
Perkumpulan guna mencapai tujuan Perkumpulan.
c. Menyampaikan Laporan tentang Anggota yang tidak memenuhi
kewajiban Anggota Perkumpulan kepada Pengurus Pusat.
d. Melakukan tugas yang diamanatkan Pengurus Pusat dan/atau
Pengurus Daerah.
e. Melaksanakan seminar, atau lokakarya perpajakan, atau kegiatan
lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun, yang
pelaksanaannya diketahui Pengurus Daerah.
f. Mengadakan kegiatan Cabang yang melibatkan Anggota sekurang-
kurangnya 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun.

46
g. Menjaga, mengupayakan, dan meningkatkan kerukunan dan
kebersamaan bagi para Anggota.
h. Membangun dan meningkatkan rasa kepedulian terhadap
Perkumpulan.
i. Menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Pengurus Cabang
setiap tahun buku sesuai dengan kondisi Cabang.
j. Menyampaikan Laporan Kegiatan dan Laporan Keuangan Cabang
dalam Rapat Anggota Cabang sebelum dilaporkan kepada Pengurus
Pusat.
k. Melaksanakan tugas, bertanggung jawab, dan berwenang
sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan dan Peraturan
Pengurus Pusat.
(12) Dalam hal Ketua Cabang berhalangan tidak tetap, fungsi Ketua Cabang
dilakukan oleh salah satu Pengurus Cabang sebagai Pelaksana Tugas
(Plt) yang ditunjuk oleh Ketua Pengurus Cabang.
(13) Apabila Ketua Pengurus Cabang berhalangan tetap:
a. Pengurus Cabang mengadakan Rapat Anggota Cabang Luar Biasa
untuk memilih Ketua Cabang yang baru paling lama 2 (dua) bulan
sejak Ketua Cabang berhalangan tetap.
b. Hasil pemilihan Ketua Cabang berdasarkan Rapat Anggota Cabang
Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaporkan ke
Pengurus Pusat untuk disahkan dengan Surat Keputusan
Pengurus Pusat.
c. Kepengurusan Pengurus Cabang efektif sejak penerbitan Surat
Keputusan Pengurus Pusat tentang Pengangkatan Pengurus
Cabang yang bersangkutan.
d. Pengurus Cabang dilantik oleh Pengurus Pusat selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keputusan Pengurus
Pusat tentang Pengangkatan Pengurus Cabang yang bersangkutan.
(14) Pelaksana Tugas Ketua Cabang wajib melakukan serah terima jabatan
kepada Ketua Cabang terpilih selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
Surat Keputusan Pengurus Pusat tentang Pengangkatan Pengurus
Cabang.

47
(15) Hasil Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf b
dilaporkan kepada Pengurus Pusat dalam waktu selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari sejak Rapat Anggota Luar Biasa.
(16) Ketua Cabang wajib melaporkan kepada Pengurus Pusat dalam hal
terdapat penggantian anggota Pengurus Cabang.
(17) Bagi Cabang yang tidak memiliki calon Ketua Cabang baru selain Ketua
Cabang lama, Rapat Anggota Cabang dapat memilih Ketua Cabang lama
dengan tidak terikat pada syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, ayat (2) huruf e, atau ayat (3) huruf e, dengan syarat kondisi
tersebut dinyatakan dalam Berita Acara Rapat Anggota Cabang yang
ditandatangani oleh seluruh peserta rapat.
(18) Pengurus Cabang bertanggung jawab menyampaikan Laporan Kegiatan
dan Keuangan kepada Pengurus Pusat sesuai dengan Peraturan
Pengurus Pusat.
(19) Pengurus Cabang yang telah berakhir masa jabatannya tetap bertugas
sampai dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus Cabang yang
baru diterbitkan.
(20) Serah terima jabatan sekurang-kurangnya meliputi:
a. Keuangan Perkumpulan di tingkat Cabang;
b. Inventaris dan harta milik Perkumpulan di tingkat Cabang; dan
c. Kegiatan Pengurus Cabang yang sedang berjalan termasuk hal-hal
yang sedang dalam proses penyelesaian.

BAB V
RAPAT PERKUMPULAN

Pasal 16
KONGRES

(1) Kongres diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali.


(2) Undangan Kongres disampaikan oleh Pengurus Pusat kepada Anggota
secara tertulis yang disampaikan melalui alamat surat elektronik (email)
Anggota selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum Kongres.

48
(3) Kongres dapat mengambil keputusan yang sah, apabila dihadiri oleh
lebih dari 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Perkumpulan dan
keputusan tersebut disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah
suara yang sah dalam acara pengambilan keputusan itu.
(4) Apabila kuorum yang ditetapkan tidak tercapai, maka Kongres diundur
untuk waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) jam, kemudian dibuka
kembali serta dinyatakan sah dengan tidak terikat lagi pada ketentuan
kuorum.
(5) Pengambilan Keputusan Kongres dilakukan dengan cara musyawarah
untuk mencapai mufakat, apabila musyawarah tidak mencapai mufakat
maka dilakukan dengan cara pemungutan suara lisan, tertulis, atau
elektronik yang sekurang-kurangnya disetujui lebih dari ½ (satu per
dua) dari jumlah suara peserta Kongres yang sah.
(6) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas sekurang-
kurangnya menyebutkan tempat, waktu dan rencana susunan acara.
(7) Tema, acara, materi, petunjuk dan tata tertib Kongres dipersiapkan oleh
Panitia Kongres.
(8) Pimpinan Sidang Kongres adalah Anggota Tetap yang pernah mengikuti
Kongres/Kongres Luar Biasa dan dipilih oleh Anggota Peserta
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(9) Pimpinan Sidang Kongres dipilih oleh Anggota Peserta Kongres dalam
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Panitia Kongres.
(10) Pemilihan Pimpinan Sidang Kongres dipilih dengan cara musyawarah
untuk mufakat. Apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, maka
dilakukan dengan cara pemungutan suara lisan atau pemungutan
suara elektronik.
(11) Pimpinan Sidang Kongres sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Wakil
Ketua, dan Sekretaris.
(12) Tata Tertib dan Susunan Acara Kongres yang telah dipersiapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diajukan oleh Pimpinan Sidang
Kongres untuk mendapat persetujuan Anggota Peserta Kongres melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila musyawarah tidak

49
mencapai mufakat, maka dilakukan dengan cara pemungutan suara
lisan.
(13) Tata Tertib dan Susunan Acara Kongres sebagaimana dimaksud pada
ayat (12) tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
(14) Peserta Kongres adalah:
a. Anggota Tetap;
b. Anggota Terbatas; dan
c. Anggota Kehormatan.
(15) Untuk Pemilihan Pasangan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan
Ketua Pengawas dipilih oleh Anggota Tetap Peserta Kongres yang hadir
berdasarkan daftar hadir hari pertama Kongres yang telah diverifikasi
oleh Pimpinan Sidang Kongres pada saat berakhirnya sidang hari
pertama.
(16) Hal-hal yang dibahas dalam Kongres antara lain:
a. Pertanggungjawaban Ketua Umum mengenai Kegiatan dan
Keuangan Perkumpulan selama masa jabatannya;
b. Pertanggungjawaban Ketua Pengawas mengenai Pelaksanaan Tugas
dan Tanggung Jawab Pengawas selama masa jabatannya;
c. Pemberian Pembebasan Tanggung Jawab Hukum (acquit et de
charge) bagi Ketua Umum dan Ketua Pengawas setelah mendapat
persetujuan Kongres;
d. Penetapan Program Kerja Perkumpulan;
e. Penyampaian visi dan misi oleh Calon Ketua Umum dan Calon
Ketua Pengawas;
f. Pemilihan Pasangan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan
Ketua Pengawas;
g. Pemilihan tempat penyelenggaraan Kongres berikutnya yang
diusulkan oleh Peserta Kongres;
h. Pemberian Tanda Penghargaan kepada anggota yang telah berjasa
bagi kepentingan profesi dan Perkumpulan apabila dipandang
perlu;

50
i. Persetujuan dan Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, dan Standar Profesi
Perkumpulan;
j. Menerima atau menolak Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana
yang dimaksud pada huruf a dan/atau b dengan musyawarah
untuk mufakat, dan bila tidak mufakat harus dilakukan
pemungutan suara sesuai Tata Tertib Sidang; dan
k. Atas dasar Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan/atau b maka Kongres dapat membuat
rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan oleh Pengawas dan/atau
Pengurus Pusat periode berikutnya.
(17) Setelah Ketua Umum dan Ketua Pengawas menyampaikan Laporan
Pertanggungjawaban dalam Sidang Kongres dan telah disahkan oleh
Kongres maka Pimpinan Sidang Kongres menyatakan bahwa Ketua
Umum dan Ketua Pengawas dinyatakan Dibebaskan dari Tanggung
Jawab Hukum (acquit et de charge) dan kepengurusan Pengurus Pusat
dan Pengawas dinyatakan dalam keadaan demisioner.
(18) Setiap Keputusan Kongres harus didokumentasikan secara tertulis.
(19) Hasil Keputusan Kongres disampaikan oleh Pengurus Pusat kepada
Anggota melalui Pengurus Daerah, dan/atau Pengurus Cabang.
(20) Pengurus Pusat dapat mengundang para pejabat di lingkungan instansi
pusat dan daerah serta badan dan/atau orang tertentu untuk hadir
dalam Kongres.
(21) Apabila Kongres tidak dapat mengambil Keputusan tentang Perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, atau Standar
Profesi maka Kongres menetapkan Komisi Ad Hoc untuk menyelesaikan
dan menetapkan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, Kode Etik atau Standar Profesi.

51
Pasal 17
KONGRES LUAR BIASA

(1) Kongres Luar Biasa diadakan sewaktu-waktu apabila dianggap perlu


dan/atau mendesak antara lain:
a. Terjadi kekosongan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum,
dan/atau Ketua Pengawas;
b. Perubahan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik,
dan/atau Standar Profesi, karena perubahan ketentuan
perundang-undangan, dan/atau keadaan yang sangat mendesak;
atau
c. Penggabungan dan Peleburan Perkumpulan, atau Pembubaran dan
Likuidasi Perkumpulan.
(2) Kongres Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diselenggarakan berdasarkan usul Pengawas atau Pengurus Pusat
ditambah sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pengurus
Cabang apabila kekosongan disebabkan oleh pelanggaran Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan/atau pelanggaran yang
mengakibatkan kerugian keuangan Perkumpulan.
(3) Undangan Kongres Luar Biasa disampaikan oleh Pengurus Pusat
kepada Anggota secara tertulis dan disampaikan melalui alamat surat
elektronik (email) Anggota selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sebelum Kongres Luar Biasa.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas sekurang-
kurangnya menyebutkan tempat, waktu dan rencana susunan acara.
(5) Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa adalah Anggota Tetap yang pernah
mengikuti Kongres/Kongres Luar Biasa dan dipilih oleh Anggota Peserta
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(6) Kongres Luar Biasa dapat mengambil keputusan yang sah, apabila
dihadiri oleh lebih dari 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Anggota
Perkumpulan dan keputusan tersebut disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu
per dua) jumlah suara yang sah dalam acara pengambilan keputusan
itu.

52
(7) Apabila kuorum yang ditetapkan tidak tercapai, maka Kongres Luar
Biasa diundur untuk waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) jam,
kemudian dibuka kembali serta dinyatakan sah dengan tidak terikat lagi
pada ketentuan kuorum.
(8) Pengambilan Keputusan Kongres Luar Biasa dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat, apabila musyawarah tidak
mencapai mufakat maka dilakukan dengan cara pemungutan suara
lisan, tertulis, atau elektronik yang sekurang-kurangnya disetujui lebih
dari ½ (satu per dua) dari jumlah suara Peserta Kongres Luar Biasa
yang sah.
(9) Tema, acara, materi, petunjuk dan tata tertib Kongres Luar Biasa
dipersiapkan oleh Panitia Kongres Luar Biasa.
(10) Pemilihan Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa dipilih dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Apabila musyawarah tidak mencapai
mufakat, maka dilakukan dengan cara pemungutan suara lisan atau
pemungutan suara elektronik.
(11) Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa dipilih oleh Anggota Peserta
Kongres Luar Biasa dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Panitia
Kongres Luar Biasa.
(12) Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa sekurang-kurangnya terdiri dari
Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris.
(13) Tata Tertib dan Susunan Acara Kongres Luar Biasa yang telah
dipersiapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diajukan oleh
Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa untuk mendapat persetujuan
Anggota Peserta Kongres Luar Biasa melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat. Apabila musyawarah tidak mencapai mufakat maka
dilakukan dengan cara pemungutan suara lisan.
(14) Tata Tertib dan Susunan Acara Kongres Luar Biasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (13) tidak boleh bertentangan dengan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
(15) Peserta Kongres Luar Biasa adalah:
a. Anggota Tetap;
b. Anggota Terbatas; dan

53
c. Anggota Kehormatan.
(16) Untuk Pemilihan Pasangan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan
Ketua Pengawas dipilih oleh Anggota Tetap Peserta Kongres yang hadir
berdasarkan daftar hadir hari pertama Kongres Luar Biasa yang telah
diverifikasi oleh Pimpinan Sidang Kongres Luar Biasa pada saat
berakhirnya sidang hari pertama.
(17) Agenda, susunan acara, materi, petunjuk dan tata tertib Kongres Luar
Biasa dipersiapkan oleh Pengurus Pusat atau Panitia Kongres Luar
Biasa dengan tidak boleh menyimpang dari Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
(18) Hal-hal yang dibahas dalam Kongres Luar Biasa ditetapkan oleh Panitia
Kongres Luar Biasa.
(19) Setiap Keputusan Kongres Luar Biasa didokumentasikan secara tertulis.
(20) Keputusan Kongres Luar Biasa disampaikan oleh Pengurus Pusat
kepada Anggota melalui Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Cabang.

Pasal 18
RAPAT ANGGOTA CABANG

(1) Rapat Anggota Cabang diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu)


kali dalam setahun.
(2) Rapat Anggota Cabang dengan agenda pemilihan Ketua Cabang wajib
dilakukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah terbentuk Pengurus
Pusat.
(3) Rapat Anggota Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam
rangka pemilihan Ketua Cabang, setiap Anggota Tetap berhak
mencalonkan diri untuk menjadi Ketua Cabang sepanjang memenuhi
syarat dalam ketentuan Pasal 15 ayat (5).
(4) Rapat Anggota Cabang dipimpin oleh Ketua Cabang atau salah satu
Pengurus Cabang yang ditunjuk oleh Ketua Cabang atau Anggota yang
dipilih oleh Peserta Rapat Anggota Cabang.
(5) Rapat Anggota Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan
sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari Anggota Cabang.

54
Apabila kuorum tidak tercapai maka Rapat Anggota diundur untuk
jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) jam, kemudian dibuka
kembali serta dinyatakan sah dan tidak terikat lagi pada ketentuan
kuorum.
(6) Pengambilan Keputusan Rapat Anggota Cabang dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila musyawarah tidak
mencapai mufakat, maka dilakukan dengan cara pemungutan suara
lisan, tertulis, atau elektronik yang sekurang-kurangnya disetujui lebih
dari ½ (satu per dua) dari jumlah suara yang hadir.
(7) Untuk Pemilihan Ketua Cabang dipilih oleh Anggota Tetap Peserta Rapat
Anggota Cabang yang hadir.
(8) Tata Cara Pemilihan Ketua Cabang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pengurus Pusat.
(9) Rapat Anggota Cabang dengan agenda Mengusulkan Pasangan Calon
Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan Calon Ketua Pengawas harus
diselenggarakan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan sebelum Kongres
dengan memperhatikan Peraturan Pengurus Pusat.
(10) Hal-hal yang dibahas dalam Rapat Anggota Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara lain:
a. Laporan Kegiatan dan Keuangan Cabang;
b. Rencana Penyelengaraan Kegiatan dan Anggaran Biaya tahun
berikutnya; dan
c. Menetapkan Usulan Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua
Umum, dan Calon Ketua Pengawas.
(11) Undangan Rapat Anggota Cabang disampaikan kepada Anggota Cabang
secara tertulis melalui alamat surat elektronik (email) Anggota selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Anggota Cabang
dilaksanakan.
(12) Susunan Acara dan Tata Tertib Rapat Anggota Cabang dipersiapkan
oleh Pengurus Cabang sebagaimana diatur dengan Peraturan Pengurus
Pusat.
(13) Hasil Rapat Anggota Cabang didokumentasikan secara tertulis dalam
Notulen.

55
(14) Keputusan Rapat Anggota Cabang didokumentasikan secara tertulis.

Pasal 19
RAPAT ANGGOTA CABANG LUAR BIASA

(1) Rapat Anggota Cabang Luar Biasa diselenggarakan oleh Pengurus


Cabang dan/atau Anggota Cabang untuk penggantian Ketua Cabang
apabila:
a. Ketua Cabang berhalangan tetap;
b. Ketua Cabang diberhentikan oleh Pengurus Pusat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 12 ayat (18); atau
c. Permintaan 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Anggota Cabang terkait.
(2) Undangan Rapat Anggota Cabang Luar Biasa disampaikan kepada
Anggota Cabang secara tertulis melalui alamat surat elektronik (email)
Anggota selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum Rapat
Anggota Cabang Luar Biasa dilaksanakan.
(3) Agenda, Susunan Acara dan Tata Tertib Rapat Anggota Cabang Luar
Biasa dipersiapkan oleh Pengurus Cabang sebagaimana diatur dengan
Peraturan Pengurus Pusat.
(4) Hasil Rapat Anggota Cabang Luar Biasa didokumentasikan secara
tertulis dalam Notulen.
(5) Keputusan Rapat Anggota Cabang Luar Biasa didokumentasikan secara
tertulis.
(6) Rapat Anggota Cabang Luar Biasa dipimpin oleh Ketua Cabang atau
salah satu Pengurus Cabang atau salah satu peserta yang dipilih oleh
Rapat Anggota Cabang Luar Biasa.
(7) Rapat Anggota Cabang Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan sah apabila dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari Anggota
Cabang. Apabila kuorum tidak tercapai maka Rapat Anggota diundur
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) jam, kemudian
dibuka kembali serta dinyatakan sah dan tidak terikat lagi pada
ketentuan kuorum.

56
(8) Pengambilan Keputusan Rapat Anggota Cabang Luar Biasa dilakukan
dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila
musyawarah tidak mencapai mufakat, maka dilakukan dengan cara
pemungutan suara lisan, tertulis, atau elektronik yang sekurang-
kurangnya disetujui lebih dari ½ (satu per dua) dari jumlah suara sah
yang hadir.
(9) Untuk Pemilihan Ketua Cabang dipilih oleh Anggota Tetap Peserta Rapat
Anggota Cabang Luar Biasa yang hadir.
(10) Hasil Rapat Anggota Cabang Luar Biasa didokumentasikan secara
tertulis dalam Notulen.
(11) Keputusan Rapat Anggota Cabang Luar Biasa disampaikan kepada
Pengurus Pusat dengan tembusan kepada Pengurus Daerah selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari sejak Rapat Anggota Luar Biasa
ditutup.

Pasal 20
MUSYAWARAH KERJA NASIONAL

(1) Musyawarah Kerja Nasional diselenggarakan oleh Pengurus Pusat


selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum Kongres.
(2) Undangan Musyawarah Kerja Nasional disampaikan kepada Pengurus
secara tertulis melalui alamat surat elektronik (email) Pengurus
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan.
(3) Musyawarah Kerja Nasional dihadiri oleh Pusat, Pengurus Daerah,
Pengurus Cabang, dan Pengawas
(4) Hal-hal yang dibahas dalam Musyawarah Kerja Nasional, antara lain:
a. Pemaparan Kinerja Pengurus Cabang disampaikan oleh Ketua
Pengurus Daerah atau yang mewakili.
b. Evaluasi pelaksanaan program kerja dan persiapan
pertanggungjawaban Pengurus Pusat dan Pengawas.
c. Rencana Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, Kode Etik, dan Standar Profesi.

57
d. Hal-hal lainnya yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
(5) Proses perumusan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Kode
Etik, dan Standar Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Sebelum Musyawarah Kerja Nasional, Pengurus Pusat membentuk
Komisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan Komisi
Kode Etik dan Standar Profesi.
b. Komisi sebagaimana dimaksud pada huruf a bertugas
mengumpulkan aspirasi dan usulan Anggota melalui Pengurus
Cabang dan merumuskannya dalam Rencana Rumusan Perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, dan
Standar Profesi.
c. Rencana Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, Kode Etik, dan Standar Profesi disosialisasikan ke
Cabang untuk mendapatkan masukan.
d. Komisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, dan Komisi
Kode Etik dan Standar Profesi merevisi Rencana Rumusan
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode
Etik, dan Standar Profesi setelah mendapat masukan sebagaimana
dimaksud pada huruf c.
e. Rencana Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, Kode Etik dan Standar Profesi yang telah direvisi
sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan pada
Musyawarah Kerja Nasional untuk dibahas dan ditetapkan sebagai
Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, Kode Etik, dan Standar Profesi.
f. Apabila Musyawarah Kerja Nasional tidak dapat mengambil
keputusan tentang Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga, Kode Etik, atau Standar Profesi maka
Musyawarah Kerja Nasional menetapkan Tim Ad Hoc untuk
menyelesaikan Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga, Kode Etik, atau Standar Profesi.

58
g. Rumusan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga, Kode Etik, dan Standar Profesi hasil Musyawarah Kerja
Nasional sebagaimana dimaksud pada huruf e, atau hasil
penyelesaian Tim Ad Hoc sebagaimana dimaksud pada huruf f
disampaikan dalam Kongres untuk disetujui dan disahkan menjadi
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Kode
Etik, dan Standar Profesi.
(6) Keputusan Musyawarah Kerja Nasional dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7) Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka Keputusan
Musyawarah Kerja Nasional disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua)
dari Peserta yang hadir.
(8) Hasil Musyawarah Kerja Nasional didokumentasikan dalam Notulen oleh
Panitia Musyawarah Kerja Nasional.
(9) Laporan Musyawarah Kerja Nasional harus dibuat secara tertulis oleh
Panitia Musyawarah Kerja Nasional.
(10) Hasil dan Laporan Musyawarah Kerja Nasional disampaikan kepada
Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang.

Pasal 21
RAPAT KOORDINASI

(1) Rapat Koordinasi diselenggarakan oleh Pengurus Pusat sekurang-


kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun, dihadiri Pengurus Pusat,
Pengurus Daerah, Pengurus Cabang, dan Pengawas.
(2) Undangan Rapat Koordinasi disampaikan kepada Pengurus secara
tertulis melalui alamat surat elektronik (email) Pengurus selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan.
(3) Rapat Koordinasi dipimpin oleh Ketua Umum/Wakil Ketua Umum atau
salah seorang Ketua yang ditunjuk oleh Ketua Umum.
(4) Hal-hal yang dibahas dalam Rapat Koordinasi, antara lain:

59
a. Evaluasi atas pelaksanaan program kerja yang dilakukan oleh
Pengurus Pusat dan Pengawas yang berhubungan dengan
Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Cabang;
b. Pemilihan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum apabila Ketua
Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dengan sisa
periode kepengurusan kurang dari 2½ (dua satu per dua) tahun
sampai dengan tanggal Kongres berikutnya; atau
c. Hal-hal lainnya yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan.
(5) Hasil Rapat Koordinasi didokumentasikan secara tertulis.
(6) Hasil Rapat Koordinasi disampaikan kepada Pengurus Daerah dan
Pengurus Cabang.

Pasal 22
RAPAT PLENO

(1) Rapat Pleno dilakukan oleh Pengurus Pusat dan Pengawas.


(2) Rapat Pleno diselenggarakan dalam rangka pengambilan Keputusan,
meliputi:
a. Penetapan uang pangkal, iuran Anggota, dan beban keuangan
lainnya yang mengikat Anggota Perkumpulan;
b. Penetapan penunjukan Kantor Akuntan Publik;
c. Pembentukan, pembubaran, penggabungan, dan/atau pemekaran
Pengurus Daerah/Pengurus Cabang;
d. Pembentukan Panitia Kongres/Kongres Luar Biasa;
e. Persetujuan Susunan Panitia Pemilihan, dan Tata Cara Seleksi dan
Pengenalan yang diusulkan oleh Pengurus Pusat;
f. Persetujuan Susunan Panitia Pengawas Pemilihan, dan Tata Cara
Pengawasan yang diusulkan oleh Pengawas;
g. Tindak lanjut Surat Rekomendasi Pengawas; dan
h. Menetapkan Anggota sebagai perwakilan Perkumpulan dalam
kegiatan organisasi lain.

60
(3) Undangan Rapat Pleno disampaikan kepada Pengurus Pusat dan
Pengawas secara tertulis melalui alamat surat elektronik (email)
Pengurus Pusat dan Pengawas selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
sebelum Rapat Pleno dilaksanakan.
(4) Rapat Pleno dipimpin oleh Ketua Umum/Wakil Ketua Umum atau
seorang Ketua yang ditunjuk oleh Ketua Umum.
(5) Keputusan Rapat Pleno dilakukan dengan cara musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(6) Apabila musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka pengambilan
keputusan untuk persetujuan menerbitkan Keputusan/Peraturan
Pengurus Pusat, harus disetujui lebih dari ½ (satu per dua) dari Peserta
yang hadir, tidak termasuk Pengawas, kecuali dalam Pembentukan
Panitia Kongres, Panitia Pemilihan, dan Panitia Pengawas Pemilihan.
(7) Hasil Rapat Pleno didokumentasikan secara tertulis.
(8) Keputusan Rapat Pleno dibuat secara tertulis.
(9) Surat Keputusan dan/atau Peraturan Pengurus Pusat yang diterbitkan
berdasarkan Hasil Rapat Pleno dapat disampaikan oleh Pengurus Pusat
kepada Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang.

Pasal 23
RAPAT HARIAN

(1) Rapat Harian dilakukan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Daerah atau
Pengurus Cabang dalam rangka melaksanakan Program Kerja atau hal
lain yang diperlukan.
(2) Dalam Rapat Harian, Pengurus dapat mengundang Pengurus lain
dan/atau Anggota.
Pasal 24
RAPAT TERBATAS

Rapat Terbatas adalah rapat yang dilakukan oleh Pengurus Pusat yang
dihadiri oleh Pengurus Pusat dengan peserta terbatas dalam rangka
melaksanakan program kerja khusus.

61
Pasal 25
RAPAT PENGAWAS

(1) Rapat Pengawas dilaksanakan oleh Pengawas.


(2) Rapat Pengawas dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tugas dan
fungsi pengawasan.
(3) Pengawas dapat mengundang Pengurus dan/atau Anggota untuk
menghadiri Rapat Pengawas.
(4) Rapat Pengawas dipimpin oleh Ketua Pengawas atau salah satu Anggota
Pengawas yang ditunjuk oleh Ketua Pengawas.
(5) Hasil Rapat Pengawas didokumentasikan secara tertulis.
(6) Keputusan Rapat Pengawas harus dibuat secara tertulis.
(7) Hasil dan Keputusan Rapat Pengawas dapat disampaikan oleh
Pengawas kepada Pengurus Pusat.
(8) Pemilihan Ketua Pengawas apabila Ketua Pengawas berhalangan tetap
dengan sisa periode kepengurusan kurang dari 2½ (dua satu per dua)
tahun sampai dengan tanggal Kongres berikutnya.

BAB VI
PEMILIHAN KETUA UMUM DAN WAKIL KETUA UMUM, DAN KETUA
PENGAWAS

Pasal 26
PERSIAPAN PEMILIHAN KETUA UMUM DAN WAKIL KETUA UMUM, DAN
KETUA PENGAWAS

(1) Pengurus Pusat dan Pengawas membentuk


a. Panitia Pemilihan;
b. Panitia Pengawas Pemilihan; dan
c. Panitia Kongres/Kongres Luar Biasa.
(2) Pembentukan Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam Rapat Pleno selambatnya-lambatnya dilakukan 4 (empat) bulan
setelah Musyawarah Kerja Nasional berakhir.

62
(3) Panitia Pemilihan bertugas untuk:
a. Menetapkan syarat bagi Anggota yang akan dicalonkan sebagai
Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum;
b. Menetapkan syarat bagi Anggota yang akan dicalonkan sebagai
Ketua Pengawas;
c. Menetapkan Tata Cara Seleksi dan Pengenalan Calon Ketua Umum
dan Wakil Ketua Umum, dan Calon Ketua Pengawas;
d. Menetapkan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum yang
akan dipilih di Kongres; dan
e. Menetapkan calon Ketua Pengawas yang akan dipilih di Kongres.
(4) Panitia Pengawas Pemilihan bertugas:
a. Menetapkan Tata Cara Pengawasan Seleksi dan Pengenalan Calon
Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum, dan Calon Ketua Pengawas;
b. Menetapkan Sanksi Pelanggaran terhadap Tata Cara Seleksi dan
Pengenalan yang dilakukan Pasangan Calon Ketua Umum dan
Wakil Ketua Umum, dan Calon Ketua Pengawas baik langsung
maupun tidak langsung.
(5) Panitia Kongres/Kongres Luas Biasa bertugas mempersiapkan dan
melaksanakan Kongres/Kongres Luar Biasa.
(6) Tata Cara Seleksi dan Pengenalan yang disusun oleh Panitia Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diatur dengan Peraturan
Pengurus Pusat.
(7) Peraturan Pengurus Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diterbitkan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum Kongres.
(8) Usulan nama Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum,
dan Calon Ketua Pengawas ditetapkan dan disampaikan oleh Pengurus
Cabang kepada Panitia Pemilihan selambat-lambatnya 4 (empat) bulan
sebelum Kongres.
(9) Panitia Pemilihan menetapkan Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil
Ketua Umum, dan Calon Ketua Pengawas yang lolos seleksi dan
diumumkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Kongres.
(10) Sanksi atas Pelanggaran Tata Cara Kampanye dapat membatalkan
penetapan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (9).

63
(11) Hasil Pelaksanaan Tugas Panitia Pemilihan dan Panitia Pengawas
Pemilihan diserahkan kepada Pimpinan Sidang di dalam Sidang
Kongres/Kongres Luar Biasa sebelum dilaksanakan Pemilihan Ketua
Umum dan Wakil Ketua Umum, dan Ketua Pengawas.

Pasal 27
PEMILIHAN KETUA UMUM DAN WAKIL KETUA UMUM

(1) Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum dipilih dan diangkat dalam
Kongres/Kongres Luar Biasa.
(2) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum diajukan oleh
Pengurus Cabang berdasarkan Rapat Anggota Cabang.
(3) Usulan Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum hasil
Rapat Anggota Cabang disampaikan secara tertulis kepada Panitia
Pemilihan.
(4) Calon Ketua Umum dan/atau Wakil Ketua Umum dilarang menjalankan
politik uang atau menjelekkan calon lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung.
(5) Bagi pasangan calon yang terbukti menjalankan politik uang atau
menjelekkan calon lainnya, maka Panitia Pengawas Pemilihan berhak
membatalkan pencalonannya.
(6) Syarat menjadi Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum:
a. Memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (5);
b. Memiliki Sertifikat tingkat C; dan
c. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan sebagai Calon
Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum.
(7) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus diserahkan kepada
Panitia Pemilihan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Kongres.
(8) Panitia Pemilihan mengumumkan Pasangan Calon Ketua Umum dan
Wakil Ketua Umum kepada Anggota Perkumpulan melalui Pengurus
Cabang secara tertulis yang disampaikan melalui alamat surat
elektronik (email) Pengurus Cabang.

64
(9) Pasangan Calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum yang telah
diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat menyampaikan
visi dan misi kepada Anggota Perkumpulan sesuai dengan Peraturan
Pengurus Pusat.

Pasal 28
PEMILIHAN KETUA PENGAWAS

(1) Ketua Pengawas dipilih dan diangkat dalam Kongres/Kongres Luar


Biasa.
(2) Calon Ketua Pengawas diajukan oleh Pengurus Cabang berdasarkan
Rapat Anggota Cabang.
(3) Hasil Rapat Anggota Cabang disampaikan secara tertulis kepada Panitia
Pemilihan.
(4) Calon Ketua Pengawas dilarang menjalankan politik uang atau
menjelekkan calon lainnya baik secara langsung maupun tidak
langsung.
(5) Bagi calon yang terbukti menjalankan politik uang atau menjelekkan
calon lainnya, maka Panitia Pengawas Pemilihan berhak membatalkan
pencalonannya.
(6) Syarat menjadi Calon Ketua Pengawas:
a. Memenuhi ketentuan yang diatur pada Pasal 13 ayat (5);
b. Memiliki Sertifikat tingkat C; dan
c. Menandatangani surat pernyataan kesanggupan sebagai Ketua
Pengawas.
(7) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus diserahkan kepada
Panitia Pemilihan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum Kongres.
(8) Panitia Pemilihan mengumumkan Calon Ketua Pengawas kepada
Anggota Perkumpulan melalui Pengurus Cabang secara tertulis yang
disampaikan melalui alamat surat elektronik (email) Pengurus Cabang.
(9) Calon Ketua Pengawas yang telah diumumkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) dapat menyampaikan visi dan misi kepada Anggota
Perkumpulan sesuai dengan Peraturan Pengurus Pusat.

65
BAB VII
KEKAYAAN DAN LAPORAN KEUANGAN

Pasal 29
KEKAYAAN

(1) Ketentuan mengenai Uang Pangkal, Iuran Anggota, Sumbangan, Hibah,


Penyelenggaraan Kegiatan serta Usaha yang dilakukan oleh
Perkumpulan diatur dengan Peraturan Pengurus Pusat melalui Rapat
Pleno.
(2) Seluruh uang pangkal dan uang iuran bulanan anggota disetor
langsung ke rekening bank Perkumpulan yang dikelola oleh Pengurus
Pusat.
(3) Penerimaan uang iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi
sebagai berikut:
a. 10% untuk membiayai kegiatan Pengurus Daerah;
b. 40% untuk membiayai kegiatan Pengurus Pusat; dan
c. 50% untuk membiayai kegiatan Pengurus Cabang.
(4) Tata Cara Pembayaran, Distribusi, dan Pengenaan Sanksi atas
Kewajiban Pembayaran Iuran Anggota diatur dengan Peraturan
Pengurus Pusat.
(5) Bagi hasil atas penyelenggaraan kegiatan berupa seminar, lokakarya
atau kegiatan lainnya yang diselenggarakan oleh Pengurus Daerah atau
Pengurus Cabang diatur sebagai berikut:
a. Kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus Daerah dan/atau Pengurus
Cabang, Pengurus Pusat memperoleh bagi hasil sebesar 10%
(sepuluh persen) dari harga seminar, lokakarya atau kegiatan
lainnya.
b. Bagi hasil untuk Pengurus Pusat wajib disampaikan pada saat
permintaan blanko sertifikat.
(6) Pengurus Pusat, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang wajib
membuka rekening atas nama Perkumpulan yang dipergunakan untuk
kepentingan kegiatan Perkumpulan.

66
(7) Semua kekayaan Perkumpulan harus dipergunakan untuk kegiatan
Perkumpulan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan
Perkumpulan.
(8) Kekayaan dan keuangan Perkumpulan wajib dikelola dengan baik,
efisien dan transparan.
(9) Pembelian atau Penjualan Harta Tidak Bergerak milik Perkumpulan
dilakukan setelah mendapat persetujuan dalam Rapat Pleno.
(10) Pengurus Daerah atau Pengurus Cabang, yang akan membeli atau
menjual harta tidak bergerak harus melalui Rapat Pengurus Daerah
atau Rapat Pengurus Cabang dan seizin Pengurus Pusat.
(11) Kepemilikan Harta Perkumpulan wajib atas nama Perkumpulan.
(12) Penggalangan dana oleh Pengurus Pusat yang melibatkan seluruh
Anggota Perkumpulan dilakukan setelah mendapat persetujuan dalam
Rapat Pleno.
(13) Pengurus Daerah atau Pengurus Cabang, yang melakukan
penggalangan dana harus melalui Rapat Pengurus Daerah atau Rapat
Pengurus Cabang.
(14) Ketentuan lebih lanjut terkait Tata Cara Pengelolaan dan Penggunaan
Keuangan Perkumpulan diatur dengan Peraturan Pengurus Pusat.

Pasal 30
LAPORAN KEUANGAN

(1) Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang wajib membuat Laporan


Keuangan dan menyampaikannya kepada Pengurus Pusat selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun buku berakhir.
(2) Pengurus Pusat wajib membuat Laporan Keuangan selambat-
lambatnya 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.
(3) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diaudit
oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
(4) Laporan Keuangan Perkumpulan yang telah di Audit disahkan dalam
Rapat Pleno selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak laporan
diterima dari Kantor Akuntan Publik (KAP).

67
(5) Dokumen yang berhubungan dengan keuangan diatur sebagai berikut:
a. Pada Pengurus Pusat, dokumen ditandatangani oleh Ketua Umum
dan Bendahara Umum.
b. Pada Pengurus Daerah, dokumen ditandatangani oleh Ketua
Pengurus Daerah dan Bendahara.
c. Pada Pengurus Cabang, dokumen ditandatangani oleh Ketua
Cabang dan Bendahara.
(6) Wewenang persetujuan pengeluaran uang Perkumpulan untuk
pembelian harta tidak bergerak harus melalui Rapat Pleno.

BAB VIII
SANKSI-SANKSI

Pasal 31
BENTUK SANKSI

(1) Bentuk Sanksi yang dapat diberikan oleh Pengurus Pusat adalah:
a. Teguran Tertulis
b. Pemberhentian Sementara
c. Pemberhentian Tetap
(2) Bentuk Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui
tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7).

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

(1) Dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 15 ayat (1) Anggaran Dasar
Perkumpulan, untuk pertama kalinya Ketua Umum terpilih dalam
Kongres XI di Batu, Jawa Timur, wajib mengangkat Wakil Ketua Umum
dalam pembentukan Pengurus Pusat.

68
(2) Wakil Ketua Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
kedudukan hukum yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1)
Anggaran Dasar.
(3) Sehubungan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Perkumpulan yang mengatur maksimum masa jabatan Ketua Cabang
selama 2 (dua) kali periode kepengurusan, baik berturut-turut atau
tidak berturut-turut, ditetapkan berdasarkan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Perkumpulan Tahun 2014, maka periode
masa jabatan pertama kali Ketua Cabang dihitung sejak periode 2014-
2019.
(4) Bagi Ketua Cabang yang diangkat dalam masa periode kepengurusan
2014-2019 dengan periode masa jabatan:
a. Kurang dari ½ (satu per dua) masa periode kepengurusan, maka
dianggap belum pernah menjabat sebagai Ketua Cabang.
b. Lebih dari ½ (satu per dua) masa periode kepengurusan, maka
dianggap telah menjalani periode masa jabatan 1 (satu) periode
kepengurusan.
(5) Ketua Cabang yang telah dipilih setelah Kongres XI Perkumpulan
sampai dengan tanggal pembentukan Pengurus Pusat, dipersamakan
dengan Ketua Cabang yang dipilih pada masa antara penetapan
Pengurus Pusat sampai dengan masa 2 (dua) bulan berikutnya.
(6) Ketua Pengurus Daerah yang telah dipilih oleh Cabang sebelum tanggal
penetapan Pengurus Pusat, diperlakukan sebagai salah satu Calon
Ketua Pengurus Daerah yang direkomendasikan oleh Pengurus Cabang
kepada Pengurus Pusat.
(7) Tata Cara Pembayaran Uang Pangkal Anggota, Iuran Anggota dan Hasil
Penyelenggaraan Kegiatan Pengurus Daerah dan/atau Pengurus Cabang
sebagaimana ketentuan dimaksud pada Pasal 29 ayat (3) dan ayat (5),
diberlakukan setelah ditetapkan dengan Peraturan Pengurus Pusat.
(8) Pengecualian Pemilihan dan Pengangkatan Ketua Pengurus Daerah
dan/atau Ketua Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), (4), (5)
dan (6) dapat dilaksanakan dengan Persetujuan Pengurus Pusat.

69
BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

(1) Anggaran Rumah Tangga merupakan satu kesatuan dengan Anggaran


Dasar Perkumpulan.
(2) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pengurus Pusat.
(3) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta, hari Minggu tanggal 8 September 2019

70
KODE ETIK
IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA
KODE ETIK PROFESI IKATAN KONSULTAN PAJAK

Misi IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA ("IKPI") adalah untuk


menjadikan IKPI sebagai asosiasi Konsultan Pajak yang mandiri dan
profesional.

Untuk mencapai MISI tersebut, IKPI bertujuan:

a. Mempersatukan seluruh Konsultan Pajak di Indonesia;


b. Meningkatkan peranan Konsultan Pajak dengan melaksanakan
program pemerintahdalambidang perpajakan;
c. Meningkatkan mutu pengetahuan Konsultan Pajak;
d. Memperjuangkan kepentingan anggota dalam menjalankan profesinya;
e. Membina anggota dalam melaksanakan kewajiban dan menjalankan
haknya terhadap negara dan bangsa;
f. Membantu Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban dan
menjalankan hak perpajakan sesuai undang-undang perpajakan yang
berlaku.

Kode Etik Konsultan Pajak Indonesia ("Kode Etik") ini menetapkan prinsip
dasar dan kerangka konseptual Kode Etik, memberikan illustrasi mengenai
penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu, mengatur
larangan, tata cara pengaduan, pemeriksaan dan pengambilan keputusan
serta tata cara penyampaian salinan keputusan.

Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan moral dan etika profesi
yang harus diterapkan oleh setiap individu Konsultan Pajak sebagai
angota IKPI di dalam menjalankan profesinya memberikan jasa perpajakan
kepada klien seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik
profesi.
Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut
“praktisi". Anggota IKPI yang tidak berada dalam Kantor Konsultan Pajak
(KKP), dan tidak memberikan jasa profesional perpajakan seperti tersebut di
atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian Pertama dari Kode Etik
ini. Suatu KKP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan
yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini.

Setiap Praktisi wajib mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan
aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini, kecuali bila prinsip
dasar dan aturan etika profesi yang diatur oleh perundang-undangan,
ketentuan hukum, atau peraturan lainnya yang berlaku ternyata berbeda
dari Kode Etik ini.

Dalam kondisi tersebut, seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang
diatur dalam perundang-undangan, ketentuan hukum, atau peraturan
lainnya yang berlaku tersebut wajib dipatuhi, selain tetap mematuhi prinsip
dasar dan aturan etika profesi lainnya yang diatur dalam Kode Etik ini.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan:

1. Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa perpajakan


kepada Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan
2. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,
termasuk Bea dan Cukai, dan pajak daerah serta retribusi yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah, berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Perpajakan adalah hal-hal yang terkait dengan Pajak.
4. Jasa perpajakan adalah jasa yang diberikan Konsultan Pajak berupa
jasa konsultasi perpajakan, jasa pengurusan hak dan kewajiban
perpajakan, jasa pendampingan Wajib Pajak dalam rangka
pemeriksaan pajak dan sengketa perpajakan (termasuk pajak daerah)
pada Direktorat Jenderal Pajak, Pengadilan Pajak, Mahkamah Agung,
pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
5. Teman seprofesi adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek
dibidang perpajakan maupun hukum pajak sebagai Konsultan Pajak
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
6. Pengawas mempunyai kewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik
Konsultan Pajak sebagaimana semestinya dan berhak menerima
dan memeriksa pengaduan terhadap seorang Konsultan Pajak yang
dianggap melanggar Kode Etik Konsultan Pajak.
7. Pengawas Bidang Kehormatan membentuk Majelis Sidang yang terdiri
dari 3 orang untuk melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan
atas pengaduan pelanggaran kode etik.
8. Kode Etik adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir,
bersikap dan bertindak bagi setiap anggota dalam melaksanakan tugas
profesi secara profesional, objektif, independen, dan berdedikasi tinggi
serta penuh tanggungjawab.

BAB II
KEPRIBADIAN DAN PROFESI KONSULTAN PAJAK

Pasal 2

Konsultan Pajak Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa


kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi,
luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya
menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945

Pasal 3

Profesi Konsultan Pajak adalah profesi yang mulia dan terhormat yang
dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum,
undang-undang dan Kode Etik ini.

BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN

Pasal 4

Dalam hubungan-nya dengan klien Konsultan Pajak wajib:

1. Menolak untuk memberi nasihat dan bantuan dibidang perpajakan


kepada setiap orang yang memerlukan jasa perpajakan dengan
pertimbangan karena tidak sesuai dengan keahliannya dan atau
bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak
dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku,
keturunan, jenis kelamin, keyakinan, politik dan kedudukan sosialnya.
2. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan:
a. Dengan memelihara kepercayaan klien;
b. Bersikap jujur dan berterus terang tanpa
mengorbankan rahasia penerima jasa;
3. Bersikap profesional:
a. Senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam
pemberian jasa yang dilakukan;
b. Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan
menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah;
c. Senantiasa melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-
hatian, dengan mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki.
d. Senantiasa bersikap adil, benar dan bersikap obyektif.
4. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Klien:
a. Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama menjalankan jasanya;
b. Tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali diperlukan atas perintah
Undang-Undang atau atas perintah pengadilan untuk
mengungkapkannya;
5. Berkewajiban menjaga prinsip kerahasiaan bagi staf atau karyawan,
termasuk pihak lain yang diminta untuk memberikan nasehat dan
bantuan.
6. Menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada
dasar hukumnya.
7. Mengundurkan diri apabila timbul pertentangan kepentingan antara
pihak-pihak yang bersangkutan.

Dalam hubungan-nya dengan klien, Konsultan Pajak dilarang:

1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai


Aparatur Sipil Negara, kecuali dibidang riset, pengkajian dan
pendidikan;
2. Meminjamkan ijin praktek untuk digunakan oleh pihak lain dalam
menjalankan pekerjaan yang diberikan Klien.
3. Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai
pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan
menangani urusan perpajakan Klien.
4. Melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak
menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang
bersangkutan.
5. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Klien
mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
6. Memberikan jaminan kepastian kepada klien atas penyelesaian
pekerjaan.
7. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Klien untuk
pindah atau memilih Konsultan Pajak Lain.
8. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan
tindakan yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan
perundang-undangan perpajakan.
9. Menerima permintaan Klien atau pihak lain untuk melakukan
rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perpajakan.

BAB IV
HUBUNGAN TEMAN SEPROFESI

Pasal 5

Dalam hubungan-nya dengan teman seprofesi, Konsultan Pajak wajib:

1. Memelihara rasa solidaritas diantara teman seprofesi.


2. Memberikan dan menyerahkan semua dokumen Klien (terkait jasa
perpajakan yang sedang dikerjakan) kepada Klien apabila Klien
mengganti Konsultan Pajak dan menggunakan Konsultan Pajak Baru.
3. Meyakinkan secara jelas dan secara legal bahwa Klien tersebut telah
mencabut kuasanya dari Konsultan Pajak lain tersebut atau Konsultan
Pajak lain tersebut telah membatalkan kuasa yang diterima dari Klien.
4. Menerima penugasan dari Klien setelah menerima surat pencabutan
pemberian kuasa kepada Konsultan Pajak semula atau menerima surat
pembatalan kuasa dari Konsultan Pajak semula.
5. Mengingatkan kepada Klien untuk memenuhi kewajibannya apabila
masih ada terhadap Konsultan Pajak semula.
6. Memberikan informasi secara tertulis kepada Pengurus Pusat Bidang
Kode Etik dan Standar Profesi apabila ada keberatan-keberatan
terhadap tindakan teman seprofesi yang dianggap bertentangan dengan
Kode Etik Konsultan Pajak.
7. Memberitahu Pengurus Cabang setempat apabila ada pembukaan
cabang dari Kantor Konsultan Pajak yang terdaftar di tempat lain.

Dalam hubungan-nya dengan teman seprofesi, Konsultan Pajak dilarang:

1. Menarik atau merebut Klien yang diketahui atau patut dapat diketahui
bahwa Klien tersebut merupakan Klien teman seprofesi.
2. Membujuk karyawan dari teman seprofesi untuk pindah menjadi
karyawan-nya.
3. Menerima Klien pindahan dari teman seprofesi tanpa memberitahukan
kepada teman seprofesi tersebut.
4. Menyiarkan melalui media massa atau cara lain atas keberatan-
keberatan tindakan teman seprofesi yang dianggap bertentangan
dengan Kode Etik Konsultan Pajak.

BAB V
LARANGAN & SANKSI

Pasal 6

Larangan bagi Konsultan Pajak:


1. Merangkap Jabatan yang terikat dengan pekerjaan sebagai Aparatur
Sipil Negara, BUMN/BUMD.
2. Meminjamkan ijin praktik untuk digunakan oleh pihak lain yang
bukan Konsultan Pajak atau mengijinkan orang yang bukan Konsultan
Pajak mencantumkan namanya sebagai Konsultan Pajak dipapan
nama Kantor Konsultan Pajak atau mengijinkan orang yang bukan
Konsultan Pajak tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai
Konsultan Pajak.
3. Menugaskan karyawan-nya yang tidak menguasai pengetahuan
perpajakan dalam bertindak memberikan nasihat secara lisan atau
dengan tulisan, dan/atau menangani urusan perpajakan.
4. Menerima penugasan bila terdapat benturan kepentingan.
5. Menarik atau merebut Klien teman seprofesi.
6. Membujuk Karyawan teman seprofesi untuk pindah menjadi
karyawannya
7. Memasang iklan semata-mata untuk mendapatkan pelanggan
8. Pemasangan Papan Nama dengan ukuran dan atau bentuk yang
berlebihan
9. Menempatkan Kantor Konsultan Pajak atau Cabangnya di suatu
tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat Konsultan
Pajak.

Pasal 7

Sanksi yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:

1. Teguran Tertulis Bersifat Biasa.


Bilamana sifat pelanggarannya tidak berat
2. Teguran Tertulis Bersifat Keras.
Bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali
pelanggaran Kode Etik atau tidak mengindahkan sanksi peringatan
yang pernah diberikan.
3. Pemberhentian Sementara Untuk Periode Tertentu.
Bilamana sifat pelanggaran-nya berat, tidak mengindahkan dan tidak
menghormati ketentuan Kode Etik atau bilamana setelah mendapat
sanksi berupa surat teguran tertulis bersifat keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran Kode Etik.
Pemberian sanksi ini harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi
Konsultan Pajak dalam suatu periode tertentu.
4. Pemberhentian Tetap.
"Bilamana dilakukan pelanggaran Kode Etik dengan maksud dan
tujuan merusak citra dan martabat kehormatan profesi Konsultan
Pajak yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan
terhormat atau mengulangi kembali perbuatan yang terkena teguran
tertulis bersifat keras.

Pemberian sanksi ini harus diikuti larangan untuk menjalankan


profesi Konsultan Pajak."
Sebelum sanksi diberikan maka Konsultan Pajak yang melakukan
pelanggaran harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat
Majelis sidang dan Konsultan Pajak tersebut dapat didampingi oleh
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Konsultan Pajak lainnya.

Keputusan Pelanggaran yang mengakibatkan pemberian sanksi berupa


pemberhentian sementara maupun tetap harus disampaikan kepada
Menteri Keuangan cq Dirjen Pajak untuk diketahui dan dicatat dalam
daftar Konsultan Pajak.
BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 8

1. Pengawasan, dan pemberian sanksi atas pelanggaran Kode Etik


dilaksanakan oleh Pengawas.
2. Pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas pelanggaran kode etik
dilaksanakan oleh Majelis Sidang yang dibentuk Pengawas Bidang
Kehormatan
BAB VII
PENGADUAN

Pasal 9

1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan


merasa dirugikan yaitu :
a. Klien
b. Teman seprofesi
c. Pejabat Pemerintah
d. Anggota Masyarakat
e. Pengurus Pusat/Cabang/Daerah

Pengurus Pusat dan Cabang/Daerah dapat bertindak sebagai pengadu


dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum
dan yang dipersamakan untuk itu.
2. Pengaduan harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
kepada Pengurus Pusat (Bidang Standar Profesi dan Etika) dengan
tembusan Pengurus Cabang dan Daerah teradu menjadi anggota.
3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang terkait pelanggaran
terhadap Kode Etik Konsultan Pajak.

Pasal 10

1. Pengaduan tertulis disertai alasan dan bukti yang cukup jelas, dapat
disampaikan oleh anggota asosiasi Perkumpulan maupun masyarakat,
atau dari keadaan yang diketahui sendiri oleh Pengurus Cabang,
Pengurus Daerah, Pengurus Pusat maupun Pengawas kepada
Pengurus Pusat ( Bidang Standar Profesi dan Etika ).
2. Pelaksanaan pemeriksaan atas pengaduan tingkat pertama dilakukan
oleh Pengurus Pusat Bidang Standar Profesi dan Etika yang akan
memberikan rekomendasi keputusan kepada Pengawas Bidang
Kehormatan sebagai bahan pertimbangan keputusan pemberian
sanksi.
3. Terhadap pelanggaran yang dapat menyebabkan pemberhentian
sementara atau pemberhentian tetap, Pengurus Pusat Bidang Standar
Profesi dan Etika meneruskan pengaduan ke Pengawas Bidang
Kehormatan.

BAB VIII
PEMERIKSAAN & PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENGADUAN

Pasal 11

1. Pengurus Pusat Bidang Standar Profesi dan Etika setelah menerima


pengaduan tertulis yang dapat menyebabkan pemberhentian
sementara atau pemberhentian tetap yang disertai surat-surat bukti
yang dianggap perlu, meneruskan surat pengaduan ke Pengawas
Bidang Kehormatan. Pengawas Bidang Kehormatan menyampaikan
surat pemberitahuan selambat- lambatnya dalam waktu 14 (empat
belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat serta email yang tercatat
di Perkumpulan kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan
menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak
teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada
Pengawas Bidang Kehormatan disertai surat-surat bukti yang dianggap
perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak
memberikan jawaban tertulis, Pengawas Bidang Kehormatan
menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa
apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat
peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka
ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur
di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Majelis Sidang
melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan keputusan tanpa kehadiran
pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Majelis Sidang
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan
hari sidang dan menyampaikan panggilan melalui pos kilat / tercatat
dan email yang terdaftar di Perkumpulan kepada teradu dengan
tembusan pengurus cabang untuk hadir dipersidangan yang sudah
ditetapkan tersebut.
6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang
bersangkutan paling tambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum hari sidang
yang ditentukan.
7. Teradu:
a. Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan
kepada orang lain, yang jika dikehendaki masing-masing dapat
didampingi oleh penasehat.
b. Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a. Majelis Sidang akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang
berlaku;
b. Majelis Sidang dapat memanggil Pengadu untuk hadir dalam
sidang pemeriksaan.
c. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan
pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran,
sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi
akan didengar oleh Majelis Sidang.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya Teradu tidak hadir:
a. Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat
14 (empat belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir
secara patut.
b. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang
tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya
teradu.
Pasal 12

1. Majelis Sidang mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan


mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadir
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya
memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada
pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Anggota Majelis Sidang yang kalah dalam pengambilan suara
berhak membuat catatan keberatan yang dilampirkan didalam berkas
sengketa.
3. Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi
dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
4. Keputusan ditandatangani oleh semua Anggota Majelis Sidang dan
Pengawas Bidang Kehormatan yang apabila berhalangan untuk
menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang
bersangkutan.
5. Pelaksanaan pengenaan sanksi atas pelanggaran Kode Etik yang
dilakukan oleh anggota asosiasi, dilakukan oleh Pengurus Pusat
Bidang Standar Profesi dan Etika yang disampaikan melalui Pengurus
Daerah dan diteruskan kepada Pengurus Cabang tempat anggota
tersebut terdaftar dengan tembusan Pengurus Pusat Bidang Standar
Profesi dan Etika.

BAB IX
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN

Pasal 13

1. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah


keputusan diucapkan, salinan Keputusan Pengawas Bidang
Kehormatan disampaikan kepada:
a. Anggota yang diadukan/teradu melalui Pengurus Daerah yang
diteruskan kepada Pengurus Cabang tempat anggota tersebut
terdaftar;
b. Pengurus Cabang tempat anggota yang diadukan / teradu
tersebut terdaftar;
c. Pengadu
d. Pengurus Pusat;
e. Kantor Pusat Otoritas pajak dan Kantor Pelayanan Pajak
setempat dalam hal yang bersangkutan dikenakan sanksi
pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.
2. Keputusan Pengawas Bidang Kehormatan atas pelanggaran Kode Etik
berkekuatan hukum tetap, final dan mengikat sejak diucapkan dalam
sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh para pihak pada hari,
tanggal dan waktu yang telah diberitahukan sebelumnya kepada
pihak-pihak yang bersangkutan.

BAB X
ATURAN PERALIHAN

Pasal 14

Perkara pelanggaran Kode Etik yang belum diperiksa dan belum diputus
atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan
tingkat banding sebelum Kode Etik ini berlaku, akan diproses dan diputus
berdasarkan Kode Etik Konsultan Pajak ini.

BAB XI
PENUTUP

Pasal 15

Kode Etik Konsultan Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Batu, Jawa Timur tanggal 22 Agustus 2019


STANDAR PROFESI
IKATAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA
STANDAR PROFESI KONSULTAN PAJAK
IKATAN KONSYULTAN PAJAK INDONESIA

BAGIAN I
PENDAHULUAN

1. Dalam Standar Profesi Konsultan Pajak ini, yang dimaksud dengan:


a. Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan
dalam lingkungan penugasannya, secara bebas dan profesional
memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Jasa perpajakan adalah jasa yang diberikan Konsultan Pajak berupa
jasa konsultasi perpajakan, jasa pengurusan hak dan kewajiban
perpajakan, jasa kuasa dan/atau pendampingan Wajib Pajak dalam
rangka pemeriksaan pajak termasuk didalamnya pemeriksaan bukti
permulaan, penyidikan tindak pidana perpajakan dan sengketa
perpajakan (termasuk pajak daerah) pada Direktorat Jenderal Pajak,
Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung,
c. IKPI, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia adalah organisasi profesi
Konsultan Pajak yang bersifat nasional yang berkedudukan di
Ibukota Republik Indonesia.
d. Klien adalah wajib pajak yang memberikan penugasan kepada
Konsultan.
e. Anggota adalah orang perseorangan yang telah memiliki sertifikasi
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah terdaftar menjadi
anggota.
f. Kode Etik adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam
berfikir, bersikap dan bertindak sebagai anggota IKPI (sebagaimana
dimaksud dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
Kode Etik).
g. Otoritas Pajak adalah bagian dari organisasi pemerintahan suatu
negara yang berwenang melakukan pengadministrasian wajib pajak
dan pemungutan pajak.
h. Kongres merupakan alat kelengkapan perkumpulan sebagaimana
diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Kode
Etik.
i. Pengurus adalah alat kelengkapan organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
Kode Etik.
j. Anggaran Dasar adalah peraturan penting yang menjadi dasar
peraturan yang lain bagi suatu organisasi atau perkumpulan.
k. Anggaran Rumah Tangga adalah peraturan pelaksanaan Anggaran
Dasar bagi suatu organisasi dan perkumpulan.
l. KKP adalah Kantor Konsultan Pajak yang telah memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
m. Standar Profesi adalah aturan dan pedoman perilaku.
n. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
o. Aturan Profesional adalah suatu aturan tentang tingkah laku sebagai
rujukan perilaku profesional setiap anggota, yang akan
mengakibatkan setiap anggota dikenakan sanksi disiplin oleh IKPI,
apabila anggota tersebut melakukan pelanggaran.
p. Panduan Praktik disusun untuk memberikan pedoman kepada
anggota mengenai berbagai hal yang dihadapinya dalam penugasan
sehari- hari.

2. Setiap Anggota IKPI memiliki tanggung jawab kepada:


a. Tuhan Yang Maha Esa
b. Masyarakat;
c. Profesinya (tunduk pada Standar Profesi);
d. Dirinya sendiri;
e. Organisasi IKPI;
f. Otoritas Pajak;
g. Klien;
h. Setiap rekan dalam anggota persekutuan profesi;
i. Pemberi kerja bila bekerja pada suatu KKP;
j. Setiap karyawan dalam lingkungan penugasannya

3. Dalam pelaksanaannya, tanggung jawab anggota sebagaimana


dimaksud dalam butir (2) dapat menimbulkan konflik. Penyelesaian
suatu konflik memerlukan telaah yang seksama secara bijaksana.
Sangat dianjurkan untuk mencari saran pihak lain. Maksud dan
tujuan dari Aturan dan Panduan Profesional ini adalah memberikan
kerangka dalam mencari penyelesaian secara bijaksana.

4. Ciri khas profesionalisme adalah memiliki integritas, kompetensi,


jujur, bebas dan mandiri, dan tidak berpihak kepada siapapun.

5. Tidak ada suatu Aturan dan Panduan yang dapat mencakup


berbagai keadaan dan seluruh permasalahan berkenaan dengan
tindakan profesional. Dengan demikian membakukan pedoman
secara rinci terhadap hal-hal yang tidak sepenuhnya dilarang dalam
Standar Profesi ini akan membahayakan, karena dapat dianggap
hal tersebut diperbolehkan untuk dilakukan. Pendekatan ini akan
menghilangkan prinsip dasar profesionalisme. Penting memahami
jiwa, semangat dan menggunakan kata-kata yang terkandung
dalam Aturan dan Panduan untuk mengambil kebijakan secara
profesional.

6. Setiap anggota yang melanggar Standar Profesi yang merusak citra


IKPI atau anggotanya dapat dikenakan sanksi disiplin berdasarkan
AD/ART dan/atau Kode Etik IKPI.
7. Mengabaikan Panduan Profesional ini baik secara tertulis maupun
yang tersirat, tidak selalu dapat dianggap sebagai tindakan
malpraktik. Namun demikian, bila terdapat pengaduan terhadap
anggota yang diterima oleh Pengawas, anggota tersebut dapat
dianggap melakukan pelanggaran terhadap AD/ART dan/atau Kode
Etik. Terhadap anggota yang diadukan dapat diminta untuk
memberikan penjelasan atas perbuatan yang diambilnya dan untuk
itu akan diselesaikan secara kasus per kasus.

8. Anggota yang berpraktik diwajibkan menaati ketentuan perundang-


undangan dan standar profesi di negara tempat ia berpraktik,
kecuali perundang- undangan dan standar profesi di tempat ia
berpraktik di negara lain menentukan lain.

9. Setiap anggota yang mencari panduan lebih lanjut disarankan


menghubungi Sekretariat IKPI.

BAGIAN II

1. ATURAN PROFESIONAL
Aturan dan Panduan Profesional ini harus dibaca dengan
memerhatikan Pendahuluan pada Bagian I di atas, yang
menguraikan hubungan antara pasal - pasal yang terkait dengan
Bagian II.

1.1. Kecermatan dan Ketelitian

1.1.1. Setiap anggota harus bekerja dengan cermat dan


teliti dalam melaksanakan tugas profesionalnya
1.2. Kompetensi

1.2.1. Setiap anggota harus menjalankan praktik


profesionalnya sesuai dengan pengetahuan teknis
dan sesuai Standar Profesi ini. Setiap anggota
dilarang memberikan jasa profesionalnya yang
tidak sesuai dengan kompetensi yang diperlukan
dalam melaksanakan penugasan sebagaimana
dimaksud, kecuali ada arahan dan bimbingan yang
cukup dari anggota lain atau rekan profesional
lainnya bukan konsultan pajak namun masuk dalam
tim penugasan yang memiliki kompetensi yang
sesuai, agar tugas dalam penugasan tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik.

1.3. Kerahasiaan

1.3.1. Setiap anggota wajib menjaga kerahasiaan kliennya


dan/atau pemberi kerjanya. Hak dan tanggung
jawab untuk memelihara kerahasiaan adalah tanpa
batas waktu terhadap informasi dimana Konsultan
Pajak diberi kepercayaan oleh kliennya sebagai
konsekuensi selama atau setelah melaksanakan
penugasan. Ketentuan merahasiakan ini juga
berlaku terhadap karyawan yang terlibat dalam
penugasan bersangkutan.

1.3.2. Informasi yang diperoleh anggota selama bekerja


tidak dibenarkan untuk disebarluaskan dalam
bentuk apapun di luar lingkup penugasannya tanpa
izin khusus dari kliennya dan/atau pemberi kerjanya
kecuali diwajibkan berdasarkan ketentuan
perundang- undangan yang berlaku atau atas
perintah pengadilan atau oleh peraturan profesional
untuk mengungkapkan keterangan. Setiap anggota
yang karena ketentuan dimaksud, berkewajiban
mengungkapkan keterangan dimaksud, perlu
mendapatkan izin dari klien, atau mencari nasehat
hukum jika dibutuhkan sebelum mengungkapkan
keterangan.

1.3.3. Informasi rahasia yang diperoleh dalam suatu


penugasan dilarang digunakan untuk keuntungan
pribadi, termasuk anggota keluarga, atau orang lain
yang tinggal bersamanya.

1.4. Objektivitas dan Kemandirian

1.4.1. Setiap anggota harus benar-benar objektif dalam


melaksanakan tugasnya. Konsultan Pajak harus
selalu memiliki moral, intelektual dan mandiri secara
ekonomi. Hal ini berlaku baik saat mewakili klien
atau saat menyelesaikan konflik antara konsultan
pajak, klien, otoritas pajak dan pihak lain yang
berkepentingan. Bila terdapat suatu keadaan
dimana kemandirian dan objektivitas diragukan
dalam konflik, akan diselesaikan sesuai dengan
Panduan. (Lihat butir (8) Benturan Kepentingan).

1.5. Integritas

1.5.1. Setiap anggota harus jujur dan dapat dipercaya


dalam segala tindakan profesionalnya. Khususnya,
setiap anggota tidak boleh licik/menyiasati, ceroboh
dalam memberikan informasi, membuat pernyataan
yang tidak benar atau menyesatkan, maupun
ceroboh dalam menyajikan informasi yang relevan

1.5.2. Setiap anggota tidak diperkenankan menerima


pemberian berbentuk uang, dan atau bentuk lain
yang tidak berkaitan dengan aktivitas profesionalnya
untuk kepentingan pribadi.

1.5.3. Setiap anggota dilarang membantu dan/atau


memberikan petunjuk yang patut diduga merupakan
tindak pidana pencucian uang.

1.5.4. Setiap anggota harus mengundurkan diri dari


penugasan yang diberikan oleh klien bilamana ia
berpendapat bahwa permintaan klien tersebut dapat
atau dapat diduga menimbulkan risiko terjadinya
suatu tindak pidana.

Setiap anggota wajib memberitahu IKPI bila yang


bersangkutan :
a. Diduga melakukan tindak pidana (selain
pelanggaran lalu lintas);
b. Menerima peringatan atas suatu pelanggaran
oleh organisasi profesi lain, dimana ia
menjadi anggotanya

1.6. Sopan Santun

1.6.1. Setiap anggota dalam melaksanakan kegiatan


profesionalnya harus berperilaku sopan dan santun
sesuai norma yang berlaku dalam berinteraksi
dengan semua pihak yang dihadapinya.
1.7. Dana Klien

1.7.1. Setiap anggota yang menerima titipan dana dan atau


harta dari klien harus mengelolanya secara terpisah
dari dana dan harta milik anggota/persekutuan yang
bersangkutan

1.8. Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL).

1.8.1. Setiap anggota yang berpraktik sebagai Konsultan


atau bekerja pada bidang perpajakan untuk satu
atau beberapa Wajib Pajak harus memelihara dan
mengembangkan kompetensinya dengan cara
mengikuti Pengembangan Profesional Berkelanjutan
(PPL) yang bersifat Wajib sesuai peraturan
perundang undangan yang berlaku

1.9. Identitas/ Tanda Pengenal Prakti

1.9.1. Setiap anggota diperkenankan menunjukkan tanda


pengenal dirinya selaku anggota IKPI. Pemakaian
nama persekutuan (nama KKP) tidak diperkenankan,
mengingat yang menjadi anggota IKPI adalah orang
pribadi yang bersangkutan. Hal ini relevan bagi
anggota yang melakukan praktik dengan berbagai
keahlian.

1.10. Lambang dan Lencana

1.10.1. Lambang dan Lencana adalah milik IKPI dan tidak


diperkenankan untuk digandakan atau untuk
digunakan oleh pihak lain baik secara perorangan
ataupun lembaga tanpa seizin dari pimpinan IKPI
(kecuali oleh lembaga atau badan yang merupakan
perangkat IKPI).

1.10.2. Ketentuan penggunaan Lambang dan/atau Lencana


diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

1.10.3. Anggota yang ingin menggunakan Lambang


dan/atau Lencana harus meminta izin pada
pimpinan IKPI.

2. BENTUK DAN ASPEK MELAKUKAN PRAKTIK

2.1. Praktik Bersama bentuk Persekutuan

2.1.1. Penggunaan bentuk badan hukum yang


diperkenankan adalah hanya Persekutuan Perdata.
Bentuk lain termasuk tetapi tidak terbatas pada
Firma, Perseroan Komanditer, maupun Perseroan
Terbatas tidak diperkenankan.

2.1.2. Berdasarkan bentuk badan hukum di atas, setiap


praktik persekutuan perdata harus mengikuti
ketentuan yang sama dengan praktik secara
individu.

2.2. Praktik Persekutuan

2.2.1. Anggota yang membuka praktik untuk publik hanya


diperkenankan dalam bentuk Praktik Perseorangan
(sole practicioner) atau bentuk Persekutuan Perdata
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Perseroan. Setiap anggota baik dalam kapasitas
sebagai anggota persekutuan atau sebagai pimpinan
persekutuan mempunyai tanggung jawab yang
sepadan dalam setiap tindakannya.

2.3. Praktik Bersama

2.3.1. Setiap anggota yang berkeinginan membentuk


persekutuan dengan anggota lain atau dengan
anggota dari profesional bidang lain dalam rangka
berbagi sumber daya dan bidang keahlian, perlu
kecermatan dalam membentuk perikatan
persekutuan tersebut, dan harus menjamin bahwa
penggabungan bidang keahlian tersebut tidak
melanggar Aturan dan Panduan Profesional.

2.3.2. Bila seorang anggota memberikan referensi kepada


klien untuk berkonsultasi dengan profesi bidang
lain, maka akan menimbulkan masalah kerahasiaan
klien, sehingga perlu langkah-langkah yang
memadai untuk mengurangi risiko. Anggota dalam
kelompok tersebut harus memberitahukan kepada
klien perihal tata cara kewajiban merahasiakannya.
Bila klien akan menyerahkan penugasan kepada
profesional bidang lain dalam satu kelompok, klien
harus memberikan izin terlebih dahulu.

2.4. Nama dan Kop Surat

2.4.1. Kop Surat yang digunakan oleh anggota merupakan


salah satu sarana untuk berkomunikasi keluar dan
kedalam, termasuk membuat catatan, advertensi,
dan dalam surat menyurat lainnya baik berbentuk
faksimile ataupun media elektronik lainnya.
2.4.2. Nama praktik harus mencerminkan martabat dan
citra profesional sejalan dengan etika dan standar
profesi yang diperlukan anggota IKPI.

2.4.3. Nama praktik harus menaati ketentuan


perundangan persekutuan perdata di Indonesia.

2.4.4. Nama praktik tidak boleh menyesatkan. Misalnya,


nama praktik yang sama atau mirip dengan nama
praktik lainnya yang telah ada, sekalipun terdapat
alasan yang memadai.

2.5. Peleburan atau Penggabungan Praktik

2.5.1. Merger dari dua atau lebih persekutuan perdata atau


peleburan persekutuan perdata harus diberitahukan
kepada seluruh klien, yang selanjutnya memberikan
kesempatan kepada klien untuk menentukan
apakah akan terus melanjutkan hubungan bisnis
dengan persekutuan bentukan baru.

2.5.2. Bagi anggota yang perlu berkonsultasi dengan


konsultan hukum dalam hal pembuatan materi
perjanjian atau dalam bentuk penugasan yang ada
disarankan untuk menggunakan jasa konsultan
hukum.

2.6. Pembubaran Praktik

2.6.1. Setiap anggota tetap berkewajiban dan bertanggung


jawab terhadap jasa yang diberikan atas nama klien
setelah pembubaran, dan harus mempertimbangkan
kemungkinan tuntutan adanya ganti rugi. Anggota
sekutu yang pensiun disarankan untuk menjelaskan
kepada penggantinya.

2.7. Kewajiban Laporan Tahunan dan Perpajakan IKPI Kesetaraan


Kesempatan

2.7.1. Setiap anggota wajib melaksanakan kewajiban


perpajakannya termasuk namun tidak terbatas pada
kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) dan dokumen perpajakan terkait tepat waktu.
Hal ini penting untuk memberikan teladan sebagai
wajib pajak yang patuh dan juga mencerminkan
profesionalisme anggota di hadapan otoritas pajak,
karena kelalaian akan menimbulkan keraguan
otoritas pajak terhadap kinerja profesionalnya.

2.7.2. Konsultan Pajak wajib menyampaikan laporan


tahunan konsultan pajak kepada otoritas pajak tepat
waktu.

2.8. Kesetaraan Kesempatan

2.8.1. Anggota tidak boleh melakukan diskriminasi atas


dasar suku, agama, kebangsaan, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penyandang cacat dalam
hubungan kerja dengan karyawan, klien atau pihak
manapun.

2.8.2. Anggota yang berpraktik harus berupaya sebaik


mungkin agar dalam aktivitas usahanya tidak
mengandung kebijakan diskriminatif seperti
dimaksud pada butir (2.8.1.) di atas.
2.8.3. Anggota yang menjabat selaku pimpinan KKP atau
jabatan sejenis selain karyawan, baik dalam praktik
atau aktivitas lain, harus memberlakukan kebijakan
di atas.

2.8.4. Hubungan dengan karyawan:


Anggota harus memperhatikan ketentuan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku
dalam membina hubungan dengan karyawannya.

2.9. Pengamanan Dokumen

2.9.1. Setiap anggota berkewajiban membuat dan


menyimpan dokumen perusahaan sesuai dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997, Tentang
Dokumen Perusahaan, sebagai contoh:
a. Izin atau persetujuan dari klien untuk
menyimpan dokumen/data, baik dalam
bentuk elektronik maupun bentuk fisik
b. Menyimpan dokumen/data dengan aman dan
menjaga kerahasiaannya.
c. Tidak menggunakan dokumen/data klien
untuk tujuan pribadi atau tujuan lain tanpa
izin tertulis dari klien.
d. Harus menempatkan dokumen/data
sedemikian rupa agar dengan cepat dapat
mengambil jika dibutuhkan.

2.9.2. Dokumen perusahaan harus disimpan paling tidak


selama sepuluh (10) tahun.
3. PRINSIP DASAR TANGGUNG JAWAB

3.1. Hakikat suatu Tanggung jawab


3.1.1. Dalam bertindak atas nama klien, anggota wajib
bekerja sesuai dengan keahlian dan kompetensi
profesionalnya demi perlindungan terhadap klien,
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Oleh sebab itu, anggota harus
menunjukkan kompetensi dan kecermatan yang
sesuai saat bertindak atas nama klien. Anggota
harus memahami tugas dan tanggung jawab
terhadap klien dan risiko terkait dengan kegagalan
yang cukup untuk membatalkan tugas dan tanggung
jawab akibat suatu kecerobohan yang dapat dituntut
oleh klien. Anggota harus bersedia menerima risiko
berkenaan pemberian jasa kepada klien tertentu.
Untuk menghindari hal tersebut, maka anggota
harus mengukur kompetensi dirinya dalam
melaksanakan setiap penugasan dari klien.

3.2. Penerimaan Penugasan

3.2.1. Setiap anggota sebelum menerima penugasan harus


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Terhadap klien:
▪ Meneliti identitas kliennya, meneliti
kemungkinan adanya keterlibatan klien dalam
praktik pencucian uang;
▪ Menilai risiko yang melekat pada klien,
memperhatikan keadaan pribadi klien serta
situasi usahanya, kinerja keuangannya,
integritas dan sikap keterbukaan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan yang
ditentukan oleh perundangan perpajakan;
▪ Memahami bisnis klien, mulai dari waktu
pendirian, perkembangan usahanya dan
sebagainya (prinsip know your client /KYC).
b. Terhadap kemampuan anggota:
▪ Anggota dan persekutuannya memiliki
kemampuan, kompetensi dan pengalaman
dalam memberikan jasa yang dibutuhkan
klien selama penugasan;
▪ Anggota harus memahami dan sepakat
dengan klien berkenaan dengan lingkup
penugasan, maupun risiko.

3.2.2. Anggota sangat dianjurkan untuk membuat Surat


Ikatan Tugas atau disingkat SIT (Engagement
Letter/EL) kepada klien berkaitan dengan
persyaratan penugasan yang merupakan ikatan
perjanjian dengan klien. Ikatan tugas merupakan
ruang lingkup penugasan yang harus dilaksanakan,
yang dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa
jika timbul perselisihan di kemudian hari.

3.3. Pemberian Jasa Konsultasi

3.3.1. Setiap anggota yang memberikan jasa konsultasi


wajib memiliki pemahaman yang cukup atas
keadaan pribadi/usahanya dan masalah perpajakan
yang dihadapi.
3.3.2. Anggota disarankan untuk memberikan konsultasi
secara tertulis. Namun demikian jika anggota perlu
memberikan jawaban secara spontan dalam rapat
atau melalui telepon, maka anggota harus membuat
catatan internal tentang materi diskusi, tanggal dan
saran yang diberikan. Hal ini dilakukan baik untuk
klien ataupun calon klien. Anggota memunyai
pilihan untuk menyampaikannya kepada klien atau
tidak.

3.3.3. Surat Saran harus memuat:


a. Alasan saran tersebut diperlukan;
b. Latar Belakang fakta serta asumsi yang
mendasari saran;
c. Dasar hukum yang menjadi rujukan;
d. Alternatif yang disampaikan klien;
e. Risiko yang melekat pada saran yang
diberikan;
f. Peringatan yang terkait dan pengecualian.

3.3.4. Anggota harus menjelaskan bahwa saran yang


diberikan telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada saat saran tersebut diberikan, yang
dapat berubah bila terjadi perubahan peraturan yang
terkait. Untuk mengurangi atau menghindari
kesalahpahaman, anggota dapat menggunakan
Surat Ikatan Tugas (SIT) sebagai sarana untuk
memperjelas tanggung jawabnya atau bukan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam
Surat Ikatan Tugas (SIT). Anggota tidak bertanggung
jawab bila terjadi perubahan peraturan yang
berdampak terhadap saran yang pernah diberikan
oleh anggota atau penggantinya.

3.3.5. Kecuali perjanjian menyatakan sebaliknya, anggota


tidak berkewajiban memberitahu klien terdahulu
bahwa saran yang pernah diberikan telah
terpengaruh oleh perubahan ketentuan
perundangan atau aturan pelaksanaannya yang
terjadi setelah hubungan antara konsultan dan klien
berakhir.

3.3.6. Kecuali perjanjian menyatakan sebaliknya, anggota


tidak berkewajiban untuk memberi saran kepada
klien baru tentang saran yang pernah diberikan oleh
konsultan sebelumnya, kecuali ia menyadari bahwa
saran yang diberikan konsultan sebelumnya
terdapat kekeliruan.

3.3.7. Saat merumuskan saran, anggota harus merujuk


pada ketentuan perpajakan yang relevan dan
prosedur tatalaksana yang diberlakukan otoritas
pajak, khususnya bila berkenaan dengan sengketa
pajak.

3.3.8. Catatan tertulis tentang bagaimana saran diberikan


harus disimpan dalam berkas klien sehingga anggota
dapat terlindungi dari dugaan dan atau tuduhan
memberikan saran yang tidak sesuai dengan
perundangan. Bila penugasan didelegasikan,
anggota harus melakukan pengawasan yang cukup
untuk meyakinkan bahwa penugasan yang
dilaksanakan telah sesuai.

3.4. Konsultasi dan Pendapat Pendamping

3.4.1. Anggota disarankan berkonsultasi terlebih dahulu


dengan anggota sekutu (jika diperlukan) dalam
memberikan saran kepada klien. Hal ini
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
kemampuan, kompetensi, dan pertimbangannya
telah memadai. Disarankan untuk dibuatkan
catatan atas hasil diskusi di atas, dan disimpan
secara internal

3.4.2. Untuk mengurangi kekeliruan dalam memberikan


jasa konsultasi dalam menghadapi kasus yang
signifikan sehingga berisiko dan berpengaruh
terhadap reputasi profesionalnya atau
mengakibatkan kerugian finansial (financial
exposure) dari praktiknya maka disarankan agar
anggota dapat meminta pendapat yang mandiri dari
anggota sekutu, anggota lain di luar sekutu atau
Pengawas dalam setiap kesempatan.
Bila dirasa anggota perlu meminta pendapat dari
pendamping sebagai mana dimaksud di atas, maka
catatan atas pendapat tersebut harus disimpan.

Yang dimaksud dengan pendapat signifikan adalah salah satu dari:

3.4.2.1. Saran yang diberikan dengan berbagai alasan dapat


mengakibatkan timbulnya jumlah utang pajak
sangat besar, atau berpeluang menjadi utang pajak
sangat besar.
3.4.2.2. Saran yang diberikan dengan berbagai alasan dapat
berakibat klien tersebut diduga melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lain
yang merugikan keuangan negara.

3.5. Dihapus

3.5.1. Dihapus

3.5.2. Dihapus
3.5.3. Dihapus

3.5.3.1. Dihapus

3.5.3.2. Dihapus

3.5.3.3. Dihapus

3.5.3.4. Dihapus

3.5.4. Dihapus

3.5.5. Dihapus

3.5.6. Dihapus

3.6. Hubungan dengan Pihak Ketiga

3.6.1. Saat memberikan jasa kepada klien, terdapat


kemungkinan anggota perlu berhubungan dengan
pihak ketiga atas nama klien. Pada keadaan
demikian, anggota harus hati-hati agar tidak
melanggar kerahasiaan klien berkenaan hubungan
dengan pihak ketiga tersebut. Berikut ini adalah cara
anggota untuk meminimalkan risiko yang mungkin
timbul.
a. Anggota menyampaikan informasi baik yang
bersifat rahasia atau tidak kepada pihak ketiga
harus dengan persetujuan klien terlebih
dahulu.
b. Anggota harus mencantumkan dalam
persyaratan penugasan bahwa klien harus
memperoleh izin dari anggota lebih dahulu
sebelum saran, dokumen atau informasi yang
dibuat oleh anggota, atau oleh Kantor
Konsultan Pajak (KKP) di diserahkan kepada
pihak ketiga. Akibat yang timbul atas data
dan/atau informasi yang diserahkan tersebut
bukan tanggung jawab anggota
c. Dihapus
d. Dihapus

3.6.2. Bila anggota menyadari bahwa saran, laporan atau


dokumen yang dijadikan dasar bagi pihak ketiga
ternyata mengandung kesalahan, ia harus meminta
kepada klien agar saran, laporan atau dokumen
tersebut ditarik dari pihak ketiga. Ia harus yakin
berdasarkan suatu bukti bahwa hal tersebut telah
ditarik dari pihak ketiga. Bila klien menolak untuk
menarik dokumen tersebut, anggota harus
memberitahukan secara tertulis kepada pihak ketiga
bahwa dokumen tersebut tidak dapat dipergunakan
lagi.

3.6.3. Hubungan antara anggota dengan otoritas pajak saat


bertindak atas nama klien, harus sesuai Kode Etik
IKPI

4. KLIEN BARU

4.1. Mencari Klien

4.1.1. Klien memiliki kebebasan memilih atau mengganti


konsultan pajaknya, atau memperoleh pendapat
pendamping (second opinion), atau memperoleh jasa
yang terpisah dari konsultan pajak lain berkenaan
dengan masalah yang berbeda. Jika anggota merasa
tidak mampu melaksanakan tugas profesionalnya,
maka anggota tidak wajib menerima permintaan
calon klien.

4.1.2. Anggota dilarang mencari penugasan profesionalnya


dengan cara mengambil alih dari anggota lain secara
“tidak patut”.

4.1.3. Berikut ini adalah contoh beberapa tindakan “tidak


patut”:
a. Menyatakan secara tidak langsung dan tidak
pantas, baik lisan atau dengan surat, brosur,
surat edaran atau media tertulis lainnya,
bahwa konsultan pajak yang sedang
menangani klien tertentu tidak kompeten
dalam memberikan jasanya.
b. Memberi komisi, imbalan atau penghargaan
kepada pihak ketiga yang bukan stafnya
sebagai kontra-prestasi memperkenalkan klien
secara tidak patut.

4.1.4. Pemberian surat perkenalan berupa Company Profile


yang menginformasikan anggota dan jasa yang
diberikan oleh KKP kepada calon klien tidak
termasuk kategori tindakan tidak patut.

4.2. Komunikasi dengan Konsultan Pajak Pendahulu

4.2.1. Jika dipandang perlu calon klien harus memberikan


izin terlebih dahulu kepada anggota untuk
berkomunikasi dengan konsultan pajak sebelumnya,
dalam rangka penugasan yang akan diberikan oleh
calon klien.

4.2.2. Anggota (konsultan pajak pendahulu) yang


menerima izin dari klien, harus meminta izin klien
untuk menjelaskan hal-hal yang dianggap perlu,
yang diketahui berkaitan dengan klien untuk
dijadikan pertimbangan bagi konsultan pajak
pengganti untuk menerima atau tidak penugasan
dari klien.

4.3. Kerja Gabungan dengan sesama Konsultan Pajak

4.3.1. Manakala anggota ditugasi untuk bekerja secara


gabungan dengan Konsultan Pajak lain, disarankan
agar:
a. Merumuskan dengan jelas lingkup tanggung
jawabnya;
b. Menyiapkan dengan cermat Surat Ikatan
Tugas (SIT); dan
c. Mendapatkan surat konfirmasi dari calon klien
untuk dapat berkomunikasi sesama anggota.

4.4. Menolak Penugasan

4.4.1. Anggota yang diminta oleh calon klien untuk


melaksanakan penugasan dapat menolak.

4.4.2. Anggota dapat menolak penugasan dari klien dengan


mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Jika anggota memperoleh informasi atau
menurut pendapatnya bahwa calon klien
tersebut diduga melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan, tindak pidana pencucian
uang atau tindak pidana lain yang merugikan
keuangan negara;
b. Jika anggota tidak memperoleh informasi yang
cukup memadai baik dari klien ataupun
konsultan pajak terdahulu perihal penugasan
yang akan diberikan kepadanya.

5. MENANGANI TUGAS KLIEN

5.1. Menerima Penugasan

5.1.1. Sebelum bertindak atas nama klien baru, anggota


dapat berkomunikasi dengan konsultan pajak
pendahulu sebagaimana dipaparkan pada butir
(4.2.1.).

5.1.2. Saat menerima penugasan, anggota diwajibkan


untuk membuat Surat Ikatan Kerja (SIT) dengan
klien, berkenaan dengan lingkup kerja dan sifat
penugasan, serta meminta klien menyampaikan
konfirmasi dan memberikan persetujuan tertulis. SIT
ini merupakan kontrak antara anggota dengan klien
yang berlaku efektif walaupun tanpa adanya surat
konfirmasi. Diperlukan kecermatan kalimat dalam
membuat definisi lingkup penugasan, sehingga klien
memahami tugas penugasan yang telah disepakati
untuk dikerjakan oleh anggota. SIT yang dibuat oleh
anggota wajib mencakup jumlah besaran imbalan
yang akan dikenakan pada klien.
5.1.3. Anggota tidak diperkenankan untuk menjamin atau
memberikan janji bahwa penugasan atau kasus yang
ditanganinya akan berhasil atau menang.

5.2. Pelaksanaan Penugasan

5.2.1. Agar dapat melaksanakan penugasan dengan baik,


anggota harus meyakinkan diri bahwa:
a. Kertas kerja permanen dan tahun berjalan di
tatalaksana sedemikian rupa sehingga mudah
mencari informasi permanen maupun salinan
dokumen yang dikerjakan atau yang
diperlukan.
b. Seluruh staf yang terlibat pada penugasan klien
harus terlatih dan diawasi untuk meyakinkan
bahwa mereka cukup kompeten untuk
melaksanakan tugas sendiri, atau dapat
memahami situasi dimana mereka perlu
bantuan staf konsultan pajak yang lebih senior.
c. Secara simultan mencatat tanggal, percakapan
telepon, notula rapat (termasuk pembahasan
dengan otoritas pajak) serta simpulan dan saran
yang disampaikan.
d. Pertimbangkan perlunya konsultasi lebih lanjut.

5.2.2. Anggota sangat disarankan memberikan informasi


yang relevan termasuk mengingatkan klien terhadap
tindakan yang akan diambil, antara lain pengajuaan
keberatan/banding. Disarankan pula selalu
mengingatkan klien menyangkut tanggal suatu
tindakan harus dilaksanakan, khususnya tanggal
jatuh tempo pembayaran pajak maupun ketentuan
mengenai sanksi administrasi yang menjadi
konsekuensinya. Informasi untuk hal-hal penting
seyogyanya dilakukan secara tertulis untuk dapat
digunakan sebagai alat bukti bahwa Anggota sudah
melakukan penugasannya.

5.2.3. Penyimpanan kertas kerja adalah sangat penting.


Anggota harus menaruh perhatian utama berkenaan
dengan kewajiban menyimpan dokumen
sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997, Tentang Dokumen Perusahaan,
dan Undang- Undang No.6 Tahun 1983, Tentang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan beserta
undang-undang perubahannya.

5.2.4. Anggota disarankan memiliki sistem Telaah Internal


(Internal Review). Adapun maksud Telaah Internal
adalah untuk membantu dan meyakinkan bahwa
permintaan klien telah dipelajari dan tingkat jasa
yang diberikan telah sesuai dengan kompetensinya.

5.3. Menghentikan Penugasan

5.3.1. Anggota yang telah menerima penugasan dari klien


tidak boleh menghentikan pelaksanaan tugas,
sampai penugasan terkait telah diselesaikan,
kecuali:
a. Dikehendaki oleh klien; dan
b. Anggota telah memberi pemberitahuan terlebih
dahulu kepada klien untuk menghentikan
penugasan.

5.3.2. Tidak ada alasan bagi anggota untuk menghentikan


penugasan untuk bertindak atas nama klien tanpa
didahului pemberitahuan tertulis bahwa ia tidak lagi
melaksanakan tugas untuk dan atas nama klien.
Anggota harus melaksanakan tugas tersebut hingga
ia yakin, atau dapat diduga bahwa klien telah
menerima pemberitahuannya.

5.3.3. Anggota yang telah menghentikan penugasan dan


kemudian menerima informasi dari konsultan pajak
pengganti, maka ia harus segera melakukan
panduan sebagaimana dipaparkan pada butir (5.1.).

5.3.4. Bila diminta untuk mengalihkan seluruh dokumen


terkait langsung kepadanya, klien terdahulu,
anggota harus kooperatif. Dalam hal tertentu harus
disadari bahwa sebagian besar dokumen dalam
berkasnya yang berkaitan dengan penugasannya
sepenuhnya milik klien. Bila terjadi sengketa
kepemilikan dokumen, sebaiknya berkonsultasi
dengan konsultan hukum.

5.3.5. Bila anggota menghentikan penugasan, ia harus


memberi informasi kepada klien terdahulunya,
bilamana ia tidak diundang untuk melakukan serah
terima dengan konsultan pajak penggantinya.

5.4. Serah terima dengan Konsultan Pajak Pengganti

5.4.1. Anggota harus kooperatif apabila dihubungi oleh


konsultan pajak pengganti dengan permintaan
pengalihan dokumen milik klien terdahulu.

5.4.2. Berkenaan dengan keinginan klien terdahulu dan


hak tanggungan, anggota harus mengalihkan
seluruh dokumen milik klien terdahulu kepada
konsultan pajak pengganti. Disarankan agar anggota
meminta klien terdahulu menyampaikan
keinginannya mengenai hal itu secara tertulis.

5.4.3. Saat penghentian penugasan menjadi efektif,


anggota selayaknya membicarakan dengan klien
terdahulu berkenaan dengan penyelesaian imbalan
yang belum terbayar serta penugasan yang belum
dibuat tagihannya. Pada periode kritis ini,
disarankan hal tersebut diselesaikan terlebih
dahulu, termasuk bilamana adanya penggantian
biaya yang terkait dengan serah terima dokumen
kepada konsultan pajak pengganti.

5.5. Bekerja dengan Profesional bidang lain

5.5.1. Jika terdapat profesional bidang lain yang diminta


oleh klien dalam bekerjasama pada suatu
penugasan, anggota harus memastikan ruang
lingkup penugasannya dan membina hubungan
kerja yang baik.

5.5.2. Bila diperlukan saran dari anggota untuk memenuhi


perlunya penugasan profesional bidang lain dalam
rangka penyempurnaan penugasan, anggota harus
memberi rekomendasi yang terbaik bagi kliennya
(atau pemberi kerja). Anggota harus menyediakan
beberapa nama profesional bidang lain untuk dipilih
oleh klien.

5.5.3. Anggota wajib mengetahui tujuan penyampaian


laporan hasil penugasan, langsung kepada klien
(pemberi kerja) atau kepada profesional bidang lain
yang terlibat. Anggota yang membuat laporan
langsung kepada klien, wajib memperhatikan saran
dari profesional bidang lain tersebut.

5.5.4. Anggota wajib mematuhi perjanjian dan kesepakatan


dengan profesional bidang lain, berkenaan dengan
batas waktu penyampaian laporan hasil penugasan.
Ia harus menghadiri rapat sesuai jadwal, membuat
rancangan yang memadai untuk setiap bagian
dimana ia bertanggung jawab, termasuk
pemberitahuan untuk menyelenggarakan rapat,
usulan waktu, tempat, serta tanggal dan dukungan
fasilitas rapat.

5.5.5. Anggota menangani dengan cermat korespondensi


dengan profesional bidang lain, dan menyimpan
seluruh catatan seperti dokumen korespondensi
faksimili, email dan telepon serta notula rapat. Bila
terjadi penundaan tiba-tiba yang akan berpengaruh
kepada profesional bidang lain, maka anggota harus
segera memberitahu secepatnya disertai alasannya,
dan menunjukkan tanggal pengiriman hasil.

5.5.6. Anggota hanya menyampaikan saran dan simpulan


hasil penanganan sesuai dengan bidang dan
kompetensi profesionalnya dan dalam cakupan
penugasannya.

5.5.7. Saat melakukan penugasan dengan profesional


bidang lain, perhatian perlu diberikan secara khusus
dalam memenuhi kewajiban anggota untuk
melindungi rahasia kliennya. Bila mengalami
kesulitan atau keraguan, anggota harus merujuk
permasalahan yang dihadapi kepada klien dan
menunggu instruksi tertulis dari klien.

5.5.8. Bila kemajuan penugasan terkait dengan hasil kerja


dari profesional bidang lain, anggota harus berupaya
keras meyakinkan kliennya agar tetap menerima
informasi status penugasan sedemikian rupa untuk
kebaikan semua pihak.

5.6. Menggunakan Staf Terlatih

5.6.1 Anggota yang mendelegasikan penugasan harus


yakin bahwa tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh
staf yang cukup terlatih untuk melaksanakan tugas
terkait.

5.6.2 Apabila terjadi penggantian staf, anggota disarankan


untuk memberitahukan klien.

5.6.3 Anggota bertanggung jawab untuk melakukan


penelaahan/pengawasan yang memadai atas
penugasan yang dilakukan oleh staf.

5.6.4 Anggota juga bertanggung jawab untuk memberikan


pelatihan yang cukup kepada staf yang bertugas
sesuai dengan penugasannya.
5.6.5 Anggota yang menyadari hasil pekerjaan staf
bawahannya tidak memadai, berkewajiban untuk
memperbaiki segala kekeliruannya.

5.6.6 Prinsip pada bagian ini berlaku juga terhadap sub-


konsultan lainnya yang dipekerjakan oleh anggota.
5.7 Saran atas pembayaran pajak saat jatuh tempo dan sanksi
bunga terhadap pajak yang belum dibayar

5.7.1. Manakala anggota melaksanakan tugas


penghitungan dan pembayaran pajak klien, anggota
berkewajiban dan bertanggung jawab
memberitahukan jumlah pajak yang harus dibayar,
saat dan tanggal jatuh tempo, dan mengingatkan
klien terhadap kemungkinan pengenaan sanksi
administrasi perpajakan.

5.7.2. Oleh karenanya bagi anggota yang melakukan tugas


pengawasan ketaatan terhadap kewajiban pajak
badan atau orang pribadi wajib memahami semua
peraturan mengenai perpajakan.

5.7.3. Manakala anggota dalam posisi atas nama klien


harus memilih mengurangi pembayaran pajak
dimuka, anggota harus yakin bahwa klien
memahami potensi akan dikenakan sanksi
administrasi perpajakan pada saat penghitungan
pajak akhir tahun.

5.7.4. Bila pembayaran utang pajak atau penyampaian SPT


akan mundur dari tanggal jatuh tempo, anggota
harus memberi peringatan kepada klien menyangkut
pengenaan sanksi administrasi.
5.7.5. Bila mengakibatkan adanya tambahan utang pajak
terutang sebagai konsekuensi atas penyelesaian
sengketa, sangat disarankan memberikan informasi
kepada klien atas jumlah pajak terutang tambahan
yang mungkin timbul, dan pengenaan sanksi
administrasi perpajakan yang dihitung dari tanggal
tertentu.

5.7.6. Anggota wajib memberikan informasi bahwa


perhitungan sementara SPT Tahunan yang telah
selesai dibuat, angka dalam perhitungan tersebut
hanyalah perhitungan sementara.

5.7.7. Anggota yang tidak memperoleh penugasan untuk


mengawasi ketaatan pelaporan perpajakan tidak
perlu mengawasi tanggal-tanggal tertentu yang
relevan dengan kewajiban pembayaran dan
pelaporan, kecuali terdapat permintaan khusus
untuk hal tersebut.

5.8. Beracara di hadapan Otoritas Pajak dan Pengadilan Pajak

5.8.1. Anggota perlu merujuk kepada peraturan yang


berlaku sebagai panduan anggota yang bertindak
selaku kuasa yang mewakili klien di hadapan
Otoritas Pajak dan sebagai kuasa hukum pada
Pengadilan Pajak.

6. PENGEMBANGAN PROFESIONAL DAN PELATIHAN

6.1. Kompetensi dan Kualifikasi Pelatihan

6.1.1. Anggota IKPI adalah orang yang memiliki kompetensi


dan kualifikasi sebagai berikut:
a. Lulus Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak yang
diadakan oleh penyelenggara berdasarkan
Keputusan/Peraturan Menteri Keuangan; atau
b. Memiliki Piagam Penghargaan yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
c. Memenuhi persyaratan administrasi
keanggotaan IKPI.

6.1.2. Untuk mendaftar menjadi anggota IKPI tidak


dipersyaratkan calon anggota memiliki pengalaman
praktik sebelumnya.

6.2. Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)

6.2.1. Setiap anggota harus selalu meningkatkan


kompetensi profesionalnya dengan mengikuti
perkembangan pengetahuan dan peraturan terkait,
agar selalu siap memberikan jasa terbaiknya kepada
klien atau pemberi kerja.

6.2.2. Setiap anggota wajib mengikuti program


Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL)
dengan pengecualian tertentu sebagaimana
ditetapkan oleh Pengurus Pusat IKPI. Katalog
program PPL akan diterbitkan setiap tahun oleh IKPI.

6.2.3. KKP harus memastikan sesi pelatihan perpajakan


yang tersedia bagi para stafnya. Hal ini dapat
dilakukan secara internal atau melalui Kursus
Perpajakan lain yang dijalankan secara profesional
oleh lembaga tertentu.

6.2.4. IKPI menyediakan berbagai kursus, yang sebagian


merupakan program PPL bagi anggota maupun
masyarakat umum. Setiap cabang IKPI dapat
menyelenggarakan kursus malam berkala.
6.2.5. Pendidikan yang tak terstruktur harus direncanakan
dengan cermat, khususnya meliputi kegiatan
membaca dan/atau menulis artikel pilihan, jurnal
dan buku literatur.

7. IMBALAN JASA

7.1. Dasar Imbalan

7.1.1. Sebelum melaksanakan suatu penugasan atas nama


klien baru, sebaiknya masalah Imbalan (fee) dibahas
dalam SIT sewaktu menerima penugasan klien.
Setiap anggota harus yakin bahwa klien paham
dasar perhitungan imbalan yang akan dikenakan
dan biaya terkait yang akan menjadi beban klien.

7.1.2. Perhitungan beban yang sepadan perlu


pertimbangan yang wajar. Penerapan tarif tidak
semata-mata berdasar jumlah waktu yang
digunakan dalam menyelesaikan suatu penugasan.
Prinsip umum harus digunakan dalam menafsirkan
panduan ini, dimana kewajaran imbalan harus
dikaitkan dengan jasa yang diberikan serta manfaat
jasa tersebut bagi klien.

7.1.3. Pengaturan Imbalan adalah suatu perjanjian bisnis


dari anggota yang pada saat menetapkan imbalan
harus memperhatikan sifat penugasan dan
hubungan dengan klien. Kemungkinan bentuk
pengaturan/perjanjian akan seperti berikut:
a. ‘Waktu dan biaya’ - bila anggota mengenakan
imbalan berdasarkan waktu dan sumberdaya
yang digunakan sesuai dengan kemampuan.
b. ‘Imbalan Tetap’ - bila anggota mengenakan
imbalan dengan jumlah tetap atas penugasan
yang disepakati, imbalan harus berdasarkan
pada biaya yang pantas sesuai penugasan yang
dilakukan. Bila kesepakatan jangka lama,
misalnya melebihi satu tahun, perlu
ditambahkan keterangan atau klausula dalam
SIT yang memungkinkan pengenaan tambahan.
c. ‘Kontinjensi atau Imbalan Keberhasilan
(success fee)’ - dapat digunakan dengan sangat
hati-hati terhadap risiko kemandirian
profesional dan integritasnya.

7.1.4. SIT yang dibuat disarankan untuk dengan jelas


menunjukkan mengenai pembebanan biaya-biaya
yang berhubungan dengan penugasan apabila biaya-
biaya ini menjadi tanggungan klien. Walaupun
demikian, anggota dilarang untuk membebani klien
dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

7.1.5. Ketentuan basis imbalan dalam SIT adalah sangat


dianjurkan untuk dibuat sejelas mungkin, disertai
dengan penjelasan jumlah yang akan dibebankan
apabila terjadi penugasan tambahan yang harus
dilaksanakan.

7.1.6. Anggota dan klien harus sepakat terlebih dahulu


mengenai cara penagihan ke klien demi menghindari
terjadinya kesalahpahaman dalam penagihan.
7.1.7. Bila mengenakan imbalan terhadap penugasan yang
berbeda tetapi saling terkait, administrasi klien
harus mendukung agar diyakini bahwa alokasi
komersial telah dipertimbangkan dan telah
mencerminkan manfaat dari kerja terhadap klien
tersebut.

7.2. Imbalan Tetap (Langganan)

7.2.1. Umumnya imbalan yang diterima dari klien


didasarkan pada mekanisme tagihan tetap (fix fee
atau lumpsum) atau langganan (retainer fee).

7.2.2. Dalam menerapkan struktur imbalan tetap, anggota


dapat menetapkan imbalan tambahan atau tanpa
adanya imbalan tambahan berkenaan dengan jasa
khusus yang diberikan.

7.2.3. Bila anggota sepakat dengan imbalan


tetap/langganan, dimana klien setiap saat dapat
meminta jasa anggota, anggota harus menyadarinya
dan wajib mengutamakan memenuhi kewajibannya
kepada klien. Oleh sebab itu anggota harus
mempertimbangkan implikasinya secara sungguh-
sungguh sebelum menerima penugasan oleh klien
dengan basis imbalan langganan.

7.3. Tata cara Pembayaran

7.3.1. Sebelum anggota memulai melaksanakan penugasan


atas nama klien, persyaratan pembayaran harus
dimuat dalam SIT, termasuk keadaan- keadaan yang
menyebabkan pengembalian uang klien.
7.3.2. Tata cara Pembayaran sebaiknya dicantumkan pada
SIT dan disepakati oleh klien. Jika terdapat uang
pembayaran dimuka, maka hal tersebut harus
terdapat pada SIT.

7.3.3. Setiap jumlah pembayaran yang ditagih harus


sepadan dengan tingkat penyelesaian penugasan
dan sepadan dengan kerangka waktunya.

7.3.4. Saat penyelesaian penugasan, anggota harus


menyediakan catatan pembayaran atas jasa yang
diberikan, uraian rinci mengenai jumlah seluruh
tagihan dikurangi pembayaran yang sudah diterima.

7.3.5. Anggota yang diminta untuk menghentikan


penugasan (SIT) pada tingkat apapun, harus segera
menyiapkan catatan penerimaan imbalan atas jasa
yang telah diberikan, dan bilamana pembayaran
yang diterima lebih dulu atau dimuka lebih besar
dari total imbalan, kelebihannya harus segera
dikembalikan kepada klien.

7.3.6. Bila pembayaran dimuka telah diterima dan anggota


tidak mampu memulai atau menyelesaikan
penugasan, anggota harus segera memberitahu klien
dan mengembalikan uang muka tersebut kepada
klien setelah memperhitungkan penugasan yang
pantas ditagihkan atas setiap penugasan yang telah
dilakukan maupun pengeluaran biaya yang terjadi
selama melaksanakan penugasan dari klien.
7.3.7. Bila pembayaran dalam jumlah besar telah diterima
lebih dulu untuk penugasan yang akan dilakukan,
anggota harus menyadari adanya kemungkinan
utang yang harus dikembalikan keseluruhan atau
sebagiannya kepada klien, apabila anggota tidak
mampu menyelesaikan penugasan atau klien
meminta anggota untuk berhenti selaku
kuasanya.Anggota harus menyimpan dana yang
memadai untuk membayar kembali seluruhnya atau
sebagiannya pembayaran dimuka (berikut bunga
yang terkait) yang melebihi nilai riil atas penugasan
yang telah dilaksanakan

7.3.8. Anggota harus memastikan bahwa catatan


akuntansi atas kewajiban perpajakan yang mungkin
timbul berkenaan dengan pengembalian uang muka.

7.4. Klien yang lambat melunasi

7.4.1. Umumnya, jangka waktu pembayaran termuat


dalam SIT yang dikirimkan kepada klien. Anggota
harus memberitahu klien secara tertulis atas tagihan
yang harus diselesaikan.

7.4.2. Bila klien tidak menyelesaikan piutang dalam jangka


waktu yang wajar, anggota harus memastikan bahwa
kuitansi tagihan telah diterima oleh klien, dan
ditujukan pada pihak yang benar. Cara terbaik
adalah menghubungi klien yang bersangkutan
secara langsung. Alternatif lain adalah menggunakan
kurir yang menggunakan bukti tanda terima.
7.4.3. Selanjutnya, anggota harus tahu pasti alasan
tunggakan yang terjadi. Tunggakan timbul karena
situasi yang di luar kendali klien (misal terhentinya
usaha karena pemogokan). Dapat pula terjadi karena
klien tidak puas dengan jasa yang diberikan, atau
karena nilai imbalan yang besar, atau keduanya.
Dari sudut pandang klien, anggota perlu
mempertimbangkan apakah akan terus menagih
atau tetap melanjutkan penugasan atas nama klien.

7.4.4. Bila tidak terdapat alasan yang cukup untuk


menunggak, anggota perlu mengingatkan klien
sebelum melakukan penagihan melalui upaya
hukum.

7.4.5. Jika diperlukan sebaiknya, anggota membuat surat


pemberitahuan yang mengingatkan bila dalam
jangka waktu tertentu sebagaimana disebutkan
dalam surat tersebut belum dilunasi, anggota akan
berhenti bertindak atas nama klien.

7.4.6. Setiap anggota tetap berkewajiban bertindak atas


nama klien hingga diterima pemberitahuan
pemberhentian penugasan, begitupun sebaliknya
anggota memunyai hak yang sama dalam hal
anggota yang melakukan pemutusan penugasan.
Walaupun setelah berhenti bertindak atas nama
klien, semua korespondensi yang diterima untuk
klien terdahulu harus segera diteruskan kepada
klien terdahulu, dan memberitahukan kepada
pengirim alamat untuk korespondensi berikutnya.
Pada situasi tertentu, anggota dapat menghentikan
bertindak atas nama klien tanpa pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu.

7.4.7. Anggota yang memiliki klien yang mempunyai


kebiasaan sering terlambat melunasi tagihan, dapat
memilih tetap meneruskan bertindak atas nama
klien tersebut, atau membuat kesepakatan tentang
syarat- syarat pembayaran yang dinyatakan secara
tertulis atau dimuat dalam SIT.

7.5. Sengketa Pembayaran

7.5.1. Pengaturan persyaratan pembayaran adalah


perjanjian bisnis yang dilakukan oleh anggota
dengan klien. Anggota wajib mempersiapkan
langkah-langkah untuk menghindari timbulnya
sengketa di kemudian hari. Untuk mencapai hal ini
sejumlah saran telah dipaparkan dibagian
atas/sebelumnya. Namun, bila klien menganggap
tagihan tidak sesuai atau terlalu berlebihan, upaya
penyelesaiannya dilakukan dengan musyawarah;
bilamana masih belum tercapai kesepakatan, maka
dapat dilakukan melalui pengadilan.

7.5.2. Bila klien yang bersengketa pada pembayaran dan


mengusulkan pembayaran dengan nilai lebih
rendah, maka usulan nilai lebih rendah ini dapat
saja diterima tanpa mengurangi manfaatnya, yaitu
dengan memperlakukannya sebagai uang muka,
bukan sebagai suatu pelunasan, sepanjang jelas
dipahami klien pada saat penerimaan dan
disarankan dituangkan secara tertulis.
8. BENTURAN KEPENTINGAN

8.1. Kebebasan Profesional

8.1.1. Setiap saat anggota harus mempertahankan


kebebasan profesionalnya. Dengan demikian anggota
tidak boleh menerima penugasan untuk bertindak
atas nama satu atau lebih klien yang memiliki
benturan kepentingan (dengan klien yang telah ada)
atau berisiko terjadi konflik antara mereka, yang
berpengaruh terhadap kebebasannya saat
memberikan saran kepada mereka atau
mengakibatkan kebebasan profesionalnya
diragukan.

8.1.2. Setiap anggota tidak hanya mempertahankan


kebebasan profesionalnya, tetapi juga harus mampu
memelihara dan bertindak secara mandiri, tidak
tergantung oleh klien, masyarakat, otoritas pajak,
hakim dan pihak ketiga.

8.1.3. Setiap anggota harus mewaspadai setiap faktor yang


memengaruhi atau mungkin berpengaruh terhadap
kebebasannya berkenaan dengan suatu masalah.
Anggota harus segera melakukan tindakan
mengantisipasi faktor tersebut agar tetap bebas
secara profesional. Bila anggota tidak dapat
mengantisipasi ancaman terhadap kebebasan
profesionalnya, anggota tersebut harus menolak
untuk bertindak terhadap permasalahan yang
meragukan tersebut, atau bilamana telah terlanjur
bertindak dan kemudian menyadari dampaknya
terhadap kebebasan profesionalnya, anggota
tersebut harus berhenti bertindak.

8.1.4. Masalah benturan kepentingan dapat dihindari


melalui kewaspadaan pada potensi benturan
kepentingan, serta melalui penolakan penugasan.

8.2. Manajemen Benturan Kepentingan

8.2.1. Setiap anggota dalam berpraktik harus waspada


terhadap keterlibatan atau potensi adanya benturan
kepentingan. Setiap anggota harus bersikap
profesional dalam menanggapi risiko yang akan
terjadi.

8.2.2. Panduan untuk menghindari terjadinya benturan


kepentingan adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota tidak hanya harus menghindari
benturan kepentingan, tetapi juga harus
menghindari kesan bahwa posisinya
menunjukkan benturan kepentingan telah
terjadi. Oleh sebab itu, anggota harus waspada
terhadap posisi dan tindakannya, baik dari
sudut pandang dirinya, juga dari sudut
pandang klien, masyarakat, otoritas pajak, dan
pihak ketiga bahwa benturan kepentingan tidak
terjadi.
b. Anggota secepatnya menyadari timbulnya atau
potensi timbulnya benturan kepentingan dan
segera melakukan tindakan yang perlu untuk
mengatasi hal itu.
c. Anggota harus segera mengantisipasi timbulnya
atau potensi timbulnya benturan kepentingan
dan mencari penyelesaian yang sesuai dengan
standar profesional yang tinggi dan memenuhi
kewajiban terhadap klien.
d. Bila benturan kepentingan tidak dapat
dihindari, anggota harus waspada apakah tepat
untuk melanjutkan penugasan pada klien.
Anggota wajib memberitahukan secara
terbuka dan jujur kepada kliennya tentang
adanya benturan kepentingan, serta
menganjurkan klien untuk mencari saran dari
konsultan lain yang bebas.
e. Apabila klien masih menghendaki anggota
melaksanakan penugasan yang ada unsur
benturan kepentingan, hal tersebut perlu
dikonfirmasi secara tertulis terlebih dahulu
sebelum menerima atau melanjutkan
penugasan.

8.3. Keterkaitan Finansial dengan Para Klien

8.3.1. Keterkaitan finansial dengan klien akan


memengaruhi independensi anggota. Keterkaitan
tersebut dapat timbul dalam beberapa hal. Contoh,
anggota adalah selaku pemegang saham utama pada
usaha klien, atau selaku kreditur atau debitur dari
klien.

8.3.2. Bila anggota, suami/istri atau anak dari anggota


memberikan pinjaman kepada klien, atau menjamin
pinjaman klien, atau mendukung atau mengesahkan
suatu utang klien, atau memiliki jaminan utang dari
klien, maka benturan kepentingan dapat terjadi.
Sekalipun utang tersebut tidak dilarang, anggota
harus dengan bijaksana mempertimbangkan untuk
tidak terlibat dengan transaksi keuangan klien atau
tidak menerima penugasan klien. Apabila anggota
menganggap hal itu masih dalam batas toleransi
untuk menerima penugasan atau melanjutkan
penugasan pada situasi demikian, maka anggota
harus memberitahukan secara terbuka dan jujur
kepada klien adanya potensi benturan kepentingan,
dan menyarankan klien untuk mencari opini dari
konsultan pajak lain yang independen. Bila klien
sepakat bahwa anggota melanjutkan penugasan,
maka hal tersebut harus didokumentasikan dengan
sebaik-baiknya.

9. ANGGOTA YANG BEKERJA PADA KLIEN TUNGGAL

9.1. Karyawan

9.1.1. Standar Profesi dan Panduan Praktik ini diterapkan


sama baik kepada anggota yang berstatus karyawan
dan kepada anggota yang melakukan praktik tanpa
mempertimbangkan apakah atasan anggota IKPI
atau bukan.

9.1.2. Anggota yang berstatus karyawan harus memastikan


bahwa ikatan kerjanya tidak menghalangi dirinya
untuk mematuhi Standar Profesi dan Panduan
Praktik ini.

9.1.3. Pengetahuan yang diperoleh dalam penugasannya


berkenaan dengan aktivitas pemberi kerja, pemegang
saham atau pihak lain tersebut tidak boleh
diungkapkan kepada pihak lain kecuali anggota:
a. Memiliki kewajiban hukum untuk
menyampaikan keterbukaan (terdapat
ketentuan undang-undang yang mewajibkan
anggota untuk mengungkapkan kerahasiaan
pemberi kerja);

b. Memeroleh izin dari pihak terkait; dan


c. Melakukan secara sepantasnya sebagai bagian
dari tugas dan kewajibannya kepada pemberi
kerja.

9.1.4. Informasi yang diperoleh dalam menjalankan


penugasan dilarang dimanfaatkan olehnya untuk
keuntungan pribadi maupun dibocorkan kepada
pihak lain demi keuntungan pihak lain. Dalam
berhubungan dengan otoritas pajak, anggota harus
memerhatikan panduan dalam Kode Etik.

9.2. Kewajiban Anggota selaku Karyawan terhadap Atasan

9.2.1. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan baik yang


berpraktik ataupun yang berstatus karyawan, atas
keterbukaan informasi yang dibutuhkan. Jika
ditemukan adanya kekeliruan, kealpaan atau diduga
adanya indikasi tindak pidana maka anggota harus
mengingatkan atasannya adanya risiko hukum
terhadapnya.
9.2.2. Sekalipun karyawan tidak terlibat kewajiban
perpajakan atasannya secara langsung, karyawan
wajib mengingatkan atasannya apabila ada dugaan
malpraktik yang dilakukan oleh atasannya.
10. PENGADUAN

10.1. Pengaduan oleh Klien atau pihak lain terhadap Anggota.

10.1.1. Anggota yang berpraktik diwajibkan memiliki


prosedur dalam menanggapi pengaduan dari klien.

10.1.2. Prosedur tersebut harus memuat sekurang-


kurangnya:
a. Setiap klien baru harus diberi penjelasan
tertulis, perihal nama dan status personel yang
dapat dihubungi bila klien bermaksud
menyampaikan pengaduan atas jasa yang
diberikan, dan prosedur pengaduan kepada
Pengawas IKPI.
b. Setiap pengaduan harus segera ditindaklanjuti
secara tertulis.
c. Setiap pengaduan diselidiki dengan tuntas
secepat-cepatnya, oleh personel yang tidak
terlibat dalam penugasan, dan
memberitahukan hasil penyelidikan kepada
klien.
d. Bila hasil penyelidikan menemukan bukti
kebenaran pengaduan oleh klien, anggota harus
menindaklanjuti dengan melakukan langkah-
langkah yang perlu untuk menyelesaikan
pengaduan ini.

10.1.3. Bila klien mengirim pengaduannya kepada Pengawas


IKPI, anggota akan diminta untuk menjelaskan
kasus yang dihadapi. Anggota disarankan
menyimpan catatan terhadap langkah-langkah yang
telah diambil.

10.1.4. Pengalaman IKPI menunjukkan bahwa mayoritas


pengaduan dapat dihindari dengan melakukan
langkah pencegahan.
10.1.5. Upaya menghindari pengaduan dari klien:
a. Dalam menerima penugasan baru anggota
disarankan untuk menerbitkan SIT, kecuali
dipandang tidak diperlukan. Hal ini terjadi
karena banyaknya pengaduan yang timbul
karena ketidakjelasan atas apa yang telah
disetujui dan apa yang dilaksanakan, ataupun
karena imbalan yang dirasakan terlalu tinggi.
SIT harus menjabarkan secara rinci ruang
lingkup penugasan, dan dipaparkan dengan
jelas dasar imbalan dan cara penagihannya.
Perubahan lingkup penugasan atau imbalan
yang diusulkan disarankan memperoleh
persetujuan tertulis dari klien.
b. Pengaduan dapat terjadi karena adanya kurang
komunikasi antara anggota dengan klien, dalam
menangani penugasan. Disarankan anggota
selalu memberikan penjelasan tahap-tahap
perkembangan penyelesaian penugasan.
c. Bila terjadi keterlambatan dalam penyelesaian
tugas, anggota disarankan memberikan
kepastian batas waktu penyelesaian tugas.
d. Bilamana keterlambatan disebabkan oleh pihak
ketiga, tetap harus dijelaskan kepada klien
tentang hambatan yang mengakibatkan
penundaan penyelesaian tugas.
10.1.6. Bila pengaduan terbukti benar, anggota harus segera
mengakui dan minta maaf.

10.1.7. Bila hasil penyelidikan terbukti tidak benar, hal ini


harus dijelaskan kepada klien.

10.1.8. Bila perselisihan antara anggota dengan klien tidak


dapat diselesaikan, disarankan untuk diselesaikan
secara arbitrase.

10.1.9. Arbitrator dapat ditunjuk dengan kesepakatan kedua


belah pihak (anggota dan klien). Permohonan
arbitrator dapat diajukan kepada Ketua Umum IKPI.

10.1.10. IKPI tidak akan ikut campur atau terlibat terhadap


sengketa yang berkaitan dengan jumlah imbalan jasa
yang ditagihkan.

10.2. Pengaduan kepada Pengawas IKPI


Pengaduan yang diterima oleh IKPI termasuk pengaduan
antar anggota yang mencakup standar kerja, kualitas jasa
yang diberikan dan kode etik, akan diteruskan kepada
Pengawas IKPI.

11. MASALAH HUKUM

11.1. Hak Kepemilikan Dokumen

11.1.1. Secara umum, semua dokumen adalah milik klien,


kecuali dokumen tertentu atau catatan yang dibuat
oleh anggota (termasuk microfilm dan catatan
elektronik), atau dokumen milik pihak ketiga.
11.1.2. Untuk mempertimbangkan kepemilikan dokumen,
pertama-tama harus mempelajari isi SIT. Bila
terdapat ketentuan yang menyebutkan kepemilikan
suatu dokumen, maka hal ini harus dijelaskan dalam
SIT. Misalnya kertas kerja yang dibuat oleh anggota
untuk menyiapkan penghitungan pajak. Hasil
perhitungan itu sendiri dan dokumen pendukung
(Supporting Schedules) akan menjadi milik klien.

11.1.3. Surat menyurat asli berikut tindasannya yang


dilakukan oleh anggota selaku kuasa dari klien
dengan otoritas pajak berkenaan dengan pemenuhan
kewajiban perpajakan adalah milik klien.

11.1.4. Bila dokumen disiapkan oleh anggota yang bertindak


selaku prinsipal, posisinya tergantung pada jenis
dokumen yang dipersengketakan. Umumnya,
dokumen yang dibuat oleh anggota untuk tujuan
pemberian saran atau melaksanakan penugasan
untuk klien adalah milik anggota.

11.1.5. Dokumen yang dibuat atas permintaan khusus dari


klien adalah milik klien, sementara dokumen yang
dipersiapkan oleh anggota untuk keperluan
penugasannya adalah milik anggota. Contoh
dokumen yang menjadi hak milik anggota adalah
antara lain tindasan surat yang diserahkan oleh
anggota dengan pihak ketiga, berkas catatan, memo
internal dan draft yang diciptakan saat
mempersiapkan saran untuk kliennya. Namun surat
atau dokumen yang memuat saran adalah milik
klien.
11.1.6. Dokumen yang diberikan oleh klien atau pihak ketiga
sebelum penandatanganan persetujuan pada lembar
SIT, yang dikirimkan langsung oleh klien atau oleh
pihak ketiga kepada anggota wajib disimpan atas
nama klien atau pihak ketiga, kepemilikan dokumen
tersebut adalah tergantung kepada kedua belah
pihak.

11.1.7. Bila dokumen berupa penunjukan penugasan seperti


surat kuasa, SIT yang diberikan oleh klien kepada
anggota adalah milik anggota.

11.1.8. Otoritas pajak diperkenankan meminta informasi


terkait klien yang diketahui oleh anggota tanpa perlu
memperoleh izin dari klien. Dalam hal ini anggota
harus mengungkapkan informasi berdasarkan
dokumen yang dimiliki.

11.2. Penyimpanan Catatan


Dalam menentukan jangka waktu penyimpanan catatan,
anggota harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Jangka waktu yang ditentukan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku; dan
b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyimpan
dokumen berupa kertas kerja dan lain-lain yang masih
diperlukan sebagai alat bukti untuk penyelesaian kasus
di Pengadilan Pajak.

11.3. Jangka waktu penyimpanan dokumen perpajakan


berdasarkan Undang-Undang KUP.
Anggota harus tetap menyimpan kertas kerja sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya masa tahun
pajak atau periode akuntansi, dimana ia terkait untuk suatu
jangka waktu sebagaimana dikehendaki dalam sistem self-
assessment.

11.4. Jangka waktu berkenaan dengan Pengadilan Pajak

11.4.1. Merujuk pada Pasal 15 (1), Pasal 25 dan Pasal 27


Undang- Undang No. 6 Tahun 1983, Tentang KUP
beserta undang-undang perubahannya, terdapat
prinsip umum bahwa setelah melewati jangka waktu
tertentu hak mengajukan keberatan, banding atau
gugatan tidak dapat diajukan ke Pengadilan.
Menurut ketentuan hukum, suatu tuntutan sah
harus diajukan dalam batas waktu yang
diperkenankan.

11.4.2. Terdapat banyak ketentuan yang menentukan batas


waktu hak-hak Wajib Pajak harus dilakukan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1983
beserta undang-undang perubahannya menetapkan
batas waktu untuk menggunakan hak Wajib Pajak
sebagai berikut:
a. Dalam hal suatu Surat Ketetapan Pajak
diterbitkan pada batas akhir daluarsa
penetapan dan 3 (tiga) bulan batas waktu untuk
mengajukan keberatan;
b. Mengingat batas waktu penerbitan putusan
keberatan adalah 12 (dua belas) bulan dan
batas waktu untuk mengajukan banding adalah
3 (tiga) bulan, maka dimulainya proses di
Pengadilan Pajak adalah 6 (enam) tahun 6
(enam) bulan sejak berakhirnya tahun pajak;
dan
c. Mempertimbangkan proses banding adalah 12
(dua belas) bulan dan hak Wajib Pajak
mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke
Mahkamah Agung (MA) adalah 3 (tiga) bulan,
seluruh waktu yang diperlukan adalah 7 (tujuh)
tahun 9 (sembilan) bulan. Dengan demikian
penyimpanan dokumen adalah 9 (sembilan)
tahun.

11.5. Penyimpanan Kertas Kerja Klien


Kertas kerja dan catatan yang menurut hukum memiliki
fungsi pembuktian, yang merupakan milik anggota, harus
disimpan dalam waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1997, Tentang
Dokumen Perusahaan. Sedangkan dokumen yang menurut
hukum adalah milik klien, maka dokumen milik klien atau
klien terdahulu harus dikembalikan kepada mereka setidak-
tidaknya 9 (sembilan) tahun setelah penugasan.

11.6. Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Perpajakan

11.6.1. Otoritas pajak dapat menerbitkan Surat Perintah


Pemeriksaan Bukti Permulaan untuk mendapatkan
bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan terhadap
Wajib Pajak yang merupakan klien konsultan pajak.
Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan
ketentuan yang berlaku dilakukan oleh Pemeriksa
Fungsional Direktorat Jenderal Pajak. Terhadap
pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan tersebut
klien dapat meminta bantuan pendampingan kepada
anggota, yang mana sebelum melaksanakan tugas
harus telah memperoleh Surat Penugasan, dan Surat
Kuasa Khusus sebagaimana ditentukan oleh
ketentuan yang berlaku.

11.6.2. Dalam menjalankan pemeriksaan bukti permulaan,


pihak Pemeriksa Bukti Permulaan dapat meminta
keterangan, meminta hasil pengolahan data
pembukuan secara elektronik, meminjam data
pembukuan, dokumen perpajakan serta dokumen
lain, catatan milik klien yang berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan kegiatan, penugasan
atau usaha klien. Untuk mengantisipasi hal
semacam ini, anggota perlu memerhatikan
ketentuan penyimpanan dokumen/catatan pada
butir (11.1.) sampai dengan butir (11.5.).

11.6.3. Bilamana klien atau wakilnya tidak memberikan


bantuan atau izin kepada pemeriksa untuk
memasuki ruangan, atau menolak memberikan
pinjaman dokumen yang diperlukan, maka
Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang untuk
melakukan penyegelan peralatan elektronik data
processing, ruang atau tempat yang oleh pemeriksa
diduga menjadi tempat untuk menyimpan dokumen,
catatan, atau bahan bukti lainnya di tempat tinggal
atau kantor klien.

11.6.4. Permintaan keterangan mengenai identitas, kegiatan


dan usaha klien, peminjaman dokumen termasuk
dokumen perpajakan yang sedang dalam pengerjaan
anggota atau yang disimpan oleh anggota, baik
anggota yang menerima penugasan untuk
mendampingi klien dalam kasus pemeriksaan bukti
permulaan atau tidak, atau bahan bukti lainnya
milik klien, wajib dipenuhi sepanjang Pemeriksa
Bukti Permulaan menyampaikan permintaan tertulis
dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
pada Pasal 35 Undang-Undang KUP, dan peraturan
lain yang berlaku.

11.6.5. Bilamana permintaan keterangan atau peminjaman


dokumen tersebut disampaikan kepada anggota
sebagai pihak yang mempunyai hubungan dengan
klien yang terperiksa, sebaiknya anggota
memberitahukan kepada klien secara tertulis
permintaan keterangan, peminjaman dokumen dan
bahan bukti lain oleh Pemeriksa Bukti Permulaan,
sepanjang permintaannya telah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan
wajib dipenuhi dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja.
Tidak dipenuhinya permintaan keterangan oleh
Pemeriksa Bukti Permulaan dapat berakibat anggota
dituntut melakukan perbuatan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41A Undang-Undang KUP,
yaitu terkait dengan pelanggaran atas kewajiban
konsultan pajak sebagai pihak ketiga untuk
memberikan keterangan atau bukti dalam rangka
pemeriksaan pajak.

11.6.6. Bilamana pemeriksaan bukti permulaan telah selesai


dilakukan, anggota harus memberitahukan kepada
klien untuk meminta pemberitahuan hasil
pemeriksaan. Bilamana hasil pemeriksaan bukti
permulaan tidak ditemukan bukti-bukti telah terjadi
perbuatan tindak pidana perpajakan, anggota dapat
mewakili klien atau turut mendampingi klien pada
waktu dilakukan pembahasan akhir pemeriksaan
bukti permulaan, mengingat hasil pembahasan akhir
dan risalah pembahasan akhir akan digunakan oleh
otoritas perpajakan sebagai bahan penerbitan
ketetapan pajak. Anggota perlu mengingatkan klien
untuk meminta kembali semua dokumen dan
catatan yang telah dipinjam oleh pemeriksa bukti
permulaan.

11.7. Surat Perintah Penyidikan/Penggeledahan.

11.7.1. Apabila hasil pemeriksaan bukti permulaan


menemukan bukti-bukti telah terjadi tindak pidana
di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam
undang-undang perpajakan, baik dilakukan oleh
klien atau oleh pihak lain yang terkait dengan
kegiatan klien, otoritas pajak selaku Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) akan menetapkan klien
sebagai tersangka, menerbitkan instruksi penyidikan
yang akan ditindak lanjuti dengan penerbitan Surat
Perintah Penyidikan. Berdasarkan Surat Perintah
Penyidikan tersebut, PPNS yang diberi tugas
penyidikan akan menerbitkan Surat Pemberitahuan
Saat Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang ditujukan
kepada Jaksa Penuntut Umum melalui Kepolisian
Negara RI selaku Koordinator dan Pengawas
tindakan penyidikan Umumnya dalam penerbitan
SPDP tidak ada tembusan kepada klien, namun klien
selaku tersangka dapat minta copy (salinan) SPDP
kepada pihak PPNS.
11.7.2. Dalam pelaksanaan penyelidikan PPNS yang
ditunjuk akan melaksanakan penyidikan kepada
tersangka, pihak-pihak yang turut serta dalam
tindak pidana perpajakan, serta para saksi yang
tercantum dalam SPDP sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Dalam hal demikian anggota sebaiknya
memberitahukan kepada klien untuk minta bantuan
pendampingan kepada penasihat hukum yang
mempunyai kompetensi litigasi.

11.7.3. Pelaksana Penyidikan memungkinkan PPNS


melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti berupa pembukuan, pencatatan dan
dokumen lain, melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut, dan berwenang pula untuk
memeriksa buku, catatan dan dokumen yang telah
disita.

11.7.4. PPNS berwenang pula meminta keterangan dari


orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan, memanggil orang
untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi. Dalam hal anggota diminta
keterangan atau diperiksa sebagai saksi, anggota
disarankan untuk mencari nasihat seorang ahli
hukum yang kompeten.

11.7.5. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)


umumnya memuat:
a. Subjek yang akan disidik, uraian posisinya
sebagai pihak tersangka, atau pihak yang turut
serta, atau pihak yang membantu terjadinya
tindak pidana di bidang perpajakan, atau
sebagai saksi;
b. Perbuatan yang dilakukan dan modus operandi
tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan;
c. Unsur melawan hukum perbuatan tindak
pidana di bidang perpajakan disertai pasal-
pasal Undang-Undang KUP terkait yang
dilanggar;
d. Akibat yang ditimbulkan, berupa perhitungan
besarnya kerugian pada pendapatan negara.

11.7.6. Surat Perintah Penyidikan umumnya memuat


keterangan seperti surat perintah pemeriksaan
pajak, berisi nama tim PPNS yang ditugaskan, nama
tersangka, orang yang membantu atau saksi yang
akan dimintai keterangan dan uraian secara umum
dugaan tindak pidana yang dilakukan.

11.7.7. Bila terdapat klien yang diperiksa sebagai tersangka,


anggota berkewajiban untuk menyarankan klien
meminta copy (salinan) SPDP dan copy (salinan)
Surat Perintah Penyidikan. Bilamana tidak sempat,
penasihat hukum klien dapat melakukan hal
tersebut. Bila anggota diminta untuk memberikan
dokumen atau catatan terkait dengan kegiatan klien,
dan terdapat dokumen klien yang disita dan diambil,
anggota berkewajiban untuk menanyakan atau
meminta melakukan fotokopi terlebih dahulu atas
dokumen tersebut sebelum dibawa. Namun PPNS
umumnya hanya memiliki kewenangan terbatas dan
tidak dapat memenuhi permintaan tersebut.
Setidaknya anggota dapat meminta daftar dokumen
yang diangkut.
11.7.8. Adalah penting orang yang tempat tinggal, atau
tempat kedudukannya digeledah untuk membaca
dengan seksama surat perintah penyidikan untuk
meyakinkan bahwa PPNS tidak membawa dokumen
yang bukan dokumen terkait dengan klien yang
sedang disidik sebagaimana termuat dalam surat
perintah. Hal ini terkait dengan tetap menjaga
kerahasiaan atas dokumen klien lainnya.

Ditetapkan di Batu, Jawa Timur tanggal 22 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai