Anda di halaman 1dari 3

NAMA: LUSIANI MAHARTI PRATOMO

NIM: 043351286

Tugas-3 PENGANTAR ILMU POLITIK

Di masa pasca reformasi ini, ada banyak perbedaan baik dalam sistem pemerintahan maupun
dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, utamanya dalam ranah checks and balances.
Salah satu pembedanya diantaranya adalah masa jabatan presiden yang dibatasi hingga 2
(dua) kali pemilihan (10 tahun). Pada era Orde Baru, pemegang kekuasaan eksekutif tidak
mengenal pembatasan masa jabatan. Tentunya masih ada pembeda lagi yang bisa Anda
bandingkan.

Pertanyaan:
1. Bandingkan mekanisme checks and balances masa Orde Baru dengan era reformasi!
2. Jelaskan secara singkat praktek checks and balances dalam sistem demokrasi pada proses
berjalannya pemerintahan. Beri contoh dari sumber media massa baik cetak ataupun
online yang relevan dan kredibel. Sertakan tautan (link) sumber online tersebut!
Petunjuk Pengerjaan Tugas:

JAWABAN!

1. Mekanisme checks and balances bertujuan mewujudkan pemerintahan yang


demokratis. Checks and balances adalah saling mengontrol, menjaga
keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut
dengan cabang-cabang kekuasaan negara,” ujar Hakim Konstitusi H.M. Akil
Mochtar kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Yos
Sudarso Surabaya, Jumat (30/11) siang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sistem checks and balances yang ada di masa orde baru tidak ada pengawasan
antara lembaga tingi negara secara sejajar yang mana MPR atau cabang
legislatif berkedudukan lebih tinggi dibanding dengan cabang kekuasaan
eksekutif dan yudikatif. Sementara pada era reformasi checks balances
berjalan seperti seharusnya dimana ketiga cabang kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif berkedudukan sejajar dan ketiga cabang kekuasaan
tersebut saling mengawasi satu sama lain

2. Prinsip checks and balances relatif masih baru diadopsi ke dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia, utamanya setelah amandemen UUD 1945, sehingga
dalam prakteknya masih sering timbul “konflik kewenangan” antar lembaga
negara atau pun dengan/atau antar komisi-komisi negara. Setiap negara pasti
akan mengimplementasikan prinsip checks and balances sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan negaranya. Tidak terkecuali Indonesia. Reformasi politik 1998
yang disusul dengan reformasi konstitusi 1999-2002, menyepakati
diadopsinya prinsip tersebut ke dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dari
pengalaman praktek Indonesia menerapkan prinsip tersebut memang belumlah
sempurna karena disain kelembagaan negara paska reformasi masih sangat
banyak jumlahnya, terkadang tumpang tindih kewenangannya, dan belum
ideal untuk menampung kebutuhan ketatanegaraan Indonesia. Akibatnya,
konflik kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara tak terhindarkan.Di
sisi lain, konflik kewenangan antar lembaga/komisi/badan negara juga belum
dapat sepenuhnya ditampung oleh Mahkamah Konstitusi, karena kewenangan
Mahkamah Konstitusi baru sebatas pada konflik antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Ke depan perlu ada perluasan
pemaknaan terhadap lembaga negara sehingga konflik-konflik kewenangan
antar kelembagaan negara atau pun daerah ada saluran untuk
menyelesaikannya secara yuridis. Adanya pergeseran kewenangan membentuk
undang-undang dari eksekutif ke legislatif memberikan satu pertanda
ditinggalkannya prinsip “pembagian kekuasaan” (distribution of power)
dengan prinsip supremasi MPR menjadi “pemisahan kekuasaan” (separation
of power) dengan prinsip checks and balances sebagai ciri melekatnya. Hal ini
juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat
sistem presidensial. Dengan adanya prinsip checks and balances ini maka
kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-
baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara
negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan
dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan
ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Dalam pembentukan undang-undang,
belum sepenuhnya ideal. Kehadiran DPR dan DPD yang oleh UUD 1945
keduanya diberi kewenangan bidang legislasi, praktek checks and balances
belum dapat dijalankan sepenuhnya karena kedudukan dan kewenangan antara
DPR dan DPD tidak seimbang. Sehingga dalam pembentukan undang-undang
lebih didominasi oleh DPR. Andaipun ada usulan RUU dari DPD, disain UUD
1945 belum memungkinkan DPD ikut membahas RUU tersebut bersama-sama
DPR dan Presiden.

https://pshk.uii.ac.id/2011/08/mekanisme-check-and-balances-di-antara-
lembaga-lembaga-negara/

Anda mungkin juga menyukai