Anda di halaman 1dari 13

KUIS PERTEMUAN KE-15

TERAPI MODALITAS PADA LANSIA

SOAL
1. Sebutkan pengertian Terapi modalitas?
2. Jelaskan manfaat terapi modalitas bagi lansia?
3. Uraikan jenis terapi modalitas untuk lansia?
4. Sebutkan jenis obat-obatan Herbal yang dapat diberikan pada lanjut usia
yang berguna untuk mendukung manfaat dari terapi modalitas/ untuk
meningkatkan daya imunitasnya?
5. Jelaskan 1 jenis terapi modalitas yang dapat diterapkan pada lanjut usia?
(jelaskan mulai dari pengertian, manfaat/tujuan terapi, Langkah-langkah/
prosedur terapi modalitas sesuai yang Anda pilih)

JAWABAN
Nama : Thetta Restha
NIM : 191FK01131

1. Berdasarkan Literatur yang saya ketahui bahwa terapi modalitas merupakan


kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia (Siti Maryam,
2008). Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan asuhan
keperawatan baik di institusi pelayanan maupun di masyarakat yang
bermanfaat bagi kesehatan lansia dan berdampak terapeutik. Pencapaian
tujuan terapi modalitas tergantung pada keadaan kesehatan klien dan tingkat
dukungan yang tersedia. Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam
memberikan askep baik di institusi maupun di masyarakat yang bermanfaat
dan berdampak terapeutik (Riyadi dan Purwanto, 2009).
2. Berdasarkan literatur yang saya keathui bahwa manfaat/tujuan terapi modalitas
banyak sekali manfaat nya dibawah ini terdapat beberapa pendapat menurut
para ahli :
1) Menurut Maryam (2008) :
a. Mengisi waktu luang bagi lansia.
b. Meningkatkan kesehatan lansia.
c. Meningkatkan produktivitas lansia.
d. Meningkatkan interaksi sosial antarlansia.
2) Sedangkan disisi lain terdapat manfaat/tujuan yang spesifik dari terapi
modalitas menurut “Gostetamy 1973” dalam Riyadi dan Purwanto, (2009).
a. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku klien.
b. Mengurangi gejala.
c. Memperlambat kemunduran.
d. Membantu adaptasi dengan situasi yang sekarang.
e. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti.
f. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri.
g. Meningkatkan aktivitas.
h. Meningkatkan kemandirian.
3. Berdasarkan Literatur yang saya ketahui terdapat ruang lingkup yang dilakukan
pada terapi modalitas yaitu :
a. Terapi lingkungan (berkebun, bermain dengan binatang, rekreasi)
b. Terapi keluarga (rekreasi)
c. Terapi modifikasi perilaku (mendengarkan musik)
d. Terapi rehabilitasi (okupasi “keterampilan/kejuruan, kegiatan fisik”)
e. Psikoanalisa psikoterapi (kegiatan keagamaan)
f. Terapi psikodarma (drama, cerita “pengalaman pribadi (life review
terapi)”)
g. Terapi aktivitas kelompok (cerdas cermat, mengisi TTS, prakarya)
Namun disisi lain terdapat beberapa jenis kegiatan terapi yang dilakukan
pada lansia menurut Maryam (2008) :
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih
sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator.
Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c. Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah
hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : Lagu-lagu kroncong,
atau musik dengan gamelan
d. Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan
waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok,dll
e. Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari
sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai
peliharaan kucing, ayam dll
f. Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang
telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat
sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat
seperti dari (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit
dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan
lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
g. Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas
cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.
h. Life review terapi
Bertujuan untuk meningkyakan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa
bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia,
posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama keluarga,
mengunjungi saudara, dll
j. Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian,,
sholat berjama’ah dan lain-lain.
k. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit) tujuan terapi keluarga
adalah supaya keluarga mampu melakukan fungsinya. Untuk sasaran utama
terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi yaitu tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh keluarganya
4. Modalitas yang sangat berpotensi untuk dimanfaatkan pada lansia adalah
tanaman obat keluarga dan akupressure. Program ini telah dijalankan oleh
dinas kesehatan melalui program Asman Toga (asuhan mandiri taman obat
keluarga) dan keterampilan (akupresure). Program tersebut efektif untuk
mengatasi masalah kesehatan lansia untuk mendukung program pengelolaan
penyakit kronis (Prolanis). Asman ditujukan untuk 15 keluhan ringan. yang
biasanya banyak dialami lansia, misalnya sakit kepala, susah tidur, stress dan
hipertensi.
Akupunktur merupakan salah satu modalitas non farmakologis yang
terbukti efektif pada pasien geriatri dengan keluhan nyeri, gangguan tidur,
cemas, depresi, gangguan postur, inkontinensia urin dan pemulihan pasien
penyakit akut (Wahdini, 2014). Terapi akupuntur juga terbukti efektif untuk
nyeri kepala (vertigo).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akupuntur dapat mengurangi gejala
vertigo pada lansia (Sutrisno, 2018). Masyarakat saat ini memiliki
kecenderungan untuk kembali ke alam (back to nature) dengan budaya
pengobatan tradisional Indonesia yang sangat digemari adalah pijat dan tradisi
minum jamu (Wijayaputri & Tjahjadi, 2019). Cara tradisional tersebut sesuai
dengan hasil penelitian di Puskesmas Made, menggunakan ramuan herbal
medik.
Herbal medicine (medik herbal) adalah obat-obatan yang terbuat dari
tanaman obat, berupa tumbuh-tumbuhan dari daun, akar, buah, bunga, biji,
umbi, ranting dan batang, rimpang, getah, dan herba (seluruh bagian
tumbuhan) (Sudardi, 2019). Hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu, Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TO2T) Tawangmangu, telah menginventarisir 25.821 formula yang
berasal dari berbagai etnis provinsi di Indonesia dan sekitar 3000 tanaman obat
(Rokom Kemenkes RI, 2016
Dimana pengobatan obat ramuan herbal, sesuai kebijakan obat tradisional
yaitu Kepmenkes No.381/MENKES/ SK/III/2007, bertujuan mendorong
pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan, menjadikan obat tradisional
menjadi komoditi unggul melalui peningkatan kapasitas masyarakat dalam
perawatan kesehatan secara mandiri sebagai upaya pertolongan pertama pada
diri sendiri dan keluarga.
Kemudian untuk inovasi pelayanan kesehatan tradisional ini dimanfaatkan
sebagai upaya preventif, promotif maupun kuratif untuk permasalahan
kesehatan bagi lansia, baik dengan pemanfaatan jamu, akupressure dan
akupunktur. Disisi lain untuk upaya preventif dan promotif bagi lansia yaitu
meningkatkan nafsu makan, meningkatkan imunitas dan memperbaiki kualitas
tidur. Sedangkan untuk upaya kuratif adalah untuk pengobatan penyakit
dengan level ringan dan sedang seperti hipertensi, diabetes mellitus, stroke,
kolesterol, LBP dsb, dan terakhir upaya rehabilitatif adalah akupunktur untuk
rehabilitasi pascastroke. Hipertensi merupakan penyakit degeratif yang sering
dialami lansia. Penelitian menunjukkan bahwa lansia yang menderita hipertensi
tetap menggunakan pengobatan tradisional meski telah mendapatkan
pengobatan dari tenaga kesehatan, baik yang dibuat sendiri atau dari informasi
sesama penderita hipertensi (Fatonah and Hernawilly, 2012).
Disisi lain pemanfaatan obat tradisional untuk hipertensi berhubungan
dengan tingkat pengetahuan dan sikap lansia tentang obat tradisional
(Awaluddin and Purwanto, 2019). Tanaman obat yang digunakan untuk
hipertensi adalah daun alpukat yang terbukti menurunkan tekanan darah,
karena mengandung zat flavunoid yang bersifat diuretik (Al-faqih, 2020).
5. Terapi Okupasi
a. Sejarah Terapi Okupasi
Pekerjaan atau okupasi sejak dulu kala telah dikenal sebagai
sesuatu untuk mempertahankan hidup atau survival. Namun juga diketahui
sebagai sumber kesenangan. Dengan bekerja seseorang akan menggunakan
otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan melakukan permainan (game),
latihan gerak badan, kerajina tangan dan lain-lain, dan hal ini akan
mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600SM orang-orang di cina berpendapat bahwa
penyakit timbul karena ketidak aktifan organ tubuh dengan jiwa.
Hypoocrates selalu menganjurkan pasiennya untuk melakukan latihan
gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan pasiennya.
Di mesir dan yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan
permainan adalah salah satu media terapi yang ampuh, misalnya menari,
bermain musik, bermain boneka untuk anak-anak bermain bola. Pekerjaan
diketahui sangat bermanfaat bagi perkembangan jiwa maupun fisik
manusia. Socrates berkata bahwa seseorang harus membiasakan diri
dengan selalu bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan. Pekerjaan
dapat juga digunakan sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga
menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain. Berdasarkan
hal-hal tersebut di atas maka okupasi terapi mulai berkembang dan
diterapkan pada abad 19. Phlipina pinel memperkenalkan terapi kerja pada
tahun 1786 disuatu rumah sakit jiwa di paris.
b. Pengertian
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang
telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang
masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk
membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
c. Tujuan
Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi dan Purwanto
(2009), adalah :
a) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental:
 Menciptakan kondisi tertentu sehingga klien dapat
mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan
orang lain dan masyarakat sekitarnya.
 Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
 Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
 Mambantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa
dan terapi.
b) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan
gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
c) Mengajarkan ADL seperti makan, berpakaian, BAK, BAB dan
sebagainya.
d) Membantu klien menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah.
e) Meningkatkan toleransi kerja, memeliharan dan meningkatkan
kemampuan yang dimiliki.
f) Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba klien untuk
mengetahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan
bersosialisasi, bakat, minat dan potensinya.
g) Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah klien
kembali di lingkungan masyarakat.
Sesuai dengan tujuan yang spesifik dari terapi modalitas menurut
“Gostetamy 1973” yaitu : mempengaruhi keterampilan merawat diri
sendiri, meningkatkan aktivitas, serta meningkatkan kemandirian.
Dimana mandiri adalah kebebasan untuk bertindak, tidak
tergantung pada orang lain, tidak terpengaruh pada orang lain dan bebas
mengatur diri sendiri atau aktivitas seseorang baik individu maupun
kelompok dari berbagai kesehatan atau penyakit. Mandiri juga dikatakan
merawat diri sendiri atau merawat diri dan dapat melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS), AKS ADL pekerjaan rutin sehari-hari seperti
halnya: makan, minum, mandi, berjalan, tidur, duduk, BAB, BAK, atau
bergerak (Abdul Hafizh, 2009).
Teori ini dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh
Setiati, (2002) dalam Silvina Primadayanti (2011) “Kemandirian bagi
lansia juga dapat dilihat dari kualitas hidup. Kualitas hidup lansia dapat
dinilai dari kemampuan melakukan activity of daily living (Setiati, 2000).
Activity of daily living (ADL) ada 2 yaitu, ADL standar dan ADL
instrument. ADL standar meliputi kemampuan merawat diri seperti makan,
berpakaian, buang air besar/kecil dan mandi. Sedangkan ADL instrument
meliputi aktivitas yang kompleks seperti memasak, mencuci, menggunakan
telepon, dan menggunakan uang.”
d. Peranan aktivitas dalam terapi okupasi
Menurut Muhaj (2009), mengungkapkan aktivitas yang digunakan
dalam terapi okupasi, sangat dipengaruhi oleh kontens terapi secara
keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan
si terapi sendiri (pengetahuan, keterampilan, minat dan kreativitasnya).
Jenis kegiatan yang dapat dilakukan meliputi: latihan gerak badan,
olahraga, permainan tangan, kesehatan, kebersihan, dan kerapian pribadi,
pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan
e. Sasaran Terapi Okupasi
Terapi ini dilakukan secara terarah bagi pasien fisik maupun
mental dengan menggunakan aktivitas sebagai media terapi dalam rangka
memulihkan kembali fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri
semaksimal mungkin. Untuk Fungsi dan tujuan nya adalah :
1. Terapi khusus untuk pasien mental/jiwa
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang
gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan pada lansia
3. Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan, berpakaian,
belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, tv, dan lain-lain), baik
dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih dan lain-lain
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di
rumah/panti dan memberi saran penyederhanaan (siplifikasi), ruangan
maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada
6. Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien
sebagai langkah dalam pre-cocational training. Dari aktivitas ini akan
dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja,
sosialisasi, minat, potensi dan lain-lainnya dari si pasien dalam
mengarahkannya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyatan dan menggunakan waktu
selama masa rawat dengan berguna.
8. Mengarahkan minat dan hoby agar dapat digunakan setelah kembali ke
keluarga.
f. Indikasi dan kontraindikasi untuk terapi okupasi
1. Indikasi untuk terapi okupasi
a) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan kesulitan yang dihadapi dalam pengintegrasian
perkembangan psikososialnya
b) Kelainan tingkah laku yang terlihat dalam kesulitannya
berkomunikasi dengan orang lain.
c) Tingkah laku tidak wajar dalam mengekpresikan perasaan atau
kebutuhan yang primitif
d) Ketidakmampuan menginterprestasikan rangsangan sehingga
reaksinya terhadap rangsangan tersebut tidak wajar pula
e) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seseorang yang mengalami kemunduran
f) Mereka yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui
suatu aktivitas dari pada dengan percakapan
2. Kontra indikasi untuk terapi okupasi
Kontra indikasi dari terapi ini pada klien yg tidak memiliki
mobilitas fisik yang baik seperti klien yg tidak memiliki ekstremitas.
g. SPO (Sasaran Prosedur Operasional)
1. Persiapan
a) Penetuan materi latihan
b) Materi latihan dipilih dan ditentukan dengan memperhatikan
karakteristik atau cara khas masing-masing klien.
c) Penetuan cara atau pendekatan dengan system kelompok / individu.
d) Penentuan waktu
e) Kapan latihan diberikan pagi, siang atau sore hari dan berapa
lamanya.
f) Penetuan tempat disesuaikan dengan keadaan klien, materi latihan
dan alat yangdigunakan.
h. Metode
Okupasi terapi dapat dilakukan baik secara individual, maupun
berkelompok, tergantung dari keadaan pasien, tujuan terapi dan lain-lain:
1. Metode individual dilakukan untuk:
a) Pasien baru yang bertujuan untuk mendapatkan lebih banyak
informasi dan sekaligus untuk evaluasi pasien
b) Pasien yang belum dapat atau mampu untuk berinteraksi dengan
cukup baik didalam suatu kelompok sehingga dianggap akan
mengganggu kelancaran suatu kelomppok bila dia dimasukan dalam
kelompok tersebut
c) Pasien yang sedang menjalani latihan kerja dengan tujuan agar
terapis dapat mengevaluasi pasien lebih efektif
2. Metode kelompok dilakukan untuk:
a) Pasien lama atas dasar seleksi dengan masalah atau hamper
bersamaan, atau dalam melakukan suatu aktivitas untuk tujuan
tertentu bagi bebrapa pasien sekaligus.
b) Sebelum memulai suatu kegiatan baik secara individual maupun
kelompok maka terapis harus mempersiapkan terlebih dahulu
segala sesuatunya yang menyangkut pelaksanaan kegiatan
tersebut.
c) Pasien juga perlu dipersiapkan dengan cara memperkenalkan
kegiatan dan menjelaskan tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga dia atau mereka lebih mengerti dan berusaha untuk ikut
aktif. Jumlah anggota dalam suatu kelompok disesuaikan dengan
jenis aktivitas yang akan dilakaukan, dan kemampuan terapis
mengawasi.
d) Waktu
Terapi okupasi dilakukan antara 1-2 (jam setiap session
baik yang individu maupun kelompok setiap hari, dua kali atau
tiga kali seminggu tergantung tujuan terapi, tersedianya tenaga dan
fasilitas, dan sebagainya. Ini dibagi menjadi dua bagian yaitu ½
jam untuk menyelesaikan kegiatan'kegiatan dan 1-1 ½ jam untuk
diskusi. Dalam diskusi ini dibicarakan mengenai pelaksanaan
kegiatan tersebut, antara lain kesulitan yang dihadapi, kesan
mengarahkan diskusi tersebut kearah yang sesuai dengan tujuan
terapi.
i. Terminasi
Keikutsertaan seseorang pasien dalam kegiatan terapi okupasi
dapat diakhiri dengan dasar bahwa pasien :
a) Dianggap telah mampu mengatasi persolannya
b) Dianggap tidak akan berkembang lagi
c) Dianggap perlu mengikuti program lainnya sebelum okupasiterapi
j. Ealuasi Hasil
a) Klien mempertahankan kemampuannya melakukan aktivitas sehari-
hari dalam lingkungan yang berstruktur 3lien menunjukkan perawatan
diri yang baik pada segi nutrisi maupun dirinya 3lien menunjukkan
hubungan sosialisasi yang baik pada keluarga dan lingkungan sekitar.
k. Evaluasi Terapi okupasi
Evaluasi harus dilaksanakan secara teratur dan terencana sesuai
dengan tujuan terapi. Hal ini perlu agar dapat menyesuaikan program terapi
selanjutnya sesuai dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil
evaluasi dapat direncanakan kemudian mengenai peneyesuain jenis
aktivitas yang kan diberikan. Namun dalam hal tertentu penyesuain
aktivitas dapat dilakukan setelah bebrapa waktu setelah melihat bahwa
tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien
Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagi berikut:
1. Kemampuan membuat keputusan
2. Tingkah laku selama bekerja
3. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
4. Kerjasama
5. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain).
6. Inisiatif dan tanggung jawab
7. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
8. Menyatakan perasaan tanpa agresi
9. Kompetisi tanpa permusuhan
10. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, H. (2014). Pengaruh Terapi Modalitas terhadap Lansia di Panti Sosial
Tresna Wedha Gau Mabaji Kab. Gowa. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin Makassar, 34–43. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/6823/1/Herni
Hamzah_opt.pdf
Rukmini, R., & Oktarina, O. (2020). Inovasi Program Pelayanan Kesehatan
Tradisional pada Lansia di Puskesmas Made Kota Surabaya. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 23(2), 135–144.
https://doi.org/10.22435/hsr.v23i2.3101
‫رازی‬, ‫م‬. ‫ا‬. ‫ز‬. (1384). No Title ‫ااا اا ااا اا اااا‬.

Anda mungkin juga menyukai