Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS NHS DI RUANGAN ICU RSUD TORABELO
KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH
08 NOVEMBER s.d 27 NOVEMBER 2021

DI SUSUN OLEH :

NAMA : ALTO SOLI


NIM : 2020032007

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.....................................................) (.....................................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2021
A. KONSEP TEORITIS
     1. Definisi
a. Stroke  atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer C. Suzanne, 2015).
b. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2016)
c. Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik
(Arif Mansjoer, 2015)
d. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2015).

2. Anatomi Fisiologi
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif
yang saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak
merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-
neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau
plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak dapat
mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak sepertinya
belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting yang
berperan dalam pemulihan stroke Secara garis besar, sistem saraf dibagi
menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf
pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi
luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah
menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:
1. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus Cerebrum dibagi menjadi
beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi.
Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motorik (area premotor).
b) Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior
dari fisura parieto-oksipitalis.Lobus ini berfungsi untuk mengatur
daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c) Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran.
d) Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang
ini dengan informasi saraf lain & memori.
e) Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan
melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan
otonom.
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki
peran koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan
pada informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih
banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian
fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan
dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara
optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis.
a) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur
seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan
desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan
bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf
cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak
sangat mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus
terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu
jalinan pembuluhpembuluh darah yang bercabang-cabang,
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin
suplai darah yang adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir
pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri
communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri
serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan
melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan
kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.

2) Peredaran Darah Vena


Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup
dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena
cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior
yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah
vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri profunda
memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Jusuf, 2011).
3.    Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari
salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis(Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau  kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, thrombosis
serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat
mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang
-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis
atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau
kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak, menyebabkan kehilangan
gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau
permanen.

4. Patofisiologi
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder .
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Iskemia disebabkan oleh adanya
penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus
umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan
melibatkan patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di
daerah yang mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis
ion sel, asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan
toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang
mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar
kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan
menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih
dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
5. Pathway
6.    Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) Stroke menyebabkan berbagai
defisit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis, hilang atau menurunnya refleks tendon dalam, Tonus
abnormal (hipotonus/ hipertonus), Penurunan kekuatan otot, gangguan
gerak volunteer, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi,
gangguan ketahanan
4. Dysphagia (gangguan menelan)
5. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi.Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum.
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
7.    Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
1) Angiografi cerebral
2) Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
3) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intracranial
4) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
5) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak.Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.

b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama (Satyanegara, 1998)
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali (Jusuf Misbach, 2016)
4)  Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 2016)

8.    Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2015) penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolitik atau vasodilation :
a. Nimotop (pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik / emobolik).
b. Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi
harus dilakukan selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya
simptom dan setelah dipastikan tidak mengalami stroke
perdarahan dengan CT scan.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase(rt-
PA):
a) Terdiagnosis stroke non hemoragik.
b) Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara
spontan.
c) Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan
subarachnoid.
d) Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi
dengan Alteplase.
e) Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
3) Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke
emboli)
4) Anti agregasi platelet (obat yang dapat menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukkan
thrombus) : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol,
cilostazol.
2. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial.
9.   Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot  ( flaksid atau spastic),  paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- Gangguan penglihata
2) Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3) Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri

4) Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya
suara usus( ileus paralitik )
5) Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring)
- Obesitas ( factor resiko )
6) Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA)
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek tendon dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motoric
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral
7) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8) Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
9) Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
10) Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah arteri terhambat
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler Gangguan menelan
berhubungan dengan kelemahan otot menelan.
4. Hambatan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

c. Rencana keperawatan stroke hemoragik


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
jaringan serebral  b.d keperawatan diharapkan 1.  Monitor ukuran,
aliran darah ke otak suplai aliran darah keotak kesimetrisan, reaksi dan
terhambat. lancar dengan kriteria bentuk  pupil
hasil: 2.  Monitor tingkat
-     Nyeri kepala / vertigo kesadaran klien
berkurang sampai de- 3.  Monitir tanda-tanda
ngan hilang vital
-     Berfungsinya saraf 4.  Monitor keluhan nyeri
dengan baik kepala, mual, muntah
-     Tanda-tanda vital 5.  Monitor respon klien
stabil terhadap pengobatan
6.  Hindari aktivitas jika
TIK meningkat
7.  Observasi kondisi fisik
klien
Terapi oksigen
1.  Bersihkan jalan nafas
dari sekret
2.  Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3.  Berikan oksigen sesuai
intruksi
4.  Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
sistem humidifier
5.  Beri penjelasan kepada
klien tentang
pentingnya pemberian
oksigen
6.  Observasi tanda-tanda
hipo-ventilasi
7.  Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8.  Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan
tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1.   Libatkan keluarga
verbal b.d penurunan keperawatan, diharapkan untuk membantu
sirkulasi ke otak klien mampu untuk memahami /
berkomunikasi lagi dengan memahamkan
kriteria hasil: informasi dari / ke
-     dapat menjawab klien
pertanyaan yang 2.   Dengarkan setiap
diajukan perawat ucapan klien dengan
-     dapat mengerti dan penuh perhatian
memahami pesan- 3.   Gunakan kata-kata
pesan melalui gambar sederhana dan pendek
-     dapat dalam komunikasi
mengekspresikan dengan klien
perasaannya secara 4.   Dorong klien untuk
verbal maupun mengulang kata-kata
nonverbal 5.   Berikan arahan /
perintah yang
sederhana setiap
interaksi dengan klien
6.   Programkan speech-
language teraphy
7.   Lakukan speech-
language teraphy
setiap interaksi dengan
klien
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1    Kaji kamampuan klien
mandi,berpakaian, keperawatan, diharapkan untuk perawatan diri
makan, kebutuhan mandiri klien 2    Pantau kebutuhan klien
terpenuhi, dengan kriteria untuk alat-alat bantu
hasil: dalam makan, mandi,
-     Klien dapat makan berpakaian dan
dengan bantuan orang toileting
lain / mandiri 3    Berikan bantuan pada
-     Klien dapat mandi de- klien hingga klien
ngan bantuan orang sepenuhnya bisa
lain mandiri
-     Klien dapat memakai 4    Berikan dukungan
pakaian dengan pada klien untuk
bantuan orang lain / menunjukkan aktivitas
mandiri normal sesuai
-     Klien dapat toileting kemampuannya
dengan bantuan alat 5     Libatkan keluarga
dalam pemenuhan
kebutuhan
perawatan diri klien

4 Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1    Ajarkan klien untuk


b.d kerusakan neurovas- keperawatan selama, latihan rentang gerak
kuler diharapkan klien dapat aktif pada sisi
melakukan pergerakan ekstrimitas yang sehat
fisik dengan kriteria hasil : 2    Ajarkan rentang gerak
-     Tidak terjadi pasif pada sisi
kontraktur otot dan ekstrimitas yang parese
footdrop / plegi dalam toleransi
-     Pasien berpartisipasi nyeri
dalam program latihan 3    Topang ekstrimitas
-     Pasien mencapai dengan bantal untuk
keseimbangan saat mencegah atau
duduk mangurangi bengkak
-     Pasien mampu
menggunakan sisi 4    Ajarkan ambulasi
tubuh yang tidak sakit sesuai dengan tahapan
untuk kompensasi dan kemampuan klien
hilangnya fungsi pada 5    Motivasi klien untuk
sisi yang parese/plegi melakukan latihan
sendi seperti yang
disarankan
6    Libatkan keluarga
untuk membantu klien
latihan sendi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1    Beri penjelasan pada
integritas kulit b.d perawatan selama, klien tentang: resiko
immobilisasi fisik diharapkan pasien mampu adanya luka tekan,
mengetahui dan  tanda dan gejala luka
mengontrol resiko dengan tekan, tindakan
kriteria hasil : pencegahan agar tidak
-     Klien mampu menge- terjadi luka tekan)
nali tanda dan gejala  2    Berikan masase
adanya resiko luka sederhana
tekan -    Ciptakan
-     Klien mampu lingkungan yang
berpartisi-pasi dalam nyaman
pencegahan resiko luka -     Gunakan lotion,
tekan (masase minyak atau bedak
sederhana, alih ba-ring, untuk pelicin
manajemen nutrisi, -     Lakukan masase
manajemen tekanan). secara teratur
-     Anjurkan klien
untuk rileks selama
masase
-     Jangan masase
pada area
kemerahan utk
menghindari
kerusakan kapiler
-     Evaluasi respon
klien terhadap
masase
3    Lakukan alih baring
-     Ubah posisi klien
setiap 30 menit- 2
jam
-     Pertahankan
tempat tidur
sedatar mungkin
untuk mengurangi
kekuatan geseran
-     Batasi posisi semi
fowler hanya 30
menit
-     Observasi area
yang tertekan
(telinga, mata kaki,
sakrum, skrotum,
siku, ischium,
skapula)
4    Berikan manajemen
nutrisi
-     Kolaborasi dengan
ahli gizi
-     Monitor intake
nutrisi
-     Tingkatkan
masukan protein
dan karbohidrat
untuk memelihara
ke-seimbangan
nitrogen positif
5    Berikan manajemen
tekanan
-     Monitor kulit
adanya kemerahan
dan pecah-pecah
-     Beri pelembab
pada kulit yang
kering dan pecah-
pecah
-     Jaga sprei dalam
keadaan bersih dan
kering
-     Monitor aktivitas
dan mobilitas klien
-     Beri bedak atau
kamper spritus
pada area yang
tertekan
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan Aspiration Control
berhubungan dengan perawatan, diharapkan Management :
penurunan tingkat tidak terjadi aspirasi pada -    Monitor tingkat
kesadaran pasien dengan kriteria kesadaran, reflek
hasil : batuk
-     Dapat bernafas dankemampuan
dengan menelan
mudah,frekuensi -    Pelihara jalan nafas
pernafasan normal -     Lakukan saction
-     Mampu bila diperlukan
menelan,mengunya -     Haluskan makanan
h tanpa terjadi yang akan
aspirasi diberikan
-     Haluskan obat
sebelum pemberian

7 Resiko Injuri Setelah dilakukan tindakan Risk Control Injury


berhubungan dengan perawatan, diharapkan -     menyediakan
penurunan tingkat tidak terjadi trauma pada lingkungan yang
kesadaran pasien dengan kriteria aman bagi pasien
hasil: -     memberikan
-      bebas dari cedera informasi
-     mampu mengenai cara
menjelaskan factor mencegah cedera
resiko dari -     memberikan
lingkungan dan penerangan yang
cara untuk cukup
mencegah cedera -     menganjurkan
-     menggunakan keluarga untuk
fasilitas kesehatan selalu menemani
yang ada pasien

8 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status


berhubungan dengan perawatan, diharapkan Management
penurunan kesadaran pola nafas pasien efektif -     Pertahankan jalan
dengan kriteria hasil : nafas yang paten
- Menujukkan jalan nafas -     Observasi tanda-
paten ( tidak merasa tanda hipoventilasi
tercekik, irama nafas -     Berikan terapi O2
normal, frekuensi nafas -     Dengarkan adanya 
normal,tidak ada suara kelainan suara
nafas tambahan tambahan
- Tanda-tanda vital dalam -     Monitor vital sign
batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeh.J.2016 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa


Tim penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,

Harsono.(2015). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M. (2016). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi


VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Lismidar, (2016).Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

MansJoer, Arif 2015Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Susilo, Hendro. (2015). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III.Bangkalan.

Widjaja, Linardi. (2015). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF


Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Wilkinson,Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda-I,


Intervensi NIC, Hasil NOC. Edisi x. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai