Anda di halaman 1dari 22

A.

KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah
akut (ISPB) dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan
agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi subtansi
asing berupa radang paru-paru yang disertai eksudat dan konsulidasi (Amin HN,
2016).

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernafasan
Menurut Manurung et al. (2016:13) menyatakan anatomi sistem
pernafasan terdiri atas
1) Hidung
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung
dibelakang hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari kartilago
sebelah bawah dan tulang hidung disebelah atas ditutupi bagian
luarnya dengan kulit dan pada bagian luarnya dengan kulit dan
pada bagian dalamnya dengan membrane mukosa.
Rongga hidung memanjang dari nostril pada bagian depan
apertura posterior hidung, yang keluar ke nasofaring bagian
belakang. Rongga hidung tersebut ditutupi oleh membrane
mukosa.
Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung. Septum
nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang dan
kartilago, biasanya membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi
yang lain, dan keduanya dilapisi oleh membrane mukosa. Dinding
lateral dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila,
palatum dan os sphenoid.
Konkha superior, inferior dan media (turbinasi hidung)
merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat
pada dinding lateral dan menonjol kedalam rongga hidung. Ketiga
tulang tersebut tertutup oleh membrane mukosa.
Dasar dari hidung terbentuk oleh bagian dari maksila dan
tulang palatine. Atap dari rongga hidung merupakan celah yang
sempit yang terbwntuk oleh tulang hidung frontalis dan sphenoid.
Membran mukosa olfaktorius, pada bagian atap rongga hidung
dan bagian tepi dari rongga hidung, mengandung sel-sel saraf
khusus yang dapat mencium bau-bauan; dari serat sel-sel saraf
tersebut melalui lempeng kribiformus dari os frontal dan kedalam
bulb olfaktorius dari saraf kranial (olfaktorius).
Sinus paeranasal terdiri dari; sphenoid, ethmoid, frontalis,
dan maksilaris. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang
kranial yang berhubungan melalui ostium kedalam rongga
hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang
berlanjut  dengan rongga hidung. Lubang hidung, sinus spenoid,
diatas konkha superior.
Sinus ethmoid, oleh beberapa ostium diantar konkha media
dan superior dan diantara konkha median dan inferior. Pada
sebelah belakang rongga hidung keluar ke nasofaring melalui
aperture nasalis posterior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ked
an dari paru-paru. Jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran-kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara
yang dihirup kedalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab
terhadap olfaktorius (penciuman) karena reseptor olfaksi terletak
dalam mukosa hidung dan hidung juga membant dalam
persengauan.
2) Faring
Faring atau tenggorokan adalah struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Faring
dibagi menjadi tiga region; nasal, oral, dan laring.
Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung,
dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vertebra
servikalis ke 1 dan ke 2, nasofaring bagian depan keluar ke
rongga hidung dan bagian bawah keluar ke orofaring. Auditorius
(tuba eutakhia) keluar kedinding lateral nasofaring pada masing-
masing sisinya. Tonsil orofaring merupakan bantalan jaringan
limfe pada dinding nasofaring posterior superior. Orofaring
merupakan sesuatu yang umum pada sistem pernafasan dan
pencernaan karena makanan masuk kedalam nya dari mulut dan
udara masuk juga kedalamnya dari nasofaring dan paru-paru.
Orofaring pada bagian bawahnya berlanjut dengan laring
orofaring, yang merupakan bagian dari faring yang terletak tepat
dibelakang laring dan ujung bawah esophagus.Udara diinspirasi
adalah hangat. Lembab dan di saring karena udara tersebut
melalui rongga hidung.
Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius.
3) Laring
Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago;
kartilago tiroid, epiglottis, kartilago krikoid dan dua buah kartilao
arytenoid.Kartilago tiroid terbesar pada trakhea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun.Epiglottis, daun katup kartiolago
yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan. Kartilago
krikoid satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak dibawah kartilago tiroid). Kartilago arytenoid (2 buah)
kartilago arytenoid; digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartiago tiroid.
Membrane mukosa: menghubungkan kartilago satu dengan
yang lainnya dan dengan os hioideus. Pita suara; ligament yang
dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita
suara melekat pada lumen laring. Laring terletak pada garis
tengah bagian depan leher, terbenam dalam kulit, kelenjar tiroid
dan beberapa otot kecil, serta pada bagian depan laring ofaringeus
dan bagian atas esophagus.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan
terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah
daro obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
4) Trakhea
Trakhea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan
panjang sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. trakhea menjalar dari
kartilago krikoid ke bawah depan leher dan kebelakang
manubrium sternum, untuk berakhir pada sudut dekat sternum.
Dimana trakea tersebut berakhir dengan membagi kedalam
bronkus kanan dan kiri. Dileher trakea disilangi pada bagian
depannya oleh istmus dari kelenjar tiroid dan beberapa vena.
Trakea terbentuk dari 16-20 helai kartilago yang berbentuk C
dihubungkan satu sama lainnya dengan jaringan fibrosa. Dengan
konstruksi yang demikian membuatnya tetap terbuka
bagaimanapun posisi dai kepala leher. Permukaan posterior trakea
agak pipih (karena cincin tulang rawan disitu tidak sempurna).
Tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan
dapat menyebabkan bronkopasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang.
5) Bronkhus
Terdapat beberapa devisi bronkhus didalam setiap lobus
paru. Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada paru kanan dan
dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segamental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang
merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase
postural yang paling efektif untuk klien tertentu. Bronkus
segmental kemudian dibagi lagi nmenjadi bronkus subsegmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memilki arteri,
limpatik dan saraf.
Bronkus segmental kemudian akan membentuk
percabangan menjadi bronkhiolus, yang tidak mempunyai
kartilago didalam dindingnya. Patensi bronkhiolus seluruhnya
tergantung pada rekoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada
tekanan alveolar. Bronkhiolus mengandung kelenjar sub mukosa,
yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus
untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Brokus dan bronkhiolus
juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut
pendek yang disebut silia. Silia ini meciptakan gerakan menyapu
yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lender dan
benda asing menjauhi paru menuju laring.
6) B\ronkhiolus
Bronkhiolus membentuk percabangan menjadi bronkhiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia.
Bronkhiolus terminalis kemudian menjadi bronkhiolus respiratori,
yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini ,
jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik.
Bronkhiolus respiratori keudian mengarah kedalam duktus
alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen
dan karbondioksida terjadi dalam alveoli.
7) Alveolus
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun
dalam klaster antara 15-20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini
sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan
menutupi area 70 meter persegi.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe II,
sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu
fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar
agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda
asing (lender, bakteri dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
yang penting).
b. Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut Manurung et al. (2017: 24) menyatakan fisiologi  sistem
pernafasan terdiri atas:
1) Ventilasi
Ventilasi adalah gerakan dalam pernafasan udara masuk
dan keluar dari paru-paru. Gerakan dalam pernafasan adalah
ekspansi dan inspirasi. Pada inspirasi otot diafragma berkontraksi
dan kubah dari diafragma menurun, pada waktu yang bersamaan
otot-otot intercostal interna berkontraksi dan mendorong dinding
dada sedikit keara keluar. Dengan gerakan seperti ini ruang
didalam dada meluas, tekanan dalam alveoli menurun dan udara
memasuki paru-paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna
relaksasi. Diafragma naik, dinding-dinding dada jatuh kedalam
dan ruang didalam dada hilang. Pada pernafaan normal yang
tenang terjadi sekitar 16 kali permenit. Ekspirasi diikuti dengan
terhenti sejenak. Kedalaman dan jumlah dari gerakan pernafasan
sebagian besar dikendalikan secara biokimiawi.
2) Difusi
Difusi adalah gerakan diantara udara dan karbondioksida
didalam alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Gas-gas
melewati hampir secara seketika diantara alveoli dan darah dengan
cara difusi. Dalam cara difusi ini gas mengalir dari tempat yang
tinggi  tekanan partialnya ke tempat lain yang lebih rendah
tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan
partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada dalam darah dan
karenanya udara dapat mengalir dari alveoli masuk kedalam darah.
Karbondioksida dalam darah mempunyai tekanan parsial yang
lebih tinggi dari pada yang berada dalam alveoli dan karenanya
karbondioksida dapat mengalir dari darah masuk kedalam alveoli.
3) Tranportasi gas dalam darah
Transport: pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh
darah. Oksigen ditransportasi dalam darah.: dalam sel-sel darah
merah; oksigen bergabung dengan hemoglobin untuk membentuk
oksihemoglobin, yang berwana merah terang. Dala plasma:
sebagian terlarut dalam plasma. Karbondioksida ditransportasi
dalam darah; sebagai natrium bikarbonat dalam dan kalium
bikarbonat dalam sel-sel darah merah dalam larutan bergabung
dengan hemoglobin dan protein plasma.
4) Pertukaran gas dalam jaringan
Metabolisme jaringan meliputi pertukaran oksigen dan
karbondioksida diantara darah dan jaringan.
a. Oksigen
Bila darah yang teroksigenisasi mencapai jaringa, oksigen
mengalir dari darah masuk ke dalam cairan jaringan karena
tekanan parsial oksigen dalam darah lebih besar dari pada
tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan
oksigen mengalir kedalam sel-sel sesuai kebutuhanmasing-
masing.
b. Karbondioksida
Karbondioksida dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan
jaringan. Tekanan parsial karbondioksida dalam cairan
jaringan lebih besar dari pada tekanannya dalam darah, dan
karenanya karbondioksida mengalir dari cairan jaringan
kedalam darah.

3. Etiologi
Faktor penyebab Pneumonia (Wahid & Suprapto, 2017)
a) Bakteri: Streptococcus Pneumonia, Staphylococcus Aureus.
b) Virus: Infuenza, Parainfluenza, Adenovirus, Virus Sinsisial
Pernafasan, Hantara Virus,Virus Herves Simpleks, Citomegalos Virus,
Mycoplasma, Pneumococus, streptococcus, Staphylococcus.
c) Jamur: Candididasis, Histoplasmosis, Aspergifosi, Blastomyces
Dermatitis, Cryptococcus, Coccidimmitis.
d) Kimiawi: aspirasi hidrokarbon Alifatik.

4. Patofisiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2016) Reaksi inflamasi dapat terjadi
dialveoli, yang menghasilkan eksudat yang mengganggu difusi oksigen
dan karbondioksida. bronkhopasme juga dapat terjadi apabila pasien
menderita penyakit jalan nafas reaktif. Bronkhopneumonia, bentuk
pneumonia yang paling umum, menyebar dalam model bercak yang
meluas dari bronchi keparenkim paru sekitarnya. Pneumonia lobar adalah
istilah yang digunakan jika pneumonia mengenai bagian subtansial pada
satu atau lebih lobus. Pneumonia disebabkan oleh berbagai agen mikroba
diberbagai tatanan. Perjalanan penyakit Pneumonia diuraikan dalam
skema sebagai berikut :

5. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2016) Gambaran klinis beragam
bergantung pada organisme dan penyebab penyakit pasien.
 Menggigil mendadak dan cepat berlanjut menjadi demam (38,5ºC
sampai 40,5ºC).
 Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernafas dan batuk.
Pasien yang sakit pernah mengalami takipnea yang berat (25 sampai
45 kali pernafasan/menit) dan dyspnea, ortopnea ketika disangga.
 Nadi cepat dan memantul dapat menigkat 10 kali/menit per 1º
peningkatan suhu tubuh (Celcius).
 Bradikardi relatif untuk tingginya demam menujukkan infeksi virus,
infeksi mikroplasma atau infeksi organisme Legionela.
 Tanda lain : infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, demam derajat
rendah, neri npleuritik, myalgia, ruam, dan faringitis, setelah
beberapa hari sputum mukoid dan mukopurulen dikeluarkan.
 Pneumonia berat : pipi merah, bibir dan bantalan kuku menunjukkan
sianosis sentral.
 Sputum purulent, berwarna seperti karat, bercampur darah, kental,
atau hijau bergantung pada agen penyebab.
 Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diforesis serta mudah
lelah.
 Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi
utama pasien (misal tanda berbeda dijumpai pada pasien dengan
kondisi seperti kanker, dan pada mereka yang menjalani terapi
imunopresan yang menurunkan resistensi terhadap infeksi).
6. Pathway

Virus, bakteri, jamur


(penyebab)

Saluran napas dalam

Gangguan pembersihan di paru-paru

Radang bronchial

Radang / inflamasi pada bronkus Hipetermi

Akumulasi mukus peningkatan produksi mukus kontraksi berlebih

Timbul reaksi balik edema / peningkatan pada hiperventilasi paru


Pada mukosa/secret
Pengeluaran energi ateletaksis
berlebih ketidakefektifan bersihan
jalan napas hipoksemia
kelelahan Intoleransi aktivitas
peningkatan kompensasi
anoreksia frekuensi napas

Ketidakseimbangan nutrisi pola napas tidak efektif


kurang dari kebutuhan tubuh

Sumber : Nurarif & kusuma (2013)


7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Somantri (2016) pemeriksaan penunjang pada klien dengan
pneumonia adalah :
a. Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran, misalnya
lobus, bronchial, dapat juga menunjukkan multiple abses atau
infiltrate, empyema (staphylococcus); penyebaran atau lokasi
infiltrasi (bacterial); atau penyebaran ekstensif nodul infiltrate (sering
kali viral);pada pneumoniamycoplasma, gambaran chest x-
ray mungkin bersih.
b. ABGs/Pulse Oximetry, abnormalitas mungkin timbul bergantung
pada luasnya kerusakan paru.
c. Kultur sputum dan darah atau gram stain: didapatkan dengan needle
biopsy, transtracheal aspiration, fiberoptic bronchoscopy atau biopsy
paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan
didapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti Diplococcus
Pneumonia, Staphulococcus Aureus, A. Hemolytic Streptococcus,
dan Haemophilus influenza.
d. Hitung darah lengkap/ complete blood count (CBC): leukoitisis
biasanya timbul meskipun nilai SDP rendah pada infeksi virus.
e. Tes serologic: membantu membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
f. Laju endap darah (LED): meningkat.
g. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar), tekanan saluran udara
meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi
hipoksemia.
h. Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin: mungkin menngkat.
8. Penatalaksanaan
a. Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman
penyebab infeksi (hasil kultur spatum dan tes sensitivitas kuman
terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara
oral, sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus
diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu
penyesuaian dosis (Harasawa, 2019).
b. Pengobatan Umum
c. Terapi Oksigen
d. Hidrasi
Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat hidrasi dilakukan secara
parenteral
e. Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah
untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.

9. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2018), komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan pneumonia antara lain:
1. Gejala berlanjut setelah terapi
2. Syok
3. Gagal nafas
4. Atelektasis
5. Efusi pleura
6. Konfusi
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
- Gejala  : kelemahan, kelelahan, insomnia
- Tanda  : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
- Gejala  : riwayat gagal jantung kronis
- Tanda  : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
c. Integritas Ego
- Gejala  : banyak stressor, masalah finansial
d. Makanan / Cairan
- Gejala  : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
- Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering
dengan turgor buruk, penampilan malnutrisi
e. Neurosensori
- Gejala  : sakit kepala dengan frontal
- Tanda  : perubahan mental
f. Nyeri / Kenyamanan
- Gejala  : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia,
atralgia
g. Pernafasan
- Gejala  : riwayat PPOM, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
- Tanda  : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
- Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan
friksi pleural
- Bunyi nafas  : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat
atau nafas Bronkial
- Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
- Warna  : pucat atau sianosis bibir / kuku
h. Keamanan
- Gejala  : riwayat gangguan sistem imun, demam
- Tanda  : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan,
mungkin pada kasus rubeda / varisela
i. Penyuluhan
- Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan
alkohol kronis

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
inflamasi dan obstruksi jalan nafas
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi
(NANDA) (NIC)
1. Pola Nafas tidak efektif NOC NIC
Definisi : Pertukaran udara Respiratory status : Ventilation 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
inspirasi dan/atau ekspirasi Respiratory status : Airway patency 2. Pasang mayo bila perlu
tidak adekuat Vital sign Status 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Faktor yang berhubungan Klien diharapkan mampu untuk: 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Hiperventilasi - Mendemonstrasikan batuk 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Penurunan efektif dan suara nafas yang tambahan·         
energi/kelelahan bersih, tidak ada sianosis dan 6. Berikan pelembab udara
- Perusakan/pelemahan dyspneu (mampu 7. Kassa basah NaCl Lembab
muskuloskletal mengeluarkan sputum, mampu 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Obesitas bernafas dengan mudah, tidak keseimbangan.
- Kelelahan otot pernafasan ada pursed lips) 9. Monitor respirasi dan status O2
- Hipoventilasi sindrom - Menunjukkan jalan nafas yang 10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Nyeri paten (klien tidak merasa 11. Pertahankan jalan nafas yang paten
- Kecemasan tercekik, irama nafas, frekuensi 12. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Disfungsi Neuromuskuler pernafasan dalam rentang 13. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
- Injuri tulang belakang normal, tidak ada suara nafas 14. Monitor vital sign
abnormal) 15. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik
Batasan Karakteristik: - Tanda-Tanda vital dalam relaksasi untuk memperbaiki pola nafas
- Dyspnea rentang normal (tekanan darah, 16. Ajarkan bagaimana batuk secara efektif
- Nafas pendek nadi, pernafasan) 17. Monitor pola nafas
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran
udara permenit
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat  lama
- Penurunan kapasitas vital
respirasi < 11- 24x/menit
2. Bersihan jalan napas tidak Status Respirasi : Patensi Jalan Airway Suctioning (3160)
efektif b.d obstruksi jalan Nafas (0410) : - Pastikan kebutuhan suctioning
nafas / peningkatan sekresi - Suara napas bersih - Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
trakheobronkheal. - Tidak ada sianosis suctioning
- Tidak sesak napas / dispneu - Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Batasan karakteristik : - Irama napas dan frekuensi suctioning
- Dispneu napas dalam rentang normal - Meminta klien napas dalam sebelum suctioning
- Orthopneu - Klien tidak merasa ter-cekik - Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk
- Sianosis - Tidak ada sianosis memfasilitasi suctioning na-sotrakheal
- Ronkhi / krepitasi - Tidak gelisah - Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
- Kesulitan berbicara - Sputum berkurang  - Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah
- Batuk tidak efektif atau kateter dikeluarkan dari nasotrakheal
tidak ada Status Respirasi : Ventilasi (0403) - Monitor status oksigen pasien
- Mata melebar - Mendemonstrasikan ba-tuk - Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan
- Produksi sputum efektif bradikardi
meningkat - Suara nafas yang bersih
- Gelisah - Tidak ada sianosis Airway manajemen ( 3140)
- Perubahan frekuensi dan - Tidak ada dispneu (mam-pu - Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw
irama napas bernafas dengan mudah) thrust bila perlu
- Tidak ada pursed lips - Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan napas
buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Keluarkan secret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas
tambahan
- Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
- Monitor respirasi dan status oksigen
3. Intoleransi aktivitas b.d Activity  tolerance: Manajemen Energi:
ketidakseimbangan suplai - Saturasi oksigen dalam batas Independen
dan kebutuhan oksigen, normal ketika beraktivitas - Kaji kemampuan klien untuk melakukantugas dan
kelemahan - HR dalam batas normal ketika aktivitas dan kehidupan sehari-hari yang normal,
beraktivitas dengan memperhatikan laporan tentang kelemahan,
Batasan Karakteristik : - Respirasi dalam batas normal keletihan, dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas
- Laporan kerja : saat beraktivitas - Anjurkan periode istirahat yang sring atau tirah
kelelahan dan kelemahan - Tekanan darah sistolik dalam baring(jarang) sesuai indikasi
- Respon terhadap batas normal saat beraktivitas - Anjurkan klien untuk mengganti posisi secara perlahan;
aktivitas menunjukkan - Tekanan darah diastolik dalam pantau terjadinya pusing
nadi dan tekanan darah batas normal saat beraktivitas - Diskusikan pentingnya mempertahankan suhu
abnormal - EKG dalam batas normal lingkungan dan kehangatan tubuh sesuai indikasi
- Perubahan EKG - Warna kulit Kolaboratif
menunjukkan aritmia / - Usaha bernafas saat - Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti Hb/Ht, hitung
disritmia beraktivitas sel darah merah dan gas darah arteri (GDA).
- Dispneu dan ketidak- - Berjalan di ruangan
nyamanan yang sangat - Berjalan jau - Beri oksigen tambahan sesuai indikasi
- Gelisah - Naik tangga - Beri terapi berikut, sesuai indikasi
- Kekuatan ADL Darah lengkap, sel darah mrah kemasan;produk darah
- Kemampuan      berbicara saat sesuai indikasi. Pantau secara ketat reaksi transfusi
latihan
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & kusuma (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi jilid 2, Yokyakarta : Media
Action Publishing
Brunner & Suddrarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta:
EGC
James, S. R & Nelson, K. N (2013). Nursing Care of Chilidren : Principles and
Practice  4 TH Edition. China : ELSEVER SAUNDERS.
Manurung, S et al. (2013). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.
Jakarta:TIM

Anda mungkin juga menyukai