Anda di halaman 1dari 2

Nama : Olindiana Desari

Nim. : 2020410012

Permainan Tradisional Awuta dan Ponti

PROVINSI GORONTALO

Seiring perkembangan zaman, permainan anak-anak juga berkembang menjadi lebih modern dan
cangging, tidak dapat dipungkiri permainan-permainan yang dijual dipasaran merupakan buatan-buatan
pabrik dan sangat laku dipasaran.

Dengan adanya permainan-permainan baru yang lebih modern dan canggih, anak-anak bahkan
masyarakat semakin melupakan permainan Tradisional, yang sangat bermanfaat bagi anak-anak,
meskipun mainan-mainan ini tidak semodern mainan-mainan yang ada pada saat ini.

Awuta merupakan salah satu permainan tradisional yang mulai mengalami kepunahan. Permainan ini
merupakan sejenis permainan congklak. Dahulu permainan ini hanya dimainkan ketika dalam suasana
berkabung saja, misalnya ketika seseorang meninggal dunia. Awuta sendiri berasal dari kata Huta yang
berarti tanah, yang bermakna segala sesuatu yang hidup nantinya akan kembali ke tanah. Sama seperti
permainan coklak pada umumnya, permainan ini juga dimainkan oleh dua atau tiga orang anak.
Umumnya anak – anak yang memainkan permainan ini berkisar 5 – 12 tahun. Permainan biasa dilakukan
di bawah rumah panggung, dengan menggali tanah menjadi 12 lubang kemudian diisi batu secara
bergatian oleh pemain. Apabila batu terakhir berada pada lubang yang kosong, pemain mengucapkan
“Denggu” , yang menandakan permainan telah usai, kemudian diulang lagi dari awal. Begitu pula
seterusnya.Ponti merupakan permainan daerah Gorontalo yang sangat diminati oleh anak Perempuan.
Sejak dulu permainan Ponti menjadi permainan favorit di daerah Gorontalo. Permainan ini sudah
dimainkan oleh masyarakat daerah Gorontalo sejak dulu, menurut keterangan dari para orangtua,
permainan ini sudah dimainkan oleh nenek mereka sendiri bahkan mungkin lebih lama lagi. Namun
sayangnya permainan ini sangat jarang diberitakan sebagai permainan Tradisional sah dari daerah
Gorontalo. Padahal dibandingkan dengan semua permainan Tradisional yang ada, permainan inilah yang
sangat banyak menarik perhatian orang.

Entah siapa yang menciptakannya, namun banyak orang meyakini bahwa permainan ini mungkin mulai
dimainkan oleh orang-orang yang tinggal dipesisir pantai. Keyakinan ini bermunculan karena alat
permainan yang digunakan selain menggunakan bola karet, adalah menggunakan “Biya” atau kerang
yang ditemukan disekitar pantai. Ukuran dan warna Biya ini pun sangat bervariasi, sebagian besar anak-
anak menggunakan Biya yang berukuran kecil, sedangkan anak remaja biasa menggunakan Biya yang
ukurannya lebih besar. Warna Biya pun sangat bervariasi, ada yang berwarna putih, putih dengan garis
kuning dipinggirnya, ada warna coklat dengan bintik-bintik hitam, bahkan ada yang berwarna hitam
legam, serta masih sangat banyak lagi variasi warna Biya yang dapat menarik minat anak-anak maupun
orang dewasa.

# Pendapat dan saran dari saya

Menurut saya permainan Awuta merupakan salah satu permainan tradisional yg mesti di jaga dan perlu
dilestarikan karena minimnya minat anak-anak jaman sekarang terhadap permainan tradisional.Salah
satu faktor utama menurunnya minat anak-anak jaman sekarang terhadap permainan tradisional
adalah semakin majunya teknologi yang menyebabkan banyak anak-anak yang mengisi waktu
kosongnya di permainan online.Bahkan mereka bisa full seharian di depan komputer.

Awuta sendiri berasal dari kata Huta yang berarti tanah, yang bermakna segala sesuatu yang hidup
nantinya akan kembali ke tanah. Sama seperti permainan coklak pada umumnya, permainan ini juga
dimainkan oleh dua atau tiga orang anak.

Apalagi dilihat dari maknanya saja permainan Awuta patut di lestarikan kepada generasi muda terlebih
khusus di Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai