Anda di halaman 1dari 3

Ada yang berputar tetapi bukan Bumi

Loh, apa sih arti dari judulnya?. Pasti kalian bertanya-tanya apa yang berputar selain
bumi, aku jawab ya. Tapi sebelum itu kalian harus percaya kalo bumi itu bulat dan berputar
pada porosnya. Jadi seperti ini teorinya : pada bagian utara bumi, bila kita melihat ke arah
utara, kita akan melihat bintang-bintang berputar berkeliling pada sebuah titik. Arah
perputaran ini adalah kebalikan arah jarum jam. Titik perputaran ini tidak terlihat apabila
pengamat berada di Bumi bagian selatan. Sebaliknya, di bagian selatan bumi, bila kita
melihat ke arah selatan, kita akan mengamati bintang berputar mengelilingi sebuah titik,
tetapi ke arah berlawanan. Dan titik perputaran ini tidak akan terlihat apabila pengamat
berada di Bumi bagian utara. Nah, putaran itu berada pada poros.
Teorinya bikin pusing ya? Makanya banyak orang menciptakan hal baru untuk
menjelaskan keadaan secara singkat dan mudah dimengerti. Terhubung dengan pembahasan
kali ini, bukan komedi putar yang dimaksud tetapi permainan Gasing atau Bahasa
tradisionalnya adalah kekehan, kita sebut saja kekehan ya teman-teman agar lebih merakyat.
Pasti masih banyak yang belum tau permainan ini, terlebih generasi milenial yang terpacu
pada penggunaan gawai, jadi mari mengenal. Indonesia mempunyai beragam budaya dari
Sabang sampai Merauke. Keberagaman tersebut disebabkan oleh kehidupan sosial, adat
istiadat serta seni dari wilayah yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Budaya Indonesia
meliputi berbagai elemen seperti bahasa daerah, pakaian adat, lagu, makanan dan permainan
tradisional. Lambat laun permainan tradisional mulai dilupakan. Kekehan merupakan warisan
budaya tak benda sebagai salah satu permainan rakyat. Tidak ada yang tahu sejarah asli dari
mana gasing ini muncul, namun permainan ini dimainkan oleh berbagai daerah dengan
penyebutan yang berbeda-beda. seperti Jawa Barat dan Jakarta menyebut dengan gasing atau
panggal, dan Lampung dengan pukang. Kalimantan Timur menyebut permainan gasing
dengan begasing, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dengan maggasing, Maluku
dengan apiong, Lombok dengan gangsing, Bolaang Mongondow (Sulawesi Selatan) dengan
paki, Jawa Timur dengan kekehan, dan lain sebagainya.
Gasing tradisional memang sedikit banyak masih dimainkan oleh kalangan anak-anak di
pedesaan. Namun bagi masyarakat di kota, gasing tradisional tidak menjadi permainan yang
populer untuk dimainkan. Gasing tradisional jarang dimainkan di arena perkotaan karena
membutuhkan tempat yang tidak sempit, serta terbatas pada waktu tertentu. Tidak hanya itu,
permainan gasing tradisonal juga membutuhkan kehadiran dan peran banyak orang. Padahal
pada saat ini, ruang dan waktu anak, khususnya anak perkotaan, semakin terbatas karena
tuntutan zaman. Karena beberapa alasan tersebut gasing tradisional menjadi kurang populer
dikalangan anak-anak saat ini. Jika dibanding dengan permainan tradisional lainnya, gasing
tradisional paling rawan tergantikan dengan gasing modern dari negara lain. Berbeda halnya
dengan petak umpet, gundu, gobak sodor, yang belum ada pengganti modernnya.
Agar tidak tergerus zaman kita cari lebih banyak informasi tentang kekehan. Kekehan
memiliki berbagai jenis dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, ada 3 jenis kekehan paling
popular. Apa saja sih? Gasing kayu merupakan gasing yang berbentuk seperti buah
bengkuang, di bagian atasnya diberi kepala sebagai tempat pemutar tali dan di bagian
bawahnya diberi paku atau besi. Gasing buah parah terbuat dari biji karet yang kerap disebut
buah parah oleh Suku Melayu Bengkulu. Gasing bambu terbuat dari bambu. Gasing pinang
terbuat dari buah pinang dan lidi bambu. Sedangkan, gangsing alumunium yang lebih
moderen terbuat dari alumunium dan benang.

Berikut cara memainkan kekehan/gasing :


Cara memainkan gasing adalah tali dililitkan di bagian atas gasing, kemudian gasing
dilempar dan akan berputar karena tali ditarik kembali setelah dilempar. Gasing akan
berputar mengikuti ikatan tali itu. Biasanya, gasing dimainkan secara berkelompok atau satu
lawan satu. Gasing yang paling lama berputar adalah pemenangnya. Terkadang ketika
melemparkan kekehan dengan teknis yang salah membuat kekehan mati seketika dan tidak
berputar, maka pemain dari kekehan itu dinyatakan kalah.

Oh iya, orang yang bermain kekehan kebanyakan adalah anak laki-laki, biasanya
kekehan masuk kedalam permainan kejantanan selain patok lele, layangan dan lainnya.
Tetapi cerita ini muncul dari aku, anak perempuan yang gemar bermain kekehan. Sebenarnya
situasilah yang mendorongku menggemarinya, dimana lingkungan rumahku hanya ada anak
laki-laki. Berbekal ekor adekku aku juga tergabung dengan geng bermain itu. Tidak sampai
situ saja, aku juga melihat peluang bisnis dimana teman-temanku selalu menyisihkan
uangnya untuk membeli kekehan dan mengoleksinya. Dengan uang hasil menabung aku
dapat membeli 10 kekehan yang aku beli di Bonggah, Ploso seharga tiga ribu, kemudian aku
jual seharga empat ribu limaratus. Bisnis itu aku tekuni sedari kelas empat sekolah dasar
hingga awal kelas enam sekolah dasar, karena pada waktu itu aku mendapat teguran dari
orang tua bahwa sebentar lagi ujian nasional. Tapi pengalaman itu sungguh berharga dan
menjadikanku anak kecil berpenghasilan.
Dengan aku berjualan membuat teman-temanku melestarikan permainan tradisional.
Selain itu ada manfaat yang lain yaitu, di dalam permainan gasing tradisonal terdapat nilai-
nilai positif seperti
1. melatih sportivitas,
2. menumbuhkan rasa solidaritas,
3. menumbuhkan sikap komunalitas,
4. menumbuhkan kreatifitas karena permainan tersebut menggunakan peralatan yang
sederhana.

(Bermain gawai) (Bermain kekehan)


Bisa terlihatkan teman-teman ketika anak bermain gawai cenderung individualis, tidak
ada komunikasi yang terjadi, berbeda dengan ketika bermain permainan tradisional yang
membutuhkan teman yang banyak dan menumbuhkan kecakapan dalam bersosial. Permainan
gasing tradisional merupakan jenis permainan yang mengandung nilai-nilai budaya warisan
leluhur yang harus dilestarikan keberadaannya. Ditambah pada era modern saat ini dengan
perkembangan teknologi yang sangat pesat, permainan tradisional seperti tenggelam dalam
lautan. Permainan ini sudah jarang dijumpai di desa-desa, bahkan dirasa tidak ada. Hal ini
merupakan dampak dari teknologi sekarang yang semakin canggih. Sehingga dengan
melestarikan kebudayaan khas daerah, budaya kita akan tetap lestari dan jauh dari klaim
negara asing.
Daynara Selma Atmadini Balqis (07)

Anda mungkin juga menyukai