Kemunculan Khawarij
Garis waktu kehidupan Imam Ali as
Mekah
599 Lahir
Madinah
Periode Khilafah
661/40 Syahadah
Artikel utama: Khawarij
Berdasarkan sebagian riwayat, kelompok Khawarij masih ada dalam barisan Imam Ali as ketika
terjadi perang Jamal, setelah perang Shiffin dan sebelum peristiwa Hakamiyah. [1] Kebanyakan
riwayat menulis bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah peristiwa Hakamiyah. Sebagian
riwayat yang lain juga mencatat bahwa kemunculan kaum Khawarij setelah diadakan pemilihan
Hakamiyah.
Setelah perang Shiffin, pasukan Muawiyah menancapkan Alquran pada tombak dan
mengusulkan supaya kembali kepada Alquran. Selain mereka melawan Imam, kebanyakan
mereka menginginkan hakamiyah. Adanya tanggungan kerugian moril dan kelelahan [2] juga dari
sisi lain adanya ikatan kesukuan dari sikap orang-orang yang berada dalam jajaran pasukan
Imam yang hanya melihat persoalan dari sisi permukaannya saja sebagaimana orang-orang
Arab Badui, menjadi faktor bagi pihak musuh untuk menentukan strategi jitu. [3]
Sekelompok dari sahabat Imam Ali as yang semenjak awal melawan adanya hakamiyah, dinilai
sebagai orang yang berbalik dari agama dan ragu dalam keimanannya. [4] Sebagian setelah
mencari pembenaran dengan mendasarkan dua ayat Alquran (QS. al-Maidah [5]: 44 dan QS. al-
Hujurat [49]: 9) menginginkan perang dengan Muawiyah supaya dilanjutkan dan menganggap
kafir jika menerima hakamiyah lalu harus tobat atasnya. Mereka menginginkan supaya bertobat
dari kekafiran ini dan supaya melanggar syarat yang telah disepakati dengan Muawiyah. Imam
tidak mau melanggar hakamiyah dan bersabda: Kita telah menyetujui sesuatu dan tidak mungkin
melanggarnya. [5]
Tentang hakamiyah, Imam Ali as juga bersabda: Sejak awal, aku menentang hakamiyah, setelah
itu, karena desakan orang-orang, maka aku menerimanya, aku menyaratkan bahwa apabila
mereka membuat hukum dengan Alquran, maka kami akan menaati hakamiyah mereka karena
pada dasarnya, kami menerima hamakiyah Alquran, bukan hakamiyah masyarakat. selain itu,
setelah mengumpulkan upeti, Imam memutuskan untuk melanjutkan peperangan dengan orang
Syam. [6] Setelah selesai perang Shiffin Imam Ali as kembali ke Kufah dan Muawiyah juga
kembali ke Syam, para penentang hakamiyah memisahkan diri dari Imam Ali dan pergi ke
Qaryah Harura di dekat Kufah. [7] Dengan demikian, muncullah sekelompok orang dengan nama
Khawarij.
Petinggi Khawarij
Harqus bin Zuhair Tamimi
Furuh bin Naufal Asy'ja'i
Abdullah bin Syajarah Salami
Hamzah bin Sinan Asadi
Abdullah bin Wahab al-Rasi
Sebagaimana diketahui, nama-nama orang itu bukan berasal dari orang-orang terkenal Irak.
Sebaliknya, mereka berasal dari kabilah badui seperi Bakr bin Nofel dan Bani Tamim. [8]
Pemberontakan Khawarij
Kaum Khawarij pada bulan Syawal tahun 37 H berkumpul di rumah Zaid bin Hushain dan
memilih Abdullah bin Wahab al-Rasi sebagai pemimpin mereka. Dengan demikian, mereka
dapat mengatur keadaan politik dan strategi militernya. Setelah peristiwa Hakamiyah, mereka
tidak memperbolehkan diri tinggal di Kufah dan memutuskan hijrah ke Madain. Namun sebagian
dari mereka menilai bahwa hijrah ke Madain bukan hal yang baik karena kehadiran Imam Ali
as di sana, oleh karena itu, mereka memilih Nahrawan sebagai tempat hijrah bagi
mereka. [9] Pada hari-hari itu juga, ketika hasil hakamiyah sudah jelas, dan Ali as
mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan mereka maka Imam Ali as mengajak pengikutnya
untuk berperang melawan Muawiyah. Ia juga mengirimkan pesan kepada Khawarij dan
mengajak mereka untuk hadir dalam perang namun mereka menolak ajakan Imam Ali as. [10]
Khawarij sangat banyak berbuat dosa dan mereka telah membunuh orang-orang dalam jumlah
yang tidak sedikit, diantaranya adalah Abdullah bin Khabab bin Arat yang merupakan ayahanda
dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw. Mereka membunuh Abdullah bin Khabab bin
Arat bersama dengan istrinya dengan cara yang sangat sadis. Kabar kejahatan Khawarij sampai
ke telinga Imam Ali as. Oleh karena itu, beliau mengerahkan pasukannya dari perkemahan yang
sebelumnya berperang melawan Muawiyah menuju Nahrawan. [11]
Perang
Protes keras yang dilakukan oleh kelompok Khawarij terus berlanjut hingga enam bulan
setelah perang Shiffin. Oleh karena itulah Imam Ali as mengirim Abdullah bin
Abbas dan Sha'sha'ah bin Shauhan untuk berbicara dengan mereka. Mereka tidak mau
menyerah kepada dua utusan Imam Ali tersebut dan tidak mau kembali. Setelah itu, Imam
meminta mereka untuk menentukan 12 orang dan dari kelompok Imam Ali as juga memilih 12
orang untuk berunding. [12]
Ali as juga menulis surat yang ditujukan kepada para pemimpin Khawarij dan mengajak mereka
untuk kembali ke masyarakat, namun Abdullah bin Wahab justru mengingatkan peristiwa Shiffin
dan menegaskan bahwa Ali as telah keluar dari agama sehingga harus bertaubat.
Kemudian Ali as berkali-kali melalui para sahabatnya seperti Qais bin Sa'ad dan Abu Ayub
Anshari mengajak golongan Khawarij kembali, sambil memberi jaminan keamanan kepada
mereka. [13] Setelah merasa tidak lagi bermanfaat mengajak mereka untuk kembali, Imam Ali as
menggerakkan pasukannya yang terdiri dari 14 ribu orang untuk menghadapi kaum Khawarij.
Saat dua pasukan berhadapan, sekali lagi Ali menasehati mereka untuk kembali ke jalan yang
benar. Imam Ali berpesan kepada pasukannya yang berjumlah 14 ribu orang untuk tidak
memulai perang. [14]
Akhir Perang
Dengan dimulainya perang, dengan cepat pasukan Khawarij segera lumpuh hanya beberapa
saat setelah perang dimulai. Banyak dari mereka yang terbunuh dan terluka-luka. Jumlah kaum
Khawarij yang terluka sebanyak 400 orang dan diserahkan kepada keluarganya masing-masing
dan di pihak Imam Ali as jumlah prajurit yang gugur kurang dari 10 orang. Dari semua pasukan
kelompok Khawarij yang hadir di Nahrawan, tidak ada yang tersisa kecuali kurang dari 10 orang
yang berhasil melarikan lari dari medan perang, salah satunya adalah Abdurahman bin Muljan
Muradi yang di masa kemudian merupakan pembunuh Imam Ali as. [17]