Anda di halaman 1dari 126

PERENCANAAN STRUKTUR BETON BERTULANG

FAKULTAS GEDUNG SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Pada Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Oleh:
BAYU SETIYAWAN
( 131230000005 )

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA

2018
PERENCANAAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG SAINS
DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA

Oleh:

Bayu Setiyawan

Nim.131230000005

ABSTRAK

Perencanaan gedung Fakultas Sains dan Teknologi yang menggunakan konstruksi


beton bertulang mempunyai tujuan untuk meningkatkan sarana perkuliahan dalam
rangka memperbanyak ruang perkuliahan yang menjadi kendala di Fakultas Sains
dan Teknologi. Hal ini dilakukan mengingat jumlah mahasiswa baru dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Dalam penulisan tugas akhir ini hanya terfokus pada konstruksi beton bertulang,
acuan yang dipakai SNI 03-2847-2002 dan SNI 1726-2002 serta beberapa literatur
lain.Karena bentuk bangunan yang tidak terlalu rumit sehingga perencanaan
gempa menggunakan statik ekivalen. Dalam perencanaan tugas akhir ini,
bangunan yang direncanakan berjumlah 6 lantai dan dilantai terakhir atap yang
digunakan adalah pelat atap. Perencnaan dimulai dari pengumpulan data yang
kemudian melakukan analisis dengan bantuan Sistem Analisis Program lalu
menentukan desain struktur, selanjutnya adalah melakukan perhitungan luas
tulangnan penampang yang bisa menopang beban rencana.
Pada hasil analisis perhitungan maka didapatlah hasil untuk tulangan pokok pada
kolom yang berdimensi 550 x 550 mm untuk lantai 1 sampai 3 dan 500 x 5000
untuk lantai 4 sampai 6 menggunakan 16D19 di tengah dan untuk kolom pojok
12D19. Sedangakan untuk perencanaan balok menggunakan balok dengan
dimensi 300 x 600 mm dengan tulangan tumpuang adalah 8D19, tulangan
lapangannya adalah 4D19 dan tulangan torsi adalah 4D19. Pada perencanaan pelat
lantai maupun atap diperoleh hasil dengan tebal 12 cm tulangan yang digunakan
adalah pada daerah lapangan arah x dan y D10-100 dan tulangan tumpuan arah x
dan y D10-100. Pada perencanaan tiang pancang menggunakan tiang pancang
diameter 300 x 300 mm dengan tulangan 12D19 dan jumlah tiang pancan untuk
tiap kolom adalah 5 buah tiang pancang, sedangkan pada perencanaan pilecap
menggunakan tulangan D16-100.
Kata kunci: Kolom, Balok, Pelat, Tiang Pancang
MOTTO

Iman ditambah amal sholeh sama dengan sukses.

Kesuksesan akan diraih dengan meningkatkan taqwa kepada Allah SWT.


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telang


melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan ini, sholawat serta salam tak lupa kita panjatkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di hari kiamat nanti. Penulisan proposal ini bertujuan untuk
memenuhi syarat akademik melanjutkan tugas akhir di Universitas Islam
Nahdlatul Ulama Jepara agar segala proses kelulusan dapat berjalan sesuai
prosedur yang ada. Dalam penyusunan penulisan tugas akhir ini ini penulis telah
banyak memperoleh pengarahan dan bimbingan, sehingga keberhasilnya tidak
terlepas dari dukungan berbagai pihak, ucapan terimakasih penulis sampaikan
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Jepara yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan sehingga dapat
menambah dan menjadikan penulis bersemangat dalam menempuh studi.
2. Ir. Gun Sudiryanto M.M. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Nahdlatul Ulama Jepara yang telah memberikan fasilitas dan
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan
baik
3. Khotibul Umam, ST.,MT. Selaku Ketua program studi sekaligus Dosen
pembimbing I Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul
Ulama Jepara yang telah memeberikan arahan dan kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi dengan baik.
4. Mochammad Qomaruddin, ST.,MT. Selaku Dosen Pembimbing II
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Islam Nahdlatul Ulama Jepara.
5. Kepada kedua orang tua saya baik ibu saya yang sudah Almarhumah yang
telah membantu menguatkan tekad saya dan ayah saya yang mendo’akan
dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini ini jauh dari
kata sempurna, baik dalam penulisan maupun pembahasannya, jika ada kebenaran
maka kebenaran itu datangnya hanya dari Allah SWT dan jika ada kesalahan itu
Mutlak kesalahan penulis, oleh karena itu kritik serta saran sangat diharapkan
demi kesempurnaan dan kebaikan penulis dimasa yang akan datang.

Jepara, Maret 2018


Penulis

Bayu Setiyawan
PERSEMBAHAN

Karya ini saya peresembahkan untuk:

1. Almarhumah ibu saya tercinta Sunariyati yang menjadi penyemangat saya


belajar sejak kecil, meski beliau sudah terlebih dahulu kembali dipanggil
oleh Allah SWT diwaktu uia saya tepat pada 17 tahun atau sejak saya di
banku kelas 2 SMA, beliau adalah alasan saya tetap tegar menjalani ujian
dari Allah untuk menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa, menjalani
seluruh aktifitas kehidupan, baik belajar dan bekerja agar bernilai ibadah
dihadapan Allah SWT.
2. Ayahku tercinta Suyadi yang sabar dan pengertian.
3. Kakak-kakak saya yang mendukung saya kuliah terutama mbak leny dan
suaminya mas huda yang mendukung dan membiayai perkuliahan saya
4. Bapak Ariyanto,ST.,MT selaku dosen teknik sipil yang sudah memberi
bimbingan dan tuntunan dalam kehidupan saya.
5. Bapak Khotibul Umam ,ST.MT selaku penuntun saya selama kuliah, dan
telah memberi ilmu dalam dunia sipil.
6. Bapak Mochammad Qomarudin ,ST.MT sudah membimbing saya selama
kuliah,
7. Teman-teman teknik sipil yang banyak membantu saya dalam
terselesaikannya tugas besar saya ini, kalian adalah yang di sebut teman
yang sebenarnya.
8. Adik kelas saya yang sudah membantu dalam semua askpek dalam
penyusunan tugas besar ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN KULIT...................................................................................................i
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................iii
SURAT PERNYTAAN............................................................................................iv
ABSTRAK................................................................................................................v
MOTO......................................................................................................................vi
PRAKATA..............................................................................................................vii
PERSEMBAHAN....................................................................................................ix
DAFTAR ISI.............................................................................................................x
DAFTAR TABEL..................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Perencanaan..................................................................................2
1.3 Batasan Masalah.......................................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan...............................................................................2
BAB II Studi Pustaka................................................................................................4
2.1 Metode Perencanaan dan Persyratan..........................................................4
2.2 Beton..........................................................................................................5
2.3 Beton Bertulang.........................................................................................5
2.4 Kombinasi Pembebanan.............................................................................5
2.5 Baja Tulangan............................................................................................6
2.6 Pondasi.......................................................................................................6
2.6.1 Penyelidikan Tanah..........................................................................7
2.6.2 Kemampatan dan Konsolidasi Tanah...............................................7
2.6.3 Uji Sndir..........................................................................................8
2.6.4 Standart Penetration Test...............................................................10
2.6.5 Tiang Pancang................................................................................12
2.6.5.1 Tiang Pancang Berdasarkan Bahan dan
Karakteristik....................................................................12
2.6.5.2 Tiang Pancang menurut Pemasangannya.........................14
2.6.6 Kapasitas Daya Dukung Tanah...........................................16
2.6.7 kapsitas Daya dukung Tiang Dari Data SPT.......................19
2.7 Balok........................................................................................................21
2.7.1 Metode Kukuatan Batas (SNI-03-2847-2002)..............................24
2.7.2 Keruntuhan Akibat Geser..............................................................27
2.7.3 Balok Persegi Dengan Tulangan Rangkap....................................28
2.8 Kolom......................................................................................................30
2.8.1 Hubungan Beban Aksial dan Moment..........................................33
2.8.2 Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom.......................................34
2.8.3 Perencanaan Kolom.......................................................................34
2.8.4 Kekuatan Kolom Eksentris Kecil..................................................35
2.8.5 Kekuatan Kolom Eksentris Besar.................................................38
2.9 Plat...........................................................................................................39
2.9.1 Perencanaan Dimensi Tampang....................................................40
2.9.2 Tebal Minimun Plat Dua Arah......................................................41
2.9.3 Tebal Minimum Plat Balok Interior..............................................42
2.9.4 Analisis Plat Dua Arah..................................................................43
2.10 Dinding Geser........................................................................................44
BAB III METODOLOGI........................................................................................46
3.1 Uraian metodologi...................................................................................46
3.2 Pengumpulan Data...................................................................................46
3.3 Studi Literatur..........................................................................................46
3.4 Perencanaan Struktur...46
3.5 Tahapan Perencanaan 47
BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN...................................................................49
4.1 Perencanaan dan Pembebanan Tangga...................................................49
4.2 Perencanaan Lift......................................................................................50
4.2.1 Perencanaan Konstruksi................................................................51
4.2.2 Data Teknis...................................................................................51
4.2.3 Pembebanan Pada Balok................................................................52
4.2.4 Penggantung Katrol.......................................................................56
4.2.5 Perencanaan Pelat Penumpu...........................................................57
4.3 Pembebanan Gempa................................................................................60
4.3.11 Tinjauan Umum60
4.3.2 Data Perencanaan Struktur.............................................................61
4.3.3 Perhitungan Berat Total Bnagunan................................................61
4.3.4 Periode Getar Bangunan (T)..........................................................62
4.3.5 Koefisen Respon Gempa (C).........................................................63
4.3.6 Gaya Horisontal Akibat Gempa (V)..............................................63
4.3.7 Distribusi Gaya Geser Horisontal Akibat Gempa
Pada Gedung (F)..................................................................63
4.3.8 Pembatasan Waktu Getar Alami Struktur......................................65
4.4 Perencanaan Pelat Lantai65
4.4.11 Tinjauan Umum65
4.4.2 Langkah-Langakah Perencanaan Pelat..........................................65
4.4.3 Pembebanan Pelat..........................................................................65
4.4.4 Perhitungan Penulangan Pelat.......................................................66
4.5 Perencanaan Balok...................................................................................70
4.5.1 Pembebanan Pada Balok................................................................71
4.5.2 Perhitungan Penulangan Balok......................................................71
4.6 Perencanaan Kolom.................................................................................81
4.6.1 Karakteristik Material....................................................................81
4.6.2 Perhitungan Penulangan Kolom....................................................81
4.7 Pertemuan Balok dan Kolom...................................................................91
4.7.1 Pertemuan Balok dan Kolom.........................................................91
4.7.2 Pertemuan Balok dan Kolom Luar................................................95
4.8 Perencanaan Pondasi................................................................................99
4.8.1 Pondasi Metode Statis Meyerhoff..................................................99
4.8.2 Menghitung Daya Dukung Selimut Tiang (QS)...........................101
4.8.3 Efisiensi Kolompok Tiang...........................................................102
4.8.4 Kapasitas Kelompok Tiang..........................................................103
4.8.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Terhadap Gaya Lateral...............103
4.8.6 Menghitung Gaya Lateral............................................................103
4.8.7 Penurunan Pondasi Tiang.............................................................104
4.8.8 Penurunan Pondasi Pancang.........................................................105
4.8.9 Penurunan Pondasi Tiang Kelompok...........................................105
4.8.10 Penulangan Tiang Pancang........................................................106
4.8.11 Penulangan Pilecap....................................................................107
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan109
5.2 Saran......................................................................................................110
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................111
LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Faktor Empirik Fb dan Fs.......................................................................18
Tabel 2.2 Nilai Faktor Empirik Untuk Tipe Tanah Yang Berbeda..........................18
Tabel 2.3 Penentuan Nilai N...................................................................................20
Tabel 2.4 Hubungan Antara N,Dr dan ɸ..................................................................21
Tabel 2.5 Hubungan N dan Berat Isi.......................................................................21
Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Balok Nonpratekan dan Plat Satu Arah
Bila Lendutan Tidak Diperhitungkan......................................................40
Tabel 2.7 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior............................................43
Tabel 4.1 Pembebanan lantai...................................................................................64
Tabel 4.2 Perencanaan balok...................................................................................65
Tabel 4.3 Resume Qs Untuk Tiang pancang..........................................................102
Tabel 4.4 Efisiensi Tiang pancang.........................................................................102
Tabel 4.5 Kapasitas Kelompok Tiang Pancang.....................................................103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiang Pancang Beton Precast concrete Pile........................................13
Gambar 2.2 Tiang Pancang Precast Prestressed concrete Pile...............................13
Gambar 2.3 Tiang Pancang Cast in Place Pile........................................................14
Gambar 2.4 Hubungan Antara Tegangan dan Regangan........................................22
Gambar 2.5 Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Baja Tulangan...............23
Gambar 2.6 Perlawanan InternalTerhadap Lenturan Tampang Bertulang.............24
Gambar 2.7 Analisis Balok.....................................................................................25
Gambar 2.8 Kemungkinan Bentuk Distribusi Gempa............................................25
Gambar 2.9 Hubungan Non-linear Tegangan dan Regangan.................................27
Gambar 2.10 Balok dan Keruntuhan Geser............................................................28
Gambar 2.11 Analisis Balok Bertulang Rangkap...................................................29
Gambar 2.12 Jenis-jenis Kolom..............................................................................32
Gambar 2.13 Perilaku Keruntuhan Kolom sengkang dan Spiral............................32
Gambar 2.14 Hubungan Beban Aksial-Moment-Eksentrisitas...............................33
Gambar 2.15 Dindning Geser Mengelilingi Lift atau Tangga................................44
Gambar 2.16 Dinding Geser Melintang Bangunan.................................................45
Gambar 2.17 Dinding Geser menerima Gaya Lateral............................................46
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan..................................................................49
Gambar 4.1 Potongan SAP.....................................................................................72
Gambar 4.2 Penampang Melintang Balok..............................................................81
Gambar 4.3 Potongan Kolom SAP.........................................................................82
Gambar 4.4 Potongan Kolom Pojok SAP...............................................................87
Gambar 4.5 Tulangan tiang Pancang....................................................................107
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Universitas Islam Nahdlatul Ulama adalah sebuah universitas yang
baru berdiri pada tahun 2013, hal ini menyebabkan perlunya pengembangan
di sektor akademik maupun di bidang pembangunan.
Karena merupakan universitas baru tentu saja banyak hal yang harus
diperbaiki dan di perhatikan. Mengingat Universitas Islam Nahdlatul Ulama
adalah gabungan dari 3 institusi yang berbeda yakni STIENU, STTDNU
dan INISNU tentu 3 institusi ini memiliki landasan dan tujuan yang berbeda
pada awalnya, karena 3 institusi ini bersatu menjadi sebuah universitas
maka tentu banyak hal yang harus diselaraskan agar tidak terjadi sebuah
kesalah pahaman dalam hal komunikasi.
Dari 3 institusi diatas menjadi sebuah universitas sekaligus merubah
nama dari masing-masing institusi menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Syariah Fakultas Dakwah serta
Fakultas Tarbiyah.
Sains dan Teknologi merupakan salah satu Fakultas di Universitas
Islam Nahdlatul Ulama Jepara yang memiliki jumlah program studi
terbanyak yaitu 8 program studi. Hal ini menyebabkan banyak terjadi
komunikasi yang saling bertentangan karena masalah waktu dan tempat
pembagian ruangan untuk proses praktikum. Kebutuhan akan ruang
praktikum menjadi prioritas karena sampai saat ini semua program studi
masih berbagi ruang untuk bisa melakukan proses praktikum bagi masing-
masing jurusan.
Tentu ini menjadi sangat merepotkan bagi keseluruhan program studi
karena dapat menghambat kinerja dan hasil yang di dapat, bahan untuk
Program Studi Teknik Sipil agar bisa melakukan praktikum teknologi bahan
konstruksi harus menggunakan tempat di belakang kantin agar bisa
maksimal baik terhadap hasil maupun terhadap kinerja mahasiswanya.
Proses perkuliahan seringkali terjadi salah komunikasi akibat ruangan
yang saling berbenturan, meski sudah diatur sedemikian rupa saat adanya
tambahan jam kuliah sering kali dosen ataupun mahasiswa kesulitan
mencari ruang kuliah yang kosong karena semua ruangan dipakai untuk
perkuliahan.
Hal ini menyebabkan proses perkuliahan menjadi kurang efektif yang
akhirnya berdampak pada jumlah materi yang diterima oleh mahasiswa
menjadi lebih sedikit dari yang seharusnya didapatkan di bangku
perkuliahan. Oleh sebab itu penambahan ruang kelas juga sangat dibutuhkan
apalagi jumlah mahasiswa yang semakin meningkat pada seluruh program
studi di setiap tahun akademik baru.
Kebutuhan akan gedung memang sangat dibutuhkan oleh semua pihak
baik dari mahasiswa, dosen, maupun universitas sehingga proses
perkuliahan dan daya tampung yang dimiliki oleh Fakutas sains dan
Teknologi menjadi lebih banyak, untuk mewujudkan harapan menjadi
fakultas yang menciptakan mahasiswa yang siap terjun di dunia kerja tentu
harus dibarengi dengan sarana dan prasarana yang memadahi. Dari latar
belakang tersebut penulis memilih judul “Perencanaan Struktur Beton
Bertulang Gedung Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Nahdlatul Ulama” menjadi judul untuk tugas akhir.
1.2 Tujuan Perencanaan
Tujuan dari perencanaan pembangunan gedung Fakutas Sains dan
Teknologi ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah Kebutuhan sarana dan prasarana fakultas dan universitas.


1.3 Batasan Masalah
Dalam Penyusunan Proyek Akhir ini, Penulis hanya menentukan pada
permasalahan dari sudut pan dang ilmu teknik sipil yaitu pada bidang
perencanaan struktur meliputi:

1.Perencanaan pondasi.
2.Perencanaan kolom.
3.Perencanaan balok.
4.Perencanaan tangga.
5.Perencanaan plat.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I
Berisi tentang uraian singkat dan latarbelakang dipilihnya perencanaan
gedung sains dan teknologi dengan konstruksi beton bertulang, kemudian
masalah dan tujuan serta batasan yang akan dibahas dalam penulisan tugas
akhir ini.
BAB II
Menjelaskan tentang berbagai sumber referensi penulis yang nantinya akan
dipilih metode atau aturan yang akan digunakan dalam proses perencanaan
gedung dengan konstruksi beton bertulang.
BAB III
Bab ini menjelaskan metodologi dan alur dalam proses perencanaan mulai
dari pengumpulan data dan kerangka kerja sampai hasil akhir laporan
menyertakan RAB dan gambar kerja.

BAB IV

Bab ini membahas analisis perhitungan mulai dari struktur atas dan struktur
bawah dan menjadi bab inti dalam penulisan sekripsi atau tugas akhir ini.

BAB V

Bab yang menjadi akhir dari penulisan skripsi atau tugas akhir ini yang di
dalamnya menjelaskan daftar referensi dan juga lampiran-lampiran seperti
gambar kerja dan lain-lain.
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Metode Perencanaan dan Persyaratan


Peraturan dan standar persyaratan struktur bangunan pada hakekatnya
ditujukan untuk kesejahteraan umat manusia, untuk mencegah korban
manusia. Oleh karena itu, peraturan struktur bangunan harus menetapkan
syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Oleh karena itu
semua hal yang berhubungan dengan perencanaan haruslah ada dasar atau
acuan yang ditunjuk untuk mendapatkan keamanan dan kesejahteraan agar
diperoleh hasil yang memuaskan bukan hanya bagi perencana tetapi untuk
masyarakat luas.
Ada beberapa peraturan di indonesia yang sedikit banyak telah
mengalami perubahan menyesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan
indonesia, sejak Peraturan Beton Indonesia 1955 ( PBI 1955 ) kemudian
PBI 1971, kemudian Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton SK
SNI T-15-1991-03, dan diperbaharui dengan Standar Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SK-SNI-03-2487-2002.
Pembaharuan tersebut tiada lain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dalam upaya mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi khususnya yang berhubungan dengan beton ataupun
beton bertulang.
PBI 1955 merupakan terjemahan dari GBVI (Gewapend Beton
Voorschriften in Indonesia) 1935, yang merupakan suatu peraturan produk
pemerintah penjajah Belanda di Indonesia. PBI 1955 memberikan
ketentuan tata cara perencanaan menggunakan metode elastis atau cara n,
dengan menggunakan nilai banding modulus elastisitas baja dan beton, n,
yang bernilai tetap untuk segala keadaan bahan dan pembebanan. Batasan
mutu bahan di dalam peraturan baik untuk beton maupun tulangan baja
masih rendah disamping peraturan tata cara pelaksanaan yang sederhana
sesuai dengan taraf teknologi yang dikuasai pada waktu itu.
2.2 Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan
tambahan yang membentuk masa padat. (SNI-03-2847-2002).
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu
pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu
pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan.
Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan
beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan
(workability), durabilitas dan waktu pengerasan. (Mc Cormac, 2004).
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan
perawatan beton berlangsung. (Dipohusodo, 1999).
2.3 Beton Bertulang
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah
tulangan yang tidak kurang dari jumlah minimum, yang disyaratkan dengan
atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua
material berkerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. (SNI- 03-
2847-2002).
Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis
bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi
kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan
didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Wang,
1993).
2.4 Kombinasi Pembebanan
Dengan mengacu pada kombinasi pembebanan SNI 03-2847-2002,
standar kombinasi pembebanan sebagai berikut:

a. U = 1,4 D
b. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
c. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
d. U = 0,9 D ± 1,6 W
e. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau U = 0,9 D ± 1,0 E;
Dimana:
1. Beban Mati (D)
2. Beban Hidup (L)
3. Beban Angin (W)
4. Beban Gempa (E)
2.5 Baja Tulangan
Baja berbentuk batang berpenampang bundar yang digunakan untuk
penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara (hot
rolling) canai panas (SNI-07-2052-2002).
Ketentuan SK SNI-03-2487-2002 menetapkan nilai modulus
elastisitas beton, baja tulangan, dan tendon sebagai berikut :
1. Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus

elastisitas beton Ec Dapat diambil sebesar (wc )1,5 0,043 √f’c (dalam
Mpa). Untuk beton normal diambil sebesar 4700 √f’c.
2. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang Es boleh diambil
sebesar 200.000 MPa.
3. modulus elastisitas untuk beton prategang Es’ ditentukan melalui
pengujian atau dari data pabrik.
2.6 Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya,
terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai
pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik
sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi
sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya
(upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya.
Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja,
gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain.
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas
keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum
yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung
yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah
pondasi tiang.
2.6.1 Penyelidikan Tanah
Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan
lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian
laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman
lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan
lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau
bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.
Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan pilihan jenis
pondasi, daya dukungnya dan untuk menentukan metode konstruksi
yang efisien dan juga diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan)
tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan konstruksi
pondasi dapat dilakukan dengan ekonomis.
2.6.2 Kemampatan dan Konsolidasi Tanah
Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika
dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan
beton itu adalah bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya
volume pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya
karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pem bebanan biasa akan
mengakibatkan deformasi tanah yang besar. Hal ini tentu akan
mengakibatkan penurunan pondasi yang akan merusak konstruksi.
Berlainan dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karekteristik
tanah itu didominasi oleh karakteristik mekanisme seperti permeabilitas
tanah atau kekuatan geser yang berubah-ubah sesuai dengan pembebanan.
Mengingat kemampatan butir-butir tanah atau air itu secara teknis
sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat
beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori.
Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi itu
terjadi tanpa pergeseran pada titik-titik antara butir-butir tanah.
Deformasi pemampatan tanah yang terjadi memperlihatkan gejala yang
elastis, sehingga bila beban yang itu ditiadakan, tanah akan kembali pada
bentuk semula. Umumnya beban-beban yang bekerja mengakibatkan
pergeseran titik-titik sentuh antara butir-butir tanah, yang mengakibatkan
perubahan susunan butir-butir tanah sehingga terjadi deformasi
pemampatan, deformasi sedemikian disebut deformasi plastis, karena
bilamana tanah ditiadakan, tanah itu tidak akan kembali pada bentuk
semula.
Air dalam pori pada tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar
supaya penyusutan pori itu sesuai dengan deformasi atau sesuai dengan
perubahan struktur Mengingat permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dari
permeabiltas tanah pasiran, maka pengaliran keluar air itu membutuhkan
waktu yang lama. Jadi untuk mencapai keadaan deformasi yang tetap
sesuai dengan beban yang bekerja, diperlukan suatu jangka waktu yang
lama. Gejala demikian disebut konsolidasi. Maka dengan adanya
pemadatan, berat isi dan kekuatan tanah akan meningkat.
2.6.3 Uji Sondir
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan
alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60º dan dengan
luasan ujung 1,54 in² (10 cm²). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke
dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara
itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (q c ) juga terus
diukur.
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir
ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau
kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari
lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur
tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk
penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat
dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu
diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada
pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh
untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari
pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus
dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya
dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai
selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi
tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga
hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung
konus pada sondir mekanis yaitu:
1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan
biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar
perlawanan lekatnya kecil.
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan
lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan
dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap
lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi
konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam
gaya persatuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah
terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan
panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung
sebagai berikut :
Ham batan L ekat ( HL )
=( − ) ............................(2.1)

Jumlah Hambatan Lek at (JHL)


=∑ ............................(2.2)
dimana :
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut
(kg/cm²)
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²)
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil
tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat
dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (q c) dengan gesekan selimut
(fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk
mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan
(jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan
selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat
diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan
pada kulit tiang.
2.6.4 Standart Penetration Test
Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk
mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT
merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor
dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm
sedalam 450 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,
5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu
tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan
sebagai nilai N.
Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan
relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga
diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan
untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah
serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit
diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor,
batang bor,split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.
b. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban
penumbuk.
c. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang
dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera
dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.
d. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45
cm.
e. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini
dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76
cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk
memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value).
Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm
N2 = 5 pukulan/15 cm
N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5
+ 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena
dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran
pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga
perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan.
f. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke
permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah
yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan
kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau
kedalaman plastik, lalu ke core box.
2.6.5 Tiang Pancang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gaya orthogonal kesumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi
tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan
pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan
tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan
tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan
untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas,
terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi
oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan
untuk mendukung bangunan dermaga (Hardiyatmo,2003).
2.6.5.1 Tiang Pancang Berdasarkan Bahan dan Karakteristik
a. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti


biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam
berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu: a.
Precast Reinforced Concrete Pile Precast Reinforced Concrete
Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan
dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras
kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik
beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan
berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus
diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen
lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan
pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar
dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis
beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile
penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan
dapat dilihat pada (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Tiang pancang beton precast concrete pile
(Bowles, 1991)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah


tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya
sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik
besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton
mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang
jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat
tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan
langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.2 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile


(Bowles, 1991)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor


ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu
dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam
tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk
sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam
tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa
baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.3 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

2.6.5.2 Tiang Pancang Menurut Pemasangannya


A. Tiang pancang pracetak
Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang
dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting),
kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan
dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara
pemasangannya terdiri dari :
1. Cara penumbukan
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam
tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk
(hammer).
2. Cara penggetaran
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam
tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar
(vibrator).
3. Cara penanaman
Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu
sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang
dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi
dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode
yang digunakan :
a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara
mengebor tanah sebelumnya lalu tiang
dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.
b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan
dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam
tiang.
c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang
dipancangkan kedalam tanah dengan
memberikan tekanan pada tiang.
d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu
dengan semburan air yang keluar dari ujung
serta keliling tiang, sehingga dapat dipancangkan
kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)


Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini
menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara
yaitu :
1. Cara penetrasi alas
Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang
dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja
tersebut dicor dengan beton.
2. Cara penggalian
Cara ini dapat dibagi lagi menurut peralatan
pendukung yang digunakan antara lain :
a. Penggalian dengan tenaga manusia
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan
tenaga manusia adalah penggalian lubang pondsi yang
masih sangat sederhana dan merupakan cara
konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara
pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya
hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.
b. Penggalian dengan tenaga mesin
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan
tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi
dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki
kemampuan lebih baik dan lebih canggih.
2.6.6 Kapasitas Daya Dukung Tanah
A. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone


Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan peranan
dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana,
ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan
pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT
atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat
memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam
perencanaan pondasi tiang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam
merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) tiang
sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya
dukung ultimit dari tiang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut :
Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As.............................................................. (2.3)
Dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang.


Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs = Kapasitas tahanan kulit.
Qb = Kapasitas daya du kung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung tiang.
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang.
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u) dipakai
metode Aoki dan De Alencar.
Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas
dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan
luas (qb) dip erol eh sebagai berikut :
( )
qb=.............................................................................................................(2.4)

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D
dibawah ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe
tanah.
( )
F=....................................................................................................(2.5)

Dimana :
qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan
sepanjang tiang.
Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik
αs diberikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Faktor emperik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0

Baja 1,75 3,5


Beton Pracetak 1,75 3,5
Sumber: (Titi & Farsakh, 1999)

Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda
Tipe Tanah As Tipe Tanah Αs Tipe Tanah Αs
(%) (%) (%)
Pasir 1,4 Pasir 2,2 Lempung 2,4
berlanau berpasir
Pasir 2,0 Pasir 2,8 Lempung 2,8
Kelanauan berlanau berpasir
dengan dengan
lempung lanau
Pasir 2,4 Lanau 3,0 Lemung 3,0
Kelanauan berlanau
dengan dengan
lempung pasir
Pasir 2,8 Lanau 3,0 Lempung 3,4
berlempung berlempung berlanau
dengan dengan pasir
lanau
Pasir 3,0 Lanau 3,4 Lempung 6,0
berlempung berlempung
Sumber: (Titi & Farsakh, 1999)
Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk
lanau = 3,0 persen dan nilai αs untuk lempung = 1,4 persen.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan
data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Meyerhoff.
Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K)...............................................................(2.6)
Dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. Q c
= Tahanan ujung sondir.
Ap = Luas penampang tiang.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
K = Keliling tiang.
Daya dukung ij in pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin=........................................................................................................(2.7)
+

Dimana
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

Qc = Tahanan ujung sondir.


A = Luas penampang tiang.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
K = Keliling tiang.

2.6.7 Kapasitas Daya Dukung Tiang Dari Data SPT


Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk
memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung
pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah
diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:
τ = c + σ tan ϕ...............................................................................(2.8)
dimana :
τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²)
c = Kohesi tanah (kg/cm²)
σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)
ϕ = Sudut geser tanah (º)

Table 2.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan


harga N
Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan di
pertimbangkan
Hal yang perlu Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal
dipertimbangkan (kedalaman permukaan dan susunannya),
secara menyeluruh dari adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi
hasil-hasil survei atau penurunan), kondisi drainase dan lain- lain
sebelumnya
Hal-hal yang perlu Tanah pasir Berat isi, sudut geser
diperhatikan (tidak kohesif) dalam, ketahanan
Langsung terhadap penurunan dan
daya dukung tanah
Tanah lempung Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan
(kohesif) terhadap hancur
Sumber: (Sosrodarsono, 1983)
Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif
(pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai
berikut :
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran
pasir bersegi segideng
an gradasi tidak seragam, mempunyai sudut
geser sebesar :
ɸ= √12 + 15.............................................................................(2.9)
2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya
adalah :
ɸ= 0.3N + 27.................................................................(2.10)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi
tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan
antara angka penetrasi standart dengan sudut geser tanah dan kepadatan
relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel 2.4
berikut :
Tabel 2.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut
geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

Angka Penetrasi Kepadatan Relatif Sudut Geser dalam ɸ


Standart, N Dr(%) (ͦ)
0-5 0-5 26-30
5-10 5-30 28-35
10-30 30-60 35-42
30-50 60-65 38-46
Sumber: (Das, 1985)
Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir
tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel 2.5).
Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.
Tabel 2.5 Hubungan N dan berat isi
Tanah Harga N <10 10-30 30-50 >50
tidak Berat isi 12-16 14-18 16-20 18-23
kohesif ɣKN / m³
Tanah Harga N <4 4-15 16-25 >25
kohesif Berat isi 14-18 16-18 16-18 >20
ɣKN / m³
Sumber: (Das, 1985)
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi
tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi
daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-
kira setengah berat isi tanah diatas muka air.
2.7 Balok
Dalam menghitung komponen struktur terhadap beban lentur atau
aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, asumsi dalam
perencanaan sebagai berikut :
1. Bidang rata dianggap tetap rata setelah mengalami pelenturan dan tetap
tegak lurus pada sumsu konstruksinya (azas Bernoulli).
2. Regangan – regangan di dalam penampang dianggap berbanding lurus
dengan jaraknya ke garis netral (azas Navier), Kecuali untuk komponen
struktur lentur tinggi.
3. Beton dianggap tidak dapat menahan gaya tarik, sehingga semua gaya
tarik yang terjadi pada penampang ditahan sepenuhnya oleh baja
tulangan tarik.
4. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan tekan
beton mengikuti diagram tegangan parabolis maupun empat persegi
panjang seperti diperlihatkan dalam gambar 2.6

SNI 03-2847-2002

Gambar 2.6 Hubungan antara tegangan dan regangan dan diagram tekan
beton. Diambil dari SNI-03-2847-2002
5. Distrubusi tegangan beton persegi ekuivalen didefinisikan sebagai
berikut :
a. Tegangan beton sebesar 0,85 f’c harus diasumsikan terdistribusi secara
merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang
dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c
dari serat dengan regangan tekan maksimum,
b. Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut,
c. Faktor β1 harus diambil sebesar :
1) Jika f’c < 30 MPa ; β1 = 0,85.............................................(2.11)
2) Jika 30 < f’c < 55 MPa; β1 = 0,85 – 0,0071 (f’c – 30)...............(2.12)
3) Jika f’c > 55 MPa ; β1 = 0,65..............................................(2.13)
6. Hubungan antara tegangan dan regangan baja tulangan (baik tarik
maupun tekan) mengikuti kurva bilinier seperti dijelaskan didalam
gambar 2.7

Gambar 2.7 Hubungan antara regangan dan tegangan baja tulangan.


Dikutib dari SNI-03-2847-2002.

Secara umum terdapat dua jenis/keadaan penampang yang dibebani


lentur murni yaitu :
a. Penampang dengan penulangan tunggal (baja tulangan tunggal) dan
b. Penampang dengan penulangan rangkap (baja tulangan rangkap).
Penampang dengan Baja Tulangan Tunggal
Ditinjau balok beton berpenampang persegi dengan baja tulangan
tunggal yang dibebani lentur seperti yang diperlihatkan gambar 2.8

Gambar 2.8 Perlawanan internal terhadap lenturan tampang bertulang


tunggal dikutip dari SNI-03-2847-2002.

Syarat kompabilitas regangan menghasilkan persamaan :

= 0.0 03 ......................................(2.14)

Jika ( Baja tulangan sudah leleh) maka fs = fy


Jika S  Y (Baja Tulangan Belum Leleh) maka fs = S . ES
Cc = Ts  0,85 . f'c . a . b = As . fs
S  Y
Mn = Cc (d – ½.a)
2.7.2 Metode Kekuatan Batas/ SNI-03-2847-2002
Pengujian terhadap balok beton bertulang memberikan suatu hasil
bahwa regangan bervariasi menurut jarak garis pusatnya ke serat tarik
bahkan pada saat beban mendekati beban batas. Tegangan tekan
bervariasi hampir menurut suatu garis lurus hingga tegangan dan regangan
kira-kira akan mencapai seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.8. Analisis Balok Persegi (Dikutip dari buku Jack C.
McCormac, Desain Beton Bertulang)

Tegangan tekan bervariasi mulai dari nol pada garis netral hingga
mencapai nilai maksimum pada suatu titik yang dekat dengan serat terluar
sisi tekan. Walaupun distribusi tegangan yang sebenarnya merupakan suatu
hal yang penting, beberapa bentuk asumsi dapat digunakan secara praktis
jika hasil perbandingan hasil analisa sesuai dengan hasil pengujian. Bentuk
yang umum digunakan adalah bentuk persegi, parabola, dan trapesium.

Gambar2.9. Kemungkinan Bentuk Distribusi Tekan (Dikutip dari buku


Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)

Whitney menggantikan blok kurva tegangan dengan suatu balok


persegi ekivalen dengan intensitas 0.85f’c dan kedalaman a = β1c, seperti
tampak pada gambar diatas, luas balok persegi harus sama dengan luas
balok kurva tegangan yang sebenarnya dan pusat berat dari kedua balok ini
juga harus berhimpit.
Dalam peraturan SK SNI 03-2847-2002, untuk nilai f’c yang lebih
kecil atau sama dengan 30 Mpa nilai β1 ditentukan sebesar 0.85, dan nilai
ini berkurang 0.05 untuk tiap kenaikan f’c sebesar 7 Mpa. Tetapi nilai ini
tidak diambil kurang dari 0.65.
Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength
design) sebagai trend perencanaan struktur beton adalah:
1. Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori
elastis tidak dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk
struktur yang direncanakan dengan metode beban kerja (working
stress method) maka faktor beban (beban batas/beban kerja) tidak
diketahui dan dapat bervariasi dari struktur satu dengan struktur yang
lainnya.
2. Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor
beban rendah untuk struktur dengan pembebanan yang pasti,
sedangkan faktor beban tinggi untuk untuk pembebanan yang fluktuatif
(berubah-ubah).
3. Kurva tegangan-regangan beton adalah non-linier dan tergantung dari
kurva, misal regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan
dapat beberapa kali lipat dari regangan elastis awal. Oleh karena itu,

nilai rasio modulus yang digunakan dapat menyimpang dari

kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan


redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur
beton, artinya tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur
tersebut bisa berbeda dengan tegangan yang diambil dalam
perencanaan. Contoh, tulangan baja desak pada kolom beton dapat
mencapai leleh selama pembebanan tetap, meskipun kondisi tersebut
tidak terlihat pada saat direncanakan dengan metode beban kerja
yang memakai nilai modulus ratio sebelum creep. Metode perencanaan
kuat batas tidak memerlukan ratio modulus.
4. Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan
dari distribusi tegangan yang lebih efisien yang dimungkinkan oleh
adanya regangan in-elastis. Sebagai contoh, penggunaan tulangan desak
pada penampang dengan tulangan ganda dapat menghasilkan momen
kapasitas yang lebih besar karena pada tulangan desaknya dapat
didayagunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban batasnya,
sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu
terpengaruh karena hanya dicapai tegangan yang rendah pada baja.
5. Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton
yang lebih efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi
balok yang rendah dapat digunakan tanpa perlu tulangan desak.
6. Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses
daktilitas struktur di luar batas elastisnya. Hal tersebut penting
untuk memasukkan pengaruh redistribusi momen dalam perencanaan
terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan perencanaan
terhadap beban ledak (blasting).

Gambar 2.10 Hubungan Non-Linear antara tegangan dan regangan


(Dikutip dari buku Gideon Kusuma, DasarDasar
Perencanaan Beton Bertulang)

2.7.3 keruntuhan Akibat Geser


Keruntuhan akibat geser pada balok, diketahui bahwa transfer beban
ke tumpuan melalui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang
terjadi secara bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat
kedua mekanisme tersebut terlihat berbeda (lihat gambar 2.11) dari
komponen tegangan utama yang terjadi.
Gambar 2.11 Balok dengan Keruntuhan Geser (Dikutip dari buku
Wiryanto Dewobroto, Aplikasi Rekayasa Konstruksi)

Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami


tegangan utama biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun
terbentuk diagonal pada daerah yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan
pada daerah lentur murni, retak yang terjadi cenderung berorientasi vertikal.
Keruntuhan balok akibat geser (akibat tegangan biaksial) bersifat getas dan
terjadinya tiba-tiba. Berbeda dengan keruntuhan lentur yang bersifat daktail,
didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat digunakan sebagai
pertanda. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua elemen harus
didesain sedemikian agar kekuatan gesernya lebih besar dari yang
diperlukan sehingga dapat dijamin bahwa keruntuhan lentur akan terjadi
terlebih dahulu.
2.7.4 Balok Persegi Dengan Tulangan Rangkap
Apabila suatu penampang dikehendaki untuk menopang beban
yang lebih besar dari kapasitasnya, sedangkan di lain pihak seringkali
sebagai pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural membatasi
dimensi balok, maka diperlukan usaha-usaha lain untuk memperbesar kuat
momen penampang balok yang sudah tertentu dimensinya.
Sebagai salah satu alternatifnya yaitu dengan melakukan
penambahan tulangan baja tarik lebih dari batas nilai ρmaks bersamaan
dengan penambahan tulangan baja di daerah tekan penampang balok. Hal
ini dapat meningkatkan kapasitas momen yang dapat ditahan oleh balok
dengan tetap menjaga sifat daktilitasnya.
Pada analisis balok persegi bertulangan rangkap, sering akan dijumpai
dua kondisi kehancuran pada balok. Yang pertama adalah dimana tulangan
tarik dan tekan sama-sama telah luluh (dalam tugas akhir ini disebut
sebagai kondisi I) dan yang kedua adalah dimana tulangan tarik telah luluh,
namun tulangan tekan belum luluh (dalam tugas akhir ini disebut sebagai
Kondisi II).
Disamping kedua kondisi di atas, masih ada dua kondisi lain yang
jarang terjadi, salah satunya yaitu baik tulangan tarik maupun tekan sama-
sama belum leleh. Hal ini hanya terjadi pada balok bertulangan rangkap
dengan penulangan lebih.
Dengan mengcu pada Gambar di bawah ini, akan diturunkan
persamaan- persamaan dan langkah-langkah yang akan digunakan untuk
menganalisis suatu balok bertulangan rangkap untuk kedua kondisi yang
mungkin terjadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 2.12. Analisi Balok Bertulangan Rangkap (Dikutip dari buku


Jack C. McCormac, Desain Beton Bertulang)

Ingat bahwa As2 = As’ dan As1 = As – As2.


Langkah-langkah analisis balok persegi bertulangan rangkap:
Anggap bahwa tulangan tarik dan tulangan tekan telah leleh sehingga :
fs = fs’ = fy................................................................................(2.15)
Dengan menggunakan persamaan pasangan kopel beton tekan dan
tulangan baja tarik dan tekan, tinggi balok tekan a dihitung dengan :
T = Cc + Cs
As fy = (0.85f’c)ab + As’fy

(
a= )
( . =( . .........................(2.16)
) ) .
n
Tentukan letak garis etral
c=.................................................................................................. (2.17)

Periksa regangan yang ter jadi p ada tulangan baja tekan dan baja tarik
dengan menggunakan di agram regan gan.
− ′
= 0. 003

= 0.003 .........................(2.18)

Deng an me nganggap s≥ yang b erarti tulangan baja tarik telah


meleleh aka n timbul salah sa tu dari kedua kondisi berikut:
Kondisi 1 : s’ ≥ , Menunjukan tulangan baja telah leleh.
Kondisi 2 : s’ ≤ , Menun jukan tulangan baja tekan belum leleh.

2.8 Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang fungsi utamanya
adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi. Sebagai bagian dari
suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran tersebut, kolom
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan
kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain
yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total
keseluruhan struktur bangunan. Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan
komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat
mendadak.
Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom
harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya.
Selanjutnya, oleh karena penggunaan didalam praktek umumnya
kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, defenisi
kolom diperluas dengan mencakup tugas menahan kombinasi beban
aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus
diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas
tertentu. Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu:
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini
merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan
pokok memanjang, yang pada jarak spesi tertentu diikat dengan
pengikat sengkang ke arah lateral. Sengkang tersebut berfungsi untuk
mengurangi bahaya pecah (spliting) beton yang dapat mempengaruhi
daktilitas kolom tersebut.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan
pengikat lateral, hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok
memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling
membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Lilitan melingkar
atau spiral memberikan tekanan kekang (confine) di sekeliling
penampang.
3. Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang
diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau
pipa, dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.

Gambar 2.13 Jenis-Jenis Kolom (Dikutip dari buku Istimawan


Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Perbedaan kekuatan kolom spiral dengan sengkang baru terlihat
pada kondisi pasca puncak. Untuk itu diperlihatkan prilaku kedua kolom
tersebut berdasarkan kurva beban lendutan. Pada tahap awal sampai
puncak, kedua kolom memperlihatkan prilaku yang sama. Setelah beban
maksimum tercapai dan mulai mengalami kondisi plastis, maka terlihat
bahwa kolom sengkang akan mengalami keruntuhan terlebih dahulu yang
sifatnya mendadak (non daktail), sedangkan kolom spiral masih bertahan
(daktail)

Gambar 2.14 Perilaku Keruntuhan Kolom Sengkang dan Spiral


(Dikutip dari buku Wiryanto Dewobroto, Aplikasi Rekayasa Konstruksi)

Kolom spiral digunakan jika daktilitas sangat dipentingkan atau


beban yang besar sehingga cukup efisien untuk memanfaatkan nilai
(faktor reduksi) spiral yang lebih tinggi, yaitu 0,70 dibandingkan pakai
sengkang yaitu 0,65.
2.8.1 Hubungan Beban Aksial dan Moment

Gambar 2.15 Hubungan Beban Aksial-Momen-Eksentrisitas


(Dikutip dari buku Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kesepadanan statika


antara beban aksial eksentrisitas dengan kombinasi beban aksial-momen.
Apabila gaya dari beban Pu bekerja pada penampang kolom berjarak e
terhadap sumbu seperti terlihat pada gambar (a), akibat yang ditimbulkan
akan sama dengan apabila suatu pasangan yang terdiri dari gaya beban
aksial Pu pada sumbu dan momen, Mu = Pu e, bekerja serentak bersama-
sama seperti tampak pada gambar (c). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa apabila suatu pasangan momen rencana terfaktor
a ter
Mu dan beban rencan faktor Pu bekerja bersama-sama pada suatu
komponen struktur teka n, hubungannya d apat dituliskan sebagai berikut:

= ......................................(2.19)

Untuk suatu penampang tertentu, hubungan tersebut diatas bernilai


konstan dan memberikan variasi kombinasi beban lentur dan beban aksial
dalam banyak cara. Apabila dikehendaki eksentrisitas yang semakin besar,
beban aksial Pu harus berkurang sedemikian rupa sehingga kolom tetap
mampu menopang kedua beban, beban aksial Pu dan momen Pu e. Sudah
tentu besar atau jumlah pengurangan Pu yang diperlukan sebanding dengan
peningkatan besarnya eksentrisitas.
2.8.2 Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom
Persyaratan dalam memberikan pembatasan tulangan untuk
komponen struktur yang di bebani kombinasi lentur dan aksial tekan
tersebut selaras dengan konsep daktilitas komponen struktur yang menahan
momen lentur dengan beban aksial, dimana di kehendaki agar keruntuhan
diawali dengan meluluhnya batang tulangan tarik terlebih dahulu.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk komponen dengan beban aksial
kecil diijinkan untuk memperbesar faktor reduksi kekuatannya, lebih
besar dari nilai yang digunakan bila komponen yang bersangkutan hanya
menahan beban aksial tekan sentris. Seperti diketahui bahwa:
1. Untuk komponen yang menahan lentur murni tanpa beban aksial,
digunakan faktor reduksi kekuatan Ø = 0,80;
2. Untuk kolom dengan pengikat spiral sejauh ini digunakan faktor
reduksi kekuatan Ø = 0,70;
3. Sedangkan untuk kolom pengikat sengkang digunakan faktor reduksi
kekuatan Ø = 0,65.
Seperti diketahui, kolom yang dibebani eksentrisitas akan menahan
beban aksial maupun momen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk
kasus dimana kolom dengan beban aksial kecil tetapi pasangan momennya
besar dapat diberlakukan seperti komponen struktur lentur, atau balok pada
umumnya.
2.8.3 Perencanaan Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya
menyangga beban aksial tekan vertikal. Atau dengan kata lain kolom harus
diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas
tertentu.
Pada kolom, pembatasan jumlah tulangan kolom agar penampang
berperilaku daktail agak sukar dilakukan karena beban aksial tekan
lebih dominan sehingga keruntuhan tekan sulit dihindari. Jumlah luas
penampang tulangan pokok memanjang kolom dibatasi dengan rasio
penulangan ρg antara 0.01–0.08. Penulangan yang lazim dilakukan diantara
1.5% sampai 3% dari luas penampang kolom.
Khusus untuk struktur bangunan berlantai banyak, kadang-kadang
penulangan kolom dapat mencapai 4%, namun disarankan untuk tidak
menggunakan nilai lebih dari 4% agar penulangan tidak berdesakan
terutama pada titik pertemuan balok-balok, plat, dan kolom.
2.8.4 Kekuatan Kolom Eksentris Kecil
Hampir tidak pernah dijumpai kolom yang menopang beban
aksial tekan secara konsentris, bahkan kombinasi beban aksial dengan
eksentrisitas kecil sangat jarang ditemui. Meskipun demikian untuk
memperoleh dasar pengertian perilaku kolom pada waktu menahan beban
dan timbulnya momen pada kolom, pertama-tama akan dibahas kolom
dengan beban aksial tekan eksentrisitas kecil. Apabila beban tekan P
berimpit dengan sumbu memanjang kolom, berarti tanpa eksentrisitas,
perhitungan teoritis menghasilkan tegangan tekan merata pada
permukaan penampang lintangnya. Sedangkan apabila gaya tekan
tersebut bekerja di suatu t empat berj arak e terhadap sumbu memanjang,
kolom cenderung melentur s eiring dengan timbulnya momen:
= .........................(2.20)
Jarak e dinamakan eksentrisitas gaya terhadap sumbu kolom. Tidak
sama halnya dengan kejadian beban tanpa eksentrisitas, tegangan tekan
yang terjadi tidak merata pada seluruh permukaan penampang tetapi akan
timbul lebih besar pada satu sisi terhadap sisi lainnya.
Kondisi pembebanan tanpa eksentrisitas yang merupakan keadaan
khusus, kuat beban aksial nominal atau teoritis dapat ditulis sebagai berikut
:
Po = 0.85f’c (Ag – Ast) + fy Ast................................................................(2.21)
Apabila d iuraikan lebih lanjut akan di dapatkan :
Po = Ag{0.8 5 f c(1 − ρg) + fy ρg}
= {0. 85 +( )(0.8 5 )} .........................(2.22)
Sedangkan peratur an mem ber ikan ketentuan hubungan dasar antara
beban dengan kekuatan sebagai berikut :
≤∅ .........................(2.23)
Dimana,
Ag = Luas kotor penampang lintang kolom (mm2)
Ast = Luas total penampang penulangan memanjang (mm2)
Po = Kuat beban aksial nominal atau teoritis tanpa eksentrisitas
Pn = Kuat beban aksial nominal atau teoritis dengan eksentrisitas
tertentu
Pu = Beban aksial t erfa kt or d engan eksentrisitas

= .........................(2.24)

Sehingga apabila memang terjadi, pada kasus beban tanpa


eksentrisitas, Pn akan menjadi sama dengan P o. Sehingga demikian, SK-
SNI 03-2847-2002 menentukan bahwa dalam praktek tidak akan ada kolom
yang dibebani tanpa eksentrisitas. Eksentrisitas beban dapat terjadi akibat
timbulnya momen yang antara lain disebabkan oleh kekangan pada ujung-
ujung kolom yang dicetak secara monolit dengan komponen lain, pemasangan
yang kurang sempurna, ataupun penggunaan mutu bahan yang tidak merata.
Maka sebagai tambahan faktor reduksi kekuatan untuk
memperhitungkan eksentrisitas maksimum, peraturan memberikan
ketentuan bahwa kekuatan nominal kolom dengan pengikat sengkang
direduksi 20% dan untuk kolom dengan spiral direduksi 15%.
Ketentuan tersebut akan memberikan rumus kuat beban aksial
maksimum sep erti berikut :
 Untuk Kolo m Spiral :
∅ ( ) = 0.85∅{0.85∅ ( − )+ }........ ...........(2.25)
 Untuk Kolo m Dengan Penulangan Sengk ang :
∅ ( ) = 0.80∅{0.85∅ ( − )+ }........ ............(2.26)
Beban aksial bekerja dalam arah sejajar sumbu memanjang dan titik
kerjanya tidak harus di pusat berat kolom, berada di dalam penampang
melintang, atau pusat geometrik. Dalam memperhitungkan kuat kolom
terhadap beban aksial eksentrisitas kecil digunakan dasar anggapan bahwa
akibat bekerjanya beban batas (ultimit), beton akan mengalami tegangan
sampai nilai 0.85f’c dan tulangan bajanya mencapai tegangan leleh fy.
Sehingga untuk setiap penampang kolom, kuat beban aksial nominal
dengan eksentrisitas kecil dapat dihitung langsung dengan menjumlahkan
gaya-gaya dalam dari beton dan tulangan baja pada waktu mengalami
tegangan pada tingkat kuat maksimum tersebut.
Perencanaan kolom beton bertulang pada hakekatnya menentukan
dimensi serta ukuran-ukuran baik beton maupun batang tulangan baja, sejak
dari menentukan ukuran dan bentuk penampang kolom, menghitung
kebutuhan penulangannya sampai dengan memilih tulangan sengkang atau
spiral sehingga di dapat ukuran dan jarak spasi yang tepat. Karena rasio
penulangan terhadap beton ρg harus berada dalam daerah batas nilai 0.01 ≤
ρg ≤ 0.08 maka persamaan kuat perlu dimodifikasi untuk dapat memenuhi
syarat.
Untuk kolom Pengikat sengkang
ɸ Pn (maks) = 0.80ɸ{0.85fc’(Ag-Ast)+fy(Ast)}.............................(2.27)
Sehingga didapat:
Ast = ρg x Ag
Maka,
ɸPn (maks) = 0.80ɸ{0.85fc’(ag-ast) + fy x ρg x Ag }
= 0.80ɸAg{0.85fc’(1-ρg) + fyρg }.............................(2.28)
Karena Pu ≤ ɸ Pn (maks) maka dapat disusun ungkapan Ag perlu
berdasar kan pada kuat kolo m Pu dan rasio penulangan ρg, sebagai berikut:
 Untuk kolom dengan pengikat seng kang
= .....................................(2.29)
. ∅{ . ( )

 Untuk kolom dengan gikat spiral


pen
.....................................(2.30)
) }
=
Dengan demikian untuk menentukan bentuk dan ukuran kolom
berdasarkan rumus diatas, banyak kemungkinan serta pilihan yang
dapat memenuhi syarat kekuatan menopang sembarang beban Pu. Untuk
nilai ρg yang lebih kecil memberikan hasil Ag lebih besar, demikian pun
sebaliknya. Banyak pertimbangan dan faktor lain yang berpengaruh pada
pemilihan bentuk dan ukuran kolom, diantaranya ialah pertimbangan dan
persyaratan arsitektural atau pelaksanaan membangun yang menghendaki
dimensi seragam untuk setiap lantai agar menghemat acuan kolom dan
perancahnya.
2.8.6 Kekuatan Kolom Eksentris Besar
Peraturan Beton Indonesia 1971 memberikan ketentuan bahwa setiap
struktur bangunan beton bertulang bertingkat harus mempunyai kolom-
kolom dengan kekakuan yang sedemikian rupa, sehingga untuk setiap
pembebanan, stabilitas struktur tetap terjamin. Stabilitas struktur dapat
diperhitungkan dengan meninjau tekuk pada setiap kolom satu persatu
(tekuk parsial) seperti halnya pada kolom-kolom tunggal.
Memperhitungkan tekuk parsial kolom-kolom dapat dilakukan dengan
menerapkan eksentrisitas tambahan pada eksentrisitas awal gaya normal
kolom. Sehingga pada eksentrisitas awal, gaya normal kolom masih harus
ditambahkan pula eksentrisitas-eksentrisitas tambahan, masing-masing
untuk memperhitungkan tekuk, ketidaktepatan sumbu kolom terhadap
sumbu item, dan untuk memperoleh peningkatan keamanan bagi kolom-
kolom dengan eksentrisitas awal yang semakin kecil.
Dalam SK SNI-03-2847-2002, kuat beban aksial nominal
maksimum diberikan batasan apabila sebuah kolom pengaruh
kelangsingan diabaikan, kuat aksial nominal maksimum Pn (maks) tidak
melebihi 0.80 Po untuk kolom berpengikat sengkang dan 0.85 Podengan
pengikat spiral (seperti persamaan sebelumnya). Dengan ketentuan
tersebut, berarti sekaligus diberikan pula pembatasan eksentrisitas
minimum yang harus diperhitungkan. Untuk kolom dengan eksentrisitas
besar, kedua persamaan tersebut tidak dapat digunakan.
Eksentrisitas minimum dapat ditimbulkan oleh kekangan di ujung
komponen karena sistem menggunakan hubungan monolit dengan
komponen struktur lainnya. Sedangkan eksentrisitas tidak terduga dapat
timbul akibat pelaksanaan pekerjaan di titik-titik buhul yang tidak
sempurna sehingga terjadi pergeseran sumbu sistem bangunan ataupun
akibat penggunaan bahan berbeda mutu. Dengan berbagai pertimbangan
tersebut, perencanaan kolom umumnya didasarkan pada momen akibat dari
beban aksial dengan eksentrisitas yang relatif besar.
2.9 Plat
Pelat lentur merupakan salah satu elemen penting dari struktur
bangunan gedung. Pada umumnya bangunan gedung tersusun dari pelat
lantai, balok anak, balok induk, kolom,dan pondasi. Idealisasi pelat lentur
juga dapat dijumpai pada pelat atap, lantai jembatan maupun pelabuhan.
Berdasarkan komponen gaya dalam yang bekerja, pelat lentur dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: (1) pelat satu arah dimana momen lentur
dianggap hanya bekerja pada satu sumbu dengan arah lenturan utama pada
arah sisi yang lebih pendek, dan (2) pelat dua arah dimana momen lentur
dianggap bekerja pada dua sumbu dengan lenturan terjadi pada dua arah
yang saling tegak lurus. Apabila perbandingan ukuran sisi panjang terhadap
sisi pendek pelat lebih besar dari 2 (dua) maka pelat tersebut dapat
digolongkan sebagai pelat satu arah, dengan asumsi perencanaan
layaknya elemen balok dengan tinggi setebal pelat dan lebar satu satuan
panjang (umumnya diambil 1 meter lebar).
Berdasarkan kondisi tumpuannya, pelat dapat digolongkan
menjadi dua yaitu: (1) pelat dengan balok sebagai tumpuan pada masing-
masing sisinya, dan (2) pelat tanpa balok penumpu yang seringkali disebut
sebagai pelat datar. Pada kasus pelat datar panel pelat langsung ditumpu
oleh kolom sehingga muncul kerawanan terhadap timbulnya akumulasi
gaya geser setempat yang disebut dengan pons, dimana kolom seolah-
olah akan menembus panel pelat ke arah atas. Untuk menanggulangi
fenomena ini biasanya diberikan penebalan pelat setempat pada pada posisi
kolom, yang selanjutnya disebut sebagai drop panel atau dilakukan
pembesaran ukuran ujung kolom yang disebut sebagai kapital kolom atau
kepala kolom. Dengan demikian pelat tanpa balok penumpu dapat
dibedakan dibagi dua, yaitu: (1) tanpa penebalan, dan (2) dengan penebalan.
(SNI-03-2847-2002).
2.9.1 Perencanaan Dimensi Tampang
Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus
direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi
lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun
mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja.

Tebal minimum untuk balok atau pelat satu arah


Untuk menjamin kekuatan dan kemampuan layan serta menghindari
terjadinya retak dan defleksi yang berlebihan pada elemen balok dan pelat
satu arah, SNI 03-2847-2002 mempersyaratkan ketebalan minimum
yang dihitung dengan ketentuan berikut:

TABEL 2.6 Ketebalan minimum balok non-pratekan dan plat satu


arah bila lendutan tidak diperhitungkan
Tebal Minimum, h
Komponen Dua tumpuan Satu ujung Kedua ujung Kantilever
Struktur sederhana Menerus menerus
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan
partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak lendutan
yang besar
Pelat 1 1 1 1
masif satu 20 24 28 10

arah
Balok atau 1 1 1 1
pelat rusuk 16 18,5 21 8

satu arah

Sumber: SNI-03-2847-2002
dengan:

l = panjang bentang balok atau pelat satu arah, dengan ketentuan:

1) Panjang bentang dari komponen struktur yang tidak


menyatu dengan struktur pendukung dihitung sebagai
bentang bersih ditambah dengan tinggi dari komponen
struktur. Besarnya bentang tersebut tidak perlu melebihi
jarak pusat ke pusat komponen struktur pendukung yang
ada.
2) Dalam analisis untuk menentukan momen pada rangka
atau struktur menerus, panjang bentang harus diambil
sebesar jarak pusat ke pusat komponen struktur
pendukung.
2.9.2 Tebal Minimum Plat Dua Arah
Tebal minimum untuk pelat dua arah dengan balok yang
menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1) Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 0,2 diterapkan
ketentuan sebagaimana dipersyaratkan pada pelat tanpa balok interior
2) Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat

minimum h ar
us m me enuhi
(. )
= ..............(2.30)
( . )

Dan tidak boleh kurang dari 120 mm


3) Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh
kurang dari:

= ( . )
..............(2.31)
Dan tidak boleh kurang dari 90 mm
Dengan:
Ln = panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi
dua arah, diukur dari muka ke muka tumpuan pada pelat tanpa
balok dan muka ke muka balok atau tumpuan lain pada kasus
lainnya (mm)
Α = Rasio kekakuan lentur tampang balok terhadap kekakuan lentur
pelat dengan lebar yang dibatasi secara lateral oleh garis-garis
sumbu tengah panel-panel yang bersebelahan (bila ada) pada tiap
sisi balok
αm = Nilai rata-rata α untuk semua balok pada tepi-tepi suatu panel
β = Rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah
memendek dari pelat dua arah
4) Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio
kekakuan α tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan
minimum yang ditentukan Pers. (3-1) atau Pers. (3-2) harus dinaikan
paling tidak 10% pada panel dengan tepi yang tidak menerus.
2.9.3 Tebal Minimum Plat Balok Interior
Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan
tumpuan- tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap
bentang pendek yang tidak lebih dari dua, harus memenuhi ketentuan Tabel
2.7 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut:
1) Pelat tanpa penebalan disyaratkan tebal pelat minimal 120 mm

2) Pelat dengan penebalan disyaratkan tebal pelat minimal 100 mm

TABEL 2.7 Tebal minimum pelat tanpa balok interior


Tanpa Penebalan Dengan penebalan
Panel luar Panel Panel luar Panel
Tegangan dalam dalam
leleh Tanpa Dengan Tanpa Dengan
F balok balok balok balok
(Mpa) pinggir pinggir pinggir pinggir
300
33 36 36 36 40 40
400
30 33 33 33 36 36
500
28 31 31 31 34 34
Catatan: Nilai α untuk balok diantara kolom pada tepi luar tidak boleh kurang dari 0,8.

Dimensi penebalan panel setempat harus sesuai dengan hal-hal berikut ini:
Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah sejarak tidak
kurang daripada seperenam jarak pusat-ke-pusat tumpuan pada arah yang
ditinjau. Tebal penebalan panel setempat tidak boleh kurang daripada
seperempat tebal pelat diluar daerah penebalan panel setempat.
2.9.4 Analisi Plat Dua Arah
Sebagai alternatif, metode pendekatan berikut ini dapat digunakan
untuk menentukan momen lentur pada bagian lapangan maupun tumpuan
panel pelat dua arah dimana momen lentur dianggap bekerja pada dua
sumbu dengan lenturan terjadi pada dua arah yang saling tegak lurus
dengan perbandingan antara sisi panjang dan sisi pendek kurang dari 2
(dua). Cara pendekatan yang ditunjukkan pada Tabel 3-3 dapat
dipergunakan dengan syarat:
1) Beban yang bekerja berupa beban terbagi rata,
2) Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan
minimum pada panel pelat memenuhi
WU min ≥ 0,4.WU max ,........................................................................(2.32)

4) Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel


pelat yang berbeda-beda tipe memenuhi
WU max terkecil ≥ 0,8.WU max terbesar ,...............................(2.33)
4) Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang, dimana bentang
terpendek lebih besar dari 0,8 bentang terpanjang.
2.10 Dinding Geser
Dinding geser (shear wall) didefinisikan sebagai komponen
struktur vertikal yang relatif sangat kaku. Dinding geser pada
umumnya hanya boleh mempunyai bukaan sekitar 5% agar tidak
mengurangi kekakuannya. Fungsi dinding geser berubah menjadi
dinding penahan beban (bearing wall), jika dinding geser menerima
beban tegak lurus dinding geser. Bangunan beton bertulang yang
tinggi sering didesain dengan dinding geser untuk menahan gempa.
Selama terjadinya gempa, dinding geser yang didesain dengan baik dapat
dipastikan akan meminimalkan kerusakan bagian non struktural bangunan
seperti jendela, pintu, langit-langit dan seterusnya (McCormac, 2003).
Dinding geser bisa digunakan untuk menahan gaya lateral saja maupun
sebagai dinding pendukung. Penempatan dinding geser dapat dilakukan
pada sisi luar bangunan atau pada pusat bangunan. Dinding geser yang
ditempatkan pada bagian dalam bangunan biasanya disebut dengan inti
struktural (structural core/corewall) yang biasa digunakan untuk
ruang lift dan tangga, seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.16. Penempatan dinding geser lainya pada arah melintang yang
diperlihatkan pada Gambar 2.17.

Gambar 2.16. Dinding Geser Mengelilingi Lift Atau Tangga


(McCormac,2003)

Gambar 2.17. Dinding Geser Melintang Bangunan (McCormac,2003)

Dinding tersebut sebenarnya adalah balok kantilever dengan lebar


h dan tinggi keseluruhan lw. Pada gambar bagian (a) dinding tertekuk
dari kiri ke kanan akibat Vn dan akibatnya tulangan yang diperlukan
sebelah kiri atau pada sisi tarik. Jika Vn diterapkan dari sisi kanan seperti
diperlihatkan pada gambar bagian (b), tulangan tarik akan diperlukan
pada sisi kanan kanan dinding. Maka dapa kita lihat bahwa dinding geser
memerlukan tulangan tarik pada kedua sisinya karena Vu bisa datang
dari kedua arah tersebut. Untuk perhitungan lentur, tinggi balok yang
diperlukan dari sisi tekan dinding ke titik berat tulangan tarik adalah
sekitar 0,8 dari panjang dinding lw. Dinding geser bekerja sebagai sebuah
balok kantilever vertikal dan dalam menyediakan tahanan lateral, dinding
geser menerima gaya tekuk maupun geser. Untuk dinding seperti itu,
geser maksimum Vu dan momen maksimum Mu terjadi pada dasar
dinding. Jika tegangan lentur diperhitungkan, besar tegangan lentur
tersebut akan dipengaruhi oleh beban aksial desain Nu dan selanjutnya
pengaruh tegangan lentur tersebut harus dimasukkan dalam analitis.

Gambar 2.18. Dinding Geser Menerima Gaya Lateral Vu (Mosley dan


Bungey,1989)

Geser lebih terpengaruh pada dinding yang mempunyai


perbandingan tinggi dan panjang yang kecil. Momen lebih berpengaruh
pada dinding yang lebih tinggi, terutama pada dinding dengan
tulangan yang terdistribusi secara merata. Tulangan ditempatkan
mengelilingi semua bukaan, baik diperlukan atau tidak oleh analisa
struktur. Praktek seperti ini penting untuk mencegah retak tarik
diagonal yang cenderung berkembang menyebar dari pojok bukaan.
Umumnya dinding geser berupa dinding beton yang mengelilingi
tangga dan atau lorong lift. Bentuk dan penempatan dinding geser dapat
disesuaikan dengan bentuk denah bangunan. Pada denah bangunan
tertentu, dinding geser dapat dirangkai dan diletakkan di inti bangunan.
Sistem penempatan dinding geser seperti ini sering juga disebut dinding
inti (core wall). Perhitungan dinding inti merupakan masalah yang cukup
sulit dalam analisa struktur. Terdapat perbedaan dalam deformasi struktur
pada struktur biasa yang tersusun dari portal terbuka, dan struktur yang
menggunakan dinding inti. Deformasi pada dinding geser menyerupai
deformasi balok kantilever yang tegak lurus tanah dan selain deformasi
lentur, dinding mengalami deformasi geser dan rotasi secara bersamaan.
Deformasi pada dinding geser sangat kecil di lantai dasar dan sangat
besar dilantai atas bangunan.
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 Uraian Metodologi


Pelaksanaan perencanaan gedung dibagi menjadi beberapa tahap,
mulai dari pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam perencanaan,
kemudian studi literatur untuk gedung bertingkat, setelah itu dilanjutkan
pada tahap perencaan struktur yang terdiri dari struktur utama yaitu kolom,
balok, plat, pondasi, tangga dan dinding geser, setelah itu adalah pembuatan
gambar kerja dan pembuatan rencana anggaran biaya.
3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi
dilapangan kemudian dilanjutkan mencari data utama yaitu data sondir yang
diperoleh dari dinas Badan Pembangunan Perencanaan Daerah (BAPPEDA)
Jepara dan konsultan perencana yang kemudian di anilisis untuk
memperoleh kedalaman pondasi dan jenis pondasi yang akan dipakai di
daerah jepara.
3.3 Studi Literatur
Setelah mendapat data sondir langkah selanjutnya adalah mencari
studi literatur guna mencari data-data serta rumus-rumus yang nantinya akan
dipakai untuk perhitungan struktur beton bertulang. Hal ini dilakukan agar
perencanaan yang di buat sesuai peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
baik dari SNI maupun literatur lainnya.
3.4 Perencanaan Struktur
Perencanaan struktur adalah pembahasan yang paling vital karena ini
adalah pokok bahasan dan permasalahan yang harus dibuat secara matang
dan dengan tingkat kesalahan minimal.
Perencanaan dimulai dari mempelajari studi literatur serta peraturan-
pereturan yang dijadikan sebagai acuan mulai dari SNI dan buku-buku
literatur lainnya, setelah ini dilakukan pengumpulan data-data mulai dari
data tanah atau sondir yang di dapat dari konsultan perencana dan juga
BAPPEDA sehingga mempermudah dalam proses perencanaan,
perencanaan dilanjutkan dengan melakukan desain struktur untuk gedung
diawali dari permodelan dengan Sistem Analisis Program sehingga
mempermudah perencanaan untuk memperoleh hasil moment-moment atau
data-data yang diperlukan dalam proses perencanaan.
Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan kemudian
perencanaan dilakukan perencanaan dimulai dari analisi perhitungan yang
nantinya menjadi acuan dalam desain perencanaan dimulai dari perhitungan
tangga kemudian perhitungan untuk pelat dan balok lift, setelah itu
perencanaan dilanjutkan dengan perhitungan untuk tulangan pelat sehingga
didapat efiseinsi dalam pelaksanaan nanti, setelah pelat selanjutnya adalah
perencanaan balok yang dihitung sesuai dengan ketentuan dan data-data
yang ada, kemudian kolom menjadi analisis terakhir untuk struktur
bangunan atas, selanjutnya untuk tahapan yang terakhir adalah analisis
untuk perhitungan pilecap dan tiang pancang.
Perencanaan gedung Fakultas Sains dan Teknologi dibatasi pada
perhitungan struktur sehingga pembahasan tidak melebar ke tahap finishing
dan terfokus pada konstruksi beton bertulang.
3.5 Tahapan-tahapan dalam perencanaan ini ialah sebagai berikut:

Mulai

Pengumpulan Data dan Studi Literatur

Perencanaan

Memenuhi Syarat Program Aplikasi Tidak Memenuhi Syarat

Desain Struktur
Gambar Perencanaan

Selesai
Desain Kolom Desain Balok Desain Lift Desain Pelat Desain Tangga

Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan

Desain Pondasi
BAB IV
ANALISIS PERHITUNGAN

4.1 Perencanaan dan Pembebanan Tangga


Ruang tangga sebaiknya terpisah dengan ruang yang lainnya, agar
orang yang naik turun tangga tidak mengganggu aktifitas penghuni.
Type Tangga
Selisih tinggi lantai = 3,8 m
Panjang ruang tangga = 4,5 m
Lebar tangga =4m
Tinggi anak tangga (Optrade) = 16 cm = 0,16 m
Lebar anak tangga (Antrade) = 30 cm = 0,3 m
Syarat kenyamanan tangga : 60 < (2 . op + a) < 65
60 < 62 < 65 (meme nuhi syar at)

Jumlah anak tangga = 29 anak tangga

Lebar bordes = 150 cm = 1,5 m

Kemi ringan tang ga = = = 28,07 ͦ

L = √ ² + ² = √150² + 300² = 335,41


Tebal plat minim um menurut SKSNI T-15-199 1-03
,
Hmin = xLx( ,
)= x 335, ,4 + ( )=1
41x(0 2,4 cm

Hmaks = Hmins+ ( ) c osα = 12, 4 + ( ) 0,88 = 13, 96 cm

Di pakai teb al plat 12,5 cm


Teb al bord es = 12 cm

C= ² + ² = √16² + 30² = 34 cm = 0,34 m

Tin ggi beban mer ata tangga


. )
tt’= ( =
( , )
= 7,0588 cm = 0,070588 m

h’ = cos 28,07ͦ = 7,82 cm


,

Direncanakann : tebal keramik maks (hk) = 1 cm = 0,01 m


tebal spesi (hs) = 2 cm = 0,02 m
Berdasarkan PPIUG’83 diperoleh:
Berat sendiri beton : 2400 kg/m3 = 24 KN/m3
Berat sendiri keramik : 0,24 KN/m2
Berat sendiri spesi : 0,21 KN/m2
Beban hidup tangga : 3 KN/m3
1) Plat Tangga
a) Beban mati (qDL)
Berat sendiri plat = h’ x berat sendiri beton = 1,877 KN/m
Berat spesi (2cm) = hs x berat sendiri spesi = 0,42 KN/m
Berat keramik (1 cm) = hk . berat sendiri keramik = 0,24 KN/m
qDl = 2,537
b) Beban hidup (qLL) = 3 KN/m
c) Beban berfaktor (qU) = 1,2 qDL + 1,6 qLL = 7,844 KN/m
2) Plat Bordes
a) Beban mati (qDL)
Berat sendiri plat = tb . berat sendiri beton = 3 KN/m
Berat spesi (2cm) = hs . berat sendiri spesi = 0,42 KN/m
Berat keramik (1 cm) = hk . berat sendiri keramik = 0,24 KN/m
qDL = 3,68 KN/m
b) Beban hidup (qLL) = 3 KN/m
c) Beban berfaktor (qU) = 1,2 qDL + 1,6 Qll = 9,216 KN/m

4.2 Perencanaan Lift


Pada bangunan lift ini adalah sarana transportasi vertikal alternatif
seperti halnya tangga. Lift akan menghantarkan pelayanan dan
pemberhentian di lantai 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Pada konstruksi lift ini
direncanakan menggunakan 1 buah lift dengan kapasitas 10 orang atau
beban maksimal 700 kg.
4.2.1 Perencanaan Konstruksi
1. Mekanika
Perhitungan lift tidak direncanakan karena sudah satu paket dari
pabrik dan spesifikasinya
2. Konstruksi Tempat Lift
Perencanaan ruang lift dikelilingi oleh dinding beton dengan
adanya kolom disetiap sudutnya. Sedangkan beban lift ditahan oleh
balok penyangga.
Pada dasarnya komponen lift dibagi pada tiga buah :
a. Mesin penarik dengan kabel-kabel dan perangkatnya.
b. Kereta penumpang yang berfungsi untuk mengangkut
penumpang atuapun barang beserta beban pengimbangnya.
c. Ruang dan landasan serta konstruksi penumpu untuk mesin,
kerata, beban pengimbang dan perangkatnya.
Perencanaan lift terbagi 3 hal sebagai berikut :
a. Ruang mesin : mesin lift penarik kereta dan beban
pengimbang seperti katrol. Penempatan mesin lift
diletakan pada bagian paling atas bangunan.
b. Diding luar luncur kereta : dibuat dari dinding beton,
beban lift dan pernagkatnya ditahan oleh balok.
c. Ruang landasan : ruang ini harus diberi kelonggaran agar
pada saat lift mencapai lantai bawah, lift tidak menumbuk
lantai dasar landasan dan pada bagian lantai ini diberi
pegas yang berfungsi menahan lift apabila putus.
4.2.2 Data Teknis
Jenis lift disiesuaikan dengan tinggi tempuh yang dilayani dan
jumlah penumpang yang akan menggunakan lift. Oleh karna itu
dipilih Hitachi VFI-700-CO90.
Data teknis lift yang didapat adalah sebagai berikut :
 Load Capacity = 700 kg
 Speed (m/min) = 90 m/minutes
 Door wicth = 800 mm
 Car inside = 1400 x 1250 mm
 Hoistway Dimension = 1800 x 1900 mm
 Machine Room = 2400 x 3550 mm
 Overhead = 4550 mm
 Pit Depth = 1550 mm
 Ra (Reaction of Mechine Room) = 3800 kg
 Rb (Reaction of Mechine Room) = 2700 kg
 Rc (Reaction Pit) = 8600 kg
 Rc (Reaction Pit) = 7000 kg

4.2.3 Pembebanan Pada Balok


Pembebanan berdasarkan pada data reaksi akibat beban Machine
Room ( Ra dan Rb ). Besar beban dinamika akibat gerakan kejutan
diasumsikan dengan memberi beban kejut sebesar 0.3 R, sehingga
diperoleh beban pada tengah bentang balok :
Ra = Ra + 0.3 Ra = 1.3 Ra = 4940 kg
Rb = Rb + 0.3 Rb = 1.3 Rb = 3510 kg
Balok Perletakan Mesin
1. Beban Mati (DL)
 Beban sendiri balok = 0.25 x 0.45 x 2400 = 270 kg/m
 Beban terpusat reaction ditengah = 4940 kg
 Beban hidup = 100 kg
2. Data-data Teknis
Fc’ = 25 Mpa
Fy = 400 Mpa
b = 250 mm
h = 450 mm
P = 40 mm
D tulangan = 12 mm
D sengkang = 10 mm
L = 5000 kg
d = h – p – D sengkang – ½ D tulangan pokok
= 450 – 40 – 10 - 1/2.12 = 394 mm
Balok perletakan mesin

Mlapangan = × × + ×( + )×

= × 270 × 2 + × ( 5040) × 2

= 98, 18 + 12 60
= 1358,1 8 kgm = 135818 00 N mm
+
Mtumpuan = × × + ×( )×
( 5040) × 2
= × 270 × 2 + ×

= 67 , 5 + 1260
= 13 27,5 kgm = 13 275000 Nmm

Vu = × × + ×( + )

= × 270 × 2 + × ( 50 40 )

= 270 + 2520
= 2790 kg = 27900 N
Tul angan Tumpua n
Mu = - 132 7,5 kgm = - 1327,5 x 10mm
N

= = 0,34
2 N/m m²
× ×

= × ∅× (1 − 0, 588 × × ′)
×

0,342 = × 0,8 × 400 (1− 0,588 × × )


0,342 = 320
- 310.56 ²
Dengan menggunakan rumus a bc maka didapat nila i = 0,0012

Pe meriksaan rasio penulang an ( < < )


, , 3
m in = = = 0,00 5
× × ′ , ×
= 0,0244
m ax = , , ×
x = x
( < ) = 0,0244
0,0012 =<Digunakan n dibutuhkan (As)
Lu 0)
as tulangan tarik ya g
=(
× × ×1
= (0,0035 × 0,25 × 0,45 × 10 )
= 393,75 mm²
Maka tulangan yang digunakan adalah 4 D12 = (As terpakai =
452,16 mm² )
Cek jarak ant ar tepi terluar lapangan
( × . )
S =
( ) ( ) × )
=(

= 34 mm > 25 mm...............memenuhi syarat


Cek ras io terh adap penulangan balok
terpasang = = ,
= 0,0 046
× ×

( < < ) = (00035 < 0,0046 < 0,0244)........ok

Jika diambil tekan = tar ik


½
= ½ x 0,00 46 0,0023
=
As’ = × ×

= 0,0023 x 250 x 394
= 226,55 mm² ( 4 D 12 As = 452,16 mm² )
Maka tulangan yang digunakan 4 D 12( As = 452,16 mm²)
Cek ja rak antar tepi tulangan
× . )
S =(

( ( ) ( ) × )
=

= 34 > 25 mm.................ok !!

Cek terha dap rasio penulangan balo k

terpasang = = ,
= 0,0 046
× ×

( < < ) = (00035 < 0,0046 < 0,0244)........ok


Tulangan lapangan
Mu = 1358 ,18 kg m = 1358,18 x 10 Nmm
, ×
= = 0,350 N/mm²
× ×

= ×∅× (1 − 0, 588 × × ′)
×
0,350 = × 0,8 × 4001 ( − 0,588 × × )
0,350 = 320
- 310.56²
Dengan menggunakan rumus bc
a maka didapat nila i = 0,0013

Pe meriks
aan rasio pen ulangan ( < < )
, ,
m in = = = 0, 0035
× × ′ ×
= 0 0244
m ax
= , , , ×
x = x ,

(< ) = 0,0013
0,0244< = Digunakan n dibutuhkan (As)
Lu 0 ) ya g
as tulangan tarik
=(
× × ×1

= (0,0035 × 0,25 × 0,45 × 10 )


= 393,75 mm²
Maka tulangan yang digunakan adalah 4 D12 = (As terpakai =
452,16 mm² )
Cek jarak ant ar tepi terluar lapangan
( × . )
S =
( ) ( ) × )
=(

= 34 mm > 25 mm...............memenuhi syarat

Cek ras io terh adap penulangan balok


terpasang = = ,
= 0,0 046
× ×

( < < ) = (00035 < 0,0046 < 0,0244)........ok

Jika diambil tekan =½ tarik

= ½ x 0,00 40 = 0,0023

As’ = ′× ×
= 0,0023 x 250 x 394
= 226,55 mm² ( 4 D 12 As = 452,16 mm² )
Maka tulangan yang digunakan 4 D 12( As = 452,16 mm²)
Cek ja rak antar tepi tulangan
× . )
S =(

( ( ) ( ) × )
=

= 34 < 25 mm.................ok !!

Cek terha dap rasio penulangan balok


terpasang = = ,
= 0,0 046
× ×

( < < ) = (00035 < 0,0046 < 0,0244)........ok


Menghitung geser pada balok
Vu = 27900 N

Vu = = = 0,28 3 MPa
× ×

Vc = √ ′ . b. d = √25.250.394 = 82083,3 N

Vc = √ ′ . = 0,8 33 MPa

ɸ vc = ɸ √ ′ . = 0, 75 √25 = 0,625 MPa

1/2 ɸ vc= 0,3125 MPa


Karena ½ ɸ vc< vu < ɸ vc maka dibutuhkan tulangan geser
minimum

Luas tulangan geser untuk Vu< ɸ vc di batasi tulangan geser

minimum sebesar:
×
Av min = = = 347,5 mm²
×

Dimana Av adalah luas tulangan geser yang berpenampang ganda


tiap meter panjang yang dinyatak an dalam mm ²

Jarak sengkang dibatasi sebesar = = 197 mm, s mak = 300

mm.
Diambil tulangan sengkang D 10 – 150
4.2.4 Penggantung Katrol
Penggantung katrol dipakai untuk penambat kereta dan mesin
lift pada saat bekerja. Penggantung katrol ini ditanam di tanam di pelat
pada asumsi tepat di tengah-tengah mesin dengtan gaya yang bekerja
sebesar 3000 kg. Agar aman maka dalam perhitungan diberi faktor
kejut sebesar 2. Jadi beban yang ditahan oleh penggantung = 3000 x 2
= 6000 Kg = 6000 N.

Digu nakan penggantung dari baja Ø 25 dengan mutu 240 Mpa


As = 490,8738 mm²

= = 12 2,231 MPa < 240........Ok!!


,

4.2.5 Perencanaan Pelat Penumpu


Perencanaan penulangan pelat dilakukan berdasarkan hasil
analisa moment maksimum pada pelat menggunakan program SAP
2000v 11. Dengan ukuran pelat dengan ukuran pelat 300 x 300 cm
maka pelat ini didesaign dengan Two Way Slab.
Direncanakan:
Selimut beton ( p ) = 20 mm
Tinggi pelat = 120 mm
Tulangan arah x da y = Ø 12 mm
F’c = 25 MPa
Fy = 240 MPa
Tinggi efektif untuk pelat lantai
Dx = h – p – ½ Ø tul ( x ) = 120 – 20 – 6 = 94 mm
Dy = h – p – Ø tul ( y ) – ½ Ø tul ( x ) = 120 – 20 – 12 – 6 = 82 mm

Dari perhitungan SAP 2000v11 didapat


Mlx = 2.69916 tm = 26,99 kNm
Mly = 1.49204 tm = 14,92 kNm
Mtx = 2.86641 tm = 28,86 kNm
Mty = 2.59406 tm = 25,59 kNm

Perhitungan tulangan
Tulangan lapangan arah x
Mlx = 2.69916 T m = 26,99 kNm = 26,9 9 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn perlu = = = 33,74 10 Nmm
,
, .′
= × 1

= , .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,108

M = = = 11,294
, ′ , .

Rn =
²

= = 3,589
²

..
= 1− 1−

. , .,
= 1− 1−
,

= 0,019
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan digu nakan adalah = 0,019


Aslx = . . . 10 = 0,019. 1. 0.094. 10 = 1786 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 2355 mm² )

Tulangan lapangan arah y

Mlx = 1.492 tm = 14,49 kNm = 1 4,49 x 10 N mm



MR = Mn perl u = = = 18,11 10 Nmm
,

, .
= × 1
,
= .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,108

M = , = , . = 1 1,294

Rn = ²
, ×
=
= ² 1,926
..
= 1− 1−

. , .,
= 1− 1−
,

= 0,008
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan digu nakan adalah = 0,008


Aslx = . . . 10 = 0,008. 1. 0.094. 10 = 752 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 200 ( As terpasang = 1177,5 mm² )

Tulangan Tumpuan arah x


Mlx = 2.86641 t m = 28,86 kNm = 28,86 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn perlu = = = 36,075 10 Nmm
,

, . ′
= × 1

= , .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,1 08

M = = = 11,294
, ′ , .

Rn =
²
, ×
= = 4,1
²

..
= 1− 1−

. , .,
= 1− 1−
,

= 0,021
, ,
min = = = 0,0 058

min< < maka yang a kan digu nakan adalah = 0,021


Aslx = . . . 10 = 0,021. 1. 0.094. 10 = 1974 mm²
Dipakai tulangan Ø12 – 100 ( As terpasang = 3391,2 mm² )
Tulangan Tumpuan arah y
Mlx = 2.594 tm = 25,94 kNm = 25,94 x 1 0 Nmm

MR = Mn perlu = ,×
= = 32,425 10 Nmm
,
, . ′
= × 1

= , .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,1 08

M = = = 11,294
, ′ , .

Rn =
²
, ×
= = 3,672
²

. .
= 1− 1−

. , .,
= 1− 1−
,

= 0,019
, ,
min = = = 0,0 058

min< < maka yang a kan digu nakan adalah = 0,019


Aslx = . . . 10 = 0,019. 1. 0.094. 10 = 1786 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 2355 mm² )

Tulangan pembagi
, .. , . .
Untuk fy = 240 : As = =

= 350 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 250 ( As terpasang = 392 mm² )
4.3 Pembebanan Gempa
4.3.1 Tinjauan Umum
Analisa pembebanan gempa yang digunakan adalah analisa
statik yaitu menggantikan beban gempa dengan gaya-gaya ekivalen
yang bertujuan menyederhanakan dan memudahkan perhitungan.
Perhitungan dilakukan dengan bantuan program SAP 2000
menggunakan metode analisa tiga dimensi.
Berdasarkan SNI-1726-2002 Standar Perencanaan Gempa
Untuk Bangunan Gedung, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
beban gempa antara lain :
1) Faktor keutamaan struktur (I).
2) Faktor respon gempa (C) yang ditentukan yang berdasarkan zona
gempa dan jenis tanah.
3) Faktor wilayah gempa (Z).
4) Beban vertikal striktur atau massa dari beban sendiri dan beban
dari luar (Wt).

4.3.2 Data Perencanaan Struktur


Data perencanaan struktur yang digunakan untuk analisa adalah :
 Kuat tekan karakteristik beton yang digunakan f’c = 25 MPa
 Faktor keutamaan struktur (I) untuk gedung kuliah = 1
 Lokasi bangunan berada di kota Jepara, termasuk wilayah gempa
 Faktor reduksin gempa (R) = 5,5
 Faktor daktilitas struktur bangunan gedung = 3
4.3.3 Perhitungan Berat Total Bangunan (Wt)
Perhitungan berat total bangunan dilakukan dengan program
SAP 2000v11 untuk mempermudah perhitungan dan di dapat data
sebagai berikut :
 Lantai 1
 Beban Mati = 1128077 kg
 Beban Hidup = 206362,5 kg
 Lantai 2
 Beban Mati = 1127598 kg
 Beban Hidup = 206362,5 kg
 Lantai 3
 Beban Mati = 1127598 kg
 Beban Hidup = 206362,5 kg
 Lantai 4
 Beban Mati = 1095481 kg
 Beban Hidup = 119662,7 kg
 Lantai 5
 Beban Mati = 1095481 kg
 Beban Hidup = 119662,7 kg
 Lantai 6
 Beban Mati = 853446,3 kg
 Beban Hidup = 894121,3 kg
Dengan faktor reduksi untuk beban mati dan hidup maka
didapat untuk berat total bangunan(Wt) adalah 6984263,9 kg

4.3.4 Periode Getar bangunan (T)


Untuk perencanaan awal, waktu atau periode getar dari
bangunan gedung dihitung dengan menggunakan rumus-rumus
empiris :
Tx = Ty = 0,06. ,

H = Tinggi bangunan ( dalam meter )


= 3,8 x 6 = 22,8 m
Tx = Ty = 0,06 .22,8 ,

= 0,626
4.3.5 Koefisien Respon Gempa (C)
Untuk koefisien tanah sedang, dengan periode getar T =
0,626 detik, dari Diagram Respon Gempa Rencana didapatkan harga
C = 0,5

4.3.6 Gaya Horisontal Akibat Gempa (V)


Gaya geser horisontal akibat gempa yang bekerja pada
struktur bangunan dalam arah sumbu X (Vx) dan sumbu Y (Vy),
ditentukan dari ru mus :

Vx = Vy = .
Wt
× ,
= 6984263,9
,

= 634933,1 kg

4.3.7 Distribusi Gaya Geser Horisontal Akibat Gempa Pada Gedung (F)
Pada arah sumbu X, lebar dari bangunan : B = 54 m, dan
tinggi dari bangunan : H = 22,8 m. Karena perbandingan tinggi dan
lebar bangunan : H/B = 22,8/54 = 0,422 < 3 maka seluruh beban
bangunan Vx didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang
bekerja disetiap lanta i tingkat disepanjang tinggi bangunan dengan
rumus :
.
( )= Vx
∑ ( .)

Dimana
Wi = berat lantai tingkat ke-i
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i
Fi = gaya gempa yang bekerja pada tingkat ke-i dari bangunan.
Pada arah sumbu Y, lebar dari bangunan B = 23 m, dan tinggi
dari bangunan : H = 22,8 m. Karena perbandingan tinggi dan lebar
bangunan : H/B = 23/22,8 =1,008 < 3, maka seluruh beban gempa Vy
didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang bekerja disetiap
lantai disepanjang tinggi bangunan.
Tabel 4.1 Pembebanan Lantai Hasil Dari SAP 2000v11

Lantai dl Ll fr (Dl+ll)xfr hi wixhi fi


6 853446,3 81350,01 0,5 894121,3 22,8 20385965,8 144713,5
5 1095481 206362,5 0,5 1198662,7 19 22774590,7 161669,5
4 1095481 206362,5 0,5 1198662,7 15,2 18219672,6 129335,6
3 1127598 206362,5 0,5 1230779,3 11,4 14030884,2 99600,8
2 1127598 206362,5 0,5 1230779,3 7,6 9353922,8 66400,5
1 1128077 206362,5 0,5 1230779,3 3,8 4678782,8 33213,2
Wt = 6984263,9 89443818,9 634933,1

4.3.7 Pembatasan Waktu Getar Alami Struktur


Berdasarkan Standar Perencanaan ketahanan Gempa Untuk
Struktur Gedung SNI-1726-2002, untuk mencegah penggunaan
struktur gedung yang terlalu fleksibel maka waktu getar alami
fundamental (TI) hatus di batasi sebesar :
TI < ζ.n
Dimana :
ζ = koefisien penggali dari jumlah tingkat struktur gedung yang
membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung, untuk
wilayah gempa 3 —› =Ç = 0,18
N = jumlah tingkat = 6
ζ.n= 0,18 . 6 = 1,08 detik
TI = 0,626 < Ç.n —› dt < 1,08 dt Ok!!

4.4 Perencanaan Pelat Lantai


4.4.1 Tinjauan Umum
Struktur pelat seluruhnya menggunakan konstruksi beton
bertulang dengan material bahan menggunakan beton f’c = 25 Mpa,
dan mutu baja untuk tulangan utama adalah menggunakan fy = 240
MPa.
Dalam hal ini pelat lantai ini di bagi menjadi 2 kelompok
pembebanan, yaitu :
1) Pembebanan A : ruang kuliah, ruang komputer dan ruang tata
usaha
2) Pembebanan B : arsip, gudang
4.4.2 Langkah – Langkah Perencanaan Pelat
a) Menentukan syarat-syarat batas.
b) Menentukan panjang bentang.
c) Menentukan tebal pelat.
d) Menghitung beban yang bekerja pada pelat, berupa beban mati dan
beban hidup.
e) Menghitung moment-moment yang menentukan dengan bantuan
program SAP 2000.
f) Menghitung luas tulangan.
g) Memilih tulangan
Tabel 4.2 perencanaan balok
Nama Fy Ukuran Lx Ly Ly/lx Tipe H
pelat Mpa Pelat (mm) mm mm Mm pelat desain
mm
1 240 3000x3000 3000 3000 1,00 TWS 120
2 240 3000x4000 4000 3000 1,33 TWS 120
3 240 4000x4000 4000 4000 1,00 TWS 120

4.4.3 Pembebanan Pelat


Beban Mati
Berat jenis beton = 2400 kg/m³
Adukan per cm tebal dari semen = 21 kg/m²
Penutup lantai dari ubin semen portland = 24 kg/m²

Beban Hidup

Lantai untuk gudang = 400 kg/m²


Lantai ruang kuliah = 250 kg/m²
Lantai ruang perpustakaan = 400 kg/m²
Beban hidup yang dapat dicapai manusia = 100 kg/m²

1) Pembebanan A
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
 Beban hidup (LL) = 250 kg/m²
 Beban mati (DL)
 Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
 Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
 Berat keramik = 24 kg/m²
Total beban mati (DL) = 354 kg/m²
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 354 + 1,6 x 250
= 824,8 kg/m²

2) Pembebanan B
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
 Beban hidup (LL) = 400 kg/m²
 Beban mati (DL)
 Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
 Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
 Berat keramik = 24 kg/m²
Total beban mati (DL) = 354 kg/m²

Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 354 + 1,6 x 400
= 1064,8 kg/m²
3) Pembenan pelat untuk ruang lift
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
 Beban hidup (LL) = 250 kg/m²
 Beban mati (DL)
 Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
 Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
Total beban mati (DL) = 312 kg/m²

Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 312 + 1,6 x 100
= 534,4 kg/m²

4.4.4 Perhitungan Penulangan Pelat


Perhitungan penulangan pelat dilakukan berdasarkan hasil
analisa moment maksimum yang terjadi pada pelat dengan
menggunakan bantuan program SAP 2000v11.
Dari data SAP 2000v11 akan dihasilkan momen dan defleksi
pada pelat akibat dari beban yang bekerja.
Contoh perhitungan pada pelat diambil pada penulangan
lantai 2 dengan dimensi 3000 x 4000 mm ( Two Way Slab )

Direncanakan
 Selimut beton ( p ) = 20 mm
 Tinggi pelat ( h ) = 120 mm
 Tulangan arah x dan y = ø 12 mm
 F’c = 25 Mpa
 Fy = 240 Mpa
Tinggi efektif untuk pelat lantai :
Dx = h – p – ½ ø tul (x) = 120 – 20 – 6 = 94 mm
Dy = h – p – ø tul (y) – ½ ø tul (x) = 120 – 20 – 12 – 6 = 82 mm

Perhitungan Tulangan
Tualangan lapangan arah x
Mlx = 6.78611T m = 67,86 x
10 Nmm

MR = Mn perlu = , ×
= = 84,825 10 Nmm
,

, .
= × 1
,
= .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,1 08

M = = = 1 1,294
, ′ , .

Rn =
²
, ×
= = 9,4
²
..
= 1− 1−

. , .,
= 1− 1−
,

= 0,046
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan dig unaka n adalah = 0,0058


Aslx = . . . 10 = 0,0058. 1. 0.094. 10 = 545,2 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 785 mm² )

Tulangan lapangan arah y


Mly = 6,75611 t m = 67,56 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn perlu = = = 18,11 10 Nmm
,

, .
= × 1

= , .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,1 08

M = = = 11,294
, ′ , .

Rn =
²
, ×
= = 9, 2
²

..
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,

= 0,044
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan dig unaka n adalah = 0,0058


Aslx = . . . 10 = 0,0058. 1. 0.094. 10 = 545,2 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 785 mm² )
Tulangan Tumpuan arah x
Mtx = -5,231 tm = 52,31 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn pe rlu = = = 65,38 10 Nmm
,

, .
= × 1

= , .
× 0,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,108

M = = = 11,294
, ′ , .

Rn =
²

= = 7,4
²

..
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,

= 0,035
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan digunak an adalah min = 0,0058


Aslx = . . . 10 = 0,0058 x 10 x 094. 10 = 545,2 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 785 mm² )
h = -5,2 tm =m
Tualangan Tumpuan ara y Mty
65
52 x 10 N m

MR = Mn perlu = ×
= = 10 Nmm
,

, .′
× 1
=

=
, .
× 0 ,85 = 0.1 45

= 0,75 = 0,108
= = 1 1,294
M = , ′ , .

Rn = ²
×
= = 9, 2
²

..
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,

= 0,044
, ,
min = = = 0,0058

min< < maka yang akan dig unaka n adalah = 0,0058


Aslx = . . . 10 = 0,0058. 1. 0.094. 10 = 545,2 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 100 ( As terpasang = 785 mm² )

Tulangan pembagi
, .. , . .
Untuk fy = 240 : As = =

= 350 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 200 ( As terpasang = 392,5 mm² )

4.5 Perencanaan Balok


Analisis gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal,
maupun gaya torsi yang terjadi pada balok dihitung dengan bantuan
program SAP2000v11. Hasil output dari analisis gaya-gaya dalam yang
terjadi digunakan untuk menghitung kebutuhan tulangan pokok, tulangan
geser (sengkang), dan tulangan torsi.

4.5.1 Pembebanan Pada Balok


Beban yang bekerja pada balok adalah beban berupa beban mati
dan beban hidup yang disalurkan dari pelat lantai dan balok anak
maupun yang bekerja secara langsung pada balok struktur. Serta
beban gempa yang telah dianalisis sebelumnya.
f. U = 1,4 D
g. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
h. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
i. U = 0,9 D ± 1,6 W
j. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau U = 0,9 D ± 1,0 E;
Dimana:
5. Beban Mati (D)
6. Beban Hidup (L)
7. Beban Angin (W)
8. Beban Gempa (E)
Gambar dari SAP2000
1. Perhitungan Penulangan Balok
Dipilih salah satu balok sebagai contoh perhitungan :
Data teknis B-1
Tinggi balok (h) = 600 mm
Lebar balok (b) = 300 mm
Selimut beton (p) = 40 mm
D tulangan pokok (asumsi) = 19 mm
Ø sengkang (asumsi) = 10 mm
Kuat tekan beton = 25 MPa
Mutu tulangan pokok fy = 400 MPa
Mutu sengkang fy = 240 MPa

Gambar 4.1 Potongan Lendutan Kolom dan Balok Dari SAP2000v11

Dari analisa SAP2000 didapat :


Moment tumpuan = -27,0961 tm = -270,961 kN-m
Moment lapangan = 16.99496 tm = 169,949 kN-m
 Perhitungan tinggi efektif balok
D = h – (p + ø sengkang +1/2 ø tul.pokok)
= 600 – (40 + 10 + 9,5)
= 540, 5
Perhitunga n tula ngan uta ma daerah tumpuan

A0 = d

= 0,85 540,5

= 206,741

Cb =
. ,
=

= 324
Amx = 0,75 cb
= 0,75 x 324
= 243
Cmx = 0,85 x f’c x Amax x b
= 0,85 x 20 x 243 x 300
= 1239300

Mn max = Cmx (d-( ) x 0,8

= 1239300 x 419 x 0,8


= 415413360 N/mm
= 415, 41 kN/m
Menentukan rasio tulan gan

Rn =
ø. . ²
,
=
, . . ,²

= 3,9

M = = = 18,82
, ′ , .

, .′
= × 1
, .
= × 0,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0, 0035

= 0,75 = 0,0 196 = 0,02


. .
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,

= 0,0106
min< < maka yang a kan digunaka n adalah = 0,0106
Aslx = . . . 10 = 0,0106. 0,3. 0.5405. 10 = 1718,79 mm²
Dipakai tulangan 8D19 ( As terpasang = 2267,08 mm² )
 Cek terha dap jarak antar tepi terluar tu langan
× . )
S = (

( ( ) ( ) × )
=

= 11,17 mm < 25 mm
Tulangan dibuat dua lapis ( lapis pertama 5 buah dan lapisan kedua 2
buah ) dengan jarak antar tulangan lapis pertama adalah 41,3 mm

retak
 Cek le bar

S =

= 42,857 mm < Smax (135 mm).........Ok!!!

Perhitu ngan tulangan utama daerah lapangan :

A0 = d

= 0,85 540,5

= 206,741
Cb =
. ,
=

= 324
Amx = 0,75 cb
= 0,75 x 324
= 243
Cmx = 0,85 x f’c x Amax x b
= 0,85 x 25 x 243 x 300
= 1239300
Mn max = Cmx (d-(Amx/2) x 0,8
= 1239300 x 419 x 0,8
= 415413360 N/mm
= 415, 41 kN/m
Menentukan rasio tulan gan

Rn =
ø. . ²
,
=
, . . ,²

= 2,43

M = = = 1 8,82
, ′ , .
, .′
= × 1

, .
= × 0 ,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0, 0035

= 0,75 = 0,0 196 = 0,02


. .
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,
= 0,0068
min< < maka yang a kan digunak an adalah = 0,0068
Aslx = . . . 10 = 0,007. 0,3. 0.5405. 10 = 1102,03 mm²
Dipakai tulangan 4D19 ( As terpasang = 1134 mm² )
 Cek terha dap jarak antar tepi terluar tu langan
× . )
S = (

( ( ) ( ) × )
=

= 41,3 mm > 25 mm..........memenuhi syarat minimum


retak
 Cek le bar

S =

= 75mm < Smax (135 mm).........Ok!!!


Cek Kapasitas Balok
Data balok induk :
- Mutu beton f’c= 25 Mpa
- Mutu baja fy= 400 Mpa
- Tulangan desak (A’s)= 3 D 19 = 850 mm²
- Tulangan tarik (As)= 7 D 19 = 1984 mm²
1. Anggap tul anga n tarik dan desak leleh, hitung a :
.
a=
, ×
).
=(
, ×

= 71,15 mm

Cek apak ah tulangan d esak leleh


.
a≥ 1.
.
a ≥ 0,85. = 151,73 mm
,

 71,15 < 151,73......(belum leleh)


Cek apakah tulangan tarik sudah leleh
.
a≤ 1.
.
a ≤ 0,85. ,
= 2 76,66 mm

 71,15 < 276,66......(sudah leleh)


2. Asumsi terjadi keruntuhan tarik-tulangan desak belum leleh
A. = 0,85 x f’c x b = 0,85 x 25 x 300 = 6375
B. = 600A’s –As.fy = 600x850-1984x400 = -283600
C. = -600 A’s. 1.d ’ = -600.850.0,85.59,5 = -25793250

Dengan persam aan kuadrat dapat dicari nilai a, yaitu


± ²
a=
( )± ( ) ( ).( )
=

)± , ,
=

= ± , .

= ±√ .

± ,
=
=5
2,6 mm
Ce
a ≥k apa kah tulangan desak leleh
.
1.
,
= 1 mm
a ≥ 0,85.51,73
52,6 < 151,73(belum leleh)

Cekarik leleh
apakaah
≤ tulangan t
.
1.a ≤ 0,85.6,66 mm
52,6 <. 276,66(sudah leleh) asumsi ok!
C
,
=2 7


=
,
=
,

= 65,75 mm
C > d’ => 65,75 > 59,5
Garis netral berada diatas tulangan bawah, berarti tulangan
tersebut berada di daerah tekan ( tidak semua tulangan tarik, ada
tulangan tekannya juga ).

Menghitung Resu ltan Ga ya-Gaya Inte rnal

f’s = s x Es = cu x 2.10 MPa


, ,
= 0,003 x 2. 10 MPa
,

= 290,4 Mpa
Cs = A’s x f’s = 850 x 290,4 = 246,84 KN
Cc = 0,8 5 f’c x a x b = 0,85 x 25 x 52,6 x 300 = 335,4 KN

Mn = Cc − + Cs(d – d’)

= 335,4 (540,5 – ,
)+ 246,84(540,5-59,5)

= 172462,68 + 118730,04
= 291192,72 KNmm = 291,2 KNm

Analisis Tulangan Geser Balok B-1


Desain tulangan geser balok dilakukan berdasarkan
ketentuan SRPMM yaitu analisis geser pada balok akibat pengaruh
gemp a :

Vu = +

Dimana
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
Mn = momen kapasitas balok

Menghitung Momen Kapasitas Balok


Dengan menggunakan perhitungan keruntuhan tarik dan tulangan
desak belum leleh maka didapat nilai
A. = 0,85 xxf’c0,85
b = x 25 x 600= 12750
B. = 600A’s s.fy
–A= 600x850-1984x400 = -283600
C. = -600 A’s.’ = -600.850.0,85.59,5 = -25793250
1.d dapat dicari nilai a, yaitu a
Denaan kuadrat
= persam
gan
± ²
=

( )± ( ) ( ).( )

= 44.87 mm

C =
,
=
,

= 52,79 m m
’ 2,
C < d => 5 79 < 59,5
= s
f’s s x E = cu x 2.10 M Pa
, ,
= 0,003 x 2. 10 MPa
,

= -76,28 Mpa
Cs = A’s x f’s = 850 x -76,28 = -64,84 KN
Cc = 0,8 5 f’c x a x b = 0,85 x 25 x 44,87 x 300 = 286,05 KN

Mnr = Cc − + Cs(d – d’)

= 286,05 (540,5 – ,
)+ -64,84(540,5-59,5)

= 148192,5 – 36690,7
= 117237 kNmm = 117,2 KNm
Mnl = Mn
= 291,2 KNm
Wu = 1,2 (19,8) + 1,6 (9)
= 38,16 KN/m

Vu = +
, , .
Vu = ,
+
= 182,55 KN
Vn =
,
,
=
,

= 243,4 KN
Vs = Vn - Vc
Kemampuan beton me naha n geser (Vc) :

Vc = x ′ xbxd

= x √25 x 300 x 540,5

= 135,13 KN
Vs = Vn – Vc
= 243,4 KN - 135,13 KN
= 108,27 KN
ФVc = 0,75 x 108,27
= 81,2 KN
Vu > ФV c, mak a diperlukan tulangan geser
Kontr ol di mensi

Vs ≤ x ′ xbxd

108,27 ≤ x √25 x 300 x 540,5 = 540,5 N = 540,5 KN

108,27 ≤ 540,5 penampang memenuhi


Dicoba sengkang vertikal ø10 mm (As= 78,5 mm²)
Av = 2 x 78,5
= 157
. .
Vs =
. .
S =
. . ,
=
,

= 196 mm
Jarak tulangan geser maksimum :

Smax = d/2 = 270,25 mm bila (Vs = 108,27) < x ′x bxd

= 270,25 kN

Smax = d/4 = 135,13 mm bila (Vs = 108,27) > x ′x bxd


= 270,25 KN
Jadi dipasang sengkang ø10 jarak 100 mm = ø10-100

Dengan yang sama tulangan geser pada setengah sampai seperempat


bentang dihitung sebagai berikut :
Vu = 136.9 K N
=
Vn
,
,
=
,

= 182,53 KN
Vs = Vn - Vc
Kemampuan beton menahan geser (Vc) :

Vc = x ′ xbxd

= x √25 x 300 x 540,5

= 135,13 KN
Vs = Vn – Vc
= 182,53 KN - 135,13 kN
= 47,4 KN
øVc = 0,75 x 47,4
= 35,55 KN
Vu > øV c, mak a diperlukan tulangan geser
Kontr ol di mensi

Vs ≤ x ′ xbxd

35,55 ≤ x √25 x 300 x 540,5

35,55 ≤ 540,5 penampang memenuhi


Dicoba sengkang vertikal ø10 mm (As= 78,5 mm²)
Av = 2 x 78,5
= 157

Vs =

S =
,
=
,

= 196 mm
Jarak tulangan geser maksimum :

Smax = d/2 = 270,25 mm bila (Vs = 108,27) < x ′x bxd

= 270,25 KN

Smax = d/4 = 135,13 mm bila (Vs = 108,27) > x ′x bxd

= 270,25 KN
Jadi dipasang sengkang ø10 jarak 100 mm = ø10-100
Tulangan Memanjang Torsi diasumsikan sama dengan tulangan
tumpuan pada balok maka digunakan tulangan 4D19 = (As = 1134
mm²)

Gambar 4.2 Penampang melintang Balok

4.6 Perencanaan Kolom


Analisis gaya-gaya dalam yang terjadi pada kolom dihitung dengan
bantuan software SAP2000. Hasil analisis pada kolom digunakan untuk
menentukan tulangan pokok dan tulangan geser / sengkang berdasarkan SNI
03-2847-2002.

4.6.1 Karakteristik Material


Kuat tekan beton (f’c) = 25 MPa
Mutu tulangan pokok fy = 400 MPa (Ulir D= 19 mm)
Mutu sengkang = 240 MPa (polos ø = 10 mm)
4.6.2 Perhitungan Penulangan Kolom
Dari hasil analisa software SAP2000 diperoleh berdasar
besarnya gaya-gaya dalam kolom tipe K1 sebagai berikut :
M1 = 283,71 kNm
M2 = 253,24 kNm
Vu = 136,9 kNm
Pu = 3316,56 kN

Gambar 4.3 Potongan Lendutan Kolom dan Balok Dari SAPV11

Perhitungan Tulangan Pokok


Selimut beton (p) = 40 mm
D tulangan pokok = 19 mm
Ø sengkan g = 10 mm

D’ = p + ( ø tulangan pokok ) + ø sengkang = 59,5

D = h – d’
= 550 – 59,5 = 490,5
 Kekakuan kolom dan balok
Dimensi kolom yang di tinjau 550 mm x 550 mm
Tinggi kolom (Lk) = 38 00 mm

Ec = 4700 ′
Ec = 4700 √25
= 23500 N/mm²

Ig = x 550 x 550³ = 7,6 x 10

Total beban mati per lantai (D) = 1128,1 ton


Total beban hidu p per lan tai (L) = 206,362 ton
,
=
, ,
, ,
=
, , , ,

= 0,98

,
EI kolom =

,
,
=
,

= 36080,80 kNm²

Peninjauan EI kolom ujung atas


Kolo m tipe K1 (550x550mm)

Ig = x 550 x 550³ = 7,6 x 10

,
EI kolom =

,
,
=
,

= 36080,80 KNm²
Peninjauan EI kolom ujung bawah = tidak ada kolom (terjepit
penuh)
Balok B1, dengan dimensi 300x600 m m, panjang (Lb)
=60 00m m

Ig = x 300 x 600³ = 5,4 x 10

,
EI balok =

,
,
=
,

= 25636,36 KNm²
Peninjauan EI balok ujung bawah = tidak ada balok (terjepit
penuh)

Faktor panjang efektif

Pada kolom tipe K1 berla kusebagai berikut :



g atas) =
Ψ (ujun
/
∑ /
,
,
= ,

= 2,22
Ψ (ujung bawah) = 0 (terjepit penuh)
Dari nomogram struktur tanpa pengaku SNI-03-2847-2002
diperoleh K = 1,2
 Penentuan faktor pembesaran moment
Pada struktu r por tal b ergoyang pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan ap abila,

≤ 34-12
,
34-12 = 34-12
,

= 2 0,56
,
= 27,64 > 20,56 maka pengaruh kelangsingan
,

diperhitungkan.
Komponen struktur tekan direncanakan menggunakan beban
aksia l terfaktor Pu dan momen yang diperbesar Mc.
²
Pc =
( )²

² ,
=
( , , )²

= 17108, 26 KN

Õs Ms = ∑
, ∑

,
= ,
,
= 282,81 KNm

 Tulangan kolom
Nilai Pu dan Mu terfaktor
Pn = 3316,56/0,65 = 5102,4
Mu = 282,81/0,8 = 353,51
et min = 15 + 0,03 h
= 15 + 0,03 . 550
= 31,5 mm

et =
,
=
,

= 85,53 > et min


Dengan peninjauan tulangan terbagi rata pada sisi-sisi
penam pan g :
,
.
= ²
, ,

= 0,8 > 0,1


e =,53 ;
85 = ,
= 0, 156

x
, .

= 0,8 x 0,1 56 = 0,12

Ditetapkan = .
= 0. 11

Menurut grafik dan tab el pere nca naa n beton bertulang


didapat harga r = 0,0 12
Untuk f’c = 25 M pa ; = 1, 0 ; =rx = 0,012
As total adalah = x Agr = 0,012 x 550²
= 3630 mm²
Maka tulangan yang memadai adalah 14D19 (As = 3967,39
mm²)
Perhitungan Sengkang
Berdasarkan SNI-03-1726-2002 perencanaan penampang berdasarkan
gaya geser harus didasarkan pada;
ØVn ≥ Vu
Vn = Vc + Vs
Gaya dalam yang terjadi pada kolom setelah pembesaran pada gaya
gempa yang terjadi sebesar dua kali :
Pu = 3316,56 KN
Vu = 182,55 KN
Kuat geser yang disum bangk an oleh beton untuk komponen struktur
yang di beba ni tekan a ksial (SNI 03-1726-2002)

Vc = Ø 1 + .b.d
.

,× √
= 0,75 1 + .550.490,5
.

= 0,75 (1+0,78) (0,83) .269775


= 298,924 KN
Dan tidak boleh l ebih dari;
,
Vc maks = Ø 0,3 ′ b.d 1+

, ,×
= 0,75 0,3 √25 550.490,5 1+

= 303496,875 √1 + 3,3
= 628,24 KN
Diambil nilai terkecil Vc = 298,924 KN
Karena Vu < Vc penampang tidak memerlukan tulangan geser, maka
digunakan luas tulanga n gese r minim um:
.
Av min = .
≥A v

√ . .
Av min = ≥ Av

Av min = 716,15 mm² < 763,88 mm²


Diambil Av = 763,88 mm²
Digunakan tulangan Ø10-100

Av terpasang = luas tulangan x ( )


= × 3,14 × 10² x

= 785 mm²

Untuk kolom pojok (550x500)


Dari hasil analisa software SAP2000 diperoleh berdasar besarnya gaya-
gaya dalam kolom tipe K1 sebagai berikut :
M1 = 121,39 KNm
M2 = 109,48 KNm
Vu = 68,45 KNm
Pu = 1105,56 KN

Gambar 4.4 Potongan Lndutan Kolom dan Balok Dari SAPV11

Perhitungan Tulangan Pokok


Selimut beton (p) = 40 mm
D tulangan pokok = 19 mm
Ø sengkan g = 10 mm

D’ = p + ( ø tulangan pokok ) + ø sengkang = 59,5

D = h – d’
= 550 – 59,5 = 490,5
 Kekakuan kolom dan balok
Dimensi kolom yang ditinjau 550 mm x 550 mm
Tinggi kolom (Lk) = 3800 mm
Ec = 4700 √25
= 23500 N/mm²

Ig = x 550 x 550³ = 7,6 x 10

Total beban mati per lantai (D) = 1128,1 ton


Total beban hidu p per lan tai (L) = 206,362 ton
,
=
, ,
, ,
=
, , , ,

= 0,98

,
EI kolom =

,
,
=
,

= 36080,80 KNm²

Peninjauan EI kolom ujung atas


Kolom tipe K1 (550x550mm)
Ig = 1/12 x 550 x 5 50³ = 7,6 x 10

,
EI kolom =

,
,
=
,

= 36080,80 KNm²
Peninjauan EI kolom ujung bawah = tidak ada kolom (terjepit
penuh)
Balok B1, dengan dimensi 3 00x600 m m, panjang (Lb) =
600 0m m

Ig = x 300 x 600³ = 5,4 x 10

,
EI balok =

,
,
=
,

= 25636,36 KNm²
Peninjauan EI balok ujung bawah = tidak ada balok (terjepit
penuh)

Faktor panjang efektif

Pada kolom tipe K1 berla kusebagai berikut :


∑ /
Ψ (ujung atas) = ∑ /

,
,
= ,

= 2,22
Ψ (ujung bawah) = 0 (terjepit penuh)
Dari nomogram struktur tanpa pengaku SNI-03-2847-2002
diperoleh K = 1,2
 Penentuan faktor pembesaran moment
Pada struktu r por tal b ergoyang pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan ap abila,

≤ 34-12
,
34-12 = 34-12
,

= 2 0,69
,
= 27,64 > 20,69 maka pengaruh kelangsingan
,

diperhitungkan.
Komponen struktur tekan direncanakan menggunakan beban
aksia l terfaktor Pu dan momen yang diperbesar Mc.
²
Pc =
( )²

² ,
=
( , , )²

= 17108, 26 KN

Õs Ms = ∑
, ∑

,
= ,
,
= 123 KNm

 Tulangan kolom
Nilai Pu dan Mu terfaktor

Pn = ,
= 17 00,86
,

Mu = = 153, 75
,

et min = 15 + 0,03 h
= 15 + 0,03 . 550
= 31,5 mm

et =

=
,

= 111,25 > et min


Dengan peninjauan tulangan terbagi rata pada sisi-sisi
penam pan g :
,
.
= ²
, ,

= 0,26 > 0,1

et =111,25 ; = ,
= 0 ,06

x
, .

= 0,26 x 0,21 = 0,12


Menurut grafik dan tab el pere nca naa n beton bertulang
didapat harga r = 0,0 06
Untuk f’c = 25 M pa ; = 1, 0 ; =rx = 0,006
As total adalah = x Agr = 0,006 x 550²
= 1815 mm²
Maka tulangan yang memadai adalah 12D19 (As =
2967,4345mm²)
Perhitungan Sengkang
Berdasarkan SNI-03-1726-2002 perencanaan penampang berdasarkan
gaya geser harus didasarkan pada;
ФVn ≥ Vu
Vn = Vc + Vs
Gaya dalam yang terjadi pada kolom setelah pembesaran pada gaya
gempa yang terjadi sebesar dua kali :
Pu = 3316,56 KN
Vu = 182,55 KN
Kuat geser y ang d isumbangk an oleh beton untuk komponen struktur
yang di beba ni tekan aksial (SN I03-1726-2002)

Vc = Ф 1 + .b.d

.

,× √
= 0,75 1 + .550.490,5
.

= 0,75 (1+0,78) (0,83) .269775


= 298,924 KN
Dan tidak boleh l ebih dari;
,
Vc maks = Ф 0,3 ′ b.d 1+

, ,×
= 0,75 0,3 √25 550.490,5 1+

= 303496,875 √1 + 3,3
= 628,24 KN
Diambil nilai terkecil Vc = 298,924
Karena Vu < Vc penampang tidak memerlukan tulangan geser, maka
digunakan luas tulanga n gese r minim um:
.
Av min = .
≥A v

√ . .
Av min = ≥ Av

Av min = 716,15 mm² < 763,88 mm²


Diambil Av = 763,88 mm²
Digunakan tulangan Ø10-100

A v terpa sang = luas tul angan x ( )

= × 3,14 × 10² x

= 785 mm²
4.7 Pertemuan Balok Dan Kolom
4.7.1 Pertemuan Balok Dan Kolom Dalam

Pertemuan kolom K1 ( mm²) dengan balok B1 ( ²)

Perhitungan Mn,ka = Mn,ki (B1)


Data masukan :
F’c = 25 Mpa
Fy = 400 Mpa
b = 300 mm
p = 40 mm
diameter sengkang (ø) = 10 mm
h = 600 mm
Tulangan tarik :
Tul As terpasang = 8 D 19 ( As terpasang = 2267,08 mm² )
Jumlah baris tu lang an terpasang = 3
Jarak antar tul angan dalam satu baris min = 2,5 cm
( ) ( )
d=h–p-ø-
( ) ( )
d = 600 – 40 - 10 -

= 496,5 mm
Tulangan tekan
Tulangan As’ terpasang = 2 D 19 ( As = 567 mm² )
Jumlah baris tulangan terpasang = 1
d’ = p + Ø +½ D = 40 + 10 + ½ 19 = 59,5 mm
Perhitungan Kapasitas Balok
As terpasang = 2267,08 mm²
As’ terp asang = 56 7 mm²

Ratio =

=
.

= 0,25
Pada contoh perhitungan balok B1 didapatkan momen kapasitas balok
B1 sebagai berikut :
Mn = 291,2 KNm
Mu = 0.8 x Mn
= 0,8 x 291,2
= 232,96 KNm
1. Perhitungan Gaya-gaya Dalam
Mn,ka = Mn, ki = 232,96 KNm
Mkap,bka = Mkap, bki = 291,2 KNm
, , ,
Vkolom =
(

Lki dan lki = bentang as kiri dan kanan joint


Lki = 6000 mm
Lka = 6000 mm
Lki’ dan Lka’ = bentang bersih balok kiri dan kanan joint
L’ki = Lki – 2x (½hcCL1)
= 6000 – 2 x(½600)
= 5400 mm
L’ka = Lka – 2x (½hcCL1)
= 6000 – 2 x(½600)
= 5 400 mm
,
Vkolom =
( )

,
=
( )

, (, , )
=

, ( )
=

= 118,013 KN
aka = aki = 52,6 mm
dka = dki = 540,5 mm
Zka = Zki = dka – ½ aka
= 540,5 – ½ 52,6
= 514,2 mm
Cka = Tka = Cki = Tki
, , , .³
= ,

= 396421,63 N
Vjv = Cki + Tka – V kolom = 396421,63 + 396421,63 – 118013
= 674830,26 N

Vjv = x Vjh

Dengan bj adalah lebar efektif pertemuan diambil sebagai berikut:


a. Bila bc (kolom) > bb (balok), maka diambil nilai terkecil
antara bj = bc atau bj = bb + 0,5 hc
b. Bila bc (kolom) < bb balok, maka diambil nilai terkecil
antara bj = bb atau bb = bc +0,5 hc
Dengan bc = 550 mm dan bb = 300 mm, 300 mm, berarti bc > bb
maka :
Bj = bc = 550 mm
Bj = bbka + 0,5 hc
= 300 + 0,5 x 550 = 575 mm
Bj = bbki + 0,5 hc
= 300 + 0,5 x 550 = 575 mm
Diam bil bj = 575 mm

Vjv = x Vjh

= x 674830,26

= 705504,36 N
2. Kontrol Tegangan H ori sontal Minimal

Vkontrol = < 1,5

Vkontrol = ,
< 1,5 √ 25

= 2,23 < 7,5 Mpa......OK!!

3. Penulangan Tegangan Geser horisontal Minimal


Dari hasil Sa p 2000 didapat Nu = - 1475,62 KN
,
=
²
= 4,88 Mpa > 0,1 x F,c = 0,1 x 25 = 2,5 kg/mm²
Sehingga :

Vsh = Vjh – V ch = Vjh - − 0,1 ′ x bj x hc

= 705504,36 - − 0,1 25 x 575 x 550

= 705504,36 - x 1,54 x 575 x 550

= 705504,36 - 324683,33
= 380821,03 N
,
Ash = =

= 1586,75 mm²
Digunakan sengkang g anda Ø 10 mm = 157 mm²

= ,
Jumlah lapis sengkang
∅ = 10 lapis
4. Penula ngan Ges er Ve rtikal

Vcv = x 0,6 +

= ,
x 0,6 +
,

= 176447,66 x 0,79
= 139393,65
Vsv = Vjh – Vcv
= 705504,36 - 139393,65
= 566110,71 N

Asv =
,
=

= 2358,79 mm²
Maka digunakan seng kang g anda Ø10 m m = 157 mm²
,
Jumlah lapis sngkang

= = 15 lapis
4.7.2 Pertemuan Balok – Kolom Luar
Pertemuan kolom K1 (55/55 cm²) dengan balok B1 (30/60 cm²)
Pertemuan kolom K1 (55/55 cm²) dengan balok B1 (30/60 cm²)
Perhitungan Mn,ka = Mn,ki (B1)
Data masukan :
F’c = 25 Mpa
Fy = 400 Mpa
b = 300 mm
p = 40 mm
diameter sengkang (ø) = 10 mm
h = 600 mm
Tulangan tarik :
Tul As terpasang = 8 D 19 ( As terpasang = 2267,08 mm² )
Jumlah baris t ulang an terpasang = 3
Jarak antar tul angan dalam satu bari s min = 2,5 cm
( ) ( )
d=h–p-ɸ -
( ) ( )
d = 600 – 40 - 10 -

= 496,5 mm
Tulangan tekan
Tulangan As’ terpasang = 2 D 19 ( As = 567 mm² )
Jumlah baris tulangan terpasang = 1
d’ = p + Ø +1/2 D = 40 + 10 + ½ 19 = 59,5 mm
Perhitungan Kapasitas Balok
As terpasang = 2267,08 mm²
As’ terp asang = 56 7 mm²

Ratio =

=
.

= 0,25
Pada contoh perhitungan balok B1 didapatkan momen kapasitas balok
B1 sebagai berikut :
Mn = 291,2 KNm
Mu = 0.8 x Mn
= 0,8 x 291,2
= 232,96
5. Perhitungan Gaya-gaya Dalam
Mn,ka = Mn, ki = 232,96 KNm
Mkap,bka = Mkap, bki = 291,2 KNm
, , ,
Vkolom =
(

Lki dan lki = bentang as kiri dan kanan joint


Lki = 0 mm
Lka = 4000 mm
Lki’ dan Lka’ = bentang bersih balok kiri dan kanan jont
L’ki = Lki – 2x (1/2 hcCL1)
=0
L’ka = Lka – 2x (1/2 hcCk1)
= 4000 – 2 x(1/2 550)
= 3 450 mm
,
Vkolom =
( )

, ( ,)
=

= 124,387 kN
aka = 52,6 mm
dka = 540,5 mm
Zka = dka – ½ aka
= 540,5 – ½ 52,6
= 514,2 mm
Cka = Tka
, , , .³
= ,

= 396421,63 N
Vjh = Cki + Tka – V kolom = 0 + 396421,63 – 124387
= 272034,63 N

Vjv = x Vjh

Dengan bj adalah lebar efektif pertemuan diambil sebagai berikut:


c. Bila bc (kolom) > bb (balok), maka diambil nilai terkecil
antara bj = bc atau bj = bb + 0,5 hc
d. Bila bc (kolom) < bb balok, maka diambil nilai terkecil
antara bj = bb atau bb = bc +0,5 hc
Dengan bc = 550 mm dan bb = 300 mm, 300 mm, berarti bc > bb
maka :
Bj = bc = 550 mm
Bj = bbka + 0,5 hc
= 300 + 0,5 x 550 = 575 mm
Bj = bbki + 0,5 hc
= 300 + 0,5 x 550 = 575 mm
Diam bil bj = 575 mm

Vjv = x Vjh

= x 272034,63

= 284399,84 N
6. Kontrol Tegangan H ori sontal Minimal

Vkontrol = < 1,5

Vkontrol = ,
< 1, 5 √25

= 0,9 < 7,5 Mpa......OK!!

7. Penulangan Tegangan Geser horisontal Minimal


Dari hasil Sap 2000v11 didapat Nu = - 65,504 KN
= - 65504 N

=
²

= 2,1 Mpa < 0,1 x F,c = 0,1 x 25 = 2,5 kg/mm²


Sehingga :
Vsh = Vjh
= 284399,84 N
,
Ash = =

= 1184,99 mm²
Digunakan sengkang g anda Ø 10 mm = 157 mm²
,
Jumlah lapis sengkang = = 8 lapis

8. Penula ngan Ges er Ve rtikal

Vcv = x 0,6 +

= ,
x 0,6 +
,

= 71128,13 x 0,61
= 43388,16
Vsv = Vjh – Vcv
= 284399,84 - 43388,16
= 241011,68 N

Asv =
,
=

= 1004,22 mm²
Maka digunakan sengka ng ganda Ø10 mm = 157 mm²

Jumlah lapis sngkang = ,


= 7 lapis

4.8 Perencanaan pondasi


4.8.1 Pondasi metode statis meyerhoff
a) Tinjauan Umum
Kedalaman yang direncanakan adalah 6 m dari
permukaan tanah,dengan panjang tiang 6 m dan tiang pancang
30x30 cm.
a) Daya dukung ujung tiang (Qp)
Pondasi bertumpu pada lapisan tanah lanau
berpasir pada kedalaman 6 m, maka dapat digunakan
persamaan
Qp1 = Ap.qp = Ap.q’.N*q dan Qp2 =Ap.qp1 = Ap.5.N*q.tan ɸ
 Menghitung luas penampang (Ap)
Ap = 0,3 x 0,3 = 0,09 (untuk pancang)
 Menghitung keliling pancang (P)
P = 4 x D = 4 x 0,3 = 1,2 m
 Mencari tegangan vertikal efektif ujung tiang (q’) pada
kedalaman 6 m
q’ = (γ x h)
= [(1,606) x 6]
= 9,64 t/m2
Lb/D = 6/0,3 = 20

Pada ujung tiang nilai ɸ = 33º maka dari (lb/D)cr = 9


Lb/D > (lb/D)cr maka didapat N*q = 90
Sehingga daya dukung ujung tiang tunggal (Qp) adalah :
Qp1 = Ap.qp = Ap.q’.N*q
= 0,09 x 9,64 x 90
= 78,084 ton (pancang)
Untuk keperluan desain harga Qp dibatasi sesuai dengan
persamaan:
Qp2 = Ap.qp1.= Ap.5N*q.tanɸ
= 0,09x5x 90 x tan33
= 26,33 ton (pancang)
Dari kedua harga Qp digunakan yang terkecil yaitu 26,33 ton
(untuk tiang pancang)
b) Daya dukung selimut tiang (Qs)
 Pada kedalaman -0.00 s/d -6.00 m (silty clay)
Pada lapisan ini tanah memiliki parameter Cu dan ɸ, jika
parameter yang digunakan adalah C u makaformula yang
digunakan berdasarkan persamaan.
Qs = Ʃp.ΔL.f dimana f = σ.Cu
Maka : f = 0,55 x 0,48 = 0,264 t/m2
Qs = Ʃp.ΔL.f
= 1,2 x 6 x 0,264
= 1,9 t/m2 (pancang)
Dan jika perameter tanah yang digunakan adalah ɸ maka formula
yang digunakan adalah Qs = As.f
Dimana f =K.q’ tan δ sehingga :
K = ko = 1 – sin ɸ = 1 – sin 27 = 0,55
Dari tabel harga δ = ¾ . 27 = 20,25º
Tegangan vertikal efektif pada kedalaman – 6.00 m
Q’A = γ x h = 1,606 x 6 = 9,64 t/m2
Sehingga untuk Qs adalah :
Qs = 1,2 x 6 x 1,63 = 11,736 (pancang)

Dari perhitungan dua parameter diatas ternyata memberikan


hasil yang besar jika menggunakan parameter ɸ, maka untuk
kepentingan perencanaan digunakan nilai terkecil yaitu
berdasarkan parameter Cu sebesar) dan 1,9 t/m 2 (untuk tiang
pancang).
Maka f = 0,46 x 9,64 x tan 24,75º = 1,78 t/m2
Sehingga untuk Qs adalah :
Qs = 1,2 x 1 x 1,78 = 2,136 ton (pancang)
Qs tot = 1.9 + 2,136 = 5,036 t0n

Jadi daya dukung ultimit tiang adalah :


Qu + Qs = 26,33 + 5,036 = 31, 336 ton (pancang)
,
Daya dukung ijin Qall = +
, = 17,61 ton (tiang pancang)

4.8.2 Menghitung Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)


Metode nottingham and schmertmann (1975)
Filosofi dalam penentuan daya dukung selimut tiang tentu
merupakan tahanan yang ditimbulkan dari keliling tiang sepanjang
kedalaman rencana. Nilai friksi lokal akan menetukan besaran α’
setiap kedalaman lapisan sehingga akan menghasilkan nilai total untuk
setiap diameter dan kedalaman yang ditinjau. Untuk data friksi lokal
menggunakan hasil sondir yang ada.
Tabel 4.3 Resume Qs untuk Tiang Pancang
Elevasi Dia. Qs = As.L.fc.α’c
Panajng As fc
ujung Pancang α’c
tiang (L) Cm2 Kg/cm2 kg ton
tiang cm
-6.00 m -600 cm 30 cm 120 1.07 0.4 30816 30.816
4.8.3 Efisiensi Kelompok Tiang
Pada umumnya tiang digunakan dalam sebuah kelompok tiang
untuk meneruskan beban bangunan ke tanah. Analisa perhitungan
daya dukung tiang tunggal tentunya perlu direduksi dengan
melakukan efisiensi kelompok tiang. Hal ini diperlukan mengingat
tegangan yang disalurkan dari tiang ke tanah akan mengalami
perpotongan/gangguan antar tiang. Untuk itu diperlukan sebuah jarak
minimum dari penetapan jarak antar tiang dalam kelompok, dalam hal
ini aka
n digu nakan sya rat 2,5D. Dalam menetapkan efisiensi
ok t
kelomp iang aka n di gunakan formula converse-labarre.
1− ( ) ( )
=
..

Pada tabel dibawah disajikan perhitungan efisiensi kelompok


tiang dengan berbagai jumlah tiang.
Tabel 4.4 Efisiensi Kelompok Tiang Pancang
Jarak tiang 2,5D dengan 30x30 cm
Jumla
Dia. Jarak Jumlah
h (n- (m- ( 90.m.
Tiang tiang baris d/s Eg
tiang 1) 1) / ) n
(d) (s) (m)
(n)
2 2 1 1 0 0.15 8.22 180 0.955
3 2 2 2 1 0.15 8.22 540 0.894
0.3 4 2 2 3 1 0.15 8.22 720 0.887
5 2 2 4 1 0.15 8.22 900 0.880

4.8.4 Kapasitas Kelompok Tiang


Kapasitas kelompok tiang merupakan kemampuan daya dukung
suatu kelompok tiang yang terdiri dari satu atau lebih tiang setelah
adanya faktor reduksi berupa efisiensi kelompok tiang. Untuk itu
kapasitas tiang kelompok akan menggunakan rumus Qg = n.Qa.Eg
Tabel 4.5 Kapasitas Kelompok Tiang Pancang
1 tiang 2 tiang 3 tiang 4 tiang 5 tiang
data Qa
Qg Qg Qg Qg
(ton) Eg Eg Eg Eg
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
78,084 0.955 149.14 0.894 209.421 0.887 277.042 0.880 345.569

Dengan melihat tabel pembebanan dan kapasitas kelompok


tiang, maka kebutuhan tiang penulis menggunakan tiang pancang
sebanyak 5 tiang untuk masing-masing kolom agar mempermudah
perhitungan.

4.8.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Terhadap Gaya Lateral


Metode brown memberlakukan hanya pada tanah homogen yaitu
tanah lempung saja atau pasir saja. Berdasarkan data yang tersedia
diketahui bahwa jenis tanah mayoritas adalah lanau berpasir, sehingga
formula yang digunakan adalah formula untuk tanah pasir, maka
dipakai untuk perhitungn keseluruhan tiap kolom menggunakan
jumlah tiang pancang sebanyak 5 buah.
4.8.6 Mengitung Gaya Lateral
Perhitungan diwakili pada kolom yang ditopang oleh 5 tiang
pancang, dikarenakan pada kolom ini memiliki beban paling besar
dibandingkan dengan kolom yang lain pada lokasi 1.
D = 30mc= 0,3 m
L=6 m
. , .
= = = 39740.625

E = modulus elastisitas beton digunakan 2,1 x 105 kg/cm2 x


EI = 2,1 x 105 kg/cm2 x 39740.625 cm4
= 8.3455 x 109 kg/cm2
= 834.55 tm2
Gaya lateral (H) yang bekerja pada tiang kolom sebesar 33,32
ton yang bekerja pada kolom dasar, selanjutnya gaya ini akan
didistribusikan kepada 8 tiang yang menopang kolom tersebut. Jika
distribusi beb
an dianggap merata pada setiap tiang, maka satu tiang
aha
akan6.66
m en n gaya horizont al sebesar
.
=

ɸ = 27, γ = 1,469 t/m2  lapisan tanah paling atas


һͪ = u ntuk pasir pada t 20 x 103 = 2000 ton/m3

= . = 0,84
һͪ =
L = 6 ≥ 4T (4 x 0,84 = 3,36)  termasuk tiang panjang

Kp = 45 + = 45 + = 2,66

Momen yang bekerja pada kolom sebesar Mu = 253,24 ton, jika


didistribusikan merata kepada 5 tiang maka satu tiangnya Mu = 44,65
ton.
,
= = 14 10
, . , .,

Dari grafik hub ungan a ntara dengan


. . ..

Maka didapat = 1410 maka = 1410


.. , . , .,

Hu = 1410 x 0,33 x 1,4 69 x 2,66


= 1 48,76 ton
,
= = 49,58 > 6,66 .........tiang kuat terhadap gaya lateral

Periksa terhadap faktor keamanan untuk ga ya lateral


( )
= > 1,01
,
= = 7 > 1,01
,

4.8.7 Penurunan Pondasi Tiang


Jika diperhatikan dari data lapisan tanah yang ada maka
diketahui bahwa lapisan pendukung berupa tanah lanau berpasir.
Keberadaan tanah lempung relatif sedikit dan hanya berada
dipermukaan, sedangkan ujung pondasi tiang berada pada tanah
berpasir. Sehingga penurunan yang terjadi berupa penurunan seketika
(short term settlement).
4.8.8 Penurunan Pondasi Pancang
Tiang bertumpu pada lapisan tanah lanau perpasiran dengan
kedalaman 6 meter. Penurunan dihitung pada tiang yang menopang
kolom, sebagai perwakilan terhadap tiang yang lain karena memiliki
beban yang paling besar.
4.8.9 Penurunan Pondasi Tiang Kelompok
Perhitungan penurunan kelompok tiang menggunakan metode
Vesic, 1977. Rumus yang digunakan untuk menhitung penurunan
kelom pok tian g yaitu :

Dimana :
Sg = penurunan kelompok tiang
S = penurunan pondasi tiang tunggal = 1cm
Bg = lebar kelompok tiang = (m-1).s + D = (4-1).0,9 +0,3 = 3 m = 300
cm
D = diameter tiang = 30 cm
Maka penurun an tiang kel om pok adalah ;

= =1 = 3,16

Sg < S maksimum yang diizinkan  3,16 < 7,5 cm................( Ok )


4.8.10 Penulangan Tiang Pancang
Perhitungan penulangan tiang pancang mengacu pada tabel buku
CUR 4 dan untuk nilai Pu (tekanan ultimit) digunakan Qult rata-rata
Tiang pancang diameter 30 cm
Untuk mendapatkan nilai As total diasumsikan d’ = 50 mm dan
h = 400 mm, maka d’/h = 0,125 – 0,15, untuk perrencangan
selanjutkan digunakan tabel CUR 4 hal 99, sebelum dicari sumbu
vertikal dan horizontal untuk mendapatkan nilai r, diketahui data-data
sebelumnya :
f’c = 35 MPa
fy = 400 MPa
pu = 3316560 N
pu’ = 0,1 x fc x Agr
= 0,1 x 35 x (1/4 x 4002) = 439600 ton
 Pada sumbu vertikal (Ø = 0,3) untuk fc = 35 MPa : 0,85 menjadi
0,81

= = 0,131
. ., , , .

 Pada su mbu h orizontal

,
(, ) (, )
= = = 0,0675

Sehingga

0,0675 = 0,209
, .

Dar i perhitu ngan diatas, didapat se mbu vertikal dan horizontal yaitu :
0,13 1 dan 0, 209, maka didapat nila i r = 0,04
= . ( = 35 ; = 1,33)
= 0, 041 1,3 3 = 0,0532

= = 0,0532 300 = 3375,58

Mak dibutuhkan tulangan 12 Ø19

J arak tulangan pondasi :

=
.( ) , ( , )
= = = 100
Gambar 4.5 Tulangan Tiang Pnacang

4.8.3 Penulangan Pile Cap


D tulangan utama = 16
P = 100 mm
d=h–p–½D
= 1000 – 100 – ½ 16 = 892
Tulangan arah x = Tulangan arah y
Mu = Pmax x r + Mu
= 331,656 x 0.7 + 28,371
= 260,63 Tm
Momen parameter lebar poer = 260,63/1.4 = 186,16

Menentukn rasio tulangan

Rn =
. ²
,
=
. ²

= 221,38

M = = = 1 8,82
, ′ , .
, .′
= × 1

, .
= × 0 ,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0,0035

= 0,75 = 0,0 196 = 0,02


..
= 1− 1−

, ,
= 1− 1−
,

= 0,00 47
maka y ang aka n di gunakan adalah min = 0,0035
Aslx = . . . = 0,0035. 1000. 892 = 3122 mm²
Dipakai tulangan D16 - 100 ( As terpasang = 3215 mm² )
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perencanaan dengan mengacu pada beberapa literatur terutama
SNI 03-3847-2002 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
 Dimensi yang digunakan pada perencanaan ini adalah untuk tebal
pelat sebesar 12 cm, ukuran balok yaitu 300 x 600 mm, sedangkan
kolom yang direncanakan untuk K1 terdapat pada lantai 1 sampai 3
dengan dimensi 550 x 550 mm dan K2 pada lantai 4 sampai 6
berdimensi 500 x 500 mm.
 Tangga memiliki jumlah anak tangga sebanyak 29 buah dengan
lebar bordes 1,5 meter dengan tebal bordes adalah 12 cm
 Pada perencanaan balok lift didapat untuk tulangan tumpuan
menggunakan tulangan 4D12 dan tulangan lapangan menggunakan
4D12.
 Sedangkan untuk sengkang pada balok lift menggunakan D10-150
 Untuk pelat penumpu pada lift perencanaan pada daerah lapangan
arah x adalah D10-100 dan tulangan tumpuan arah x D10-100,
untuk tulangan lapangan arah y menggunakan tulangan D10-100
sedangkan tulangan tumpuan arah x menggunakan tulangan D10-
250.
 Pada perhitungan pelat bangunan didapat pada daerah lapangan
arah x menggunakan D10-100 dan pada daerah lapangan arah y
juga menggunakan tulangan D10-100, begitu pula pada daerah
lapangan dan tumpuan arah x menggunakan D10-100, sedangkan
untuk tulangan pembagi menggunakan tulangan D10-200.
 Pada perhitungan penulangan balok didapat hasil untuk daerah
tumpuan menggunakan tulangan 8D19 sedangkan untuk daerah
lapangan menggunakan 4D19 dan juga tulangan torsi yang
diperoleh adalah 4D19
 Untuk perencanaan sengkang pada seperempat bentang
menggunakan sengkang D10-100 dan pada setengah bentang
menggunakan tulangan D10-100.
 Perencanaan kolom yang didapat pada hasil perhitungan adalah
untuk balok utama ditengah menggunakan tulangan 16D19
sedangkan untuk kolom pojok 14D19.
 Untuk tulangan geser atau sengkang yang digunakan pada kolom
utama menggunakan sengkang D10-100 begitu pula pada kolom
pojok menggunakan sengkang D10-100.
 Pada perencanaan pondasi tiang pancang didapatlah untuk jumlah
masing-masing kolom ditopang oleh 5 tiang pancang sedalam 6
meter dengan diameter tiang pancang adalah 30 x 30 cm dengan
hasil perencanaan untuk jumlah tulangan yang dipakai oleh tiang
pancang adalah 12D19.
 Sedangkan untuk perencanaan pilecap nya menggunakan tulangan
16-100.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari tugas akhir ini, saran yang dapat dianjurkan penulis
adalah sebagai berikut:
 Perlu meninjau variasi bentuk gedung agar mempermudah dalam
perhitungan terutama ketika menggunakan program SAP.
 Bentuk gedung sangat mempengaruhi perhitungan dalam program
SAP, jadi penting menentukan bentuk gedung sehingga dalam
perencanaan gempa mudah menentukan apakah menggunakan
statik ekivalen atau menggunakan respon spektrum.
 Menggunakan program SAP dapat mempermudah perencanaan
sehingga sangat efektif dalam mendesain bangunan.
 Desain gempa perlu dimasukan agar mengurangi resiko yang besar
pada saat pelaksanaan nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2013. Persyaratan beton strultural untuk bangunan


gedung : SNI-2847 : 2013.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung (beta version) : SNI-03-2847 : 2002.
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Baja Tulangan Beton : SNI-07-2052-2002
Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Bangunan Gedung : SNI-1726-2002
Bowles, E Joseph. 1999. Analisis dan Desain Pondasi Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Departeman Pekerjaan Umum. Peraturan pembebanan Indonesia Untuk Gedung
( PPIUG ), Direktorat Yayasan Penerbit PU, 1987.
Dipohusodo, Istimawan. 1999. Struktur Beton Bertulang. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Dewobroto, Wiryanto., 2007, Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP
2000, Elex Media Komputindo Jakarta.
H.S, Sardjono. 1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid 1 . Surabaya : Sinar Wijaya.
H.S, Sardjono. 1991. Pondasi Tiang Pancang Jilid 2 . Surabaya : Sinar Wijaya.
Ir. Suyono Sosrodarsono, Kazuto Nakazawa, 2000, “Mekanika Tanah & Teknik
Pondasi”, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Mc Cormac, Jack C.2001.”Desain Beton Bertulang-Edisi Kelima-Jilid 1”.
Penerbit Erlangga:Jakarta
Mc Cormac, Jack C.2004.”Desain Beton Bertulang-Edisi Kelima-jilid 2”.
Penerbit Erlangga:Jakarta
Vis, W.C dan Gideon H. Kusuma. 1994. Dasar- Dasar Perencanaan Beton
Bertulang. Erlangga: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai