Anda di halaman 1dari 2

Kekerasan dan Eksploitasi pada Karapan Sapi

Kekerasan atau penganiayaan atau penindasan terhadap hewan adalah penderitaan


atau kekerasan yang dilakukan manusia terhadap hewan dengan tujuan selain perlindungan
diri. Sedangkan eksploitasi hewan ialah segala perbuatan memanfaatkan hewan untuk bisa
mendapatkan keuntungan pribadi tanpa mengerti dampaknya untuk si hewan tersebut. Sering
kali pada pelaksanaan lomba karapan sapi yang menjadi tradisi dan budaya masyarakat
Madura melakukan banyak kekerasan pada sapi yang akan dilombakan. Hal itu semata-mata
dilakukan agar dapat memenangkan perlombaan tanpa melihat kondisi sapi itu sendiri.
Beberapa hal ‘kekerasan’ yang sering kali dilakukan pada perlombaan karapan sapi,
yakni banyak terdapat joki yang menggunakan rekeng (tongkat kecil berpaku) untuk memacu
kecepatan sapinya. Umumnya, para joki ini menggunakan benda-benda tajam seperti paku
lalu ditusuk-tusukkan ke bongkong sapi. Serta bagian dalam ekor sapi diikat dengan kayu
yang juga berpaku. Saat berlari, ekor yang dipasangi kayu berpaku itu naik turun, dan
menusuk kulit sekitar dubur sapi. Hal tersebut dilakukan agar sapi karapan ini bisa berlari
kencang dan sampai garis finish duluan. Akibatnya sapi mengalami luka hingga
mengeluarkan darah pada bagian pangkal ekor.

Berdasarkan tradisi masyarakat pemilik sapi karapan, maka hewan tersebut menjelang
diterjunkan ke arena dilukai di bagian pantatnya yakni diparut dengan paku hingga kulitnya
berdarah agar dapat berlari cepat. Bahkan luka itu diberikan sambal atau balsem yang dioles-
oleskan di bagian tubuh tertentu antara lain di sekitar mata. Bahkan sekujur badan dikucuri
spirtus atau cuka atau cairan yang terasa panas untuk menimbulkan sakit serta efek yang
dapat membuat sapi merasa kepanasan dan marah hingga dia berlari bagai mengamuk.
Praktik-praktik semacam itu menjadikan sapi tampak kesurupan. Matanya melotot.
Napasnya mendesis. Pada kondisi seperti itu, tidak jelas apakah setiap pasangan sapi karapan,
berlari karena kekuatan ototnya atau karena ingin lepas dari rasa sakit. Selama perlombaan
berlangsung, bisa jadi pasangan sapi akan diadu beberapa kali. Yang artinya, sapi-sapi
tersebut akan mendapatkan perlakuan menyakitkan berulang-ulang.
Begitu perlombaan usai, para pemilik sapi langsung menyembuhkan luka-luka
tersebut dengan cara ditetesi spiritus, zat cair yang mengandung alkohol dan mudah
menguap, atau air panas bercampur garam pada luka-luka sapi. Dengan cairan tersebut luka-
luka diyakini bisa cepat kering dan sembuh.

Sumber:
https://travel.kompas.com/read/2008/10/17/07092068/pantat.dipaku.mata.dan.dubur.diolesi.b
alsam?page=all
https://www.pasuruankab.go.id/berita-3855-warga-wonorejo-terus-pertahankan-tradisi-
karapan-sapi.html
http://jelajah-nesia.blogspot.com/2012/11/sisi-kekerasan-pada-satwa-dalam-karapan.html

Anda mungkin juga menyukai