Daftar Isi.................................................................................................................1
BAB I (PENDAHULUAN)
Latar Belakang.........................................................................................................2
Permasalahan...........................................................................................................2
Tujuan......................................................................................................................3
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)........................................................................4
BAB III (PERMBAHASAN)................................................................................7
BAB
(KESIMPULAN)....................................................................................10
IV
Daftar Pustaka......................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Semakin berumur usia suatu bangsa, maka semakin beragam pula
kebudayaan yang dimiliki. Sebagai warga negara, sepatutnya kita menjaga dan
merawat itu semua agar tetap ada. Tak heran bahwa belakangan ini, para
sesepuh tak gentar memamerkan budaya dan mengenalkannya kepada
generasi muda supaya rasa cinta terhadap budaya itu sendiri tak akan pudar.
Budaya daerah tersebut pun bermacam-macam. Bisa berupa tarian, benda
peninggalan, upacara adat, maupun lomba tradisional setempat.
Namun bagaimana apabila kebudayaan itu, misalnya kebudayaan karapan
kelinci tak sesuai dengan norma dan etika yang berlaku pada ilmu kedokteran
hewan? Kebimbangan akan acuan dasar generasi muda sangatlah diuji di titik
ini. Untuk itu, makalah ini perlu dibuat untuk dijadikan referensi dasar
generasi muda dalam menentukan sikap.
1.2 PERMASALAHAN
1. Apa itu kebudayaan karapan kelinci?
2. Mengapa kebudayaan karapan kelinci tidak sesuai dengan etika dan
norma di ilmu kedokteran hewan?
3. Bagaimana sikap generasi muda / mahasiswa kedokteran hewan yang
seharusnya dalam menyikapi kebudayaan karapan kelinci?
1.3 TUJUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep
welfare dari
Society
for
Animals)
animal
WSPA
(World
Protection
dikenal
nama Five
of
dengan
Freedom.
yang
dipelihara
atau
Freedom from hunger and thirst (Bebas dari rasa lapar dan haus).
Freedom from discomfort (Bebas dari rasa panas dan tidak nyaman).
Freedom from pain, injury, and disease (Bebas dari luka, penyakit dan
sakit).
Freedom from fear and distress (Bebas dari rasa takut dan penderitaan).
Freedom to express normal behavior (Bebas mengekspresikan perilaku
normal dan alami) (Abrianto, 2009).
Di sisi lain, Tradisi karapan sapi di Pulau Madura, Jawa Timur sudah banyak
dikenal masyarakat. Tapi sekarang, warga di Kabupaten Sampang, Madura punya
tradisi baru yang unik yaitu karapan kelinci. Awalnya, adu balap kelinci ini biasa
dimainkan anak-anak. Permainan ini kemudian diminati oleh orang dewasa
hingga menjadi hobi baru yang terus dikembangkan menjadi ajang perlombaan
yang cukup menarik.
kelinci yang diadu tiga ekor. Kelinci yang tiba di garis finis tercepat akan keluar
sebagai juara. Agar larinya kencang, mereka juga memberi aneka asesoris di
seluruh tubuh kelinci. Aneka asesoris ini dilekatkan melalui penjepit kawat. Ada
pula yang dilekatkan dengan peniti. Rasa sakit yang luar biasa inilah, membuat
lari kelinci tak terkendali.
BAB III
PEMBAHASAN
berprikehewanan telah terjadi sejak awal kebudayaan ini lahir. Padahal, hewan
juga makhluk hidup yang memiliki hak layaknya manusia.
Akhir akhir ini, organisasi nasional Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia bahkan organisasi internasional OIE (Office International des
Epizooties)/WOAH (World Organization for Animal Health) tak gentar gentarnya
membahas tentang Animal Welfare. Bagaimana tidak? Jika hewan dibiarkan bebas
tanpa ada hak-hak yang melindungi, akan banyak spesies yang punah dan
merugikan manusia sendiri. Padahal, setidaknya hewan harus merasakan tiga hal;
hidup normal alami, sehat dan bugar, serta bahagia.
Pada dasarnya, tak semua yang dilegalkan oleh pemerintah saat ini telah
sesuai dengan ilmu kedokteran hewan sendiri. Apabila ditinjau dari sisi budaya,
masih banyak budaya lokal yang menunjukkan adanya kekerasan pada hewanhewan yang tak bersalah. Menurut UU no. 18 tahun 2009 pasal 66-67 tentang
Kesejahteraan Hewan, telah disebutkan bahwa hewan yang ada harus diayomi
kehidupannya. Dengan kata lain, manusia yang memiliki akal pikiran harus
menjaga serta merawat hewan-hewan tersebut agar selalu dalam keadaan sehat
dan tidak merasa tersakiti sama sekali. Namun apa yang terjadi saat ini? Sebut
saja karapan kelinci dari Madura. Apabila biasanya sapi dan kerbau lah yang
menjadi pemeran utama, kali ini hewan kecil rumahan (pet animal) telah menjadi
sasaran. Dimulai dari keisengan warga dalam melombakannnya, event yang satu
ini kian marak diselenggarakan di daerah madura.
jumlah kelinci
sangatlah banyak. Jadi apabila salah satu dari kelinci mati, mereka bisa
membelinya lagi. Padahal jika terus-menerus diperlakukan seperti itu, keberadaan
kelinci pasti akan menipis seiring dengan berjalannya zaman.
Kepedulian kita tak perlu menunggu ketika kelinci kelinci itu habis. Yang
perlu kita lakukan hanyalah mensosialisasikannya kepada pihak daerah dan
pemerintah setempat. Membuat mereka peka, bahwa di salah satu pulau telah
terkikis animal welfarenya. Pemerintah perlu mengetahui dan meninjau separah
apa tradisi itu berjalan dan seberapa banyak kelinci yang menderita akibat tradisi
itu. Mereka perlu melakukan suatu pembatasan pada teknis perlombaan karapan
kelinci serta pembatasan perilaku yang sekiranya tak sampai membuat kelinci
tersebut kesakitan. Karena kita tidak mungkin mematikan budaya lokal semenamena. Budaya indonesia merupakan suatu kekayaan, namun animal welfare juga
merupakan suatu kepentingan.
BAB IV
KESIMPULAN
pemelihara hewan kesayangan, dan bukan karena kita pertenak, tapi karena kita
manusia. Manusia yang beradab, manusia yang mendengungkan hak asasinya; hak
untuk hidup, hak untuk merdeka, dan hak untuk bahagia. Manusia yang tentu
peduli dengan hak kelayakan hidup untuk hewan, yakni animal welfare.
DAFTAR PUSTAKA
10
11