Disusun oleh:
MELISYA NATASHA
XII IPS 4
SMAN 1 PARIGI
Segala puji syukur hanya berlimpah kepada Allah yang selalu melimpahkan rahmat-
nya.sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "INDONESIA
PADA MASA REFORMASI".
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
a.latar belakang
b.Tujuan
c.rumusan masalah
BAB II PEMBAHASAN
a.kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era reformasi sekarang ini, media massa berkembang sangat pesat, tidak
seperti pada masa orde baru, perkembangan media massa pada saat itu tidak bebas
dalam perannya untuk menyuarakan kepentingan public. Media yang mengancam
kekuasan Negara mengalami bayang-bayang akan adanya pembredelan dan
pengensoran.Dalam sejarahnya pada Tahun 1945 sampai dengan 1950- an, pers
Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Di penghujung Tahun 1945, pertumbuhan pers semakin baik, yang
ditandai oleh mulai beredarnya surat kabar di tanah air seperti Koran Soeara
Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesia
News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia (Ishak Salim, 2013:
4).Pada Tahun 1950-1960- an, masa ini pers menjadi pers partisan yang memiliki
tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya. Masa ini merupakan
masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi
liberal, banyak didirikannya partai politik dalam memperkuat sistem pemerintahan
parlementer. Pers masa itu merupakan alat propaganda dari partai politik. Beberapa
partai politik memiliki media atau koran sebagai corong partainya.
B.TUJUAN
a.Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berfikir kritis, logis, dan analisis.
c.Melatih daya kritis objekif dan analitis dalam penulisan karya sejarah serta
kepekaan pada peristiwa masa lampau untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk
melangkah ke masa depan.
C.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan makalah ini yaitu agar kita lebih luas mempelajari atau
mengetahui "INDONESIA PADA MASA REFORMASI"
BAB II PEMBAHASAN
Pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto mengatakan reformasi baru dapat dilaksanakan
pada 2003, pernyataan tersebut disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri Hartono
dan Menteri Penerangan Dachlan. Sehari kemudian, 2 Mei 1998, pernyataan yang
mendapat respons keras dari sejumlah kalangan, termasuk mahasiswa saat itu,
diralat oleh Presiden Soeharto, pihaknya kemudian menyatakan reformasi dapat
dilakukan sejak saat itu, yakni 1998.
Di hari yang sama, Presiden Soeharto memangkas subsidi energi mengikuti saran
dari International Monetery Fund atay IMF. Karuan saja keputusan tersebut
menyulut aksi penolakan dari mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia. Sebab,
akibat kebijakan tersebut harga Bahan Bakar Minyak atau BBM naik dari Rp700
menjadi Rp1.200 per liternya.
Pada 3 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang pimpinan DPR, partai politik, dan
partai Golongan Karya atau Golkar. Meskipun pertemuan tersebut tidak lazim,
Presiden Soeharto berdalih acara tersebut merupakan pertemuan silaturahmi dan
konsultasi setelah sidang umum MPR. Pertemuan dilakukan di kantor Presiden
Soeharto di Bina Graha, Kompleks Istana Merdeka selama 90 menit.
Hasil pertemuan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri
Penerangan Alwi Dachlan. Hartono mengatakan, dalam pertemuan tersebut
Soeharto menyampaikan keinginannya supaya DPR menggunakan hak inisiatif, untuk
itu Soeharto meminta DPR untuk menyiapkan perangkat sesuai dengan aspirasi
masyarakat untuk mereformasi sejumlah rambu-rambu politik.
Pada 9 Mei 1998, Soeharto menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau
KTT G-15 di Kairo, Mesir, sekaligus kali terakhir lawatan Soeharto ke luar negeri
sebagai presiden. Kemudian pada 12 Mei 1998, bertepatan dengan hari Selasa pukul
16.30 WIB, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai untuk
menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR. Namun aksi pawai tersebut dihadang oleh
aparat keamanan.
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 semakin menjadi pada 14 Mei 1998, penjarahan dan
perusakan toko dan rumah etnis Tionghoa terjadi di sejumlah kota di Indonesia.
Bahkan penjarahan juga terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dan
sekitarnya, di antaranya Supermarket Hero, Superindo, Makro, Goro dan Ramayana
serta Borobudur. Selain dijarah dan dirusak, beberapa toko tersebut dibakar oleh
massa yang mengamuk.
Sekitar 288 orang tewas dan 101 mengalami luka-luka akibat peristiwa itu, data
tersebut dicatat oleh Palang Merah Indonesia. Kerugian DKI Jakarta akibat kerusuhan
tersebut diperkirakan mencapai Rp2.5 triliun dengan perincian sebanyak 4.939
bangunan rusak, 21 di antaranya merupakan bangunan milik pemerintah. Informasi
tersebut disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso. Di hari yang
sama, Soeharto yang tengah berada di Mesir, mengatakan di depan masyarakat
Indonesia di Kairo, dirinya bersedia mengundurkan diri apabila rakyat Indonesia
memang benar-benar menginginkan hal tersebut.
Suasana Jakarta semakin mencekam, 16 Mei 1998, warga asing secara massal
kembali ke negara mereka dan berusaha secepat mungkin meninggalkan Jakarta,
menyebabkan Bandara penuh sesak. Soeharto kembali memanggil Wiranto bersama
KSAD Jenderal Subagyo dan Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursyid. Soeharto
menginstruksikan kepada mereka untuk membentuk Komando Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib.
Kemudian pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dan delegasi mendatangi gedung
DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi agar Soeharto mundur dari jabatan
presiden, mereka menyebut diri sebagai delegasi Gerakan Reformasi Nasional. Di
depan massa, Ketua DPR/MPR Harmoko didampingi sejumlah wakilnya mengadakan
siaran pers. Dalam siaran pers tersebut, Harmoko menyampaikan bahwa dirinya dan
juga jajaran DPR lainnya juga menghendaki serta menyarankan agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri.
Sehari sebelum mundurnya Soeharto, 20 Mei 1998, malam hari Soeharto menerima
surat hasil keputusan dari 14 Menteri Koordinator Kabinet Pembangunan VII yang
menyatakan sikap tidak bersedia menjabat sebagai menteri dalam kabinet
mendatang yakni Kabinet Reformasi maupun reshuffle Kabinet Reformasi. Soeharto
merasa terpukul dan ditinggalkan oleh orang-orang kepercayaannya. Malam itu,
setelah berdiskusi dengan sejumlah pejabat, di antaranya Wiranto, akhirnya
Soeharto bersedia melengserkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie dan
akan diumumkan keesokan harinya.
Kamis, 21 Mei 1998, di Istana Merdeka, tepat pukul 09.05, Soeharto mengumumkan
mundur dari jabatan presiden dan digantikan B.J. Habibie sebagai presiden ketiga RI.
Dengan begitu, dimulainya era reformasi.
A.KESIMPULAN
Lahirnya reformasi tak lepas dari Jatuhnya rezim Orde Baru yang memiliki gaya
politik kekuasaannya yang cenderung otoriter, represif dan tidak demokratis. Dengan
kekuatan utamanya, Golkar dan Militer. Orde Baru berhasil mempertahankan
kelangsungan kekuasaannya selama tiga dasawarsa lebih. Sikap perlawanan dan
oposisi yang dilakukan oleh kelas menengah muslim dan non muslim berhasil
dipatahkan mengingat betapa sangat berkuasanya rezim ini dalam berbagai dimensi
kehidupan masyarakat. Baru setelah krisis ekonomi menjalar ke Indonesia dan
memporak-porandakan perekonomian nasional, arus deras perlawanan yang
dilakukan mahasiswa dengan rakyat semakin menemukan momentumnya untuk
menjatuhkan rezim Orde Baru. Tidak dapat dipungkiri lagi, akhirnya rezim Soeharto
(Orde Baru) jatuh, dan digantikan wakilnya, B. J. Habibie. Era Reformasi yang sering
disebut sebagai era keterbukaan dan kebebasan politik telah menciptakan sebuah
kondisi yang mendukung bangkitnya kembali politik Islam dan tumbuhnya gagasan-
gagasan tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia
_SEKIAN TERIMAKASIH_