Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Disusun oleh:

MELISYA NATASHA

XII IPS 4

SMAN 1 PARIGI

Jl.Babakan Ardhiyasa No.62 Desa karangjaladri,

Kecamatan parigi,Kabupaten Pangandaran

Tahun pelajaran 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya berlimpah kepada Allah yang selalu melimpahkan rahmat-
nya.sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul "INDONESIA
PADA MASA REFORMASI".

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan.Oleh karena itu,saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
dari berbagai pihak,Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

a.latar belakang

b.Tujuan

c.rumusan masalah

BAB II PEMBAHASAN

a.Lahirnya masa reformasi di Indonesia

b.kronologi Indonesia pada masa reformasi

BAB III PENUTUP

a.kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada era reformasi sekarang ini, media massa berkembang sangat pesat, tidak
seperti pada masa orde baru, perkembangan media massa pada saat itu tidak bebas
dalam perannya untuk menyuarakan kepentingan public. Media yang mengancam
kekuasan Negara mengalami bayang-bayang akan adanya pembredelan dan
pengensoran.Dalam sejarahnya pada Tahun 1945 sampai dengan 1950- an, pers
Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Di penghujung Tahun 1945, pertumbuhan pers semakin baik, yang
ditandai oleh mulai beredarnya surat kabar di tanah air seperti Koran Soeara
Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesia
News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia (Ishak Salim, 2013:
4).Pada Tahun 1950-1960- an, masa ini pers menjadi pers partisan yang memiliki
tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya. Masa ini merupakan
masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi
liberal, banyak didirikannya partai politik dalam memperkuat sistem pemerintahan
parlementer. Pers masa itu merupakan alat propaganda dari partai politik. Beberapa
partai politik memiliki media atau koran sebagai corong partainya.

B.TUJUAN

a.Sebagai sarana untuk mengembangkan daya berfikir kritis, logis, dan analisis.

b.Sebagai sarana efektif untuk mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah.

c.Melatih daya kritis objekif dan analitis dalam penulisan karya sejarah serta
kepekaan pada peristiwa masa lampau untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk
melangkah ke masa depan.

d.Meningkatkan disiplin intelektual terutama dalam bidang sejarah.

C.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan makalah ini yaitu agar kita lebih luas mempelajari atau
mengetahui "INDONESIA PADA MASA REFORMASI"
BAB II PEMBAHASAN

A.LAHIRNYA MASA REFORMASI DI INDONESIA

Lahirnya reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara di Republik Indonesia. Salah satu bentuk perubahan tersebut adalah
reformasi hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang
dikenal dengan otonomi daerah. Konsekuensi dari implementasi otonomi daerah
adalah kebutuhan dana yang cukup besar, sehingga dalam pelaksanaannya harus
diiringi dengan pelimpahan kewenangan dibidang keuangan yang dinamakan dengan
desentralisasi fiskal. Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah. Salah satunya berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah sebagai upaya peningkatan kinerja ekonomi
daerah.Peningkatan kinerja ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari strukur
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah yang
bersangkutan. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang
hendak dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam
satuan moneter. Dalam organisasi sektor publik anggaran merupakan instrumen
akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan uang publik. Dalam pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara menyebutkan anggaran memiliki fungi otorisasi, fungsi
perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi distribusi dan
fungsistabilisasi. Agar sistem penganggaran dapat berjalan dengan baik, maka fungsi
perencanaan sebagai salah satu fungsi anggaran harus dilakukan dengan cermat dan
sistematis.

B.KRONOLOGI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto mengatakan reformasi baru dapat dilaksanakan
pada 2003, pernyataan tersebut disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri Hartono
dan Menteri Penerangan Dachlan. Sehari kemudian, 2 Mei 1998, pernyataan yang
mendapat respons keras dari sejumlah kalangan, termasuk mahasiswa saat itu,
diralat oleh Presiden Soeharto, pihaknya kemudian menyatakan reformasi dapat
dilakukan sejak saat itu, yakni 1998.

Di hari yang sama, Presiden Soeharto memangkas subsidi energi mengikuti saran
dari International Monetery Fund atay IMF. Karuan saja keputusan tersebut
menyulut aksi penolakan dari mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia. Sebab,
akibat kebijakan tersebut harga Bahan Bakar Minyak atau BBM naik dari Rp700
menjadi Rp1.200 per liternya.

Pada 3 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang pimpinan DPR, partai politik, dan
partai Golongan Karya atau Golkar. Meskipun pertemuan tersebut tidak lazim,
Presiden Soeharto berdalih acara tersebut merupakan pertemuan silaturahmi dan
konsultasi setelah sidang umum MPR. Pertemuan dilakukan di kantor Presiden
Soeharto di Bina Graha, Kompleks Istana Merdeka selama 90 menit.

Hasil pertemuan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri
Penerangan Alwi Dachlan. Hartono mengatakan, dalam pertemuan tersebut
Soeharto menyampaikan keinginannya supaya DPR menggunakan hak inisiatif, untuk
itu Soeharto meminta DPR untuk menyiapkan perangkat sesuai dengan aspirasi
masyarakat untuk mereformasi sejumlah rambu-rambu politik.

Naiknya harga BBM di tengah ekonomi masyarakat sedang terpuruk memicu


demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota di Indonesia, pada 4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung serta Yogyakarta melakukan aksi demonstrasi yang
berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran bentrok dengan aparat
keamanan. Demonstrasi besar-besaran masih berlanjut hingga 5 Mei 1998 di Medan,
demonstrasi ini juga berujung kerusuhan.

Pada 9 Mei 1998, Soeharto menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau
KTT G-15 di Kairo, Mesir, sekaligus kali terakhir lawatan Soeharto ke luar negeri
sebagai presiden. Kemudian pada 12 Mei 1998, bertepatan dengan hari Selasa pukul
16.30 WIB, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai untuk
menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR. Namun aksi pawai tersebut dihadang oleh
aparat keamanan.

Peristiwa tersebut berujung pada penembakan aparat keamanan terhadap


demonstran yang mengakibatkan empat orang mahasiswa Trisakti tewas. Mereka
adalah Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, dan Hendryawan,
keempat mahasiswa ini dikenang sebagai pahlawan reformasi dan peristiwa tersebut
dinamai Tragedi Trisakti.
Sehari setelah peristiwa berdarah tersebut, sejumlah mahasiswa dari berbagai
Universitas di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang mendatangi Kampus Universitas
Trisakti untuk menyampaikan duka cita. Namun, secara tiba-tiba menjelang tengah
hari sekelompok masa datang dari Jalan Daan Mogot menuju Kampus Universitas
Trisakti dan bentrok dengan aparat keamanan. Peristiwa tersebut terjadi di bawah
jembatan layang Grogol, Jakarta Barat. Hari itu disebut juga dengan Hari Rabu
Kelabu 13 Mei 1998, yang menyebabkan Jakarta jadi kota berdarah.

Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 semakin menjadi pada 14 Mei 1998, penjarahan dan
perusakan toko dan rumah etnis Tionghoa terjadi di sejumlah kota di Indonesia.
Bahkan penjarahan juga terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dan
sekitarnya, di antaranya Supermarket Hero, Superindo, Makro, Goro dan Ramayana
serta Borobudur. Selain dijarah dan dirusak, beberapa toko tersebut dibakar oleh
massa yang mengamuk.

Sekitar 288 orang tewas dan 101 mengalami luka-luka akibat peristiwa itu, data
tersebut dicatat oleh Palang Merah Indonesia. Kerugian DKI Jakarta akibat kerusuhan
tersebut diperkirakan mencapai Rp2.5 triliun dengan perincian sebanyak 4.939
bangunan rusak, 21 di antaranya merupakan bangunan milik pemerintah. Informasi
tersebut disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso. Di hari yang
sama, Soeharto yang tengah berada di Mesir, mengatakan di depan masyarakat
Indonesia di Kairo, dirinya bersedia mengundurkan diri apabila rakyat Indonesia
memang benar-benar menginginkan hal tersebut.

Pada 15 Mei 1998, Soeharto balik ke Indonesia, setibanya di Jakarta ia memanggil


Wakil Presiden B.J. Habibie, Wiranto, Kepala Staf Angkatan, Pangdam Jaya Sjafrie
Sjamsoeddin untuk mengevaluasi situasi. Selama di Kairo, Soeharto mendapatkan
informasi terkait perkembangan situasi kerusuhan dari putri sulungnya, Siti
Hardiyanti Rukmana. Dalam pertemuan bersama Wakil Presiden dan sejumlah
pejabat tersebut, Soeharto membantah bahwa dirinya telah mengatakan bersedia
mengundurkan diri.

Suasana Jakarta semakin mencekam, 16 Mei 1998, warga asing secara massal
kembali ke negara mereka dan berusaha secepat mungkin meninggalkan Jakarta,
menyebabkan Bandara penuh sesak. Soeharto kembali memanggil Wiranto bersama
KSAD Jenderal Subagyo dan Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursyid. Soeharto
menginstruksikan kepada mereka untuk membentuk Komando Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib.

Kemudian pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dan delegasi mendatangi gedung
DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi agar Soeharto mundur dari jabatan
presiden, mereka menyebut diri sebagai delegasi Gerakan Reformasi Nasional. Di
depan massa, Ketua DPR/MPR Harmoko didampingi sejumlah wakilnya mengadakan
siaran pers. Dalam siaran pers tersebut, Harmoko menyampaikan bahwa dirinya dan
juga jajaran DPR lainnya juga menghendaki serta menyarankan agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri.

Mendengar kabar tersebut, 19 Mei 1998, Soeharto kemudian memanggil sejumlah


tokoh Islam yang terdiri dari sembilan orang. Di antaranya yaitu Nurcholis Madjid,
Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan tersebut
berlangsung selama dua jam lebih, para tokoh agama ini menyampaikan bahwa
rakyat Indonesia tetap menginginkan Soeharto mundur dari jabatan presiden.
Namun Soeharto tetap kukuh bahwa dirinya tetap bisa mengatasi keadaan saat itu,
ia menolak mundur dan mengusulkan pembentukan Komite Reformasi.

Sehari sebelum mundurnya Soeharto, 20 Mei 1998, malam hari Soeharto menerima
surat hasil keputusan dari 14 Menteri Koordinator Kabinet Pembangunan VII yang
menyatakan sikap tidak bersedia menjabat sebagai menteri dalam kabinet
mendatang yakni Kabinet Reformasi maupun reshuffle Kabinet Reformasi. Soeharto
merasa terpukul dan ditinggalkan oleh orang-orang kepercayaannya. Malam itu,
setelah berdiskusi dengan sejumlah pejabat, di antaranya Wiranto, akhirnya
Soeharto bersedia melengserkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie dan
akan diumumkan keesokan harinya.

Kamis, 21 Mei 1998, di Istana Merdeka, tepat pukul 09.05, Soeharto mengumumkan
mundur dari jabatan presiden dan digantikan B.J. Habibie sebagai presiden ketiga RI.
Dengan begitu, dimulainya era reformasi.

BAB III KESIMPULAN

A.KESIMPULAN

Lahirnya reformasi tak lepas dari Jatuhnya rezim Orde Baru yang memiliki gaya
politik kekuasaannya yang cenderung otoriter, represif dan tidak demokratis. Dengan
kekuatan utamanya, Golkar dan Militer. Orde Baru berhasil mempertahankan
kelangsungan kekuasaannya selama tiga dasawarsa lebih. Sikap perlawanan dan
oposisi yang dilakukan oleh kelas menengah muslim dan non muslim berhasil
dipatahkan mengingat betapa sangat berkuasanya rezim ini dalam berbagai dimensi
kehidupan masyarakat. Baru setelah krisis ekonomi menjalar ke Indonesia dan
memporak-porandakan perekonomian nasional, arus deras perlawanan yang
dilakukan mahasiswa dengan rakyat semakin menemukan momentumnya untuk
menjatuhkan rezim Orde Baru. Tidak dapat dipungkiri lagi, akhirnya rezim Soeharto
(Orde Baru) jatuh, dan digantikan wakilnya, B. J. Habibie. Era Reformasi yang sering
disebut sebagai era keterbukaan dan kebebasan politik telah menciptakan sebuah
kondisi yang mendukung bangkitnya kembali politik Islam dan tumbuhnya gagasan-
gagasan tentang formalisasi syariat Islam di Indonesia
_SEKIAN TERIMAKASIH_

Anda mungkin juga menyukai