Anda di halaman 1dari 10

metode pencatatan persediaan barang dagang

      seperti yang kita ketahui bahwa perusahaan dagang melakukan aktivitas transaksi
pembelian barang dagangan yang kemudian untuk dijual kembali, setelah barang dagang
dibeli maka akan timbul persediaan barang dagang. berkaitan dengan barang dagang tersebut,
perusahaan dagang memiliki beberapa metode pencatatan persediaan barang dagang yang
berfungsi untuk melihat dan memanage persediaan barang yang ada diperusahaan tersebut.

pencatatan persediaan barang dapat dilakukan dengan 2 sistem pencatatn, yaitu:


1. sistem persediaan perpetual
dimana setiap pembelian dan penjualan barang dagang dicatat pada akun persediaan. hal ini
mengakibatkan jumlah persediaan barang dagang untuk dijual dan jumlah barang dagang
yang telah terjual secara terus menerus tercantum dalam catatan persediaan.
2. sistem persediaan periodik
pada sistem ini, catatan persediaan sepanjang periode akuntansi tidak memperlihatkan jumlah
persediaan barang dagang untuk dijual dan jumlah barang yang telah terjual. meskipun
demikian perhitungan fisik atas sisa persediaan dilakukan pada akhir periode akuntansi (stock
opname). perhitungan persediaan secara fisik dilakukan untuk menentukan harga pokok/ cost
dari sisa persediaan barang dagang pada akhir periode dan harga pokok penjualan selama
periode bersangkutan.

pada akhir periode ayat jurnal penyesuaian untuk persediaan pada sistem periodik adalah
sebagai berikut:
1. penyesuaian untuk persediaan awal:
    HPP                                 Rp xxx
           Persediaan                              Rp xxx
2. penyesuaian untuk pembelian
    HPP                                 Rp xxx
           Persediaan                              Rp xxx
3. penyesuaian untuk persediaan akhir periode
    Persediaan                       Rp xxx
           HPP                                       Rp xxx

Penentuan Kuantitas Persediaan


jumlah persediaan barang pada akhir periode laporan adalah jumlah fisik barang yang ada
dalam gudang dan toko, dan barang-barang dalam perjalanan. jumlah fisik persediaan barang
dapat dihitung melalui stock opname pada akhir periode laporan. pada saat stock opname
dilakukan ,mutasi keluar masuk barang tidak boleh dilakukan. barang dalam perjalanan
adalah barang yang masih berada di pihak pengangkut tetapi telah diakui sebagai milik
perusahaan .

Perhitungan Harga Perolehan Persediaan


secara umum, perhitungan harga perolehan persediaan barang dihitung berdasarkan metod
aliran anggapan. metode ini antara lain:
1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk paling awal akan dikeluarkan (dijual) terlebih
dahulu.
2. LIFO (Last In First Out), barang yang masuk paling akahir akan dikeluarkan/ dijual
terlebih dahulu.
3. Weighted Average (rata-rata tertimbang), barang yang akan dijual dianggap memiliki
harga yang sama sehingga kejadian masuk barang tidak diperhatikan.
1. PENGERTIAN PERSEDIAAN DAN CARA PENCATATAN

Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau


bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau
barang yang akan digunakan. Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem
yaitu: Sistem Periodik dan Sistem Perpetual.

Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang
men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang
atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun
Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun
Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di
gudang.

Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat
jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada
akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah
kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan
persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan
awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan
akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang
pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan
sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil
inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun
Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat
jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.

Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic,
namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan,
seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.

Transaksi Sistem Periodek Sistem Perpetual

Membeli barang Pembelian Persediaan Brg Dag


1. dagangan secara kredit 10.000   10.000  
Rp 10.000 Hutang Hutang
10.000 10.000

Hutang Hutang
2. Retur pembelian Rp 500 500   500  
Retur Pembelian Persediaan Brg Dag
500 500

Piutang/Kas 4.000  
Terdapat barang yang Piutang/Kas Penjualan 4.000
3.
dijual. Harga jual Rp
4.000  
4.000 dan harga pokok  
barang Rp 1.500 Penjualan HPP
4.000
Persediaan Brg Dag 1.500  

1.500
4. Pada akhir tahun  Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui
karena tanpa inventarisasi fisik barang, persediaan, namun inventarisasi perlu
tidak dapat diketahui persediaan yang ada
dilakukan 

 
   
Ikhtisar L/R 150  
Misalkan menurut
perhitungan fisik pada Persediaan B.D. 150 Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan
akhir tahun saldo saldo rekening persediaan, perusahaan perlu
persediaan Rp 200 dan   membuat jurnal, jika sama tidak perlu
pada awal tahun Rp membuat jurnal.
150.
   

Persediaan B.D  

Ikhtisar L/R 200  

200

1. MENENTUKAN COST DARI PERSEDIAAN AKHIR

Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing


pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam
menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang
yang masih ada di gudang.

Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006
sebagai berikut:

    

Januari 1 Persediaan        200 unit @ $10 = $2,000

        12 Pembelian        400 unit @ $12 = $4,800

        26 Pembelian        300 unit @ $11 = $3,300

        30 Pembelian        100 unit @ $13 = $1,300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006


adalah 300 unit. Tentukan:

1. Persediaan per 31 Januari 2006.


2. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.

    Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300
+ 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena
harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan
sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir
sebagai berikut:

1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap
yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal
dari pembelian yang termuda/terakhir.
2. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang
pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian
yang paling awal.
3. Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan harga
pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada
ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.

Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem
perpetual.

1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik


1. FIFO

Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit
diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:

    200 unit                @ $10 = $2,000

    400 unit                @ $12 = $4,800

    100 unit                @ $11 = $1,100

    Harga pokok penjualan             $7,900

Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26


dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:

    200 unit                @ $11 = $2,200

    100 unit                @ $13 = $1,300

    Persediaan akhir             $3,500

2. LIFO

Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit
diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:

100 unit                @ $13 = $1,300

300 unit                @ $11 = $3,300


300 unit                @ $12 = $3,600

Harga pokok penjualan             $8,200

Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian


tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:

200 unit                @ $10 = $2,000

100 unit                @ $12 = $1,200

Persediaan akhir             $3,200

    3). Metode Rata-rata

Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu


dibuat perhitungan sebagai berikut:

Tangga
Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
l
Jan 1 Persediaan 200 $10 $2,000
12 Pembelian 400 $12 $4,800
26  Pembelian  300 $11  $3,300 
30  Pembelian  100  $13  $1,300 
Jumlah  1,000    $11,400 
Rata-rata = $11,400 : 1,000  $11.4 

Harga pokok penjualan = 700 x $ 11.4 = $7,980

Persediaan akhir = 300 x $11.4 = 3,240

1. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual

Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok


barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual
barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini
digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis
barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk
persediaan yang nilainya tinggi.

Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:

    Tanggal  Keterangan  Unit  Harga Beli per Unit 


Jan. 1  Persediaan  200  $10 
12   Pembelian 400  $12 
17   Dijual  300   
26  Pembelian  300  $11 
27   Dijual  200   
28  Dijual  300   
30  Pembelian  100  $13 

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:

Dibeli Dipakai Persediaan

   
Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah
Tgl Ket
Jan 1 Persediaan             200 10 2,000
200 10 2,000
12  Pembelian  400 12 4,800      
400  12  4,800 
200 10 2,000
17  Dijual        300  12  3,600 
100 12 1,200
300 12 3,600
26  Pembelian  300  11  3,300       
300  11  3,300 
100 12 1,200
27  Dijual        200 12 2,400
300  11  3,300 
100 12 1,200
28  Dijual       100  11  1,100 
200  11  2,200 
100 11 1,100
30  Pembelian  100  13  1,300       
100  13  1,300 

1. MENAKSIR COST PERSEDIAAN

Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau


sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan
beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika
setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka
menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam
menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin
menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak
bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan
metode laba kotor.

1. Metode Harga Eceran

Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut


harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost
terhadap harga eceran. Contoh:

                    

                        Harga Pokok (Cost)    Harga Eceran

Persediaan 1 Januari 2005            $ 60,000        $ 100,000

Pembelian Januari 2005                $ 540,000        $ 900,000

Barang tersedia untuk dijual            $ 600,000        $ 1,000,000

% Cost thd Harga Eceran=

    (600,000 : 1,000,000) x 100% = 60%

Penjualan                                $ 700,000

Persediaan akhir                            $ 300,000

Nilai cost persediaan akhir = 60% x $ 300,000 = $ 180,000

2. Metode Laba Kotor

Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah


dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan
harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan.
Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah
dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya.
Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui,
% laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya.
Misalkan persediaan awal tahun 2005 $ 100,000 pembelian selama
bulan Januari $ 1,200,000 dan penjualan selam bulan Januari menurut
rekening buku besar $ 90,000 dan laba kotor 20% dari harga jual,
maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:

        Persediaan 1 Januari 2005                    $ 100,000

        Pembelian Januari 2005                        $ 1,200,000

        Barang tersedia untuk dijual                    $ 1,300,000


        Penjualan                $ 900,000

        Laba Kotor (20% x $ 900,000)        $ 180,000

        Harga pokok barang yang dijual                    $ 720,000

        Persediaan akhir                        $ 580,000

1. MENYAJIKAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA

Nilai yang disajikan di neraca dpat saja nilai costnya seperti yang telah
ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di
neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah
antara cost dengan harga pasarnya.

Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost
dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan
dengan cost $ 1,000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut
adalah $ 900, maka yang disajikan di neraca adalah $ 900. Jika harga pasar
barang tersebut adalah $ 1,100, maka yang disajikan di neraca adalah
costnya yaitu $ 1,000.

Yang dimaksud dengan cost adalah pasar harga yang tidak lebih tinggi dari
ceiling dan tidak boleh lebih rendah dari floor. Ceiling adalah taksiran harga
jual dikurangi dengan taksiran biaya penjualan barang tersebut. Floor adalah
ceiling dikurangi dengan laba normal. Misalkan perusahaan telah menaksir
biaya penjualan adalah 2% dari harga jual dan laba kotor yang normal bagi
perusahaan itu adalah 20% dari harga jual maka berikut ini diberikan
beberapa kemungkinan sebagai berikut:

Market 
 
 
  Replacemen Floo Ceilin Marke
Cos t r g t
t COMWIL
Kasu
s Cost ($)  ($)  ($)  ($) 
($)
($) 
A .65 .70 .55 .80 .70 .65
B .65 .60 .55 .80 .60 .60
C  .65 .50 .55 .80 .55 .55
D  .50 .45 .55 .80 .55 .50
E  .75 .85 .55 .80 .80 .75
F  .90 1.00 .55 .80 .80 .80

 
Dalam kasus A replacement cost berada di antara floor dan ceiling, oleh karena
itu replacement cost akan mewakili market untuk dibandingkan dengan cost yaitu
$ .65. Ternyata cost $.65 lebih rendah dari market ($.70) oleh karena itu harga
yang dilaporkan adalah cost nya yaitu $ .65.

Dalam kasus B, replacement cost yang $.60 berada di antara ceiling, dan floor
oleh karena itu replacement cost dapat mewakili market kemudian dibandingkan
dengan cost $.65. Ternyata market lebih rendah, maka yang disajikan di neraca
adalah market.

Dalam Kasus C, replacement cost $.50 ternyata dibawah floor maka market
diwakili oleh floor, kemudian dibandingkan dengan cost, ternyata floor lebih
rendah, maka yang disajikan di neraca adalah floor

Dalam kasus D, replacement cost di bawah floor, maka market diwakili oleh floor
dan dibandingkan dengan cost. Ternyata cost lebih rendah, maka yang disajikan
di neraca adalah cost. Begitu juga kasus E.

Dalam kasus F, replacement cost di atas ceiling, sehingga ceiling, mewakili


market dan dibandingkan dengan cost, ternyata lebih rendah, sehingga yang
disajikan di neraca adalah ceiling,.

SOAL LATIHAN

SOAL 1

Berikut ini disajikan data persediaan dari PT ABC untuk bulan Januari 2006:

Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit


Jan 1 Persediaan 10 $50
5 Pembelian 20 $55
10  Pembelian 30  $60 
15  Penjualan  15   
20  Pembelian  20  $65 
25  Penjualan  25   

Diminta:

1. Susun kartu persediaan dengan metode FIFO, LIFO, dan Average.


2. Buat jurnal transaksi tanggal 15 dan 25 Januari dengan masing-masing
metode di atas.
 

SOAL 2

Persediaan per 1 Januari 2007 at cost Rp 6.000.000,00 sementara itu harga


ecerannya Rp 10.000.000,00. Pembelian bulan Januari Rp 30.000.000,00, kemudian
ditetapkan harga ecerannya Rp 50.000.000,00. Menurut data penjualan dari pita
yang ada pada cash register, penjualan selama bulan Januari Rp 40.000.000,00.
Berdasarkan informasi di atas, tentukan cost persediaan akhir dengan
menggunakan metode harga eceran.

SOAL 3

Persediaan pada tanggal 1 Januari 2007 Rp 2.000.000,00. Selama bulan Januari


perusahaan telah membeli barang dengan harga Rp 10.000.000,00. Penjualan bulan
Januari sebesar Rp 11.000.000,00. Laba kotor ditetapkan oleh perusahaan sebesar
25% dari harga jual. Berdasarkan data di atas, tentukan cost persediaan akhir
dengan menggunakan metode laba kotor.

Anda mungkin juga menyukai