Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANDIRI – TUMAN

HUKUM DAN KONTRAK BISNIS

KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA

Nama : Shinta Hani


Npm : 214010094
Kelas : MJB

(1) Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang pemakaian stelsel pendaftaran deklaratif dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta?
2. Apakah stelsel pendaftaran deklaratif dalam Hak Cipta dapat memberikan
kepastian hukum bagi Pencipta apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta melalui
media internet?

(2) Mengapa masalah-masalah yang anda rumuskan pada poin nomor (1) dapat
terjadi?

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data yang berupa hasil penelitian dan juga
informasi mengenai latar belakang pemakaian stelsel pendaftaran deklaratif dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan juga kepastian hukum bagi pencipta
apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta melalui media internet dengan diberlakukannya stelsel
pendaftaran deklaratif dalam Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode berfikir deduktif,
dan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan hukum dan
pendekatan sejarah hukum.
Hasil dari penelitian ini adalah Undang undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
menganut stelsel pendaftaran deklaratif, didasarkan dari teori hukum alam, yang diajarkan Jhon
Locke dan George Hegel, bahwa seseorang memiliki hak milik alami (natural right) terhadap
benda hasil pemikirannya. Hak cipta didapatkan secara otomatis tanpa pendaftaran karena Hak
cipta bersifat manunggal dengan penciptanya, karena hak cipta timbul dari hasil olah pemikiran
penciptanya dan mencerminkan kepribadian pencipta. Stelsel pendaftaran deklaratif tidak
dapat memberikan kepastian hukum bagi pencipta. Pencipta akan kesulitan dalam
membuktikan bahwa ciptaan tersebut adalah hasil karyanya jika ciptaan itu tidak didaftarkan.
Dalam hal terjadinya sengketa terhadap pelanggaran hak cipta, Pencipta tidak memiliki bukti
yang kuat yang menyatakan bahwa hak cipta itu adalah miliknya. Melalui media internet
Ciptaan dapat diubah dan disebarluaskan dengan sangat mudah. Pencipta atau pemegang Hak
Cipta akan kesulitan dalam mencegah dilanggarnya Hak Cipta mereka. Apabila ciptaan tidak
didaftarkan penegak hukum maupun masyarakat akan sulit membantu dalam melacak akan
terjadinya pelanggaran Hak Cipta yang terjadi di internet, karena penegak hukum maupun
masyarakat tidak mengetahui bahwa Ciptaan itu ada.
(3) Bagaimana seharusnya penyelesaian atas masalah-masalah yang muncul pada
point nomor (2)?

Hak Cipta dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta adalah adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Upaya Hukum yang dapat dilakukan Pencipta terhadap pelanggaran Pasal ini
dapat melalui Pengadilan Niaga untuk perkara perdata, dan sanksi pidana penjara atau denda
untuk perkara pidana.

Mengenai batasan konsep, secara terperinci dijabarkan sebagai berikut :


1. Kepastian Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja (2003: 13) adalah
hukum harus dapat memberikan jaminan kepastian akan hak dan kewajiban
seseorang berdasarkan aturan hukum dan hukum harus dapat menjamin
tidak adanya kesewenang-wenangan dalam masyarakat.
2. Stelsel Pendaftaran Deklaratif Menurut Prof. Kollewijn (Saidin, 2004: 89)
adalah stelsel yang menganggap bahwa Hak Cipta sebagai sesuatu hak yang
lahir dengan sendirinya secara alamiah bersamaan dengan lahirnya Ciptaan
itu kedalam bentuk nyata, adanya hak tidak diperlukan suatu formalitas.
Pendaftaran Hak Cipta bukan menerbitkan hak, melainkan hanya
memberikan dugaan atau sangkaan saja menurut peraturan perundangundangan, bahwa orang
yang Hak Ciptanya terdaftar itu adalah si pemilik
hak sebenarnya dari Ciptaan atau sebagai Pencipta dari hak yang
didaftarkannya.
(4) Berikan penjelasan atas peran masing-masing pihak (Tri Partit) dalam penyelesaian
masalah yang terjadi dalam pelanggaran Hak Cipta

a. Lembaga Kerjasama Tripartit (LKS Tripartit)


Dasar hukum dapat dilihat pada ketentuan Pasal 107
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang
telah diatur dalam aturan pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja Dan Susunan
Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit jo Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Kerja Dan
Susunanorganisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit jo Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Tata Kerja Dan
Susunan Organisasi Lembaga Kerja Sama Tripartit.

LKS Tripartit ini merupakan forum komunikasi, konsultasi dan


musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari
unsur organisasi pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh, dan
Pemerintah, yang bertujuan memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat
kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyususnan kebijakan dan
pemecahan masalah ketenagakerjaan. Undang-undang mengatur LKS
Tripartit terdiri dari LKS Tripartit Nasional dan LKS Tripartit Sektoral Nasional
yang berada pada tingkatan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai