Anda di halaman 1dari 51

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CAD 3VD (CORONARY ARTERY DESEASE 3 VESSEL DESEASE)
DENGAN POST OP CABG (CORONARY ARTERY BYPASS
GRAFTING) DI RUANG JANTUNG RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

Disusun Oleh Kelompok 3H


Anggota:
1. Bagas Adidharmawan 2130006
2. Salsa Nur Fadhilah 2130013
3. Putri Ayu Sulistyowati 2130010
4. Christina Catur Sasmitowati 2130041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. K DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CAD 3VD (CORONARY ARTERY DESEASE 3 VESSEL DESEASE)
DENGAN POST OP CABG (CORONARY ARTERY BYPASS
GRAFTING) DI RUANG JANTUNG RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

Oleh :

1. Bagas Adidharmawan 2130006


2. Salsa Nur Fadhilah 2130013
3. Putri Ayu Sulistyowati 2130010
4. Christina Catur Sasmitowati 2130041

Surabaya, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Kepala Ruangan
KONSEP CORONARY ARTERY DISEASE

1.1. Definisi
Penyakit arteri koronaria (coronary artery disease, CAD)
merupakan keadaan dimana terjadi penumpukan plak pembuluh darah
koroner, hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau tersumbat.
Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah ke otot jantung
dengan membawa oksigen yang banyak. Terdapat beberapa faktor memicu
penyakit ini yaitu: gaya hidup, faktor genetik, usia dan penyakit penyerta
yang lain (Sherwood, 2014).
Kondisi patologis arteri koroner ini ditandai dengan penimbunan
lipid abnormal atau bahan lemak dan jaringan fibrosa pada dinding
pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri
serta penurunan aliran darah ke jantung (Muttaqin, 2009). Ketika
penyumbatan di arteri koroner menjadi lebih parah, pasien akan merasakan
angina (nyeri dada), yang bisa menyebabkan kondisi infark miokard yang
fatal (umumnya dikenal sebagai “serangan jantung”) (AHA, 2016).
Menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas,2013), secara klinis
penyakit jantung koroner ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak
nyaman dan dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja berat
ataupun berjalan terburu-buru. Pemeriksaan angiografi dan
elektrokardiogram (EKG) digunakan untuk memastikan terjadinya
penyakit jantung koroner. Hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan
terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya penyakit jantung
koroner secara klinis.

1.2. Etiologi
Penyebab dari penyakit CAD ini ialah adanya sumbatan pada arteri
koroner, yang dapat menyebabkan serangan jantung iskemia miokardium
melalui tiga mekanisme: spasme vaskular hebat arteri koronaria,
pembentukan plak aterosklerotik dan tromboembolisme (Sherwood,
2014).
1.2.1 Spasme Vaskular, merupakan suatu konstriksi spastik abnormal yang
secara transien (sekejap/seketika) menyempitkan pembuluh koronaria.
Spasme ini terjadi jika oksigen yang tersedia untuk pembuluh
koronaria terlalu sedikit, sehingga endotel (lapisan 6 dalam pembuluh
darah) menghasilkan platelet activating factor (PAF). PAF memiliki
efek utama yaitu menghasilkan trombosit. PAF ini akan berdifusi ke
otot polos vaskular di bawahnya dan menyebabkan kontraksi,
sehingga menimbulkan spasme vaskular.
1.2.2 Pembentukan Aterosklerosis. Aterosklerosis adalah penyakit
degeneratif progresif pada arteri yang menyebabkan oklusi (sumbatan
bertahap) pembuluh tersebut, sehingga mengurangi aliran darah yang
melaluinya. Aterosklerosis ditandai dengan plak-plak yang terbentuk
di bawah lapisan dalam pembuluh di dinding arteri, dimana plak
tersebut terdiri dari inti kaya lemak yang dilapisi oleh pertumbuhan
abnormal sel otot polos, ditutupi oleh tudung jaringan ikat kaya
kolagen. Plak ini akan membentuk tonjolan ke dalam lumen pembuluh
arteri.
1.2.3 Tromboembolisme. Plak aterosklerotik yang membesar dapat pecah
dan membentuk bekuan abnormal yang disebut trombus. Trombus
dapat membesar secara bertahap hingga menutup total pembuluh arteri
di tempat itu, atau aliran darah yang melewatinya dapat menyebabkan
trombus terlepas. Bekuan darah yang mengapung bebas ini disebut
embolus, yang dapat menyebabkan sumbatan total mendadak pada
pembuluh yang lebih kecil.
1.3. Web Of Caution

Merokok Hipertensi Hiperlipidemia Diabetes Mellitus

Nikotin Merangsang HDL dan LDL Glukosa darah 


pembentukan
bekuan darah
Viskositas Merusak sel Viskositas darah 
darah  Penebalan endotel-pembuluh
dinding arteri darah terbuka
Aliran darah melambat
Aliran darah
melambat Pengerasan Kolesterol, KDK
dinding arteri masuk ke lapisan Coronary Artery Disease
pembuluh (CAD) Usia
Merangsang
pembentukan
bekuan darah Hilangnya elastisitas
Kolesterol berubah Perubahan fungsi
pembuluh darah
menjadi lemak pembuluh darah
arteri
Menempel pada
pembuluh darah Elastisitas
Penyempitan Timbul pembuluh hilang
pembuluh plak
Penyempitan darah
pembuluh
darah Aterosklerosis Kekakuan pembuluh
darah arteri

Penyumbatan
arteri koroner Penyempitan
pembuluh darah
Coronary Artery Disease
(CAD) Pemeriksaan diagnostik Angiografi koroner: one
or teo vessel disease,
EKG Lab Echocardiografi three vessel desease and
Darah significant

Penatalaksanaan Medis

Kondisi dan prognosis


penyakit serta Coronary Artery Bypass Graft
prosedur CABG (CABG)

Prosedur invasif
Psikologis

Insisi untuk akses Terdapat luka RESIKO INFEKSI


Gelisah
pembuluh darah bekas operasi
Belum pernah
menjalani
Cemas terkait
CABG Terputusnya Pasien takut luka
prosedur
kontinuitas jaringan terbuka

ANSIETAS Kurang pengetahuan Pelepasan mediator


terhadap tindakan Pasien merasa cemas
kimia untuk bergerak
yang akan dilakukan

Merangsang GANGGUAN
DEFISIT nociceptor MOBILITAS FISIK
PENGETAHUAN
Nyeri
dipersepsikan NYERI AKUT
1.4. Manifestasi Klinis
Pasien yang sudah mengalami CAD bisa saja tidak timbul gejala
apapun. Semakin besar sumbatan yang ada di dalam pembuluh darah,
maka aliran darah yang dapat melewatinya semakin sedikit, dan
kemungkinan untuk timbulnya gejala semakin besar. Pasien biasanya baru
mengetahui adanya CAD setelah timbul gejala. Gejala-gejala yang dapat
timbul akibat CAD antara lain (Mediskus, 2017):
a. Nyeri dada
Nyeri dada ini dirasakan sebagai rasa tidak nyaman atau tertekan di
daerah dada, sesuai dengan lokasi otot jantung yang tidak mendapat
pasokan oksigen. Nyeri dapat menjalar ke daerah bahu, lengan, leher,
rahang, atau punggung. Keluhan akan dirasakan semakin memberat
dengan adanya aktivitas.
b. Sesak
Jika jantung tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh akibat
adanya gangguan pada kontraktilitas jantung, hal ini dapat
mengakibatkan penumpukan darah dijantung sehingga terjadi aliran
balik ke paru-paru hal ini menyebabkan timbulnya penumpukan cairan
di dalam paru-paru maka seseorang akan mengalami sesak nafas
c. Aritmia
Gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel misalnya perangsangan simpatis akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung.
d. Mual muntah
Nyeri yang dirasakan pada pasien dengan penyakit jantung adalah di
dada dan di daerah perut khususnya ulu hari tergantung bagian jantung
mana yang bermasalah. Nyeri pada ulu hati bisa merangsang pusat
muntah. Area infark merangsang refleks vasofagal.
e. Keringat dingin
Pada fase awal infark miokard terjadi pelepasan ketekolamin yang
meningkatkan stimulasi simpatis sehingga terjadi vasokontriksi
pembuluh darah perifer sehingga kulit akan menjadi berkeringat,
dingin dan lembab.
f. Lemah dan tidak bertenaga
Dapat terjadi disebabkan karena jantung tidak mampu memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga suplai oksigen kejaringan
berkurang sehingga seseorang merasakan kelemahan.

1.5. Faktor Resiko


Adapun faktor risiko dari penyakit CAD menurut Mutaqqin. 2009, yaitu:
1.5.1 Usia
Kerentanan terhadap terjadinya CAD meningkat dengan
bertambahnya usia. Cukup bertambah tua meningkatkan risiko
arteri yang rusak dan menyempit karena terjadi perubahan fungsi
pembuluh darah sehingga terjadi hilangnya elastisitas pembuluh
darah.
1.5.2 Merokok
Rokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner.
Kandungan nikotin dan karbon monoksida dalam asam rokok dapat
membebani kerja jantung, dengan memacu 7 jantung bekerja lebih
cepat. Karena kedua senyawa tersebut juga meningkatkan risiko
terjadinya penggumpalan darah. Senyawa lain dalam rokok juga
dapat merusak dinding arteri jantung dan menyebabkan
penyempitan.
1.5.3 Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan tingginya kolesterol dengan kejadian
penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang
tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan
air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system
peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol
total, lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan
lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan
kolestreol low density lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan
meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses
arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density
lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL
ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi.
1.5.4 Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah tinggi yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan pengerasan dan penebalan
arteri sehingga mempersempit saluran yang akan dilalui oleh darah.
Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai
kebutuhan oksigen jantung menurun
1.5.5 Diabetes mellitus
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi. Hal ini diakibatkan karena
penderita diabetes mellitus viskositas darahnya meningkat
sehingga aliran darah melambat hal ini 8 yang menyebabkan
timbulnya plak dan terjadi aterosklerosis.

1.6. Komplikasi
PJK dapat menyebabkan angina pectoris, dimana ketika tidak
ditangani dengan tepat dan cepat dapat memicu terjadinya sindrom koroner
akut gagal jantung, bahkan hingga kematian mendadak (LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016). Komplikasi yang terjadi tergantung pada seberapa
banyak otot jantung rusak yang merupakan akibat langsung dari arteri
koroner tersumbat dan berapa lama arteri ini tersumbat. Jika penyumbatan
memengaruhi sejumlah besar otot jantung, jantung tidak akan memompa
secara efektif dan dapat membesar, yang mungkin menyebabkan gagal
jantung. Jika penyumbatan menutup aliran darah ke sistem kelistrikan
jantung, irama jantung mungkin terpengaruh, kemungkinan mengarah ke
aritmia dan kematian mendadak (henti jantung) (Sweis & Jivan, 2019).
Penyumbatan pada arteri koroner dapat menyebabkan beberapa
komplikasi sebagai berikut (AHA, 2016):
a. Nyeri dada (Angina Pektoris). Hal ini terjadi ketika penyempitan arteri
koroner menjadi lebih parah dan memengaruhi pasokan oksigen ke
otot-otot jantung, terutama selama dan setelah olahraga berat.
b. Serangan jantung (Infark Miokard). Hal ini terjadi ketika aliran darah
benar-benar terhalang sepenuhnya. Kekurangan darah dan oksigen
akan menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung.
c. Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF). Jika beberapa area
otot jantung kekurangan pasokan darah atau rusak setelah terjadinya
serangan jantung, maka jantung tidak akan bisa memompa darah
melalui pembuluh darah ke bagian tubuh lainnya. Hal ini akan
memengaruhi fungsi organ lainnya pada tubuh.
d. Aritmia (irama jantung yang tidak normal). Aritmia merupakan
gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
elektrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik
aktivitas listrik sel misalnya perangsangan simpatis akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung

1.7. Pemeriksan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang Coronary Artery Disease (CAD)
Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan tekanan darah, tes
darah dan tes kadar gula/protein dalam air seni, dll. Pemeriksaan terkait
lainnya mencakup (AHA, 2016):
1. Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG pada saat latihan fisik
dilakukan untuk mengkaji respon jantung terhadap peningkatan beban
kerja seperti latihan fisik. Pemeriksaan dianggap positif PJK jika
ditemukan iskemia miokard pada EKG yakni adanya penurunan
segmen ST, 12 pasien mengalami nyeri dada, atau pemeriksaan
dihentikan jika terjadi keletihan berlebihan, atau gejala lain sebelum
perkiraan laju jantung maksimal dicapai (LeMone, Burke, & Bauldoff,
2016).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Perubahan enzim jantung, isoenzim, troponin T dan troponin I
1) CK-MB isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
48-72 jam.
2) LDH meningkat dalam 14-24 jam, memuncak dalam 48-72 jam dan
kembali normal dalam 7-14 hari 13
3) Troponin-T, merupakan pertanda baru untuk infark miokard akut,
mulai meningkat 3-12 jam, puncak selama 12 jam – 2 hari, kembali
normal 5 – 14 hari.
4) Troponin-I mulai meningkat 3 - 12 jam, puncak selama 24 jam,
kembali normal 5 – 10 hari.
b. Peningkatan lipid serum meliputi : Kolesterol >200 mg/dl. Trigliserida
>200 mg/dl, LDL >160mg/dl, HDL (faktor risiko CAD).
c. Echokardiografi Digunakan untuk mengkaji fraksi ejeksi (normalnya >
55 % ), gerakan segmen dinding, volume sistolik dan diastolik ventrikel,
regurgitasi katup mitral karena disfungsi otot papiler dan untuk
mendeteksi adanya thrombus mural, vegetasi katup, atau cairan
pericardial.
d. Angiografi koroner
Salah satu pemeriksaan invasif untuk menggambarkan keadaan arteri
koroner jantung dengan cara memasukkan kateter pembuluh darah ke
dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan
gambaran pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X segera
setelah kontras diinjeksikan (Jomansyah, 2013).

1.8. Konsep Medis Coronary Artery Bypass Graft (CABG)


1.8.1 Definisi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu
penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan
cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami
penyempitan atau penyumbatan. CABG bertujuan untuk mengatasi
kurang atau terhambatnya aliran arteri coronaria akibat adanya
penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung. Terdapat beberapa
indikasi untuk dilakukan CABG antara lain asymptomatic/ mild angina
dengan ditemukannya sumbatan pada left main, triple vessel disease;
stable angina; unstable/ non-ST elevation MI; ST elevation MI; fungsi
ventrikel kiri yang buruk; aritmia ventrikel yang mengancam jiwa;
Percutaneus Coronary Intervention (PCI) gagal dan riwayat CABG
sebelumnya. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan pembuluh
darah dari bagian tubuh lain untuk pintasan arteri yang menghalangi
pesokan darah ke jantung. Pembuluh darah yang sering duganakan
adalah arteri mamaria interna, arteri radialis, dan vena safena magna
(Corwin, 2001).
1.8.2 Teknik Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu tindakan
CABG yang menggunakan mesin Cardio Pulmonary Bypass (CPB)
sering disebut OnPump Coroanary Artery Bypass atau tanpa
menggunakan mesin CPB yang sering disebut Off-Pump Coronary
Artery Bypass (OPCAB). Penggunaan mesin CPB merupakan standar
CABG. Ada beberapa parameter dalam memilih tehnik operasi off-
pump atau on-pump antara lain yaitu, status hemodinamik harus stabil,
karena status hemodinamik yang tidak stabil, memerlukan pemberian
obat, dan apabila pemberian obat tidak memberikan hasil yang baik,
maka menggunakan tehnik operasi on-pump lebih dipilih. Kemudian
evaluasi pembuluh darah yang akan dioperasi, karena pada pasien
obesitas dengan lapisan lemak epikardium yang tebal atau pembuluh
darah target yang terlalu dalam di lapisan miokardium atau pembuluh
darah yang terlalu kecil. Keadaan ini akan mempersulit penggunaan
tehnik operasi off-pump. Teknik operasi Off-Pump Coronary Bypass
Graft belum banyak digunakan karena teknik ini merupakan teknik
baru, tanpa menggunakan mesin CPB. Tehnik ini mempunyai tingkat
mortalitas dan morbiditas yang rendah. Namun bukan berarti teknik ini
lebih baik.
Penggunaan teknik On-pump Coronary Artery Bypass Graft lebih
banyak dari pada teknik Off-Pump Coronary Bypass Graft. Pada operasi
On-pump Coronary Artery Bypass Graft, prosedur dilakukan dengan
alat mekanis mesin jantung paru atau CPB. Mesin ini meminimalkan
perdarahan saat operasi berlangsung, dan perfusi jantung dapat
dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh (Yanuar, et al,
2009 dan Kaya, et al, 2010)
1.8.3 Komplikasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Komplikasi yang mungkin terjadi segera setelah operasi maupun
dalam waktu yang lebih lama antara lain: Komplikasi kardiovaskuler
meliputi disritmia, penurunan curah jantung dan hipotensi persisten,
Komplikasi hematologi meliputi perdarahan dan pembekuan,
Komplikasi ginjal dapat terjadi gagal ginjal ketika terjadi penurunan
curah jantung, Komplikasi paru termasuk atelektasis, pneumoni, edem
pulmo, hemothorax/pneumothorax, Komplikasi neurologi dapat muncul
sangat jelas termasuk stroke dan encephalopathy, delirium,
cerebrovascular accident, Disfungsi gastrointestinal seperti stress ulcer,
ileus paralitik, dan Rapid Restenosis Graft (dalam waktu 6 bulan) atau
vena graft colap (Dewanti, 2014).
1.8.4 Tindakan pasca operasi Coronary Artery Bypass Graft
Hal yang sangat penting pada tindakan CABG adalah penanganan
kondisi pasien pascabedah. Setelah operasi, pasien biasanya
ditempatkan pada ruang ICU agar dapat dipantau dengan ketat fungsi
jantung dan tanda-tanda vitalnya selama 1-2 hari. Hampir 25% pasien
dapat mengalami gangguan ritme jantung dalam 3 atau 4 hari setelah
operasi bypass jantung. Hal ini diakibatkan oleh trauma operasi pada
jantung. Sebagian besar gangguan ritme ini dapat respon baik dengan
terapi obat-obatan yang dapat mencapai satu bulan. Sekitar 5% pasien
membutuhkan perhatian ketat dalam 24 jam karena risiko perdarahan
setelah operasi. Ketika pemantauan ketat tidak diperlukan lagi, biasanya
dalam waktu 2-4 hari setelah operasi, pasien dipindahkan ke unit
perawatan transisi. Rata-rata waktu rawat inap pasien yang menjalani
operasi bypass jantung sekitar 3-8 hari. Jahitan dilepaskan dari dada
atau dari tungkai bawah (jika menggunakan vena saphena) sekitar 7-10
hari setelah keluar dari rumah sakit. Pasien dapat sembuh total sekitar
4-6 minggu. Pasien dapat kembali bekerja sekitar 1-2 bulan setelah
operasi. (Dewanti, 2014)

1.9. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a Identitas Pasien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, status
pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No.
RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama
keluarga dekat yang bisa dihubungi, status, alamat, nomor telepon,
pendidikan, dan pekerjaan.
b Riwayat penyakit sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang seperti
apakah ada nyeri, nyeri skala berapa, intensitas nyerinya, penyebab
terjadinya nyeri. Apakah terdapat sesak nafas, mual muntah,
keringat dingin dan lemah.
c Riwayat penyakit dahulu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat
opname dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan
kebiasaan spesifik klein lainnya. Selain itu, dikaji pula apakah
sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh
pasien pada masa lalu yang masih relevan.Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi
alergi apa yang timbul
d Riwayat penyakit keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung pada
keturunannya.
e Sistem pernafasan
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang timbul
selama intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator
(frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode, PEEP),
kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, serta analisa
gas darah.
f Sistem sirkulasi
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP),
bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan
cardiac index, serta drainase rongga dada.
g Sistem persyarafan
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi,pemberian sedasi, ukuran
refleks pupil terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella,
tendon), memori, nervus cranial, serta gerakan ekstremitas.
h Sistem perkemihan
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi
kandung kemih, serta kebutuhan cairan.
i Sistem pencernaan
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri
pada saat palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan
warna feses
j Sistem muskuloskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan
dan tonus otot.
2. Diagnosa keperawatan
a Pre operasi CABG
1) Defisit pengetahuan
2) Ansietas
b Post operasi CABG
1) Nyeri akut
2) Gangguan mobilitas fisik
3) Resiko infeksi
3. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
1 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan intervensi Observasi
selama ...x24 jam, diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
tingkat pengetahuan pasien 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
meningkat dengan kriteria hasil: menurunkan motivasi perilaku hidup, bersih dan sehat.
1. Perilaku sesuai anjuran meningkat Terapeutik
2. Kemampuan menjelaskan 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
pengetahuan tentang penyakit 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
yang di derita meningkat 3. Berikan kesempatan untuk bertanya.
3. Pertanyaan tentang masalah yang Edukasi
dihadapi menurun 1. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
4. Persepsi yang keliru terhadap kesehatan.
penyakit menurun 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.
2 Ansietas Setelah dilakukan intervensi 1. Reduksi Anxietas (I.09314)
selama ...x24 jam, diharapkan Observasi
tingkat ansietas pasien menurun 1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi,
dengan kriteria hasil: waktu, stressor)
1. Verbalisasi kebingungan 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun 3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non-verbal)
2. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik
konfisi yang akan dihadapi 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
3. Perilaku gelisah menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika
4. Perilaku tegang menurun memungkinkan
5. Konsentasi mengingkat 3. Pahami situasi yang membuat anxietas
6. Pola tidur 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
2. Terapi Relaksasi
Observasi
1. Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang
tersedia (mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengambil psosisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih’
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi terbimbing )
3 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi a. Manajemen Nyeri (I. 08238)
selama ...x24 jam diharapkan
Observasi
tingkat nyeri menurun dengan
kriteria hasil: 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
1. Keluhan nyeri menutun
2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
4. Gelisah menurun
nyeri
5. Kesulitan tidur mrnurun
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Frekuensi nadi membaik
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)


Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
4 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (1.06171)
keperawatan 2x12 jam, maka Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik pasien meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
dengan kriteria hasil: 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
1. Pergerakan ekstremitas
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
meningkat
Terapeutik
2. Kekuatan otot meningkat
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat,
3. Rentang gerak (ROM)
kruk)
meningkat
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
4. Kecemasan menurun
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
5. Kelemahan fisik menurun
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 2x12 jam Observasi
diharapkan tidak terjadi infeksi
dengan kriteria hasil: Monitor tanda dan gejala infeksi

1. Nyeri menurun Terapeutik


2. Bengkak menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
3. Kemerahan menurun
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
4. Jaringan parut menurun
5. Perfusi jaringan meningkat dan lingkungan pasien
3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencucui tangan dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

b. Perawatan Area Insisi


Observasi
1. Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak, atau
tanda-tanda dehisen atau eviserasi
2. Monitor proses penyembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
Terapeutik
1. Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat
2. Usapkan area insisi dari area yang bersih menuju area
yang kurang bersih
3. Pertahankan posisi tabung drainase
4. Berikan salep antiseptik, jika perlu
5. Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi
1. Ajarkan meminimalkan takanan pada tempat insisi
2. Ajarkan cara merawat tempat insisi
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). 2016. Ejection Fraction Heart Failure Measurement.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/SymptomsD
iagnosisofHeartFailure/Ejection-Fraction-Heart-Failure
Measurement_UCM_306339_Article.jsp#.WAv-NeV97IX
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta
Corwin, E.J. 2001. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC
Dewanti, I. P. (2014). Lama Rawat Intensive Care Unit (ICU) Pasien Pasca Operasi Jantung di
RSUP dr.Kariardi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Jomansyah MU. 2013. Angiografi Koroner. In: CDK-207, Vol.40(8), p 626-628
Kaya, Kaan., Cavolli, Raif., Telli, Alpaslan., Soya, Mehmet Fazil Tolga., Aslan, Alp., Gokaslan,
Gökhan., et al. 2010. Off-pump versus on-pump coronary artery bypass grafting in acute coronary
syndrome: a clinical analysis. Journal of Cardiothoracic Surgery.
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sweis, R.N & Jivan, A. (2019, April). Acute Coronary Syndromes (Heart Attack Myocardial
Infarction; Unstable Angina). https://www.merckmanuals.com/home/heart-and-blood-vessel-
disorders/coronary-artery-disease/acute-coronary-syndromes-heartattack- myocardial-
infarction-unstable-angina
Yasuki, Medly. 2021. Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler Pada Pasien Tn.A Postpercutaneous
Coronary Intervention (PCI) Dengan Diagnosa Medis Angina Pectoris Stabil Ccs Ii Dan
Coronary Artery Disease (CAD) 3vd. Fakultas Keperawatan. Universitas Hasanuddin.
Makassar
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
PENDEKATAN REVIEW OF SISTEM (Adaptasi Henderson & Roy)

Tgl pengkajian : 4 November 2021 Jam : 11.00


Tgl MRS : 28 Oktober 2021 No Rekam Medik : xxxxxx
Ruang : Jantung Diagnosa Medis : Post op CABG (hari
ke-3)

Nama : Tn. K Pekerjaan : Dosen


Umur : 56 tahun Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Status perkawinan : Kawin
: S3
Alamat Penanggung biaya
: Jember : BPJS kelas 1

Riwayat Sakit dan kesehatan

Keluhan Pasien mengatakan nyeri pada bekas operasi


utama
Riwayat Pasien MRS pada tanggal 28 Oktober 2021, dan dirawat di tuangan G1. Pasien
penyakit mendapatan advidce dari dokter untuk MRS karena akan melakukan operasi
sekarang CABG. Tanggal 1 November 2021 pasien di operasi CABG dan dipindahkan ke
ICU central. Pada tanggal 3 November 2021 pasien dipindahkan ke ruang HCU
Jantung dari ICU Central dengan keadaan lemah, selanjutnya dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dan didapatkan hasil TD 134/86 mmHg, N
78x/menit, S 36.2oC, RR 21x/menit dan SpO2 97%GCS 456. Pasien terpasang
infus tutosol 500cc/24 jam, terpasang CVC dan kateter, terpasang O2 3 lpm
menggunakan nasal kanul.
Riwayat Diabetes Mellitus (sejak ± 6 tahun yang lalu)
penyakit
dahulu
Riwayat Pasien mengatakan bahwa ibu pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes
penyakit mellitus, ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
keluarga
Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki alergi
Keadaan umum : lemas Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
TD: 111/75 mmHg (dengan obat bisoprolol) MAP: 87.00 N: 80x/menit S: 36.5oC
RR: 21x/menit SpO2: 99% (dengan menggunakan nasal kanul 4lpm)

Nyeri: P: luka bekas operasi pada dada dan kedua tungkai kaki
Q: cenut-cenut
R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua tungkai kaki
S: skala nyeri 3
T: hilang timbul dan saat melakukan pergerakan

Genogram:

Ket :
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien
56
: Tinggal
Serumah

: Meninggal

B1 : Breath/Pernapasan
Wawancara : pasien mengatakan sesak dan nafas terasa berat ketika istirahat, terlebih saat
melakukan aktifitas
Inspeksi : Bentuk dada : normochest
Penggunaan otot bantu nafas : tidak ada penggunaan otot bantu nafas
Batuk : ada batuk
Warna sputum : kuning
Pergerakan dada : simetris
Sianosis : tidak ada sianosis
Palpasi : Vokal fremitus : teraba jelas
Nyeri tekan di dada : tidak ada
Auskultasi : Sesak nafas : ada sesak nafas Suara nafas tambahan : ronkhi
Pola nafas : cepat dan dangkal
Irama nafas : reguler
Suara nafas : vesikuler
B2 / Blood / Sirkulasi
Wawancara : pasien mengatakan ada nyeri pada dada dan kedua tungkai di bagian luka
bekas operasi
P: luka bekas operasi pada dada dan kedua tungkai kaki
Q: cenut-cenut
R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua tungkai kaki
S: skala nyeri 3
T: hilang timbul dan saat melakukan pergerakan

Inspeksi : Nyeri dada : ada nyeri dada


Sklera/konjungtiva : putih/tidak anemis
Perdarahan : tidak ada perdarahan
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

Palpasi : CRT : <2 detik


Akral : Hangat, kering merah
Oedem : tidak ada oedem
Ictus Cordis : teraba (ICS V MID klavikula sinistra) terjadi pergeseran sebanyak 5
ke arah medial sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung : S1-S2 tunggal lup dup
Irama jantung : Reguler
B3/ Brain / Persarafan
Inspeksi
GCS Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6 Total : 15
Kepala : Kepala tampak bersih, tidak ada benjolan
Nyeri kepala : Tidak ada
Parese : Tidak ada
Palpasi
Reflek fisiologis : (patella +/+, kremaster +/+, trisep +/+, bisep +/+)
Reflek patologis
1) Babinsky : -/- 2) Burdzinky : -/-
3) Kernig : -/- 4) Kaku kuduk : -/-
Nervus I (Saraf Olfaktorius) :
Pasien mampu membedakan bau alkohol dan pewangi ruangan
Nervus II (Saraf Optikus) :
Lapang mampu membaca berita di handphone
Nervus III (Saraf Okulomotorius) :
Tidak ada edema palpebral konjungtiva, tidak anemis dan reflek pupil isokor
Nervus IV (Saraf Troklearis) :
Pasien mampu menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah, ukuran antara kedua pupil
isokor, reaksi pupil terhadap cahaya positif.
Nervus V (Saraf Trigeminus) :
Pasien dapat mengunyah dengan baik dan kondisi rahang baik
Nervus VI (Saraf Abdusens) :
Bola mata pasien bisa memfokuskan pandangan dan bisa mengikuti perubahan arah ke
Lateral atas, medial atas, medial bawah, lateral bawah, keatas dan kebawah.
Nervus VII (Saraf Fasialis) :
Senyum pasien simetris, gerakan dahi simetris, pasien dapat mengembungkan pipi
Nervus VIII (Saraf Vestibulokoklearis) :
Pasien mampu mendengarkan pertanyaan yang diajukan dengan baik.
Nervus IX (Saraf Glosofaringeus) :
Pasien tidak mengalami kesulitan dalam menelan
Nervus X (Saraf Vagus) :
Pasien dapat menelan dengan baik dan mampu membuka mulut
Nervus XI (Saraf Aksesorius) :
Pasien mampu mengangkat bahu kiri, memutar / memfleksikan kepala (+)
Nervus XII (Saraf Hipoglosus) :
Pasien dapat bicara
B4/ Bladder/ Perkemihan
Wawancara : Pasien mengatakan tidak ada rasa nyeri pada daerah perut, pola minum dibatasi dalam
sehari pasien dapat menghabiskan 700cc, pasien tidak memiliki gangguan miksi

Inspeksi : Pasien terpasang kateter


Jumlah urine yang dikeluarkan: 1050 cc per 24 jam, warna kuning, urine tidak
berbau menyengat
Input minum 700cc/24 jam
Infus tutosol 500cc/24 jam
Total input: 1200cc/24 jam
Output: 1200-1050 = +150cc/24 jam

Palpasi : Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih

B5/ Bowel/ Pencernaan


Wawancara : pasien mengatakan nafsu makan ada dan todak berkurang

Inspeksi : pasien tidak terpasang NGT Diit di RS : Diet DM


Mulut : bersih Jenis : nasi, sayur, buah, lauk
Gigi : lengkap Porsi : 1 porsi
Membran mukosa : lembab Mual, muntah : tidak ada
Perut : flat Nafsu makan : ada
Kelainan : tidak ada kelainan

Palpasi : Nyeri tekan abdomen : Tidak ada nyeri tekan


Hati dan limpa : tidak ada pembesaran hepar dan limpa tidak teraba

Auskultasi : Bising usus : 16x/menit

B6 / Bone/ Muskuloskletal
Inspeksi
Kelainan jaringan/trauma : tidak ada kelanan tulang/ trauma
Warna luka : tidak ada luka j. Turgor Kulit : baik
Massa otot : normal
ROM : Aktif
Tulang : tidak ada kelainan
Nyeri : tidak ada
Kekuatan Otot : 5555 5555
5555 5555
Keterangan :
5 = mampu melawan tahanan normal, 4 = mampu melawan tahanan ringan, 3 = mampu melawan
grafitasi, 2 = mampu menggerakkan sendi, 1 = terdapat kontraksi otot, 0 = tidak ada kontraksi otot.
Sistem Integumen

Kulit : warna coklat sawo matang, tidak ada kelainan pigmentasi, tidak pucat. Terdapat 3 luka Post
operasi CABG. Pernama pada bagian sternum dengan panjang +13 cm, dan 2 luka lainnya pada
bagian tungkai kaki kanan dan kiri. Luka tidak mengeluarkan pus atau bau dan tidak ada tanda-
tanda infeksi Suhu kulit hangat, tidak terdapat bau busuk

Sianosis : tidak ada

Turgor kulit : elastis

Pola istirahat tidur

Saat MRS

Istirahat tidur : Siang : tidur nyenyak ±2 jam (13.00-15.00)

Malam : tidur nyenyak ±7 jam (22.00-05.00)

Gangguan tidur : tidak ada gangguan saat tidur

Sistem Penginderaan
Sistem penglihatan : Baik (normal) Sistem pendengaran : Baik (normal)
Mata : simetris Telinga : simetris
Pupil : isokor Kebersihan : bersih
Konjugtiva : tidak anemis Kelainan : tidak ada
Sklera : tidak ikterik
Reflek cahaya : +/+
Lapang pandang : normal
Gangguan : tidak ada gangguan

Sistem penciuman : Baik (normal) Sistem Pengecap : Baik (normal)


Bentuk hidung : simetris Lidah : simetris
Septum : simetris Kebersihan : bersih
Polip : tidak ada Uvula : simetris
Gangguan : tidak ada Kesulitan telan : tidak ada
Berbicara : lancar
Endokrin
Keadaan tiroid : tidak ada pembesaran tiroid
Terkait diabetes melitus : gula darah acak 223 mg/dL, tidak ada luka gangren, nafas tidak
bau aseton
Terkait pertumbuhan : tidak ada masalah
Terkait hormon reproduksi : tidak ada masalah
Terkait hormon adrenal : tidak ada masalah

Sistem repoduksi / genitalia


Wawancara : pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sistem genetalia.
Penis : penis terlihat berbentuk normal, lokasi lubang ditengah dan tidak ada lesi

Skrotum : skrotum terlihat terdapat 2 testis

Personal Hygiene
Mandi : 2 kali sehari MRS Mandi : Seka dua kali sehari
Keramas : 2 hari sekali Keramas : Belum keramas
Ganti pakaian : 2 kali sehari Ganti pakaian : 1 hari sekali
Sikat gigi : 2 kali sehari saat mandi Sikat gigi : 2 kali sehari saat mandi
Memotong kuku : 1 minggu sekali Memotong kuku : 1 minggu sekali

Psikososiocultural

Ideal diri : Pasien menerima kondisinya


Gambaran diri : Pasien mengatakan tidak ada kekurangan yang ada di dirinya karena
pemberian Allah wajib disyukuri
Peran diri : Pasien memiliki peran sebagai seorang ayah dan suami
Harga diri : harga diri pasien saat sakit tidak terganggu
Identitas diri : Pasien mengatakan bahwa pasien seorang suami dan orang tua
Citra tubuh : Pasien menerima dan mensyukuri apa yang ada dalam dirinya
Orang paling dekat : Keluarga
Hubungan dengan lingkungan sekitar : Pasien memiliki hubungan yang baik dengan orang
yang ada di sekitarnya (keluarga dan tetangga)
Keyakinan dan nilai : pasien bersuku bangsa jawa, pasien menganut agama islam, pasien
mampu melakukan ibadah dengan baik sebelum masuk rumah sakit ataupun saat dirumah sakit,
pasien mengatakan status ekonomi pasien cukup terpenuhi untuk kebutuhan sehari-hari dengan
keluarga
Koping dan toleransi stres : apabila merasa stress pasien akan berdoa serta mendengarkan
ceramah ataupun murottal

Data Penunjang / Hasil pemeriksaan diagnostic

Tanggal: 05 November 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Lengkap

Limfosit% 16.80 % 20.0-40.0

Hemoglobin 11.30 g/dL 13-17

Hematrokit 33.80 % 40.0-54.0

Eritrosit 3.74 10^6/μL 0.6-1.5

Trombosit

PCT 0.148 10^6/μL 1.08-2.82

Elektrolit dan Gas Darah

Natrium 133.3 mEq/L 135-147

Data Penunjang / Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Terapi Medis ( sudah jelas)
Tanggal Terapi obat Dosis Rute Indikasi
04-11- Sansulin 10ui Inj. SC Mengontrol kadar gula dalam darah
2021 Untuk meringankan infeksi kulit, infeksi
Cinam 4x1.5gr Inj. IV
struktir kulit dan juga jaringan lunak
Novorapid 3x14iu Inj. SC Mengontrol kadar gula dalam darah
Mengobati hipertensi atau tekanan darah
Bisoprolol 1x5mg Oral tinggi, angina pektoris, aritmia, dan gagal
jantung.
Aspirin 1x100mg Oral Meredakan nyeri, demam, dan peradangan
Drip dlm NS Meredakan nyeri sedang hingga berat,
Tramadol 1x100mg
100cc seperti nyeri pascaoperasi
Mencegah dan meredakan angina (nyeri
ISDN 2x10mg Oral
dada) akibat penyakit jantung koroner.
Menurunkan kolesterol jahat (LDL) dan
Atrovastatin 1x40mg Oral trigliserida, serta meningkatkan kadar
kolesterol baik (HDL) di dalam darah

Surabaya, November 2021

Mahasiswa

Kelompok 3H

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

.................................................................... .................................................................
NIP : NIP :
ANALISA DATA
Data / Faktor resiko Etiologi Masalah/Problem
DS: Agen pencedera fisik (luka Nyeri Akut (SDKI hal. 172,
Pasien mengatakan nyeri pada pada Post Op CABG) D.0077)
luka operasi
P: luka bekas operasi pada dada dan
kedua tungkai kaki
Q: cenut-cenut
R: pada bagian luka operasi di dada
dan kedua tungkai kaki
S: skala nyeri 3
T: hilang timbul dan saat melakukan
pergerakan
DO:
- Pasien tampak tidak nyaman
seperti takut untuk melakukan
pergerakan dan meringis
- Pasien tampak bersikap protektif
pada luka bekas operasi untuk
menghindari munculnya nyeri
- TD: 111/75 mmHg
- N: 80x/menit
- S: 36.5oC
- RR: 21x/menit
- SpO2: 99%
- Terdapat luka post op CABG pada
kedua tungkai kaki dan bagian
sternum
DS: Kecemasan Gangguan mobilitas fisik
Pasien mengatakan takut bergerak (SDKI hal. 124, D.0054)
karena luka operasinya.
DO:
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
- Rentang gerak menurun
DS: Faktor resiko: Risisko infeksi (SDKI hal.
DO: a. Penyakit kronis 304, D.0124)
- Pasien memiliki riwayat penyakit (diabetes mellitus)
diabetes mellitus (hasil gula darah b. Efek prosedur invasif
acak: 223 mg/dL) c. Kerusakan integritas
- Terdapat luka post op CABG. kulit.
Kondisi luka baik, tidak tampak
tanda-tanda infeksi dan tidak ada
pus atau cairan yang keluar

PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

TANGGAL PARAF
NO MASALAH KEPERAWATAN ditemukan teratasi (nama)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen 4 november
pencedera fisik (luka post op CABG) 2021
(SDKI hal. 172, D.0077)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan 4 november


dengan kecemasan (SDKI hal. 124, 2021
D.0054)

3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek 4 november


prosedur invasif (SDKI hal. 304, D.0124) 2021
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Masalah Rasional (tolong tambahin lagi)
No Tujuan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Keluhan nyeri a. Manajemen Nyeri 1. Mengetahui keadaan umum
berhubungan tindakan keperawatan menurun Observasi pasien dan tindakan selanjutnya
dengan agen 2x12 jam, maka 2. Kemampuan 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Untuk mengetahui skala nyeri
pencedera fisik diharapkan tingkat menggunakan durasi, frekuensi, kualitas, 3. Untuk mengetahui penyebab
(luka post op nyeri akan berkurang teknik non- intensitas nyeri pencetus nyeri
CABG) (SDKI frmakologis 3. Identifikasi skala nyeri 4. Untuk mengetahui faktor apa
hal. 172, D.0077) meningkat 4. Identifikasi respon nyeri non verbal saja yang dapat menyebabkan
3. Keluhan nyeri 5. Identifikasi faktor yang munculnya nyeri
menurun memperberat dan memperingan 5. Untuk mengetahui apakah
4. Penyatuan tepi nyeri pasien mengerti sesuatu tentang
luka meningkat 6. Identifikasi pengetahuan dan nyeri ataukah memiliki
keyakinan tentang nyeri keyakinan lain
Terapeutik 6. Teknik nonfarmakologis dapat
1. Berikan teknik nonfarmakologis mengalihkan rasa nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri 7. Lingkungan yang mendukung
2. Kontrol lingkungan yang dapat mengurangi skala nyeri
memperberat rasa nyeri yang timbul
3. Pertimbangkan jenis dan sumber 8. Untuk mengalihkan rasa nyeri
nyeri dalam pemilihan strategi yang dirasakan
meredakan nyeri. 9. Dapat mengurangi rasa nyeri
Edukasi
2. Jelaskan penyebab, periode, dan 10. Untuk menambah pengetahuan
pemicu nyeri pasien tentang nyeri yang
3. Jelaskan strategi meredakan nyeri dialami
4. Anjurkan memonitor nyeri secara 11. Untuk membantu pasien
mandiri mengetahui apa saja yang dapat
5. Anjurkan menggunakan analgetik meredakan timbulnya nyeri
secara tepat 12. Analgesik dapat membantu
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis mengurangi nyeri yang muncul
untuk mengurangi rasa nyeri. 13. Mengidentifikasi riwayat alergi
Kolaborasi obat dapat mencegah
2. Kolaborasi pemberian analgetik munculnya alergi karena obat
yang diberikan
b. Pemberian Analgesik 14. Menyesuaikan jenis obat
Observasi antalgesik dan nyeri yang
1. Identifikasi riwayat alergi obat dirasakan dapat
2. Identifikasi kesesuaian jenis memaksimalkan pengaruh obat
analgesi dengan tingkat keparahan tersebut
nyeri 15. Untuk memberikan gambaran
3. Monitor efektifitas analgesic pada pasien tentang efek yang
Terapeutik diberikan oleh obat dan efek
2. Tetapkan target efektifitas samping yang kemungkinan
analgesic muncul.
Edukasi
1. Jelaska efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesic (Inj. Tramadol
1x100mg, PO ISDN 2x10mg, PO
Aspirin 1x100mg)
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Oergerakan Dukungan mobilisasi 1. Mengetahui keadaan umum
mobilitas fisik tindakan keperawatan ekstremitas Observasi pasien
berhubungan 2x12 jam, maka meningkat 1. Identififkasi adanya nyeri atau 2. Untuk mengetahui sejauh mana
dengan keutuhan kulit dapat 2. Kekuatan otot keluhan fisik lainnya pergerakan pasien
kecemasan meningkat meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik 3. Untuk mengetahui apabila ada
(SDKI hal. 124, melakukan pergerakan perubahan sebelum dan sesudah
3. Rentang gerak
D.0054) 3. Monitoy frekuensi jantung dan melakukan mobilisasi
(ROM)
darah sebelum melakukan 4. Untuk mengetahui apakah pasien
meningkat
mobilisasi merasakan nyaman atau tidak
4. Kecemasan 4. Monitor kondisi umum selama 5. Untuk mempermudah pasien
menurun melakukan mobilisasi melakukan mobilitas
5. Kelemahan fisik Terapeutik 6. Memberikan fasilitas yang
menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi mumpuni supaya pasien dapat
dengan alat bantu melakukan mobilitas dengan
2. Fasilitasi melakukan pergerakan maksimal
7. Keluarga yang membantu dapat
meningkatkan rasa percaya diri
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien untuk melakukan
pasien dalam melakukan mobilisasi
pergerakan 8. Edukasi pentingnya mobilisasi
Edukasi dapat meningkatkan pengetahuan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pasien dan mengurangi
mobilisasi kecemasan yang muncuk
2. Anjurkan melakukan mobilisasi 9. Mobilisasi dini dapat membantu
dini pasien untuk bergerak dengan
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang lebih leluasa kedepannya
harus dilakukan. 10. Mobilisasi sederhana dapat
membantu pasien untuk dapat
melakukan aktivitas dengan
bertahap supaya tidak cepat
merasa lelah

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Nyeri menurun c. Pencegahan Infeksi 1. Untuk mengetahui keadaan
dibuktikan tindakan keperawatan 2. Bengkak Observasi umum pasien
dengan efek selama 2x12 jam menurun Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Untuk mengetahui apakah
prosedur invasif diharapkan tidak 3. Kemerahan Terapeutik muncul tanda dan gejala infeksi
(SDKI hal. 304, terjadi infeksi menurun 1. Batasi jumlah pengunjung 3. Pengunjung yang berlebihan
D.0124) 4. Jaringan parut 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah berpotensi menyebabkan
menurun kontak dengan pasien dan penularan virus/bakteri
5. Perfusi jaringan lingkungan pasien 4. Cuci tangan dapat meringankan
meningkat 3. Pertahankan teknik aseptik pada transmisi virus/bakteri penyebab
pasien beresiko tinggi bakteri dari perawat ke pasien
Edukasi 5. Memberitahu pasien agar dapat
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi mengidentifikasi secara dini
2. Ajarkan cara mencucui tangan apabila muncul infeksi
dengan benar 6. Cuci tangan yang benar dapat
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi meminimalisir terjadinya infeksi
luka atau luka operasi 7. Agar pasien dapat mengetahui
apakah ada perbedaan pada luka
d. Perawatan Area Insisi 8. Melakukan perawatan luka
Observasi dengan benar dapat mencegah
1. Periksa lokasi insisi adanya terjadinya infeksi yang dapat
kemerahan, bengkak, atau tanda- muncul pada luka.
tanda dehisen atau eviserasi
2. Monitor proses penyembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
Terapeutik
1. Bersihkan area insisi dengan
pembersih yang tepat
2. Usapkan area insisi dari area yang
bersih menuju area yang kurang
bersih
3. Pertahankan posisi tabung drainase
4. Berikan salep antiseptik, jika perlu
5. Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi
1. Ajarkan meminimalkan takanan
pada tempat insisi
2. Ajarkan cara merawat tempat insisi

IMPLEMENTASI & EVALUASI


No Hari/Tgl Implementasi Paraf Hari/Tgl No Evaluasi formatif SOAP/ Catatan Paraf
Dx Jam Jam Dx perkembangan
Kamis/ 4 a. Melihat keadaan umum pasien: lemah Kamis/ 4 1. Dx. 1 (Nyeri Akut)
1,2,3
November b. Melakukan observasi tanda-tanda vital November S:
1 2021 c. Mengidentifikasi nyeri yang dirasakan 2021 Pasien mengatakan nyeri pada bekas operasi,
13.00- pasien (pasien mengatakan nyeri ada di 13.00- skala 3
19.00 skala 3) 19.00
P: luka post op CABG hari ke 3
d. Menganjurkan pasien untuk
1 Q: cenut-cenut
melakukan teknik relaksasi dan
R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua
1 distraksi
tungkai kaki
e. Memantau hasil cek gda: 310mg/dL
3 S: skala nyeri 3
f. Memberikan posisi nyaman pada
T: hilang timbul dan saat melakukan
1 pasien supaya nyeri berkurang
pergerakan
g. Memberikan lingkungan yang tenang
agar pasien dapat beristirahat
h. Membantu pasien melakukan O:
2
mobilisasi duduk dikasur dan latihan TD: 114//73 mmHg Nadi: 66
Suhu: 36.5
nafas dengan menggunakan threeflow SpO2: 100%
i. Memberikan diit pasien GCS: 456
j. Kolaborasi pemberian obat (terapi RR: 20
oral: ISDN 10mg, atrovastatin 40mg.
- Pasien terpasang nasal kanul 3 LPM lepas
Injeksi IV ciman 1.5gr, injeksi sc
pasang, terpasang kateter dengan Up: 350 cc,
novorapid 14 Ui)
terpasang CVC Tutosol 14 tpm.
- Pasien tampak tidak nyaman seperti takut
untuk melakukan pergerakan dan meringis
- Pasien tampak bersikap protektif pada luka
bekas operasi untuk menghindari munculnya
nyeri
- Terdapat luka post op CABG pada kedua
tungkai kaki dan bagian sternum

A: masalah teratasi sebagian


P: intervensi dilanjutkan
2. DS:
Pasien masih merasa takut untuk melakukan
pergerakan secara mandiri
DO:
- Pasien melakukan mobilisasi fisik didampingi
oleh fisioterapis
- Pergerakan pasien terbatas hanya mengangkat
tangan
- Keadaan fisik pasien masih terlihat lemah
3. DS:
DO:
- Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus (hasil gula darah acak: 310 mg/dL)
- Terdapat luka post op CABG. Kondisi luka
baik, tidak ada tanda-tanda infeksi

1,2,3 Jum’at/ 5 a. Mengobservasi keadaan umum dan Jum’at/ 5 1 S: pasien mengatakan nyeri berkurang (skala
November tanda vital pasien. (KU: cukup) November 2)
1 2021 b. Mengidentifikasi nyeri pasien (skala 2) 2021 P: luka post op CABG hari ke 4
2 07.00- c. Menganjurkan mobilisasi bertahap 07.00- Q: cenut-cenut
13.00 pada pasien 13.00 R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua
2 d. Melakukan kolaborasi latihan tungkai kaki
fisioterapi bersama terapis S: skala nyeri 2
3 e. Memantau hasil cek gda: 300mg/dL T: hilang timbul
1,2,3 f. Melakukan kolaborasi pemberian obat
(terapi oral: bisoprolol 1x5mg, ISDN 5 O:
mg, aptor 1x100mg dan atrovastatin TD: 106/64 mmHg Nadi: 73
1x40mg. Injeksi IV cinam, Tramadol
Suhu: 36.5
drip dalam NS 100, injeksi sc
SpO2: 99%
novorapid 14 Ui)
GCS: 456
RR: 18
- Pasien sudah dapat beradaptasi dengan
lukanya dan tampak sedikit nyaman untuk
melakukan pergerakan
- Pasien tampak bersikap protektif pada luka
bekas operasi untuk menghindari munculnya
nyeri
- Terdapat luka post op CABG pada kedua
tungkai kaki dan bagian sternum

A: Masalah teratasi sebagian


P: Intervensi dilanjutkan
2 DS:
Pasien mengatakan takut bergerak karena luka
operasinya.
DO:
- Pasien melakukan latihan mobilisasi duduk
dibantu oleh fisioterapis
- Keadaan umum cukup
- Rentang gerak meningkat
3 DS:
DO:
- Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus (tidak dilakukan pengecekan gula
darah)
- Terdapat luka post op CABG. Kondisi luka
baik, tidak tampak tanda-tanda infeksi dan
tidak ada pus atau cairan yang keluar
1,2,3 Jum’at/ 5 a. Megidentifikasi keadaan umum pasien: Jum’at/ 5 1 S:
November lemah November Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
1 2021 b. Mengidentifikasi nyeri pasien 2021 banyak
1 13.00- c. Menganjurkan pasien melakukan 13.00- P: luka post op CABG hari ke 4
19.00 teknik relaksasi dan distraksi untuk 19.00 Q: cenut-cenut
mengurangi nyeri R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua
1,2,3 d. Mendampingi dokter untuk melakukan tungkai kaki
perawatan luka post op, melakukan aff
S: skala nyeri 2
CVC dan aff kateter T: hilang timbul
e. Membuang urin pasien: 350cc
1,2 f. Memberikan posisi yang nyaman dan O:
aman pada psien TD: 109/70 mmHg Nadi: 75
2 g. Mendampingi pasien untuk melakukan Suhu: 36.3
mobilisasi secara bertahap (duduk
SpO2: 99%
menyamping di tempat tidur)
GCS: 456
1,2,3 h. Melakukan observasi TTV
RR: 21
1,2,3 i. Melakukan kolaborasi pemberian obat
- Pasien sudah dapat beradaptasi dengan
(terapi oral: analsik 3x1, ISDN 5 mg.
lukanya dan tampak sedikit nyaman untuk
Injeksi IV cefixime 2x200mg,, injeksi
melakukan pergerakan
sc novorapid 14 Ui)
- Sikap protektif pasien pada lukanya sedikit
berkurang
- Terdapat luka post op CABG pada kedua
tungkai kaki dan bagian sternum

A: masalah teratasi sebagian


P: intervensi dilanjutkan
2 DS:
Pasien masih merasa takut melakukan
pergerakan berlebih
DO:
- Pasien melakukan latihan mobilisasi duduk
secara mandiri didampingi oleh dokter dan
keluarga
- Pasien dapat melipat kedua kaki secara
mandiri
- Pasien menggunakan korset dada
- Keadaan umum cukup
- Rentang gerak meningkat
3 DS:
DO:
- Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus (tidak dilakukan pengecekan gula
darah)
- Setelah dilakukan rawat luka post op
CABG. Kondisi luka baik, tidak tampak
tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus atau
cairan yang keluar
EVALUASI SUMATIF

Tgl Diagnosa Evaluasi sumatif


Jum’at, 5 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik S:
November (luka post op CABG) Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang banyak
2021 P: luka post op CABG hari ke 4
Q: cenut-cenut
R: pada bagian luka operasi di dada dan kedua tungkai kaki
S: skala nyeri 2
T: hilang timbul

O:
TD: 109/70 mmHg Nadi: 75
Suhu: 36.3
SpO2: 99%
GCS: 456
RR: 21
- Pasien sudah dapat beradaptasi dengan lukanya dan tampak sedikit nyaman
untuk melakukan pergerakan
- Sikap protektif pasien pada lukanya sedikit berkurang
- Terdapat luka post op CABG pada kedua tungkai kaki dan bagian sternum

A: masalah teratasi sebagian


P: intervensi dilanjutkan

Jum’at, 5 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan DS:


November kecemasan Pasien masih merasa takut melakukan pergerakan berlebih
2021 DO:
- Pasien melakukan latihan mobilisasi duduk secara mandiri didampingi oleh
dokter dan keluarga
- Pasien dapat melipat kedua kaki secara mandiri
- Pasien menggunakan korset dada
- Keadaan umum cukup
- Rentang gerak meningkat
Jum’at, 5 Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif DS:
November DO:
2021 - Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus (tidak dilakukan
pengecekan gula darah)
- Setelah dilakukan rawat luka post op CABG. Kondisi luka baik, tidak tampak
tanda-tanda infeksi dan tidak ada pus atau cairan yang keluar

Anda mungkin juga menyukai