Batik Jumputan Kampung Wisata Tahunan - 28 Februari 2020
Batik Jumputan Kampung Wisata Tahunan - 28 Februari 2020
Anggota kelompok:
Pada saat itu, Informan melakukan peminjaman modal awal dari PEW
sebesar Rp4.000.000,00. Modal tersebut ia gunakan untuk mendirikan usahanya
di bidang pembuatan kain jumputan. Proses pendirian usaha, Informan lakukan
dengan cara pembelian bahan-bahan baku seperti kain dan pewarna tekstil,
melakukan produksi kain jumputan setiap hari, dan ia juga mengadakan pelatihan
pembuatan jumputan. Terkadang Informan menerima permintaan magang dari
seseorang, hal ini diketahui saat sesi wawancara 28 Februari 2020, yang disana
kebetulan ada orang yang menjalani masa magangnya.
Setelah usahanya kian berkembang, para pembeli kain jumputan ini pun
berdatangan dari seluruh wilayah di Indonesia dan dari 3 negara lain yang
berbeda-beda. Informan melayani penjualan secara daring dan luring. Untuk
penjualan luring biasanya pembeli akan berdatang langsung ke kediaman
Informan untuk langsung melakukan pembelian. Sedangkan untuk penjualan
daring biasa dilakukan melalui jejaring sosial. Penjualan melalui media daring
sering membuat calon pembeli merasa kurang yakin dengan foto-foto yang
ditampilkan, pembeli mengkhawatirkan bahwa kondisi produk dalam foto-foto
tersebut berbeda dengan kondisi produk sebenarnya. Akibat dari hal tersebut,
pembeli lebih memilih untuk langsung mendatangi lokasi produksi Informan.
Lokasi tersebut dapat mudah ditemukan oleh calon pembeli, karena sebelumnya
Informan telah melakukan perbincangan di aplikasi WhatsApp dan memanfaatkan
fitur share lcation yang terdapat di dalamnya.
Proses produksi dilakukan Informan setiap hari dengan lebih
memprioritaskan pesanan pembeli. Proses produksi akan melambat ketika
Informan menerima pesanan tersebut, karena pesanan harus rampung tepat waktu
atau akan lebih baik jika rampung sebelum batas waktu.
Hasil kebudayaan yang dihasilkan Kampung Tahunan ini terfokus pada
produksi tekstil berupa kain batik dan kain jumputan, namun masyarakat
Kampung Tahunan lebih menonjolkan kain jumputannya tersebut dibandingkan
dengan kain batik yang juga mereka miliki. Bahkan mereka juga menjual kain
hasil pencampuran dari batik dan jumputan.
Setiap hari Kamis dan Jum’at Bu Mini mendapat tugas dari Dinas
Perindag untuk mengajar tentang teknik pembuatan kain jumputan di Panti
Rehabilitasi daerah Pingit, tepatnya di Bener dari pagi sampai pukul 14.00 siang
hari Jum’at. Untuk hari Kamisnya ia mengajar di Purwomartani, Sleman, dengan
jadwal waktu yang sama. Di kedua tempat tersebut ia mengajar tentang
pembuatan desain-desain motif kain jumputan, pengikatan biji manik-manik
(misalnya bekas tasbih), sampai tahap terakhir seperti pencucian. Nama jumputan
diambil dari makna “jumput” yang menggambarkan proses pembuatannya yang
mengikat beberapa jumput kain, yang tiap-tiap ikatan tersebut berisi butiran
manik-manik bulat untuk kemudian kain tersebut dicelupkan ke bahan pewarna
tekstil. Berdasarkan pendapat dari Bu Mini, kain jumputan ini bukanlah kain batik
karena prosesnya yang tidak menggunakan canting dan malam, walaupun motif-
motif kain ini mirip dengan motif batik. Oleh karena hal tersebut Bu Mini
menegaskan bahwa kain ini merupakan jenis kain yang dibuat dengan cara ikat
celup. Untuk pemasaran kain jumputan milik Bu Mini dan para perajin jumputan
lain di Kampung Tahunan mereka lakukan lewat pameran (dalam event Jogja
Fashion Week misalnya) yang telah disediakan tempat gratis oleh dinas di
pameran tersebut. Lokasi pameran yang pernah ia tempati untuk mempromosikan
sekaligus menjual kain jumputannya misalnya berada di JEC, Museum-Benteng
Vredeburg, dan yang terakhir di Titik Nol Kilometer Jogja.