Anda di halaman 1dari 7

21 Februari 2020

Anggota kelompok:

Nabilatul Fikroh 1710163131


Putri Indah Sari 1710838031
Fatahillah Al Abi 1710842031
Riki Maulana 1810862031
Eky Rima Nurya Ganda 1810866031
Firsta Hanny Noviana Putri 1810871031
Masagus Muhammad Khalid Burlian 1810876032
Muhammad Aziz Al Hakim 1810883031

Bu ... Jumputan di Kampung Tahunan sebagai Informan 1

Sejarah batik jumputan

Sejarah awal kemunculan para perajin kain jumputan di Kampung


Tahunan dimulai dari berdirinya sebuah koperasi yang bernama Penanaman
Ekonomi Wilayah (PEW) di Celeban, Tahunan, Umbulharjo pada tahun 2011.
Pada saat itu masih memiliki beberapa ibu rumah tangga sebagai anggotanya.
Dengan status keanggotaan beberapa ibu rumah tangga tersebut, PEW
mengajukan bantuan ke Dinas Perindag Kota Yogyakarta. Sudah sampai tiga kali,
PEW mencoba untuk mengajukan bantuan tersebut namun tidak kunjung berhasil.
Sampai pada pengajuan terakhir, akhirnya permohonan bantuan tersebut disetujui
oleh Dinas Perindag dengan bantuan dana modal sebesar 10 juta. Bantuan tersebut
tidak dibagikan ke tiap-tiap anggota melainkan digulirkan, semacam aliran dana
dalam koperasi simpan pinjam dengan bunga yang sangat minim. Setelah PEW
memiliki dana modal tersebut, kemudian para anggotanya yang keseluruhan ibu-
ibu bermusyawarah untuk menciptakan suatu kegiatan yang positif sekaligus
dapat menambah penghasilan, yang pada akhirnya terciptalah sebuah bentuk
produk bernilai jual berupa kain jumputan, asli dari hasil kebudayaan masyarakat
Kampung Tahunan. Saat ini, PEW memiliki jumlah anggota sebanyak 18 ibu
rumah tangga. Tidak semua anggota PEW menjadikan usaha produksi kain
jumputan sebagai mata pencaharian utama, sebagian dari mereka juga menyambi
pekerjaan lain misalnya ada yang sebagai penatu (jasa laundry). Selama ini,
koperasi PEW selalu dipromosikan oleh pemerintah dalam acara-acara pameran.
Promosi tersebut biasa diberikan setiap enam bulan atau setahun sekali. Dari
pihak pemerintah sebenarnya sudah membuatkan jatah untuk mempromosikan
produk PEW ini di sebuah pameran, tinggal keputusan dari PEW-nya yang
mengatakan setuju atau tidak. Alasan penolakan biasanya diberikan anggota PEW
karena terjadi tabrakan jadwal dengan pameran lain atau bisa disebabkan karena
jangka waktu tiap pameran dari tempat ke tempat lain sangatlah dekat, sehingga
sempat meresahkan pembuat batik karena produksi meningkat dan susah. Tempat
pameran yang pernah didatangi anggota-anggota PEW ini diantaranya di
Kalimantan, Jakarta, Malioboro, Museum Benteng Vredeburg. Kegiatan promosi
tersebut semua biaya pameran dan lain sebagainya di tanggung oleh pemerintah
dari mulai tempat pameran, display, dan transportasi kecuali tempat penginapan
dan makan.

Pada saat itu, Informan melakukan peminjaman modal awal dari PEW
sebesar Rp4.000.000,00. Modal tersebut ia gunakan untuk mendirikan usahanya
di bidang pembuatan kain jumputan. Proses pendirian usaha, Informan lakukan
dengan cara pembelian bahan-bahan baku seperti kain dan pewarna tekstil,
melakukan produksi kain jumputan setiap hari, dan ia juga mengadakan pelatihan
pembuatan jumputan. Terkadang Informan menerima permintaan magang dari
seseorang, hal ini diketahui saat sesi wawancara 28 Februari 2020, yang disana
kebetulan ada orang yang menjalani masa magangnya.
Setelah usahanya kian berkembang, para pembeli kain jumputan ini pun
berdatangan dari seluruh wilayah di Indonesia dan dari 3 negara lain yang
berbeda-beda. Informan melayani penjualan secara daring dan luring. Untuk
penjualan luring biasanya pembeli akan berdatang langsung ke kediaman
Informan untuk langsung melakukan pembelian. Sedangkan untuk penjualan
daring biasa dilakukan melalui jejaring sosial. Penjualan melalui media daring
sering membuat calon pembeli merasa kurang yakin dengan foto-foto yang
ditampilkan, pembeli mengkhawatirkan bahwa kondisi produk dalam foto-foto
tersebut berbeda dengan kondisi produk sebenarnya. Akibat dari hal tersebut,
pembeli lebih memilih untuk langsung mendatangi lokasi produksi Informan.
Lokasi tersebut dapat mudah ditemukan oleh calon pembeli, karena sebelumnya
Informan telah melakukan perbincangan di aplikasi WhatsApp dan memanfaatkan
fitur share lcation yang terdapat di dalamnya.
Proses produksi dilakukan Informan setiap hari dengan lebih
memprioritaskan pesanan pembeli. Proses produksi akan melambat ketika
Informan menerima pesanan tersebut, karena pesanan harus rampung tepat waktu
atau akan lebih baik jika rampung sebelum batas waktu.
Hasil kebudayaan yang dihasilkan Kampung Tahunan ini terfokus pada
produksi tekstil berupa kain batik dan kain jumputan, namun masyarakat
Kampung Tahunan lebih menonjolkan kain jumputannya tersebut dibandingkan
dengan kain batik yang juga mereka miliki. Bahkan mereka juga menjual kain
hasil pencampuran dari batik dan jumputan.

Perbedaan batik dengan jumputan dapat diketahui dari teknik pembuatan


dan penggunaan malam saat proses pembuatan kedua jenis kain tersebut. Kain
batik pada umumnya dibuat menggunakan canting dan malam, sedangkan
jumputan menggunakan ikatan-ikatan dan tidak menggunakan malam.
Kebanyakan orang sering menyebut nama kain jumputan dengan nama batik
jumputan yang sebenarnya sebutan batik jumputan itu adalah kurang tepat, karena
batik dengan jumputan adalah dua hal yang berbeda. Ada inovasi lain dari hasil
pengolahan batik dan jumputan tersebut yang diberi nama batik mix jumputan
yaitu selembar kain yang memiliki kombinasi motif dari hasil membatik dan hasil
menjumput.
Proses pembuatan jumputan ini menggunakan teknik jelujur benang dan
ikatan manik-manik. Tahap awal pembuatan kain ini dimulai dengan mendesain
motif di selembar kertas untuk dijiplakkan ke bahan baku kain yang digunakan.
Selesai menjiplak di kain, proses selanjutnya adalah penjumputan, dan dilanjutkan
dengan pewarnaan. Perawatan kain jumputan ini kurang lebih sama dengan
perawatan kain-kain yang lain, Untuk patokan harga jual kain jumputan ini
tergantung dari bahan baku kain yang digunakan. Misalnya harga produk kain
jumputan berupa jilbab akan murah karena bahan baku kainnya yang juga murah.
Berbeda dengan bahan baku yang terbuat dari kain sutera yang memang sudah
terkenal mahal, maka produk kain jumputan nantinya juga memliki harga yang
mahal. Salah satu contoh yang diberikan dalam bahan-bahan alami yang di
gunakan bisa menggunakan daun mangga, kayu-kayuan, daun kersen dan lain-
lain tergantung pemakainya . Biasanya bahan yang digunakan dari bahan alam
warnanya tidak sekontras dengan bahan yang menggunakan bahan tekstil, apabila
dibandingkan dengan harga batik jumputan dengan tekstil lebih murah dari pada
bahan alam, karena bahan alam sangat langka dan susah apalagi bhan dari kayu-
kayuan sangatlah langka sehingga informan harus membeli di tempat khusus dan
harganya pun menjangkau sampai Rp.90.000 -, sampai ratusan ribu rupiah.
Kelompok PEW sudah di danakan alat pengolah limbah Yang di bantu
oleh Universitas Janabrada Yogyakarta yang membantu mengajukan proposal
kepada Dikti untuk membuat alat pengolah limbah sebanyak 3 alat. Proses
menetralisir limbah yng di hasilkan dengan proses yang dicampuri bahan
penetralisir lalu naik ke atas dengan menggunakan dinamo dan berikutnya
menghasikkan endapan dari limbah tersebut, setelah melalui tiga tahap tersebut
limbah bisa di buang dengan terakhir proses penyaringan. Anggota PEW adalah
salah satu kelomoik pertama yg memiliki alat pengolah limbah untuk batik
jumputan, pernah di tegur oleh DLH karena tertuduh membuang limbah
sembarangan, informan menjelaskan bahwa anggota kelompoknya tidak pernah
membuang limbah sembarangan karena telah memiliki alat limbah tersebut.
Harapan informan selaku ketua anggota PEW untuk kedepannya bagi
anggota PEW yang dominannya masyarakat ibu-ibu rumah tangga menjadi
pengrajin jumputan, bisa mengesejahterakan anggotanya serta menaikan
penghasilan untuk digunakan sebagai keperluan sehari-hari seperti
menyekolahkan anak dan modal untuk usaha jumputan ini,
Bu Mini Budiyono Griya Jumputan di Kampung Tahunan Sebagai Informan
2

Dalam rangkaian acara "Jogja Heboh", di tahun 2020 bulan Februari


tanggal 29 kemarin, Kelurahan Tahunan akan menggelar acara festival yang
bernama "The Jumputan". Festival ini akan diadakan pada hari Sabtu dan Minggu
di Jalan Batikan, Tahunan, Umbulharjo. Di dalam festival tersebut, Kelurahan
Tahunan akan mempersembahkan Fashion Show Jumputan, bazar UMKM
(Jumputan, kuliner, kerajinan) , penyuluhan, sosialisasi, pentas seni dan budaya,
pasar tani, Genk Cobra, dan pertunjukan Wayang Cakruk. Berdasarkan informasi
yang kami terima dari Bu Mini, festival tersebut juga menyediakan panggung
kesenian untuk acara-acara pementasan dan pertunjukan seperti tari, hadrah, dan
karawitan. Sebagian dari para pementas ini, misalnya dari ibu-ibu karawitan
kampung tahunan rutin melakukan latihan di Balai RK Tahunan untuk tiap malam
Rabu, latihan tersebut dilakukan lebih intens di hari-hari menjelang festival
semakin dekat. Salah satu tujuan utama dari digelarnya festival ini yaitu untuk
mengangkat kekayaan budaya dari Kampung Tahunan sehingga bisa terus lestari,
oleh karena itu pengadaan festival disini paling sedikit setahun sekali dan
terkadang karya-karya seni dari kampung tahunan ini juga dipamerkan di suatu
event yang kebanyakan berupa pameran. Kegiatan memamerkan karya-karya seni
tersebut selain untuk media promosi juga untuk sarana penjualan, karena tanpa
kegiatan tersebut para perajin akan sedikit kesusahan mendapatkan penghasilan.

Mengenai narasumber yang kami wawancarai yaitu seorang perajin kain


jumputan kelahiran asli Samas, Bantul bernama Bu Mini Budiyono. Beliau adalah
salah satu pemilik dari sebuah Griya Jumputan di Kampung Tahunan. Usahanya
ini sudah ia mulai sejak tahun 2011 di kediamannya yang bertempat di Jalan
Celeban Gang Pandu No 511 RT 22 RW 05, Tahunan, Kecamatan Umbulharjo,
Yogyakarta. Ia sering mendapat kunjungan dari berbagai instansi untuk keperluan
penelitian, riset, pengukuran, peninjauan, dan wawancara. Kebanyakan dari
kunjungan tersebut berasal dari kalangan pelajar dan sedikit dari instansi
pemerintahan. Baru beberapa hari kemarin, Bu Mini mendapat kunjungan dari Bu
Rizky seoarang dosen dari Universitas AMIKOM Yogyakarta untuk tujuan
penelitian pemasaran online. Akibat dari seringnya permintaan kunjungan yang
diterima Bu Mini, ia sampai membuatkan buku tamu yang berisikan nama dari
pengunjung tersebut, nomor kontak, asal instansi, dan kesan/pesan dari
pengunjung tersebut untuk Griya Jumputan milik Bu Mini ini. Ketika kami
menanyakan tentang fungsi buku tamu ini, ternyata buku ini berfungsi sebagai
media pemantauan dari Dinas Perindag untuk mengetahui perkembangan dari
tempat wisata Kampung Tahunan ini. Sudah dari dulu sejak kampung ini terkenal
menjadi kampung wisata, para perajin dan seniman kampung ini memiliki buku
tamu yang fungsinya kurang lebih sama seperti milik Bu Mini.

Setiap hari Kamis dan Jum’at Bu Mini mendapat tugas dari Dinas
Perindag untuk mengajar tentang teknik pembuatan kain jumputan di Panti
Rehabilitasi daerah Pingit, tepatnya di Bener dari pagi sampai pukul 14.00 siang
hari Jum’at. Untuk hari Kamisnya ia mengajar di Purwomartani, Sleman, dengan
jadwal waktu yang sama. Di kedua tempat tersebut ia mengajar tentang
pembuatan desain-desain motif kain jumputan, pengikatan biji manik-manik
(misalnya bekas tasbih), sampai tahap terakhir seperti pencucian. Nama jumputan
diambil dari makna “jumput” yang menggambarkan proses pembuatannya yang
mengikat beberapa jumput kain, yang tiap-tiap ikatan tersebut berisi butiran
manik-manik bulat untuk kemudian kain tersebut dicelupkan ke bahan pewarna
tekstil. Berdasarkan pendapat dari Bu Mini, kain jumputan ini bukanlah kain batik
karena prosesnya yang tidak menggunakan canting dan malam, walaupun motif-
motif kain ini mirip dengan motif batik. Oleh karena hal tersebut Bu Mini
menegaskan bahwa kain ini merupakan jenis kain yang dibuat dengan cara ikat
celup. Untuk pemasaran kain jumputan milik Bu Mini dan para perajin jumputan
lain di Kampung Tahunan mereka lakukan lewat pameran (dalam event Jogja
Fashion Week misalnya) yang telah disediakan tempat gratis oleh dinas di
pameran tersebut. Lokasi pameran yang pernah ia tempati untuk mempromosikan
sekaligus menjual kain jumputannya misalnya berada di JEC, Museum-Benteng
Vredeburg, dan yang terakhir di Titik Nol Kilometer Jogja.

Contoh hasil kain jumputan milik Bu Mini

Anda mungkin juga menyukai