Anda di halaman 1dari 6

CONTOH KOPERASI PRIMER, GABUNGAN, INDUK, DAN PUSAT

KOPERASI WANITA SRIKANDI (KOPERASI PRIMER)

Koperasi Wanita Srikandi adalah Koperasi Simpan Pinjam yang didirikan pada tahun
1992. Dimana pada jaman tersebut banyak beroperasi Bank Harian atau lebih di kenal
dengan Bank Titilyang masuk ke Desa Dayurejo, dengan memberikan penawaran
pinjaman yang sangat mudah dan tanpa jaminan. Tapi konsekwensinya bunganya terlalu
tinggi dan untuk angsurannya diangsur tiap hari. Dengan kondisi seperti itu ibu ketua
PKK pada sa’at itu berkeinginan dan mempunyai ide untuk mendirikan sebuah koperasi
guna menanggulangi dari Bank tersebut.

Berawal dari hasil patungan dan iuran anggota Ibu – Ibu PKK sebesar Rp. 5000.00
sebagai simpana pokok dan dengan simpanan wajib sebesar Rp. 500,00 setiap
minggunya, serta berkat bantuan dari Ibu Umi Mudrika yang kebetulan pada waktu itu
dia menjabat sebagai Ketua PKK Dayurejo sebesar Rp. 500.000,00. Untuk pinjaman
pertama diberikan minimal Rp. 10.000,00 dengan beranggotakan 50 orang.

Koperasi Wanita SRIKANDI semakin lama semakin berkembang hingga tepat pada
tanggal 29 Januari 2002 Koperasi Wanita SRIKANDI mempunyai badan hukum dengan
NO. 504/02/BH/424067/02. Untuk saat ini Koperasi Wanita Srikandi menmpunyai
anggota aktif sebanyak 502 orang dengan Aset Rp. 700.000.000,00 dalam bentuk uang di
tambah dengan Gedung, Komputer.

Kata SRIKANDI di ambil dari nama Tokoh pewayangan dimana SRIKANDI


mencerminkan sosok Wanita yang mau bekerja keras, bertanggung jawab, manidiri dan
pemberani. Dengan melihat cerminan dari tokoh tersebut di harapkan seluruh anggota
Koperasi Wanita Srikandi bisa menjadi Srikandi – Srikandinay Dayurejo.

GABUNGAN KOPERASI BATIK INDONESIA (GKBI)

Sejarah terbentuknya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI)

Sekitar tahun 1800, warga Tionghoa menanam sejenis kapas (ciam). Dari serat tanaman
jong dan ciam masyarakat Pekajangan berusaha membuat kain dengan alat tenun
sederhana. Jiwa dagang warga daerah ini mendorong perajin dan pedagang bepergian ke
daerah lain, termasuk ke Yogyakarta dan Surakarta yang interaksinya semakin kental dari
tahun ke tahun. Situasi pertekstilan semakin maju tahun 1920 sehingga timbul pengaturan
izin lisensi untuk pengusaha tekstil harus diurus di Batavia (Jakarta) ke Gubernur
Jenderal Belanda.

Kemajuan pesat pertekstilan di Pekajangan ditandai munculnya Batik Trading Compani


tahun 1950. Pada tahun 1937, perajin mendirikan Koperasi Batik Pekajangan yang
memberi sumber inspirasi munculnya koperasi batik di Setono, Tirto, dan lainnya.
Kemunculan koperasi batik akhirnya disatukan dalam Gabungan Koperasi Batik
Indonesia (GKBI) pada tahun 1948”.

Pada masa orde Sukarno yang melontarkan kebijaksanaan“Sandang Pangan Rakyat”


yang memandang batik sebagai pakaian umum. Kebijakan ini sangat menguntungkan
pada GKBI sendri mengapa? Kaerena dengan dicetuskan kebijaksanaan itu GKBI
mendapat perlindungan seperti tunjangan harga kain putih dan hak peredaran monopoli.
Pemerintah menargetkan menyuplai batik cap yang murah kepada orang awam. Para
pembatik di berbagai daerah menghasilkan banyak keuntungan di bawah
kebijaksanaannya.

Namun pada orde Soeharto, kebijaksanaan kemajuan ekonomis dijalankan maka


kebijaksanaan perlindungan pengusaha batik dihapuskan. Ironisnya target kebijaksanaan
Soekarno itu, direalisasikan oleh perusahaan pakaian dan tekstil yang berkembang di
lingkungan ekonomi baru. Kemudian, sebagian besar pengusaha batik yang menjadi biasa
pembuatan batik cap murah terdesak oleh perusahaan tersebut di atas, terpaksa beralih ke
usaha yang lain atau menutup usaha.

Pada awal tahun 1970-an, teknologi print batik muncul. Oleh sebab itu, batik tulis dan
batik cap semakin tergeser oleh print batik. Tanpa perlu dikatakan, pasaran batik tulis dan
batik cap kalah bersaing dengan print batik yang dapat diproduksi massa. Di dalam
keadaan itu, khawatir akan masa depan pembatik dan tradisi batik. Kalau berhadap-
hadapan kain-kain dijual dengan posisi konsumen, apa bedaannya antara print batik dan
batik yang dibuat secara teknik tradisional? Dasarnya print batik tidak dibuat sebagai
barang yang bermutu tinggi, tetapi dibuat barang yang bermutu rendah.

Sebaliknya, Iwan Tirta, Josephine Komara, dan sebagainya membuat“batik generasi


baru” yang mempunyai kemewahan dan rasa kelas tinggi yang misalnya dipakai benang
emas dan perak serta digunakan sutera bukan katun. Batik yang mereka menjadi populer
di kalangan wanita kota-kota Indonesia dan luar negeri. Pengusaha batik generasi baru
biasanya dinamakan“pencipta tekstil” atau“kreator tekstil”.

Makin lama makin terang pada awal tahun 1990-an, secara garis besar permintaan batik
terbagi tiga pasaran, yaitu kelas tinggi, kelas menengah, dan kelas rendah. Di dalam
pasaran tersebut, segi kwantitas pasaran kelas rendah menduduki perbandingan secara
mutlak karena sebagian besar penduduknya tinggal di desa-desa, kemudian ada banyak
wanita yang riwayat pendidikan dan pendapatan rendah. Oleh karena itu, pasaran batik
kelas rendah menjadi terbasar. Permintaan batik kelas tinggi masih kukuh sebab ada adat
yang memakai batik tulis bermotif dan berwarna tradisional waktu berdandan di Jawa.

Hal tersebut di atas terjadi dengan lumrah di dalam ekonomi modern yang modal raksasa
dan teknologi mesin mendesak industri tradisional kecil-kecilan yang bergantung
pekerjaan tangan.
Batik yang menarik dunia ini tidak hanya batik generasi baru, batik tulis, dan batik cap
saja. Selain itu, jangan melupakan pakaian, barang kelongtong, dan produksi interior
yang mencetak motif batik seperti bunga, garuda,parang,Free Hosting
Free Web Hosting
Get your Blog!
dan lain-lain. Barang-barang tersebut sudah menjadi populer di kalangan baik orang
Indonesia maupun orang asing karena dapat menegaskan kembali identitasnya bagi orang
Indonesia. Untuk orang asing seperti turis, barang-barang tersebut di atas menjadi
kenang-kenangan perjalanannya.

Akhirnya, daya tarik batik bukan tiga pasaran dan barang-barang bermotif batik
berpencar-pencar, melainkan saling merangsang, meningkatkan nilai keadaannya, dan
memainkan harmoni, yaitu hidup berdampingan dan makmur bersama.

Profil Gabungan Koperasi Batik Indonesia

Gabungan Koperasi batik Indonesia berdiri di Yogyakarta yaitu pada tanggal 18


September 1948, koperasi ini berdiri dengan latar belakang bahwa semakin banyaknya
pembuat batik tenun yang berada di pekalongan khususnya pada saat itu, yang dalam
pengerjaannya mengalami kesulitan-kesulitan di berbagai hal seperti kurangnya kain
untuk di gambar dan berbagai hal lain. Lalu dengan dasar itu penduduk setempat
mendirikan koperasi batik dengan tujuan mensejahterakan penduduk yang menggeluti
penggambaran batik tenun tersebut.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan dengan adanya pabrik tektil yang sudah sangat
modern maka koperasi batik di pekalongan tersebut berfikir bahwa hurus ada penyatuan
koperasi batik di seluruh Indonesia dengan tujuan ingin memenangkan persaingan di
pasaran dan untuk lebih mensejahterakan pengrajin batik di seluruh Indonesia.

Penggabungan yang dilakukan oleh koperasi Batik di Indonesia sangatlah berhasil, dan
pada saat ini tinggal mempertahankan bagaimana Gabungan Koperasi Batik Indonesia ini
tetap kokoh dan mampu bersaing pada pasar global.

Pemasaran Gabungan Koperasi batik Indonesia

Sudah terlihat dari nama “Gabungan Koperasi Batik Indonesia” ini salah satu strategi
pemasaran yang sangat tepat dan bisa disebut berhasil yang dilakukan koperasi-koperasi
batik Indonesia mengapa karena dengan menggabungankan diri antara koperasi-koperasi
batik di seluruh Indonesia, maka pemasaran batik akan terkuasai dengan baik dan mampu
bersaing dengan pasar global yang suadah masuk pada Negara Indonesia.

Dengan bergabungnya koperasi batik di seluruh Indonesia ini jelas memperluas lokasi
pemasaran yang akan di sampaikan pada konsumen sehingga konsumen dapat lebih
mudah untuk mendapatkan produk batik yang ia inginkan dan ia butukan. Dengan adanya
program pemerintah yaitu diajurkanya memakai batik pada setiap PN situ sudah sangat
membantu pada pemasaran batik di Indonesia.
Koperasi batik ini sudah mempunyai nilai plus dalam pemasarannya, mengapa karena
sealain batik sudah menjadi ikon Indonesia batik juga sebagai salah satu budaya
Indonesia yang harus di lestarikan dan di pertahankan oleh setiap generasi agar adanya
tidak mengalami kepunahan dan dengan nilai inilah dalam pemasarannya GKBI sudah
menembus pasar dunia..

Dalam kegiatannya pemasaran Gabungan Koperasi Batik Indonesia mempunyai 3


Segmentasi yaitu :

Kelas Tinggi

Kelas Menengah

kelas Rendah.

Dimana kelas-kelas di atas dilihat dari segi kualitas batik tersebut dimana dalam
pembuatan batik tersebut ada perbedaan bahan, unsur dan motif yang digunakan dalam
pembuatan batik.

Namun tidak hanya mengandalkan kelebihan-kelebihan yang sudah dipaparkan diatas,


pembuat batikpun harus lebih kreatif dan inovatif dalam mempertahankan pasaran batik
di pasar global. Dan yakin bahwa batik bukan sekedar sebuah romantisme masa lalu,
melainkan sebuah produk unggulan yang dapat mengangkat martabat bangsa lebih tinggi
lagi.

INDUK KOPERASI SIMPAN PINJAM (IKSP)

Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) yang berkedudukan di Jakarta, didirikan oleh
primer Koperasi Simpan Pinjam KSP), tanggal 25 September 1997. Selama tiga tahun
pertama, belum banyak kemajuan yang bisa dicapai karena disebabkan oleh berbagai
kendala khususnya permodalan. Modal yang hanya mengharapkan dari simpanan anggota
tidak mampu memenuhi kebutuhan dana yang begitu besar. Sedangkan untuk melibatkan
penyertaan dari lembaga keungan lain belum memungkinkan, karena waktu itu
pemerintah belum mengatur mengenai penyertaan modal pada koperasi.

Untung saja pemerintah segera menyadari kendala yang dihadapi koperasi itu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No: 33/1998, tentang Modal Penyertaan pada
Koperasi. Peluang tersebut kemudian dimanfaatkan oleh PT PNM (Persero) dengan
melakukan penjajakan untuk menyertakan modal pada IKSP. Akhirnya, pada 30
Nopember 1999, dilakukan kesepakatan kerjasama dimana PNM bersedia menyertaakan
modalnya sebesar Rp 2 miliar. Selain itu, pada 21 Pebruari 2000, PNM juga bersedia
untuk membantu pembiayaan sebesar Rp 13 miliar, dengan jangka waktu pembiayan lima
tahun terhitung sejak dilakukannya penarikan pertama, dengan masa tenggang enam
bulan.

Baik dana penyertaan maupun pinjaman kini telah habis tersalurkan. Dana penyertaan
disalurkan kepada enam koperasi simpan pinjam (KSP), dimana hingga 31 Maret 2001
telah dikembalikan ke IKSP sebesar Rp 1,116 miliar atau sekitar 55,8 persen. Sedangkan
untuk dana pinjaman, hingga 31 Desember 2000 telah dicairkan sebesar Rp 9,867 miliar
untuk 10 koperasi,malahan sekitar Rp 1,522 miliar atau 15,40 persen telah dikembalikan
pada IKSP. Karena masih dalam masa grace period, maka sebagian besar atau sekitar Rp
1,275 miliar dana tersebut telah dipinjamkan kembali kepada 10 koperasi, sedangkan
sisanya sekitar Rp 343 juta telah dikembalikan ke PNM.

Koperasi Simpan Pinjam; Berawal dari Pekalongan , tak kalah dengan perbankan

Dengan adanya penyertaan dana dari PNM itu, maka komposisi pembagian
keuntungan/kerugian adalah : PT PNM (80 %) dan IKSP (20 %). Sedangkan untuk
pembiayaan, dari 19 persen bunga pinjaman ke anggota IKSP, maka PNM akan
mendapat bagian 88 persen dan IKSP sebesar 12 persen.

Untuk lebih memperkuat IKSP tentunya tidak cukup hanya dengan memberikan dana,
baik berupa penyertaan modal maupun pinjaman. Oleh karena itu PNM juga memberikan
bantuan non keuangan berupa bantuan manajemen dan adminstrasi keuangan. Dalam hal
ini PNM menempatkan seorang Direktur Pelaksana sebagai penanggung jawab
operasional, dengan tetap meminta persetujuan dari Pengurus IKSP. Sedangkan di bidang
administrasi, PNM membantu membenahi sistem administrasi keuangan, sehingga
mempermudah dalam pelaporan dan pengawasan. "Masuknya PNM tidak hanya
melakukan penyertaan modal, tetapi juga memberikan pinjaman, bantuan manajemen,
dan pembinaan administrasi keuangan termasuk pengawasan," kata Soehadi, yang
mendapat kepercayaan sebagai Direktur Pelaksana IKSP. Setelah lebih dari setahun
menjadi mitra PNM, kini hasilnya sudah mulai tampak seperti tercermin pada kinerja
keuangannya.

Selama tahun 2000, IKSP telah berhasil menghimpun pendapatan usaha sebesar Rp 916
juta dan pendapatan lain-lain sebesar Rp 44,8 juta. Setelah dikurangi biaya usaha sebesar
Rp 640 juta dan pajak penghasilan sebesar Rp 87 juta, maka SHU bersih setelah pajak
mencapai Rp 233,67 juta. Kinerja keuangan selama tahun 2000 itu jauh melampaui tahun
1999. Jumlah pendapatan selama 1999 hanya sebesar Rp 11,566 juta dan pendapatan
lain-lain Rp 1,9 juta, sedangkan biaya usaha mencapai Rp 13,433 juta, sehingga SHU
bersih hanya Rp 38 ribu.

Diperkirakan prestasi untuk tahun 2001 ini akan melampaui tahun 2000. Sebab,
pendapatan operasional IKSP selama tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp
584,874 juta, dan beban operasional Rp 466,513 juta, sehingga SHU sampai 31 Maret
2001 mencapai Rp 118,513 juta. "Kami memproyeksikan SHU tahun 2001 ini sebesar Rp
500 juta," kata Soehadi optimis. Meskipun kerjasama PNM dengan IKSP ini relatif telah
berhasil dngan baik, namun untuk lebih memperkokoh struktur permodalan IKSP di masa
yang akan datang, kerjasama ini masih perlu dilanjutkan minimal hingga empat tahun
mendatang. Dalam jangka waktu itu diharapkan IKSP akan mampu menghimpun modal
sendiri minimal Rp 1 miliar. Selain itu, kualitas SDM di IKSP diharapkan juga sudah
lebih profesional. Dengan demikian IKSP benar-benar bisa mandiri dalam permodalan
dan tanggung jawab dalam pegelolaan.

Tidak lama lagi IKSP akan lebih mengembangkan pembiayaan koperasi dengan pola bagi
hasil, terutama Lembaga Baitul Maal Wattanwil (BMT). "Dari 40 koperasi yang sudah
kami layani, terdapat empat BMT yang telah diberikan pinjaman untuk daerah Semarang,
Tegal, dan Jakarta. Dalam waktu dekat untuk daerah Pekalongan dan Cirebon," kata
Soehadi.

PUSAT KOPERASI WANITA JAWA TIMUR

VISI

Memperjuangkan harkat dan martabat perempuan

MISI

• Memberdayakan koperasi wanita dan masyarakat.


• Membentuk jaringan kerjasama antara koperasi wanita.
• Memperjuangkan hak-hak ekonomi perempuan.
• Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) merupakan sekunder dari
koperasi wanita di wilayah Jawa Timur. Sampai akhir 2008, koperasi wanita yang
telah bergabung di Puskowanjati sebanyak 46 primer. Dan semua primer tersebut
telah menerapkan sistem tanggung renteng, sehingga saat ini tercatat 45 ribu
perempuan yang telah menjadi anggotanya.

Berdirinya Puskowanjati diawali dari gagasan pengurus beberapa koperasi batik di


Madiun yang ingin menyatu. Dari Madiun, gagasan pun terus berkembang untuk
menyatukan koperasi wanita di seluruh Jawa Timur. Ternyata gagasan tersebut mendapat
sambutan dari 20 koperasi wanita yang kemudian menyatakan bergabung dan pada 1
Maret 1959 di Malang lahirlah Puskowanjati. Kendati lahir di Malang, kegiatan
Puskowanjati saat itu dipusatkan di Surabaya.

Dalam perjalanan, tepatnya tahun 1968 sekunder ini pun sempat berganti nama menjadi
Pusat Koperasi Karya Wanita Jawa Timur. Karena kata wanita yang mengikuti kata
koperasi diidentikan dengan produk. Seperti koperasi batik yang berarti koperasi yang
mempunyai produk batik. Tapi nama ini pun berubah kembali menjadi Pusat Koperasi
Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) pada 1994.

Beberapa lembaga nasional maupun internasional yang pernah menjalin kerja sama
dengan Puskowanjati antara lain : CRS, PNM, CCA, IOM, USAID, IFC – PENSA dan
FORD FOUNDATION.

Anda mungkin juga menyukai