Anda di halaman 1dari 9

r.

/ Bn"lS &{m%fffrcmflxrr
a
/t; Bdan Penplenggam Jaminan Sosial
Nomor : 8984/ll-091A721 Pamekasan,23 Juli 2021
Lampiran : Satu berkas
Hal : Standardisasi Pembiayaan Manfaat
Kesehatan Rujukan

Yth. Direktur Rumah Sakit dan Klinik Utama Provider


BPJS Kesehatan Cabang Pamekasan
di
Madura

Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih atas dukungan terhadap Program


JKN-KIS dan keria sama yang terjalin baik selama ini.

Sebagai bagian dari upaya untuk memastikan pemahaman yang sama dalam hal
penjaminan manfaat pelayanan bagi Peserta JKN, maka dengan ini kami sampaikan
beberqpa ketentuan dalam penjaminan manfaat tersebut (terlampir) yaitu :
eeAyanan Tuberkulosis (TB) dan HIV-AIDS;
3/
2. TerapiKelasi Besi;
3. Penjaminan Tahanan Polri;
4. Layanan Anestesi oleh Penata/Perawat Anestesi; dan
5. Pelayanan Bag Darah

Demikian kami sampaikan untuk dapat dipedomani, atas perhatian dan kerja sama
yang baik diucapkan terima kasih.

s Kepala Cabang

Winasari, AAAK

Tembusan:
1- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep
?. Kgp?|" BPJS Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Sumenep
EF/ar/PK A0

lhntor Grlrrqg Frmakreen :


I Frmrlnrn Jrrr
Jl. Rryr Prnghgur KT Tlmur
Trlp. *{ltilt t}L60
Frr. +82321 t330Sl
Emrll : hc.prmrlnrnlQbpp-lcrhrtrn.go.id
KETENTUAN PE MBIAYAAN MANF AAT KESEHATAN RUJ UKAN

1. PELAYANAN TUBERKULOSIS DAN HM.AIDS


a, Peraturan Presiden NomorS2 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,
1) Pasal 52 ayat (1), Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: huruf u,
"pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain",
2) Pasal 58 ayat (2), "Obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang
digunakan dalam program pemerintah selain program Jaminan Kesehatan
disediakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan".

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7l Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan


pada Jaminan Kesehatian Nasional Pasal 19 yaitu:
1) Ayat (1), "Obat dan alat kesehatan Program Nasional yang telah ditanggung oleh
Pemerintah daniatau Pemerintah Daerah, tidak ditanggung oleh BPJS
Kesehatan"
2) Ayat (2), "Obat dan Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
L alat kontrasepsi dasar;
2. vaksin untuk imunisasi dasar; dan
3. obat program pemerlntah".

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor2S Tahun 20'14 tentang Pedoman Pelaksanaan


Program Jaminan Kesehatan Bab M tentang Pelayanan Kesehatan yaitu:
"Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS, Tuberculosis
(TB), Malaria serta Kusta dan Korban Narkotika yang memerlukan rehabilitasi medis,
pelayanannya dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang
merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan (FKRTL) tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA.CBGs,
sedangkan obatnya menggunakan obat program".

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2018 tentang Penyusunan dan


Penerapan Formularium Nasional Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan. Terkait Pelayanan Obat Program Pemerintah sebagai berikut:
1) Pelayanan Kesehatan bagi peserta penderita HIV/A|DS, Tuberkulosis (TB),
malaria, kusta, penerima rumatan metadon yang memerlukan rehabilitasi medis
dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Mented, dimana pelayanannya dilakukan
di FKRTL tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBG's, sedangkan obatnya
menggunakan obat program.
2) Penyakit yang pelayanan obatnya menggunakan obat program pemerintah seperti
penyakit HIV/AlDS, Tuberkulosis (TB), malaria, kusta, penerima rumatan metadon
yang memerlukan rehabilitasi medis dan penyakit lain yang ditetapkan oleh
Menteri, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

G Petunjuk Teknis Pelayanan Tuberkulosis bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional,


Kementerian Kesehatan Republik lndonesia Tahun 2015, alur rujukan pasien terduga
TB Resisten Obat sebagai berikut:
Pusat Rujukan/Sub
Ruiukan Tb Resistan Obat

FKTP/FKRTL SAtEIiI
TB Rasisten Obat

Rumah Sakil

FKTP

Rurukan Diagnosis Pasien Terduga TB Resistan Obat


---- | Ruiukan. latalaksanaPengobatan

-f 1. Rujukan Pasien Terduga TB Resisten Obat


Bagan

Berdasarkan haFhal tersebut di atas pelayanan kesehatan Peserta JKN dengan TB,
termasuk didalamnya TB RO (Resisten Obat)ffB MDR (Multi Drug Resistant), dan
HIV-AIDS, dijamin sebagaimana pelayanan kesehatan lainnya dalam benelit
JKN.
Sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Tuberkulosis bagi Peserta Jaminan
Kesehatan Nasional, FKTP dan FKRTL yang menemukan kasus TB RO meruiuk ke
FKRTL Pusat Rujukan/Sub Rujukan TB RO untuk kemudian merujuk balik untuk
tata laksana pengobatan ke FKRTUFKTP Satelit TB RO. Peran FKRTL dan/atau
FKRTL Pusat Rujukan/Sub Rujukan TB RO adalah untuk penegakan diagnosa dan
komplikasi atau merawat sampai kondisi stabil untuk ruiuk balik. Pelayanan obat
Peserta JKN dengan TB termasuk 3 didalamnya TB RO (Resisten Obat)ffB MDR
(Multi Drug Resistant) dan HIVAIDS memakai obat Program sehingga Kedeputian
Wilayah dan Kantor Cabang harus memastikan agar Peserta JKN dengan TB
termasuk didalamnya dengan TB RO (Resisten Obat)/TB MDR (Multi Drug Reslstant)
dan HM-AIDS memakai obat tersebut.

2. TERAPIKELASI BESI
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Pasrl 22 ayat (1)'
(2) dan (5), yaitu:
1) Ayat (1), "Pemberian obat untuk kemoterapi, thalassemia dan hemofilia dilakukan
di fasilitas kesehatan tingkat lll";
2) Ayat (2), "Fasilitas kesehatan tingkat ll dapat memberikan obat kemoterapi,
thalasemia dan hemofilia dengan mempertimbangkan kemampuan fasilitas
kesehatian dan kompetensi sumber daya manusia kesehatan'; dan
3) Ayat (5), "Pengaluan klaim pada pelayanan thalassemia mayor baik rawat ialan
aiau rawat inap yang menerima terapi kelasi besi dilakukan I kali dalam 1 bulan".

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2018 tentang Penyusunan dan


Penerapan Formularium Nasional Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan. Terkait pemberian obat thalasemia dilakukan dengan ketentuan berikut:
1 ) Pemberian obat dilakukan di Fasilitas Kesehatan tingkat 3 atau Fasilitas
Kesehatan tingkat 2 yang memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan pada
pasien thalasemia seperti misalnya memiliki doKer ahli hemato-onkologi, memiliki
panduanpenatalaksanaalthalasemia,dan.memilikiprosedurtetapuntuk
penyimpan,n'J"n p"ngelolaan obat thalassemia'dari dokter spesialis/sub spesialis
2\ pemberian ou"iJii"""",t"n p"u.lp'ioiorJ Liapi
'r;ilitas kesehatan tingkat 2 harus
yang mera#';;;; ttatlsemi'a. fi;k
sebelumnya dari dokter spesialis/sub
mengacu prJ, I"[o*endasi o;ililg,?l
3'
splsTans pada fasilitas kesehatan tingkat

Menteri Kesehatan Repubtik lndonesia


Nolor HK'01'07/MENKES/1/2018
c. Keputusan
peOoman eetayanJ X"Oort"on leUeq Tata Laksana Thalasemia'
tentang Nasional
1) Kelasitf,Ji.,o"n"n kelebihan besi
terapi ketasi besi dapat mencegah komplikasi
o'n*"nu',nx"nangkakematianpadapasienthalassemia. kelebihan besi yaitu
. Terapi kelasi uesi uertuJu'an "r!rr detoksifikasi dan mengeluarkan
*"n'6iL"i-Gri vang tioa['ieril<ai transferin di plasma
besidaritubuh'
. Pemberian kelasibesidimulaibila:
a. kadarirritin serum darah sudah mencapai 1.000
ng/ml; atau
b. saturasi transferin > 70%; atau
atau sekitar 3-5
c. apaoita tiansfii suoan diberikan sebanyak 10-20 kali;

. +t'; jenis ketasi besi yang saat ini digunakan adalah deferoksamin,
defePiron, dan deferasiroks'
2,) Bab lll Kelimpulan, bahwa thalassemia merupakan penyakit kronik
yang
memerlukan tata laksana komprehensif. Upaya diagnosis, tak laksana
transfusi,
kelasi hesi, pemantauan dan manajemen komplikasi, pemantauan tumbuh
kembang, dan upaya konseling serta skrining karier merupakan satu kesatuan
dalam p[natalaksanaan pasien dengan thalassemia mayor. PNPK inidiharapkan
dapat menjadi dasar rekomendasi bagifasilitas kesehatan primer sampai dengan
tersier di lndonesia.

d Keputusan Menteri Kesehatan Republik lndonesia Nomor


HK.01.07/MENKES/813/2019 tentang Formularium Nasional bahwa obat untuk
terapi kelasi besi yaitu:
1. Deferasiroks
a) untuk terapi kelasi besi
b) tidak diberikan untuk anak usia < 2 tahun
c) terapi awal harus ditentukan oleh hematolog anak atau hematolog
dewasa
d) Obat deferasiroks terdiri dari:
1. Tablet dispersible 250 mg, dan
2. Tablet dispersible 500 mg
Obat ini termasuk obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan tersier
atau fasilitas kesehatan tingkat 3.
2. Deferipron
1. Tablet salut selaput 500 mg
a) Untuk terapi kelasi besi
b) Terapi awal harus ditentukan oleh hematolog anak atau hematolog
dewasa
Obat ini terrnasuk obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan
tersier atau fasilitas kesehatan tingkat 3, peresepan maksimal S0-7S
mg/kgBB/hari.
2. Sirup 100 mglml
a) Terapi awal harus ditentukan oleh hematolog anak atau hematolog dewasa
Obat ini termasuk obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan
tersier atau fasilitas kesehatan tingkat 3. Peresepan maksimal 50-75
mg/kgBB/hari, maksimal 1 btl/bulan.
3. Deferoksamin
1. lnjeksi 500 mg
a. Dosis anak usia <3thn: 20€0 rng/kgBB/hari, maksimal $-7 hari
b. Dosis usia >Sthn:40-60 mglkgBBlhari, maksimalS-7 hari,
Obat ini termasuk obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan
sekunder dan tersier atau fasilitas kesehatan tingkat 2 dan tingkat 3.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penjaminan terapi kelasi besi adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian obat thalasemia dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat 3 atau fasilitas
kesehatan tingkat 2 yang memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan pada
pasien thalasemia.
2. Pemberian obat thalassemia dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat 2 dan 3
dengan ketentuan:
a. Jenis obat yang diberikan difasilitas kesehatan tingkat 2 yaitu deferoksamin
b. Jenis obat yang diberikan di fasilitas kesehatan tingkat 3 yaitu deferasiroks,
deferipron dan deferoksamin.
c. Obat terapikelasi besidiberikan pada thalasemia mayor.
3. Terapi awal pemberian obat thalasemia harus ditentukan oleh hematolog anak
atau hematolog dewasa untuk obat deferasiroks dan deferipron.
4, Pemberian obat thalasemia didasarkan pada protokol terapi dari dokter
spesialis/sub spesialis yang merawat pasien thalasemia.
5. Fasilitas kesehatan tingkat 2 dapat memberikan obat thalasemia (deferasiroks,
deferipron), mengacu pada rekomendasi berdasarkan protokolterapi pengobatian
sebelumnya dari hematolog pada fasilitas kesehatan tingkat 3.

3, PENJAMINAN TA}IANAN POLRI


a. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 52 ayat
(1), Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: huruf s, "pelayanan kesehatan
tertentu yang berkaitan dengan Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional lndonesia
dan Kepolisian Negara Republik lndonesia";
b. Surat Kedeputian JPKR Nomor 5973/lll.2/0521 hal Kebijakan Penjaminan Pelayanan
Kesehatan Tahanan Polri bahwa penjaminan bagi peserta Jaminan Kesehatan
Nasional dengan status Tahanan Polri tidak dijamin dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional

4. LAYANAN ANASTESI OLEH PENATAIPERAWAT ANESTESI


a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor2l Tahun 2019 tentang PetunjukTeknis Jabatan
Fungsional Penata Anestesi:
1. Pasal4:
a. Ayat (1), "Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Penata
Anestesi dapat melaksanakan pelayanan:
a) di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang secara mandat dari
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain; dan/atau
b) berdasarkan penugasan pemerintah sesuai kebutuhan".
b. Ayat (2), "Pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
2. Pasal 5:
a. Ayat (1), "Pelimpahan wewenang berdasarkan penugasan pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat (1) huruf b dilakukan dalam ha!
tidak terdapat dokter spesialis anestesiologi di suatu daerah".
b. Ayat (2), "Pelayanan dalam rangka pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Penata Anestesi yang
telah mendapat pelatihan".
c. Ayat (3), "Pelayanan dalam rangka pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi pelayanan anestesi sesuai dengan
kompetensi tardoahan yang diperoleh melalui pelatihan".
d. Ayat (4), "Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat {2) dan ayat (3)
.merupakan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi daniatiau pemerintah
daerah kabupatenlkota bekerjasama dengan organisasi profesi terkait".
e. Ayat (5), "Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) harus
terakred itasi sesu ai dengan ketentuan peratu ran perundang-u nda n ga n'.
f. Ayat (6), "Pelimpahan wewenang berdasaikan penugasan pemerintah hanya
dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah
danlatau pemerintah daerah".

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2016 tentang lzin dan


Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi:
1. Pasal 4:
a. Ayat (1), "Penata Anestesi yang menjalankan praktik keprofesiannya wajib
memilikiSIPPA'.
b. Ayat (2), "SIPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Penata Anestesiyang telah memiliki STRPA'.
c. Ayat (3), "SIPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh
pemerintah daerah kabupatenlkota'.
d. Ayat (4), "SIPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk 1 (satu)
tempat".
2. Pasal 5:
a. Ayat (1), "Penata Anestesi hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua)
SIPPA".
b. Ayat (2), "Permohonan SIPPA kedua dapat dilakukan dengan menunjukkan
bahwa Penata Anestesitelah memiliki SIPPA pertama".
3. Pasal 15, "Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
telah terdapat dokter spesialis anestesiologi, wewenang untuk melakukan
pelayanan berdasarkan pen ugasan pe merintah tidak berla ku ".

Berdasarkan regulasi-regulasi di atas, PenatalPerawat Anestesi yang dapat


menggantikan tugas Dokter Spesialis Anestesi adalah:
1. Tidak terdapat dokter spesialis anestesiologi di suatu daerah;
2. Telah memiliki SIPPA;
3. Ada penugasan daripemerintah setempat;
4. Penata Anestesi yang ditugaskan telah mendapatkan pelatihan yang terakreditasi
sebagai kompetensitambahan yang diadakan oleh Pemerintah Daerah bekerja sama
dengan organisasi profesi terkait;
5. Pelimpahan wewenang/Penugasan hanya dapat dilaksanakan di fasilitas pelayanan
kesehatian milik Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan
6. Jika telah terdapat Dokter Spesialis Anestesiwewenang untuk melakukan pelayanan
berdasa rkan penu gasan pemerintah tida k berlaku.

5. PELAYANAN BAG DARAH


a. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 47 Ayat
(1) b:
"pelayanan darah merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang dijamin pada
pelayanan kesehatan rujuka n tin g kat lanjutian".
b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesdhatan Nasional:
1. Bab lV Pelayanan Kesehatan huruf C. Manfaat Jaminan Kesehatan Angka 1.b:
"Pelayanan darah termasuk dalam salah satu manfaat pelayanan Kesehatan di
FKRTL"
2. Bab V Pendanaan huruf A. Ketentuan Umum Angka 7:
llFasilitas Kesehatan tidak diperbolehkan meminta iur biaya kepada peserta
selama mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya".

Berdasarkan regulasi-regulasi di atias, maka tidak diperkenankan adanya iur biaya,


termasuk di dalamnya pelayanan bag darah, kepada peserta jaminan kesehatan,
termasuk penyandang thalassemia.

Anda mungkin juga menyukai