Anda di halaman 1dari 22

PENDEKATAN SOSIOKULTURALDAN NILAI SOSIAL

PADA NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD


TOHARI

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah


Metodologi Penelitian Bahasa dan Sastra

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. RM. Teguh Supriyanto, M.Hum.
Dr. Tommy Yuniawan, M.Hum.

Disusun oleh:
Andwina Arum Ratrisari 0202520045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra tidak lepas dari lingkungan atau masyarakat yang disekitarnya.

Pada dasarnya karya sastra diciptakan oleh sastrawan dari anggota masyarakat

tertentu. Seperti yang disampaikan Damono (1978:1) karya sastra diciptakan oleh

sastrawan untuk dinikmati, difahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan

itu sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu.

Keterkaitan antara karya sastra dan kondisi masyarakat tidak dapat dipisahkan

dan saling berkaitan. Faktor sosial yang ada di masyarakat juga ikut mempengaruhi

pengarang dalam membuat karya sastra yang mana hal tersebut akan mempengaruhi

sebuah karya yang menggambarkan kondisi yang dialami atau dilihat langsung oleh

pengarang. Sejalan dengan pendapat Amriani (2014:100) sosiologi sastra bermaksud

menjelaskan bahwa karya sastra pada hakikatnya merupakan sebuah fakta sosial yang

tidak hanya mencerminkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat tempat karya itu

dilahirkan tetapi juga merupakan tanggapan pengarang terhadap realitas sosial

tersebut.

Dalam kajian sosiologi sastra, tidak hanya berhubungan dengan kehidupan

sosial dari pengarang atau kehidupan sosial dalam karya sastra itu sendiri. Pendekatan

sosiokultural merupakan salah satu pendekatan yang menekankan pada kehidupan

dan kebudayaan. Sejalan dengan pendapat Kasmi (2015:76) sosiokultural merupakan


gambaran kehidupan masyarakat disuatu tempat tertentu terkait dengan kebisaan

hidup, cara berpikir, dan sikap.

Pendekatan sosiokultural

Nilai sosial

Novel ronggeng dukuh paruk

Novel merupakan salah satu karya sastra yang berbentu prosa yang memiliki

unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam sebuah novel digambarkan kehidupan

para tokohnya yang mana tidak jauh dari kehidupan sosial budaya. Dalam

penceritaan sebuah novel, pengarang berusaha untuk membangun imajinasi

pembaca melalui penggambaran-penggambaran yang diceritakan melalui narasi.

Baik itu berupa penggambaran kehidupan dalam sosiokultural maupun kehidupan

yang mencerminkan nilai sosial.

Seperti halnya dalam penelitian ini, novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari dianggap sesuai untuk dianalisis menggunakan pendekatan sosiokultural

dan nilai sosial. Dianggap sesuai karena novel tersebut menceritakan sebuah adat

kebudayaan atau biasa disebut dengan tradisi ronggeng dan masih mempercayai

hal-hal yang dianggap mitos untuk saat ini. Dari tradisi ronggeng yang kental

dengan budaya, nilai sosial yang dimunculkan dalam novel tersebut juga layak

untuk dianalisis.

Berdasarkan latar
1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Cakupan Masalah

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Bagaimana aspek sosiokultural pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari?

1.4.2 Bagaimana nilai sosial pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1.5.1 Mendeskripsikan hasil analisis aspek sosiokultural pada novel Ronggeng

Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

1.5.2 Mendeskripsikan hasil analisis nilai sosial pada novel Ronggeng Dukuh Paruk

karya Ahmad Tohari.

1.6 Manfaat Penelitian

Maanfaat penelitian yang terdapat dalam penelitian in dibagi menjadi dua,

yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis. Penjelasan keduanya sebagai berikut.
Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini dapat memperkuat penelitian yang sudah ada dan

memungkinkan menemukan teori yang baru.

Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi

peneliti-peneliti yang akan melakukan penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS,

DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1 Kajian Pustaka

Berikut ini disajikan juga beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Amriani (2014) yang berjudul “Realitas Sosial

dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari”. Hasil dari penelitian

tersebut adalah di desa Dukuh Paruk terdapat realitas sosial yang miris. Hal tersebut

bersumber dari kemiskinan dan kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki warganya.

Penelitian Amrani (2014) tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-

sama mengkaji novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Perbedaannya

terletak pada kajian yang digunakan, penelitian tersebut menggunakan kajian realitas

sosial. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kajian sosiokulturan dan nilai

sosial dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Penelitian yang dilakukan oleh Mus (2018) yang berjudul “Analisis

Feminisme Radikal Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari”. Penelitian

tersebut menunjukkan hasil bahwa terdapat unsur feminism radikal dalam novel

Ronggeng Dukuh Paruk yang ditinjau dari aspek ketidakadilan gender. Dari

penelitian tersebut terdapat hasil enam ketidakadilan gender.


Penelitian Mus (2018) tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-

sama mengkaji novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari. Perbedaannya

terletak dalam kajian yang digunakan, penelitian tersebut menggunakan kajian

feminisme radikal untuk mengetahui ketidakadilan gender yang terdapat dalam novel.

Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kajian sosiokulturan dan nilai sosial

dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Penelitian yang dilakukan Manggarani, Nababan, dan Santosa (2019) yang

berjudul “Analisis Perbandingan Terjemahan Ungkapan yang Mengandung Sikap

Seksis antara Tokoh Laki-laki dan Perempuan dalam Novel Ronggeng Dukuh

Paruk”. Hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan bahwa terdapat 14 teknik

penerjemahan yang digunakan pada tokoh perempuan. Dan terdapat 12 teknik

penerjemahan yang digunakan untuk mengalihbahasakan ungkapan yang

mengandung sikap seksis pada tokoh laki-laki.

Penelitian Manggarani, Nababan, dan Santosa (2019) tersebut relevan dengan

penelitian ini karena sama-sama mengkaji novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya

Ahmad Tohari. Perbedaannya terletak pada kajian yang digunakan, penelitian

tersebut menggunakan analisis perbandingan terjemahan ungkapan yang mengandung

sikap seksis antara tokoh laki-laki dan perempuan. Sedangkan dalam penelitian ini

menggunakan kajian sosiokulturan dan nilai sosial dalam novel Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari.

Penelitian yang dilakukan Ratnawati, Musdolifah, dan Maryatin (2020) yang

berjudul “Kajian Penanda Sosiokultural pada Cerita Rakyat Paser dan Berau Karya
Syahidin dkk. untuk Pengembangan Materi Ajar Kritik Sastra”. Hasil dari penelitian

tersebut adalah penanda yang terdapat dalam 20 cerita rakyat Paser dan 17 cerita

rakyat Berau.

Penelitian Ratnawati, Musdolifah, dan Maryatin (2020) tersebut relevan

dengan penelitian ini karena sama-sama menggunakan kajian sosiokultural.

Perbedaannya terletak pada objek kajiannya yaitu pada penelitian tersebut

menggunakan cerita rakyat Paser dan Berau karya Syahidin dkk. Sedangkan dalam

penelitian ini menggunakan karya dari Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng

Dukuh Paruk.

2.2 Kajian Teori

Kajian teori yang relevan dengan penelitian ini terdiri atas (1) Ruang Lingkup

Sosiologi Sastra, (2) Teori Sosiokutural, (3) Nilai Sosial, dan (4) Novel Ronggeng

Dukuh Paruk.

2.2.1 Ruang Lingkup Sosiologi Sastra

Berdasarkan pendapat Goldmann (1991) “The sociology of literature is a

research focused on human problems, because literature often reveals the human

struggle in determining its future, based on imagination, feeling, and intuition”

(Hawa, Andayani, Suyitno, Wardani, 2019:286), selain pendapat sosiologi dari

Goldman, wolff juga memberikan pendapatnya sendiri tentang sosiologi sastra, wolff

(1994) dalam Hawa (dkk 2019:286) sebagai berikut


Literary sociology is an unformed, undefined discipline composed of a
number of empirical studies and experiments on somewhat more
general theories, each of which has only the same in common that all
deal with literary relationships with the public. The existence of
literary cannot be separated from the phenomenon of events and
community life. In contrast, all human social stories can be an
inspiration to create a literary work ( Hawa, Andayani, Suyitno,
Wardani, 2019 h. 286).

Maksud dari kedua pendapat dari Goldmann dan Wolfd adalah bahwa karya

sastra mempunyai hubungan dengan masyarakat dan keduanya tidakdapat dipisahkan,

dan kejadian di masyarakat bisa menjadi inspirasi pengarang dan berdasarkan

imajinasi dari pengarang.

Sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimesis yang

memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial

kemasyarakatan (Halima, 2015:1), selain pendapat dari Halima, ada pendapat lain

menganai sosiologi sastra menurut Lestari dkk, yang menyatakan bahwa sosiologi

sastra dapat diartikan sebagai suatu studi yang mempelajari hubungan antara sastra

dan masyarakat maupun struktur sosial” (Lestari, Arianingsih, Febrianty, 2015:26).

2.2.2 Teori Sosiokultural

Menurut Grebstain dalam Damono (1978:4) sosiokultural terdapat enam poin

yang sudah disimpulkan berdasarkan para kritikus sosiokuktural, diantaranya sebagai

berikut.

1. Karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila

dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah


menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan

tidak hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal

balik yang rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri

merupakan objek kultural yang rumit. Bagaimanapun, karya sastra bukanlah suatu

gejala yang tersendiri.

2. Gagasan yang ada dalam karya sama pentingnya dengan bentuk dan Teknik

penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu ditentukan

oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastra besar yang diciptakan berdasarkan

gagasan sepele dan dangkal, dalam pengertian ini sastra adalah kegiatan yang

sungguh-sungguh.

3. Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu moral,

baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam

hubungannya dengan orang-seorang. Karya sastra bukan merupakan moral dalam

artinya yang sempit, yakni yang sesuai dengan suatu kode atau sistem tindak

tanduk tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa ia terlibat dalam kehidupan

dan menampilkan tanggapan evaluative terhadapnya. Dengan demikian sastra

adalah eksperimen moral.

4. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah: pertama, sebagai suatu

kekuatan atau factor material istimewa, dan kedua sebagai tradisi yaitu

kecenderungan-kecenderungan spiritual maupun kultural yang bersifat kolektif.

Bentuk dari isi karya sastra denngan demikian dapat mencerminkan pekembangan
sosiologis, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak

kultural.

5. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang tanpa pamrih,

yang harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. Kritik adalah kegiatan

penting yang harus mampu mempengaruhi penciptaan sastra tidak dengan cara

mendikte sastrawan agar memilih tema tertentu, misalnya, dengan menciptakan

iklim tertentu yang bermanfaat bagi pencipta seni besar.

6. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa

datang. Dari sumber sastra yang luas itu kritikus harus memilih yang sesuai untuk

masa kini. Perhatiannya bukanlah seperti pengumpul benda kuno yang kerjanya

hanya menyusun kembali, tetapi memberi penafsiran seperti yang dibutuhkan

oleh masa kini. Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan yang berbeda-

beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya.

2.2.3 Nilai Sosial

2.2.4 Novel Ronggeng Dukuh Paruk

2.2.4.1 Pengertian Novel

2.2.4.2 Novel Ronggeng Dukuh Paruk

Dukuh Paruk adalah sebuah desa yang terletak di pedukuhan yang sangat

terpencil. Di desa yang keadaannya kering kerontang itu terdapat penduduk yang
mempercayai bahwa mereka keturunan dari Ki Secamenggala, seorang bromocorah

yang dianggap sebagai nenek moyang mereka.

Srintil merupakan anak pembuat tempe bongkrek yang menjadi piatu akibat

bencana tempe bongkrek. Sejak kecil srintil dirawat oleh kakek dan neneknya. Saat

usianya masih anak-anak, Srintil memiliki seorang teman yang bernama Rasus,

Warta, dan Darsun. Ketiganya sangat senang melihat Srintil menari bak ronggeng.

Meskipun masih kecil, Srintil sangat pandai  menari.  

Suatu ketika Srintil menari tayub saat Rasus dengan teman-temannya

mengiringi tariannya dengan tembang dan musik. Meskipun suara calung dan

gendang tersebut dibuat dari mulut mereka, Srintil menari serupa tarian ronggeng.

Kemampuan Srintil menari ronggeng akhirnya diketahui oleh kakeknya dan ia

menyampaikannya kepada Kertareja, seorang dukun ronggeng. Kehadiran Srintil,

yang saat itu berusia sebelas tahun, merupakan peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh

penduduk Dukuh Paruk. Kemampuan Srintil menari ronggeng, menghidupkan

kembali tradisi yang selama ini telah hilang.

Jadilah Srintil diasuh oleh Kertareja dan istrinya untuk dijadikan seorang

ronggeng besar kebanggaan Dukuh Paruk. Kabar munculnya seorang ronggeng baru

yang sudah dua belas tahun lamanya sirna, terdengar oleh masyarakat, senyum

bahagia mekar di wajah mereka. Senang rasanya akhirnya Dukuh Paruk yang sudah

lama tidur kembali bangun.

Namun untuk meggapai cita-citanya menjadi seorang ronggeng sejati, Srintil

harus melewati berbagai tahapan. Mulai dari menari beberapa ronde setiap malam,
mandi kembang di kuburan Ki Secamenggala yang katanya nenek moyang semua

penghuni Dukuh Paruk, hingga harus melakukan ritual buka kelambu yang artinya

Srintil harus menyerahkan keperawanannya kepada seorang laki-laki yang mampu

memenuhi syarat yang diajukan.

Rasus tidak rela melihat itu. Ia tidak rela melihat Srintil melepas kesuciannya

begitu saja demi ritual buka klambu untuk menjadi ronggeng yang sesungguhnya.

Srintil juga berada di dalam kebimbangan antara ingin menjadi ronggeng yang

sesungguhnya dan merasa takut melakukan ritual tersebut. Ritual itu sebenarnya juga

amat berat baginya. Akan tetapi akhirnya Srintil memberikan kesuciannya kepada

Rasus secara diam-diam tanpa imbalan apapun, meskipun setelah itu juga ada lelaki

yang memenangkan sayembara buka klambu itu.

Srintil akhirnya menjadi ronggeng yang terkenal setelah ritual buka klambu

dilaksanakan. Ia menjadi ronggeng yang laris dan menjadi pembicaraan semua orang.

Setiap orang memujinya. Ia juga semakin kaya setelah menjadi ronggeng. Tak kuasa

melihat Srintil yang telah menjadi ronggeng, Rasus pindah dari Dukuh Paruk ke

Dawuhan. Di sana ia menjadi buruh pengupas ubi kayu. Tetapi takdir membawanya

kembali bertemu Srintil yang mengenakan banyak perhiasan emas yang bertengger

menghias tubuh moleknya, hasil Srintil meronggeng setiap malam. Hampir semua

pertemuannya dengan Srintil, selalu berakhir di sebuah perumahan warga, tempat

mereka menyalurkan nafsu birahi.

Hingga suatu hari Rasus bertemu dengan Sersan Slamet yang diutus untuk

mengusir perampok yang berkeliaran di kampung mereka dan menjadi tobang yang
melayani kebutuhan tentara-tentara di barak militer, dekat pasar Dawuan. Rasus pun

akhirnya juga diangkat menjadi seorang tentara berkat kejujuran dan kegigihannya.

Setelah menjadi ronggeng, justru Srintil menyadari bahwa ia mencintai Rasus. Ia

ingin merasakan kelembutan sentuhan lelaki dan merasa jenuh menjadi ronggeng.

Srintil mengajak Rasus menikah, tetapi Rasus menolak karena lebih memilih

menjadi tentara. Srintil sangat bersedih karena hal tersebut. Srintil yang sudah mulai

merasa jenuh menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk, sering menolak untuk

melayani para lelaki. Bahkan beberapa kali menolak untuk meronggeng. Sebenarnya

ia ingin memiliki hidup yang lebih tenang, yaitu memiliki suami dan anak. Memiliki

keluarga yang bisa menenteramkan hatinya. Ia juga masih mengharapkan Rasus,

seorang lelaki Dukuh Paruk yang kini telah menjadi tentara. Banyak sekali

permasalahan yang mulai membuat Srintil untuk enggan meronggeng. Apalagi ia

mulai menemukan Goder yang diangkat menjadi anaknya. Ia sangat memanjakan

Goder layaknya anak sendiri. Ia semakin teguh untuk berhenti meronggeng dan

menciptakan hidup baru.

Namun tiba-tiba petaka muncul menghantam Dukuh Paruk. Dukuh paruk

diguncang oleh panas dan liciknya dunia politik. Dukuh Paruk dituduh menjadi

anggota partai komunis setelah terlibat dengan oknum partai tersebut. Dengan segala

kebodohan yang dimiliki Dukuh Paruk, Srintil bersama beberapa masyarakat Dukuh

Paruk lainnya ditahan. Srintil menjadi orang Dukuh Paruk yang paling lama ditahan.

Setelah ia dibebaskan, kehidupannya sudah mulai berubah. Ia mulai tertutup dengan


orang lain. Pandangan orang lain terhadapnya juga mulai berubah karena identik

dengan partai komunis tersebut serta menjadi bekas tahanan.

Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki yang muali dekat dengannya. Dengan

ketulusan dan kebaikan Bajus, Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus.

Semakin hari Srintil semakin dekat dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai

membaik. Rasus yang telah lama tidak pulang, akhirnya kembali ke Dukuh Paruk

untuk berlibur. Mengetahui hal itu hati Srintil sempat goyah. Ia sebenarnya masih

menyimpan rasa terhadap Rasus, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia juga menyadari

bahwa ia sedang dekat dengan Bajus.

Suatu hari Srintil diajak Bajus untuk mengikuti acara tertentu. Ternyata

selama ini Bajus telah memiliki rencana jahat terhadap Srintil. Bajus ingin

menyerahkan Srintil kepada bosnya sebagai hadiah agar bisnisnya lancar. Srintil

sangat terpukul karena ia telah begitu percaya pada Bajus. Namun Bajus justru

merupakan lelaki yang jahat. Karena itu, Srintil mengalami gangguan jiwa dan

menjadi gila. Melihat kondisi Srintil yang memprihartinkan, Rasus merasa iba. Ia

akhirnya membawa Srintil ke rumah sakit jiwa.

2.3 Kerangka Berpikir

Novel sebagai salah satu karya sastra yang dapat dikaji menggunakan

beberapa pendekatan, salah satunya yaitu pendekatan sosiokultural dan nilai sosial.

Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari akan dikaji tentang

sosiokultural dan nilai sosial. Setelah membaca novel tersebut, diidentifikasi dan
pengamatan terhadap isi dari novel, kemudiakan dilakukan analisis dengan

pendekatan sosiokultural dan nilai sosial. Dalam melakukan analisis terhadap novel

tersebut dengan pendekatan yang sudah ditentukan menggunakan metode deskriptif

kualitataif. Dari hasil analisis terdapat temuan soiokultural dan nilai sosial yang

terdapat pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.


Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

Latar Belakang

MASALAH
Bagaimana aspek sosiokultural dalam
novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Sosiokultural Ahmad Tohari? Metode Penelitian
Nilai Sosial Bagaimana nilai sosial dalam Novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari?

Analisis

Temuan (Kutipan novel Ronggeng Dukuh


Paruk) yang diduga termasuk;
Menganalisis aspek sosiokultural pada
novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari.
Menganalisis nilai sosial pada novel
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari.

Simpulan

Saran

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

3.2 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Hasil analisis dari penelitian ini berupa penggambaran atau

deskripsi. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan wawancara

dan analisis isi. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa

kutipan tertulis yang terdapat dalam objek penelitian, yaitu novel Ronggeng Dukuh

Paruk dan akan dikaji melalui pendekatan sosiokultural dan nilai sosial.

3.3 Fokus Penelitian

3.4 Data dan Sumber Data Penelitian

Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah berupa kutipan-kutipan

dalam novel yang mengandung aspek-aspek sosiokultural dan nilai sosial. Sumber

data yang dimanfaatkan untuk sumber informasi seperti yang diharapkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Novel dengan identitas lengkap sebagai berikut.

Judul : Ronggeng Dukuh Paruk

Pengarang : Ahmad Tohari

Jumlah Halaman :
Penerbit :

Tahun Terbit :

3.5 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitin ini adalah metode

simak, semtode catat, dan metode semiotika.

Instrumen penelitian menurut Arikunto (2006: 149) merupakan alat bantu bagi

peneliti dalam mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam

hal ini adalah instrumen pokok dan instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah

manusia itu sendiri sedangkan instrumen penunjang adalah pedoman observasi

menggunakan metode-metode yang telah ditentukan. Menurut Moleong (2007: 168)

Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah ia sekaligus merupakan

perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir data, pada akhirnya ia

menjadi pelapor hasil penelitiannya.

Instrumen penelitian adalah untuk observasi. Secara umum, penyusunan

instrumen pengumpulan data berupa observasi dilakukan dengan tahap-tahap berikut

ini :

a. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan

judul penelitian atau yang tertera di dalam problematika penelitian.

b. Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel.

c. Mencari indikator setiap sub atau bagian variabel.


d. Menderetkan deskriptor menjadi butir-butir instrumen.

e. Melengkapi instrumen dengan pedoman atau instruksi dan kata pengantar

(Arikunto, 2005:135)

3.6 Teknik Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan uji keabsahan data mengenai pendekatan

sosiokultural dan nilai sosial terhadap novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari. Uji keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi. Menurut Sugiyono

(2014: 125-127) menjelaskan bahwa triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu. Teknik triangulasi yang akan digunakan untuk penelitian ini yaitu

sebagai berikut.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dapat dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melali beberapa sumber, yaitu

sumber dokumen dari buku-buku ilmiah, jurnal ilmiah, artikel yang relevan.

2. Triangulasi Teori

Triangulasi teori ini dilakukan dengan menggunakan perspektif lebih dari

satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian kualitataif dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode

tertentu. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2014:91-99) mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analsis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

terus menerus hingga tuntas, sampai dataya jenuh. Aktivitas dalam melakukan

analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi

data adalah proses pengumpulan data dengan mencatat dan memilah data. Tujuannya

supaya data yang diperoleh dapat terfokus sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian.

Penyajian data adalah proses pengelompokkan data sesuai dengan kriteria dalam

penelitian. Tujuannya supaya memudahkan peneliti dalam mengelompokkan data.

Verifikasi adalah proses penarikan kesimpulan dari hasil analisis novel Ronggeng

Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.


DAFTAR PUSTAKA

Amriani, H. 2014. Realitas Sosial dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya
Ahmad Tohari. Sawerigading. Vol. 20, No 1, hal 99-108.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Damono, Sapardi Djoko.1978. Soiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hawa, Masnuatul., Andayani., Suyitno., Wardani., & Nugrahani Eko. (2019). The
Implementation of Literary Sociology Learning Model with Contextual and
Spiritual Quotient Approach to Teach Literary Sociology. International
Journal of Instruction, 12(1), 283-398. Diunduh dari
http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1202102.pdf.
Lestari, Miuri Legi., Arianingsih, Anisa., & Febrianty, Fenni. (2017). Hubungan
Aspek Sosiologi Pengarang Dengan Unsur Iinrinsik Dalam Novel Nijuushi
No Hitomi. Junara Saja, 6(1), 26-35.
Manggarani, Maria Dita, Nababan, M. R., dan Santosa, Riyadi. 2019. Analisis
Perbandingan Terjemahan Ungkapan yang Mengandung Sikap Seksis antara
Tokoh Laki-laki dan Perempuan dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk.
Linguistik Indonesia. Vol. 37, No. 2, Hal. 145-158.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Mus, Mawaddah. 2018. Analisis Feminisme Radikal Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Karya Ahmad Tohari. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa dan Sastra. Vol. 3
No. 1, Hal 29-43.
Ratnawati, Indah Ika, Musdolifah, Ari, dan Maryatin. 2020. Kajian Penanda
Sosiokultural pada Cerita Rakyat Paser dan Berau Karya Syahidin dkk. untuk
Pengembangan Materi Ajar Kritik Sastra. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra. Vol. 13, No. 1, Hal. 44-60.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai