Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No.

2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

PENELITIAN
HUBUNGAN BERAT BADAN DAN PANJANG BADAN LAHIR
DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK 12-59 BULAN DI
PROVINSI LAMPUNG
Antun Rahmadi*
*Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Tanjungkarang
e-mail : nutrisicare@gmail.com

Hasil Survei Pemantauan Status Gizi (PSG) di Provinsi Lampung tahun 2015 menunjukkan bahwa
prevalensi stunting anak usia 0-59 bulan sebesar 23%. Angka ini menurut World Bank (2006) termasuk
dalam kategori masalah kesehatan masyarakat tingkat sedang. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara berat badan dan panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia
12-59 bulan di Provinsi Lampung tahun 2015, sedangkan tujuan khususnya adalah: 1) Mengetahui
prevalensi stunting, 2) Mengetahui prevalensi BBLR, 3) Mengetahui prevalensi panjang lahir rendah, 4)
Mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting, dan 5) Mengetahui hubungan panjang
badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Lampung tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Survei PSG Provinsi Lampung yang berdasarkan desain
cross sectional. Sampel yang dianalisis adalah adalah semua Balita usia 12-59 bulan yang berjumlah 3.129
anak. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer dan hubungan antar variabel dilakukan dengan
uji statistik kai kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting, BBLR dan panjang lahir
rendah adalah 26,7%, 6,5%, dan 21,8%. Ada hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting
sedangkan BBLR tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi
Lampung tahun 2015. Dinas Kesehatan diharapkan dapat meningkatkan upaya pemantauan pertumbuhan
Balita khususnya bayi dengan panjang lahir pendek dengan melakukan pengukuran secara berkala panjang
badan anak yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam kegiatan penimbangan Balita di Posyandu. Selain
itu perlu juga penguatan upaya pencegahan terjadinya kelahiran bayi pendek dengan cara memberikan
perhatian yang lebih besar pada program-program perbaikan gizi ibu.

Kata Kunci : Stunting, Berat lahir rendah, Panjang lahir rendah

LATAR BELAKANG dengan <-3 SD dan sangat pendek adalah <-


3 SD (Kemenkes RI, 2010).
Stunting adalah bentuk gangguan Sampai saat ini stunting masih
pertumbuhan linear yang terjadi terutama menjadi masalah gizi masyarakat baik di
pada anak-anak. Stunting merupakan salah tingkat nasional dan internasional. Menurut
satu indikator status gizi kronis yang WHO (2009) di dunia ini sedikitnya
menggambarkan terhambatnya terdapat 165 juta anak di bawah lima tahun
pertumbuhan karena malnutrisi jangka yang menderita stunting. Di Indonesia,
panjang. Dalam Keputusan Menteri berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2013 prevalensi stunting di tingkat nasional
1995/MENKES/SK/XII/ 2010 tentang mencapai 37,2% dan angka itu lebih tinggi
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi dibandingkan stunting negara-negara di
Anak, menyebutkan bahwa stunting adalah Asia Tenggara seperti Myanmar (35%),
status gizi yang didasarkan pada indeks Vietnam (23%) dan Thailand (16%) (MCA
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Indonesia, 2014). Pada tingkat provinsi,
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang prevalensi stunting Provinsi Lampung
merupakan padanan istilah stunted menempati urutan keenam tertinggi di
(pendek) dan severely stunted (sangat Indonesia yaitu sebesar 42,6% (Kemenkes
pendek). Z-score untuk kategori pendek RI, 2014).
adalah -2 standar deviasi (SD) sampai Salah satu faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian stunting pada anak

[209]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

balita adalah riwayat berat badan lahir Balita yang dipilih dari populasi. Pemilihan
rendah (BBLR). Menurut Proverawati dan sampel dilakukan dengan kriteria inklusi
Ismawati (2010) bayi dengan BBLR akan berusia 12-59 bulan, memiliki catatan berat
tumbuh dan berkembang lebih lambat badan dan panjang badan lahir.
karena pada bayi dengan BBLR sejak dalam Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah
kandungan telah mengalami retardasi sampel yang didapat adalah sebanyak 3.129
pertumbuhan intera uterin dan akan anak.
berlanjut sampai usia selanjutnya setelah Data yang dikumpulkan dalam
dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan penelitian ini adalah data antropometri
dan perkembangan yang lebih lambat dari Balita yang meliputi nama, umur, jenis
bayi yang dilahirkan normal, dan sering kelamin, tanggal lahir, tanggal survei, berat
gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang badan dan panjang badan serta berat dan
seharusnya dia capai pada usianya setelah panjang badan lahir. Data dikumpulkan
lahir. Bayi BBLR juga mengalami dengan cara menyalin dari database PSG
gangguan saluran pencernaan, karena sesuai dengan variabel yang dibutuhkan
saluran pencernaan belum berfungsi, seperti menggunakan media penyimpan data
kurang dapat menyerap lemak dan portabel (flashdisk) dan perangkat
mencerna protein sehingga mengakibatkan komputer. Data yang telah tersimpan di
kurangnya cadangan zat gizi dalam tubuh. komputer dalam bentuk database kemudian
Akibatnya pertumbuhan bayi BBLR akan dilakukan pemeriksaan kelengkapan data
terganggu, bila keadaan ini berlanjut (editing), pembersihan data (cleaning)
dengan pemberian makanan yang tidak yaitu dengan mengeluarkan data yang tidak
mencukupi, sering mengalami infeksi dan lengkap. Data yang telah diseleksi
perawatan kesehatan yang tidak baik dapat kemudian diolah lebih lanjut untuk
menyebabkan anak stunting. menentukan status stunting.
Panjang lahir menggambarkan Variabel hasil olah data akan
pertumbuhan linier bayi selama dalam dikategorikan sesuai definisi operasional
kandungan. Ukuran linier yang rendah dan siap untuk dianalisis. Analisis data
biasanya menunjukkan keadaan gizi yang dilakukan dengan bantuan komputer dan uji
kurang akibat kekurangan energi dan yang dipilih untuk menentukan hubungan
protein yang diderita waktu lampau variabel adalah uji statistik kai kuadrat.
(Supariasa et al., 2012).
HASIL
METODE
Analisis Univariat
Penelitian ini termasuk penelitian
observasional analitik. Pada penelitian Tabel 1: Distribusi Status Gizi Menurut
observasional, tiap variabel diamati tanpa Indeks TB/U Anak Usia 12-59
diberikan perlakuan terlebih dahulu. Bulan
Rancangan yang digunakan dalam
penelitian adalah cross sectional, dimana Status Gizi f %
pengukuran variabel dependen maupun Sangat Pendek 213 6,8
variabel independen dilakukan pada satu Pendek 624 19,9
waktu. Dipilihnya rancangan penelitian Normal 2.292 73,3
cross sectional karena selain cukup Jumlah 3.129 100,0
sederhana, murah, dan cepat, yang paling
penting juga adalah bahwa bisa menjawab Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tujuan penelitian yang ditetapkan. status gizi anak usia 12-59 bulan di Provinsi
Populasi dalam penelitian ini adalah Lampung tahun 2015 berdasarkan indeks
seluruh Balita usia 0-59 bulan yang ada TB/U sebagian besar (73,3%) berkategori
dalam database hasil survei PSG yaitu normal. Dengan demikian prevalensi
sebanyak 4.735 anak. Sampel PSG adalah

[210]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

stunting (kategori pendek dan sangat Berdasarkan tabel tersebut diketahui


pendek) adalah 26,7%. bahwa dari 203 anak dengan berat badan
lahir rendah terdapat 47 anak (23,2%) yang
Tabel 2: Distribusi Berat Badan Lahir Anak stunting sedangkan dari 2926 anak dengan
Usia 12-59 bulan berat badan lahir normal terdapat 689 anak
(23,5%) yang stunting. Perhitungan dengan
Berat Lahir f % menggunakan uji statistik khai kuadrat
< 2.500 gram 203 6,5 menghasilkan nilai p sebesar 0,966 (lebih
>=2.500 gram 2.926 93,5 besar dari nilai alpha 0,05). Dengan
Jumlah 3.129 100,0 demikian hipotesis nol diterima yaitu tidak
ada hubungan antara berat badan lahir
Distribusi berat badan lahir anak usia dengan kejadian stunting anak usia 12-59
12-59 bulan di Provinsi Lampung tahun bulan di Provinsi Lampung.
2015 secara rinci disajikan pada tabel 2.
Terdapat 203 anak dengan kategori berat Tabel 5: Distribusi Panjang Badan Lahir
badan lahir rendah (<2500 gram). Dengan Menurut Kejadian Stunting Anak
demikian hasil penelitian menunjukkan Usia 12-59 Bulan
bahwa prevalensi berat badan lahir rendah
Kejadian Stunting
pada anak usia 12-59 tahun di Provinsi Total
Panjang Lahir Ya Tidak
Lampung tahun 2015 sebesar 6,5%. n % n % n %
< 48 cm 205 30,1 476 69,9 681 100
Tabel 3: Distribusi Panjang Badan Lahir >= 48 cm 531 21,7 1917 78,3 2448 100
Jumlah 736 23,5 2393 76,5 3129 100
Anak Usia 12-59 Bulan p value 0,000
OR (95% CI) 1,56 (1,29-1,88)
Panjang Lahir f %
< 48 cm 681 21,8 Dalam tabel 5 disajikan tabulasi
>= 48 cm 2.448 78,2 silang antara variabel panjang badan lahir
Jumlah 3.129 100,0 dan kejadian stunting anak usia 12-59 bulan
di Provinsi Lampung tahun 2015.
Distribusi panjang badan lahir anak Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa
usia 12-59 bulan di Provinsi Lampung dari 681 anak dengan panjang badan lahir
tahun 2015 secara rinci disajikan pada tabel rendah terdapat 205 anak (30,1%) yang
3. Terdapat 681 anak dengan kategori stunting sedangkan dari 2448 anak dengan
panjang badan lahir rendah (<48 cm). berat badan lahir normal terdapat 531 anak
Dengan demikian hasil penelitian (21,7%) yang stunting. Perhitungan dengan
menunjukkan bahwa prevalensi panjang menggunakan uji statistik khai kuadrat
badan lahir rendah pada anak usia 12-59 menghasilkan nilai p sebesar 0,00 (lebih
tahun di Provinsi Lampung tahun 2015 kecil dari nilai alpha 0,05). Dengan
sebesar 21,8 %. demikian hipotesis nol ditolak yaitu ada
hubungan antara panjang badan lahir
Analisis Bivariat dengan kejadian stunting anak usia 12-59
bulan di Provinsi Lampung. Uji statistik
Tabel 4: Distribusi Berat Badan Lahir juga menghasilkan nilai odds ratio (OR)
Menurut Kejadian Stunting Anak yaitu 1,56 yang berarti bayi dengan panjang
Usia 12-59 Bulan badan lahir rendah berisiko 1,56 kali
menjadi stunting dibandingkan dengan bayi
Kejadian Stunting
Total yang lahir normal.
Berat Lahir Ya Tidak
f % f % f %
< 2.500 gram 47 23,2 156 76,8 203 100
≥ 2.500 gram 689 23,5 2237 76,5 2926 100
Jumlah 736 23,5 2393 76,5 3129 100
p value 0,966
OR (95% CI) 0,98 (0,69-1,37)

[211]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

PEMBAHASAN eksklusif selama enam bulan. Pemberian


ASI yang tepat akan memberikan
Prevalensi Stunting perlindungan terhadap infeksi
gastrointestinal yang dapat menyebabkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa deplesi nutrisi yang parah (Kramer &
prevalensi stunting (kategori pendek dan Kakuma, 2012). Selain sebagai sumber
sangat pendek) pada anak usia 12-59 bulan utama nutrisi selama infeksi, pemberian ASI
di Provinsi Lampung pada tahun 2015 sampai tahun kedua memberikan kontribusi
adalah 26,7%. Angka ini lebih rendah dari signifikan terhadap asupan gizi (Krebs, et
hasil survei Riskesdas 2013 yang al., 2011). Kedua, intervensi yang paling
menemukan bahwa prevalensi stunting pada efektif dalam mencegah stunting terutama
Balita di Provinsi Lampung sebesar 42,6% pada masa pemberian makanan pendamping
dan juga lebih rendah dari angka prevalensi ASI yaitu setelah usia anak enam bulan
nasional sebesar 37,2%. Meskipun demikian adalah peningkatan kualitas makanan anak.
berdasarkan kriteria penilaian tingkat Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
keparahan stunting di masyarakat (WHO, pemberian makanan yang bervariasi dan
2010) prevalensi stunting pada anak usia 12- memberikan makanan bersumber hewani
59 bulan di Provinsi Lampung pada tahun berhubungan dengan peningkatan
2015 termasuk dalam kategori pertumbuhan anak dan menurunkan stunting
sedang/medium yaitu berada dalam range (Onyango, et al. 2013). Ketiga, karena
20-29%. Persentase stunting mencerminkan stunting yang terjadi berkaitan dengan
efek kumulatif dari kekurangan gizi dan lingkungan, sosial ekonomi, dan budaya
infeksi sejak dini bahkan sebelum kelahiran. maka intervensi gizi secara langsung harus
Oleh karena itu ukuran ini dapat diartikan terintegrasi dengan intervensi sensitif seperti
sebagai indikasi kondisi lingkungan yang pencegahan infeksi melalui penyediaan air
buruk atau hambatan pertumbuhan jangka bersih dan peningkatan PHBS. Keterpaduan
panjang terhadap potensi pertumbuhan anak. program gizi spesifik dan program gizi
Stunting memiliki konsekuensi sensitif yang mampu mencapai ke sasaran
jangka panjang untuk masa depan sumber sangat berkontribusi terhadap penurunan
daya manusia. Dengan demikian, mencegah prevalensi stunting. (FAO; IFAD;WFP,
stunting pada anak-anak sangat penting 2013).
dilakukan untuk melindungi kemampuan
belajar dan modal sumber daya manusia di Prevalensi Berat Badan Lahir Rendah
masa depan (Oot, et al. 2016). Asupan gizi Pada tingkat populasi prevalensi
yang tidak memadai adalah salah satu dari BBLR merupakan indikator masalah
banyak penyebab stunting. Kegagalan kesehatan masyarakat yang meliputi
pertumbuhan sering dimulai sejak di dalam masalah gizi ibu jangka panjang, kesakitan,
rahim dan terus berlangsung setelah lahir, beban kerja berat, dan perawatan kehamilan
sebagai refleksi dari praktek menyusui yang yang tidak memadai. Meskipun sampai saat
kurang tepat dan pemberian makanan ini belum ada batasan kategori prevalensi
pendamping ASI yang tidak memadai serta BBLR di tingkat populasi tetapi BBLR
kontrol terhadap infeksi yang kurang masih menjadi masalah kesehatan
memadai (Victoria, et al. 2010). Oleh masyarakat di banyak negara, karena
karena itu, fokus pada jendela seribu hari dianggap menjadi salah satu faktor
pertama kehidupan yaitu sejak kehamilan penyebab kematian bayi. Pada populasi
sampai anak berusia dua tahun ulang tahun dengan persentase BBLR tinggi seringkali
adalah sangat penting. memiliki IMR yang tinggi (Wilcox, 2001).
Ada beberapa tindakan yang dapat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dilakukan untuk mengurangi prevalensi prevalensi BBLR pada anak usia 12-59
stunting. Pertama, mengoptimalkan praktek bulan di Provinsi Lampung pada tahun
menyusui yang dimulai dengan inisiasi dini 2015 adalah 6,5%. Angka ini lebih rendah
dan dilanjutkan dengan pemberian ASI jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas

[212]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

tahun 2013 yaitu sebesar 8% di Provinsi anak usia 12-59 tahun di Provinsi Lampung
Lampung dan 10,2% di Indonesia. tahun 2015 sebesar 21,8 %. Angka ini
Menurut Proverawati & Ismawati sedikit lebih rendah dari angka Riskesdas
(2010) bayi berat lahir rendah dapat 2013 dimana persentase panjang badan
disebabkan oleh faktor ibu, faktor janin, dan lahir rendah di Provinsi Lampung adalah
faktor lingkungan. Faktor ibu meliputi 22,4% tetapi lebih tinggi dari angka
umur ibu, jarak kelahiran terlalu dekat, nasional yang berada pada 20,2%.
status gizi, kehamilan kembar, paritas, Panjang lahir bayi akan berdampak
status ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan pada pertumbuhan selanjutnya, seperti
ibu. Faktor janin yang memengaruhi BBLR terlihat pada hasil penelitian yang dilakukan
yaitu cacat bawaan dan infeksi dalam di Kecamatan Pati Kabupaten Pati
rahim. Faktor lingkungan adalah ibu yang didapatkan hasil bahwa panjang badan lahir
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi dan rendah adalah merupakan salah satu faktor
terpapar zat beracun. Apabila faktor-faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan
di atas tidak segera diatasi maka angka bahwa bayi yang lahir dengan panjang lahir
BBLR kemungkinan semakin meningkat. rendah memiliki risiko 2,8 kali mengalami
Hal ini akan menjadi beban pembangunan stunting dibanding bayi dengan panjang
kesehatan baik jangka pendek maupun lahir normal (Anugraheni & Kartasurya,
jangka panjang. Dampak jangka 2012).
pendeknya adalah meningkatnya jumlah Hadi (2010) mengemukakan bahwa
kematian bayi usia 0-28 hari, sedangkan dampak dari stunting ini adalah tidak hanya
jangka panjangnya adalah risiko timbulnya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi
beberapa jenis penyakit pada usia dewasa. juga pada fungsi kognitifnya. Di dalam
Dengan demikian kejadian BBLR dapat kandungan, janin akan tumbuh dan
menimbulkan berbagai akibat yang berkembang melalui pertambahan berat dan
berkaitan dengan peningkatan kualitas panjang badan, perkembangan otak serta
bangsa dimasa depan maka perlu upaya organ-organ lainnya seperti jantung, hati,
untuk menurunkan angka BBLR. dan ginjal. Janin mempunyai plastisitas
yang tinggi, artinya janin akan dengan
Prevalensi Panjang Badan Lahir mudah menyesuaikan diri terhadap
Rendah perubahan lingkungannya baik yang
Panjang lahir bayi menggambarkan menguntungkan maupun yang merugikan
pertumbuhan linier bayi selama dalam pada saat itu. Sekali perubahan tersebut
kandungan. Ukuran linier yang rendah terjadi, maka tidak dapat kembali ke
biasanya menunjukkan keadaan gizi yang keadaan semula. Perubahan tersebut
kurang akibat kekurangan energi dan merupakan interaksi antara gen yang sudah
protein yang diderita waktu lampau dibawa sejak awal kehidupan, dengan
(Supariasa dkk., 2012). Masalah lingkungan barunya. Pada saat dilahirkan,
kekurangan gizi diawali dengan sebagian besar perubahan tersebut menetap
perlambatan atau retardasi pertumbuhan atau selesai, kecuali beberapa fungsi, yaitu
janin yang dikenal sebagai Intra Uterine perkembangan otak dan imunitas, yang
Growth Retardation (IUGR). Di negara berlanjut sampai beberapa tahun pertama
berkembang kurang gizi pada pra-hamil dan kehidupan bayi.
ibu hamil berdampak pada lahirnya anak Kekurangan gizi yang terjadi dalam
yang IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah kandungan dan awal kehidupan
(BBLR), kondisi IUGR hampir separuhnya menyebabkan janin melakukan reaksi
terkait dengan status gizi ibu selain itu penyesuaian. Secara paralel penyesuaian
faktor lain dari penyebab terjadinya IUGR tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan
ini adalah kondisi ibu dengan hipertensi dengan pengurangan jumlah dan
dalam kehamilan (Cesar et al., 2008). pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel
Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak dan organ tubuh lainnya. Hasil reaksi
prevalensi panjang badan lahir rendah pada penyesuaian akibat kekurangan gizi di

[213]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

ekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tumbuh secara normal (Supariasa, dkk.,
tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan 2012).
kognitif atau kecerdasan sebagai akibat Stunting merupakan status gizi yang
tidak optimalnya pertumbuhan dan didasarkan pada indeks panjang badan
perkembangan otak (Bappenas, 2012). menurut umur (PB/U) sehingga berat badan
tidak secara langsung berhubungan dengan
Hubungan Berat Badan Lahir dengan indeks stunting. Meskipun demikian berat
Kejadian Stunting badan lahir yang merupakan karakteristik
Hasil penelitian ini menunjukkan bayi tidak terpisahkan dengan panjang
bahwa tidak ada hubungan antara berat badan lahir sehingga berat lahir dapat
badan lahir dengan kejadian stunting anak mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan
usia 12-59 bulan di Provinsi Lampung. anak khususnya pada awal periode
Tabel 4 menunjukan bahwa balita usia 12- neonatal. Motta, dkk. (2005) menyebutkan
59 bulan yang stunting proporsinya tidak bahwa BBLR adalah faktor risiko penting
jauh berbeda antara bayi yang lahir BBLR terhadap status gizi setahun pertama
dan bayi yang lahir normal yaitu 23,2% dan kehidupan anak. Sedangkan Wiyogowati
23,5%. Kondisi tersebut dapat terjadi (2012) menyebutkan bahwa bayi BBLR
karena dalam penelitian ini kejadian akan berisiko tinggi pada morbiditas,
stunting diukur ketika anak sudah berumur kematian, penyakit infeksi, kekurangan
12-59 bulan sedangkan berat badan lahir berat badan dan stunting diawal periode
diukur pada saat bayi lahir sehingga dalam neonatal.
kurun waktu tersebut bayi BBLR Hasil analisis data dalam penelitian
mempunyai waktu dan kesempatan yang ini memang menunjukkan bahwa pada
cukup untuk tumbuh dan berkembang. Hal kelompok umur 12-59 bulan tidak terdapat
ini dimungkinkan karena adanya berbagai hubungan antara berat badan lahir dengan
program intervensi untuk peningkatan kejadian stunting tetapi sebaliknya pada
BBLR dari pemerintah maupun kepedulian kelompok umur 0-11 bulan berat badan
masyarakat yang lebih baik dalam lahir berhubungan dengan kejadian
menangani masalah kekurangan berat stunting. Bagaimanapun juga BBLR
badan pada anak. merupakan masalah kesehatan yang bukan
Berbagai upaya perbaikan gizi pada saja berakibat pada terjadinya masalah
bayi khususnya utuk meningkatkan berat kesehatan bayi dalam jangka pendek seperti
badan bayi tampaknya cukup berhasil terjadi komplikasi BBLR tetapi juga
sehingga dalam penelitian ini anak usia 12- berdampak pada kesehatan jangka panjang
59 bulan yang tidak stunting proporsinya mulai dari hambatan pertumbuhan sampai
tidak jauh berbeda antara bayi yang lahir dengan meningkatnya risiko berbagai
BBLR dan bayi yang lahir normal yaitu penyakit seperti jantung koroner, diabetes
76,8% dan 76,5%. Terlebih lagi menurut dan kelainan metabolik (Proverawati,
Wibowo (2008) menyebutkan bahwa bayi 2010).
yang lahir dengan BBLR akan lebih cepat Melihat betapa seriusnya akibat dari
bertambah berat badanya seakan-akan BBLR maka perlu berbagai upaya untuk
mengejar ketertinggalanya sedangkan bayi mengejar pertumbuhan normal (catch-up
non BBLR umumnya sering tumbuh lambat growth) dalam waktu yang singkat sehingga
hal ini diperkirakan oleh kualitas dan tidak sampai berakibat pada kejadian
kuantitas makanan serta gangguan stunting. Selain itu juga perlu melakukan
pencernaan. Jika anak dengan berat badan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya
lahir rendah menerima asupan gizi yang kelahiran BBLR sehingga dapat
adekuat makan pertumbuhan normal dapat menurunkan prevalensi BBLR.
terkejar (catch up). Jika pada 6 bulan awal
balita dapat mengejar pertumbuhan, maka
besar kemungkinan balita tersebut dapat

[214]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Hubungan Panjang Badan Lahir dengan untuk mencapai pertumbuhan optimal yang
Kejadian Stunting disebabkan oleh status kesehatan dan atau
Hasil penelitian ini menunjukkan ada status gizi yang suboptimal.
hubungan antara panjang badan lahir Ada kecenderungan semakin tua usia
dengan kejadian stunting anak usia 12-59 anak, semakin banyak ditemukan anak
bulan di Provinsi Lampung. Tabel 5 stunting. Stunting pada kelompok usia 0-5
menunjukan bahwa proporsi balita usia 12- bulan sebesar 26.5% dan pada kelompok
59 bulan yang lahir pendek dan stunting usia 6-11 bulan sebesar 29.7% pada
sebesar 30,1% padahal prevalensi stunting kelompok usia 12-23 bulan sebesar 38.3%
pada bayi baru lahir dalam penelitian ini (Nadiyah, dkk., 2014).
diketahui sebesar 21,8%. Data tersebut Jumlah bayi stunting tinggi saat lahir,
menunjukkan bahwa kondisi stunting sejak menurun pada umur 4-6 bulan, dan
lahir sampai berusia 12-59 bulan meningkat kembali hingga umur 12 bulan.
mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Semua kelompok lahir berkontribusi
Hal ini dimungkinkan karena kurang terhadap stunting hingga umur 12 bulan
berhasilnya upaya untuk meningkatkan dengan kontribusi terbesar dari kelompok
panjang badan bayi atau kurang berhasilnya IUGR dan terkecil dari kelompok normal
mengejar pertumbuhan tinggi badan (Cesar, et al., 2008). Selain itu Ramli et al.
sehingga semakin bertambah umur bayi (2009) di Maluku Utara menemukan ber-
semakin bertambah kasus stunting. Salah tambahnya umur anak (bulan) signifikan
satu kemungkinan penyebabnya adalah berhubungan dengan stunting. Adanya
belum secara umum digunakannya indeks pengaruh faktor pasca kelahiran terhadap
TB/U sebagai indikator pemantauan panjang badan anak tampaknya terlihat
pertumbuhan linear anak balita. Akibatnya dengan makin menurunnya z-skor PB/U
perkembangan tinggi badan anak anak seiring bertambahnya usia.
menjadi kurang mendapat perhatian Stunting pada usia 12-59 bulan yang
sehingga berisiko meningkatkan kejadian meningkat selain disebabkan karena catch
stunting. up growth yang tidak memadai pada bayi
Panjang badan badan bayi saat lahir lahir pendek juga karena ketidakcukupan
menggambarkan pertumbuhan linear bayi asupan zat gizi pada bayi lahir normal yang
selama dalam kandungan. Ukuran linear menyebabkan terjadinya growth faltering
yang rendah biasanya menunjukkan (gagal tumbuh). Asupan gizi yang rendah
keadaan gizi yang kurang akibat serta paparan terhadap infeksi memberikan
kekurangan energi dan protein yang diderita dampak growth faltering yang lebih berat
waktu lampau yang diawali dengan pada balita normal. Hal ini sejalan
perlambatan atau retardasi pertumbuhan penelitian yang telah dilakukan
janin. Asupan gizi ibu yang kurang adekuat Kusharisupeni (2004) menyatakan bahwa
sebelum masa kehamilan menyebabkan salah satu faktor yang berpengaruh
gangguan pertumbuhan pada janin sehingga signifikan terhadap kejadian stunting
dapat menyebabkan bayi lahir dengan adalah penyakit infeksi. Anak mengalami
panjang badan lahir pendek (Supariasa, stunting, disebabkan karena pada saat
dkk., 2012). didalam kandungan anak sudah mengalami
Stunting yang merupakan status gizi retardasi pertumbuhan atau pertumbuhan
yang didasarkan pada indeks panjang badan yang terhambat saat masih didalam
menurut umur (PB/U) atau tinggi badan kandungan (Intra Uterine Growth
menurut umur (TB/U) yang merupakan Retardation/IUGR). IUGR ini disebabkan
padanan istilah stunted (pendek) dan oleh kemiskinan, penyakit dan defisiensi
severely stunted (sangat pendek). Stunting, zat gizi. Artinya ibu dengan dengan gizi
yang dibentuk oleh growth faltering dan kurang sejak trimester awal sampai akhir
catch up growth yang tidak memadai kehamilan akan melahirkan BBLR, yang
merupakan suatu keadaan yang patologis. kedepannya anak akan beresiko besar
Stunting mencerminkan ketidakmampuan menjadi stunting.

[215]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Anak-anak yang mengalami stunting anak usia 12-59 bulan di Provinsi Lampung
lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, tahun 2015 adalah 6,5% dan prevalensi
akan mengalami stunting lebih berat panjang lahir rendah pada anak usia 12-59
menjelang usia dua tahun. Stunting yang bulan di Provinsi Lampung tahun 2015
parah pada anak-anak mengakibatkan adalah 21,8%.
terjadinya penurunan kemampuan Hasil analisis statistik lanjutan
perkembangan fisik dan mental sehingga ia menyimpulkan tidak ada hubungan antara
tidak mampu belajar optimal di sekolah, berat badan lahir dengan kejadian stunting
dibandingkan anak-anak bertinggi badan pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi
normal. Anak dengan stunting juga berisiko Lampung tahun 2015 dan ada hubungan
memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah antara panjang badan lahir dengan kejadian
dibanding dengan anak normal. Selain itu, stunting pada anak usia 12-59 bulan di
stunting pada balita juga berisiko Provinsi Lampung tahun 2015.
meningkatkan angka kematian pada anak, Berdasarkan penelitian tersebut
menurunkan kemampuan kognitifnya, peneliti menyarankan kepada Dinas
perkembangan motorik anak rendah, serta Kesehatan agar dapat meningkatkan upaya
fungs tubuh yang tidak seimbang. pemantauan pertumbuhan Balita khususnya
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir pendek dengan
stunting pada balita berhubungan dengan melakukan pengukuran secara berkala
keterlambatan perkembangan bahasa dan panjang badan anak yang pelaksanaannya
motorik halus dan stunting yang terjadi diintegrasikan dalam kegiatan
pada usia 36 bulan pertama biasanya penimbangan Balita di Posyandu. Selain itu
disertai efek jangka panjang seperti berisiko perlu juga penguatan upaya pencegahan
tinggi menderita penyakit kronik, seperti terjadinya kelahiran bayi pendek dengan
obesitas, mengalami gangguan intolerans cara memberikan perhatian yang lebih besar
glukosa, hipertensi ataupun penyakit pada program-program perbaikan gizi ibu.
jantung koroner dan osteoporosis (Achadi,
2012; Brinkman et al. 2010; Martorell et al.
2010 ; Chang et al. 2010). DAFTAR PUSTAKA
Menyadari akan dampak stunting
yang begitu serius sebenaarnya pemerintah Achadi LA., 2012. Seribu Hari Pertama
dan masyarakat sudah mulai lakukan upaya Kehidupan Anak. Disampaikan pada
pencegahan dan penanggulangan misalnya Seminar Sehari dalam Rangka Hari
melalui gerakan 1.000 hari pertama Gizi Nasional ke 60. FKM UI, Maret
kehidupan dengan berbagai kegiatan seperti 2012 Depok.
penyuluhan gizi, suplementasi gizi pada Anugraheni HS & Kartasurya MI. 2012.
bayi dan balita, hingga suplementasi pada Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
ibu hamil. Meskipun demikian berdasarkan Anak Usia 12-36 Bulan Di
data hasil penelitian ini tampaknya upaya Kecamatan Pati, Kabupaten Pati.
tersebut belum cukup berhasil di Provinsi Program Studi Ilmu Gizi Fakultass
Lampung. Karena itu perlu adanya Kedokteran Universitas Diponegoro.
peningkatan terobosan agar upaya Journal of Nutrition College, Volume
penanganan stunting dapat berhasil dengan 1, Nomor 1, Tahun 2012, Hal : 590-
lebih baik. 605.
Brinkman HJ, de Pee S, & Sanogo I., 2010.
High Food Prices and The Global
KESIMPULAN Financial Crisis Have Reduced
Access to Nutritious Food and
Hasil penelitian menyimpulkan Worsened Nutritional Status and
bahwa prevalensi stunting pada anak usia Health. J. Nut, 140, 153S—161S.
12-59 bulan di Provinsi Lampung tahun
2015 adalah 26,7%, prevalensi BBLR pada

[216]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Cesar G. V, Linda A, Caroline F, Pedro C. Kusharisupeni, 2004. Growth faltering pada


H, Reynaldo M, Linda R, Harshpal S. bayi di Kabupaten Indramayu Jawa
S and for the Maternal and Child Barat. Makara Kesehatan: 6:2002.
Undernutrition Study Group. 2008. Martorell, R., Horta, BL., Adair, LS., Stein,
“Maternal And Child Undernutrition: AD., Richter, L., Fall, CH., 2010.
Consequences For Adult Health And “Weight gain in the first two years of
Human Capital”. Lancet, published life is an mportant predictor of
online Jan 26. DOI: 10.1016/S0140- schooling outcomes in pooled
6736(07)61692-4 analyses from five birth cohorts from
Chang SM, Susan PW, Grantham-McG S, low- and middle-income countries.”
& Christine AP., 2010. Early The Journal of Nutrition. 2010 Feb;
childhood stunting and later fine 140(2): 348-54.
motor abilities. Developmental Motta ME, da Silva GA, Araújo OC, Lira
Medicine and Child Neurology, 52 PI, Lima MC. Does birth weight
(9), 831—836. affect utritional status at the end of
FAO, IFAD, WFP, 2013. The state of food first year of life? J Pediatr (Rio J).
insecurity in the world 2013. The 2005;81:377-82.
multiple dimension of food security. Nadiyah; Briawan, D.; Martianto, D., 2014.
Rome: Food and Agriculture Faktor risiko stunting pada anak usia
Organization of the United Nations; 0-23 bulan di Provinsi Bali, Jawa
2013 Barat, dan Nusa Tenggara Timur
(http://www.fao.org/docrep/018/i343 (NTT). Jurnal Gizi dan Pangan, Juli
4e/i3434e.pdf, accessed 21 Agustus 2014, 9(2): 125—132
2016). Oot, L.; Sethuraman, K.; Ross, J.; and
Hadi, Hamam, 2010. Sepertiga Anak Usia Sommerfelt, A.E. 2016. The Effect of
Sekolah di Indonesia Alami Stunted. Chronic Malnutrition (Stunting) on
Tersedia dalam Learning Ability, a Measure of
http://www.ugm.ac.id/ diakses 10 Human Capital: A Model in
Pebruari 2016. PROFILES for Country-Level
Kemenkes RI, 2010. Keputusan menteri Advocacy. Washington, DC: FHI
kesehatan RI No. 1995/Menkes/SK/ 360/FANTA.
XII/2010 tentang Standar Onyango AW, Borghi E, de Onis M,
Antropometri Penilaian Status Gizi Casanovas MD, Garza C., 2013.
Anak. Complementary feeding and attained
Kemenkes RI. 2014. Riskesdas dalam linear growth among 6–23-month-old
Angka Indonesia 2013 Buku 2. Badan children. Public Health Nutr.
Penelitian dan Pengembangan 2013;19:1–9. doi:10.1017/
Kesehatan Kemenkes RI, Jakarta. S1368980013002401.
Kramer MS, Kakuma R., 2012. Optimal Proverawati, A. & Ismawati, C., 2010.
duration of exclusive breastfeeding. Berat Badan Lahir Rendah.
Cochrane Database Syst Rev. Yogyakarta: Muha Medika.
2012;(8):CD003517.doi:10.1002/146 Supariasa, Bakri.B & Fajar, I. 2012.
51858. CD003517.pub2. Penilaian Status Gizi. Jakarta. EGC
Krebs NF, Mazariegos M, Tshefu A, Bose Victora C.G., de Onis M., Hallal P.C.,
C, Sami N, Chomba E.,2011. Blossner M. & Shrimpton R., 2010.
Complementary Feeding Study Worldwide timing of growth
Group. Meat consumption is faltering: revisiting implications for
associated with less stunting among interventions. Pediatrics 125, e473–
toddlers in four diverse low-income e480.
settings. Food Nutr Bull. Wibowo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:
2011;32:185–91. YBP-SP

[217]
Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN 1907 - 0357

Wilcox AJ., 2001. On the importance and WHO, 2009. WHO Child growth standards
unimportance of birth weight. and the identification of severe acute
International Journal of malnutrition in infants and children.
Epidemiology 2001;30:1233-1241. WHO, 2010. Nutrition Landscape
Wiyogowati, C. (2012). Kejadian Stunting Information System (NLIS) Country
Pada Anak Berumur di Bawah Lima Profile: Indicators Interpretation
Tahun (0-5 Bulan) di Provinsi Papua Guide. WHO Document Production
Barat Tahun 2010 (Analisis Data Services, Geneva, Switzerland.
Riskesdas Tahun 2010). Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia Depok.
WHO, 2010. Nutrition Landscape
Information System (NLIS) Country
Profile: Indicators Interpretation
Guide. WHO Document Production
Services, Geneva, Switzerland.

[218]

Anda mungkin juga menyukai