Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

MITRAL STENOSIS

1. PENDAHULUAN
Mitral stenosis adalah penyakit katup mitral yang dicirikan dengan adanya
penyempitan ukuran diameter katup mitral. Ditemukan pengurangan ukuran katup mitral
(2 cm²) yang menimbulkan gangguan aliran darah dari atrium ke ventrikel kiri.
Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka dengan tepat dan
menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit
(stenosis), darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan
seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.
Penyebab tersering dari mitral stenosis adalah demam reumatik. Penyebab yang
agak jarang antara lain : mitral stenosis kongenital, lupus eritematosus sistemik (SLE),
artritis rheumatoid (RA), atrial myxoma, dan endocarditis bacterial.
Penggantian katup aorta dan katup mitral adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang
tepat untuk penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan
berdasarkan umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup.
Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa
memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila pasien mengalami gejala gagal jantung
kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan.

2. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM : KARDIOVASKULER


Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi
ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari 4 ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan
atrium dan 2 ruang jantung dibawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai
pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan
kiri dinamakan septum.

1
Batas-batas jantung :
1) Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
2) Kiri : ujung ventrikel kiri
3) Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri
4) Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis
5) Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma
sampai apeks jantung
6) Superior : apendiks atrium kiri.

Gambar 1. Jantung normal dan sirkulasinya.

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup yang
mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut mengalir ke
tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup tricuspid yang terletak diantara atrium
kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak diantara ventrikel kanan dan arteri
pulmonal, katup mitral yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta,
terletak diantara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet
anterior dan posterior.

2
Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui prekus jantung. Serabut post
ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada ventrikel.
Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua atrium dan
ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi aferen vagal
dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri.

Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari sinus
aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke
lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien
arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden / posterior desendens artery (PDA) disebut
dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi
arteri anterior desenden kiri / left anterior desenden (LAD) interventrikuler dan sirkumfleks.
LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.

Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi
berhubungan dengan atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.

3. FISIOLOGI JANTUNG
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya sebagai
pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan. Berdasarkan
sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi
paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk
seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang
berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi
kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena cava
inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena ( disebut darah biru )
dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium kanan,
dan melalui katup tricuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup
pulmonal.

3
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di paru-
paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini kemudian menuju
atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel
kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan ke aorta. Tekanan arteri yang dihasilkan
dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri
berkontraksi maksimal, ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri
akan mengalir ke ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi
darah. Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik.
Kedua atrium berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.

4. DEFINISI

Stenosis Mitral atau Mitral Stenosis adalah suatu penyempitan katup jantung kiri dimana
katup tidak membuka dengan tepat yang menyebabkan hambatan aliran darah antara atrium
dan ventrikel jantung kiri sehingga darah tidak dapat dengan efisien melewati jantung.
Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta
munculnya gejala lainnya.

Kelainan katup dapat bersifat kongenital, namun umumnya disebabkan demam


rheumatik. Penebalan daun katup dan fusi komisural sebagai akibat sekunder dari proses
inflamasi. Stenosis mitral sering ditemukan bersama kelainan katup lain seperti regurgitasi
mitral dan tricuspid.

Gejala stenosis mitral yang sering ditemukan adalah dyspnea, berhubungan dengan
hipertensi pulmonal dan gagal ventrikel kanan. Gangguan irama berupa fibrilasi atrial dan
riwayat emboli perifer juga kerap dikeluhkan. Dari hasil pemeriksaan biasa dijumpai adanya
penebalan daun katup, doming dan menyempitnya bukaan katup.

Anesthesia berbasis narkotik menjadi teknik terpilih. Dosis rendah anestesi inhalasi
mampu mempertahankan fungsi IV dan RV. Pilihan jenis pelumpuh otot lebih kepada yang
paling sedikit menggangu irama dan denyut jantung. Vecuronium dan rocuronium dapat
menjadi pilihan.

4
5. KLASIFIKASI

Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat sesuai dengan
mitral valve area (MVA).

Tabel 3.1 klasifikasi stenosis mitral

Klasifikasi Mitral Valve Area (MVA) dalam cm²

Ringan >1,5 cm²

Sedang 1,0-1,5 cm²

Berat <1,0 cm²

6. ETIOLOGI

Penyebab tersering dari mitral stenosis adalah demam reumatik. Penyebab yang agak
jarang antara lain : mitral stenosis kongenital, lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis
rheumatoid (RA), atrial myxoma, dan endocarditis bacterial.

Selain itu, virus seperti coxsackie diduga memegang peranan pada timbulnya penyakit
katup jantung kronis. Gejala dapat dimulai dengan suatu episode atrial fibrilasi atau dapat
dicetuskan oleh kehamilan dan stress lainnya terhadap tubuh misalnya infeksi (pada jantung,
paru-paru) atau gangguan jantung yang lain.

7. PATOFISIOLOGI

Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4-6 cm². Adanya obstruksi yang
signifikan misalnya, jika orifisium kurang lebih dari 2 cm², darah dapat mengalir dari atrium
kiri ke ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradient tekanan atrioventrikel kiri yang
meningkat secara abnormal, tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup
mitral berkurang sampai 1 cm², tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk
mempertahankan curah jantung (cardiac output) yang normal. Tekanan atrium kiri yang
meningkat selanjutnya, meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonalis, yang mengurangi
daya kembang (compliance) paru dan menyebabkan dyspnea pada waktu pengerahan tenaga
(exertional dyspnea, dyspnea d’effort). Serangan pertama dyspnea biasanya dicetuskan oleh

5
kejadian klinis yang meningkatkan kecepatan aliran darah melalui orifisium mitral, yang
selanjutnya mengakibatkan elevasi tekanan atrium kiri. Untuk menilai beratnya obstruksi,
penting untuk mengukur gradien tekanan transvalvuler maupun kecepatan aliran. Gradient
tekanan bergantung tidak hanya pada curah jantung tapi juga denyut jantung. Kenaikan
denyut jantung memperpendek diastolic secara proporsional lebih daripada sistolik dan
mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran yang melalui katup mitral. Oleh karena itu, pada
setiap tingkat curah jantung tertentu, takikardia menambah tekanan gradient transvalvuler dan
selanjutnya meningkatkan tekanan atrium kiri.

Tekanan distolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja, penyakit katup aorta,
hipertensi sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung iskemik yang terjadi secara
bersamaan dan mungkin kerusakan sisa yang ditimbulkan oleh miokarditis reumatik kadang-
kadang bertanggungjawab terhadap kenaikan yang menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang
terganggu dan / menurunkan daya kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri, seperti
yang ditunjukkan dalam berkurangnya fraksi ejeksi dan kecepatan memendek serabut yang
mengelilingi, terjadi pada sekitar seperempat pasien dengan stenosis mitral berat, sebagai
akibat berkurangnya preload kronik dan luasnya jaringan parut dari katup ke dalam
miokardium yang berdekatan.

Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata dan pulmonal
artery wedge pressure biasanya meningkat, denyut tekanan menunjukkan kontraksi atrium
yang menonjol (gelombang a) dan tekanan bertahap menurun setelah pembukaan katup mitral
(y descent). Pada pasien dengan stenosis mitral ringan sampai sedang tanpa peningkatan
resistensi vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis mungkin mendekati batas normal pada
waktu istirahat dan meningkat seiring dengan exercise. Pada stenosis mitral berat dan kapan
saja ketika resistensi vaskuler paru naik, tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan ketika
pasien sedang istirahat dan pada kasus ekstrim dapat melebihi tekanan arterial sistemik.
Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru dan tekanan arteri pulmonalis selanjutnya terjadi
selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri pulmonalis melebihi kira-kira 50 mmHg pada
pasien dengan stenosis mitral, atau pada keadaan dengan lesi yang mengenai sisi kiri jantung,
peningkatan afterload ventrikel kanan menghalangi pengosongan ruangan ini, sehingga

6
tekanan diastolik akhir dan volume ventrikel kanan biasanya meningkat sebagai mekanisme
kompensasi.

7
8. PATHWAY

Kardiomiopati Aterosklerosis Kelainan katup


jantung

Hipoksia

Jaringan Iskemik

Perubahan Metabolisme

Fungsi Ventrikel me
Penurunan Curah Jantung

Gangguan gerakan jantung


Gangguan integritas
Aliran darah me
jaringan
Kontraksi miokardium me

Luka insisi Perubahan


Bedah Jantung
Hemodinamik

Resiko infeksi Kesulitan bernafas


Curah jantung me

Gangguan pertukaran gas


Intoleransi aktivitas

Nyeri

Ansietas

8
9. TANDA DAN GEJALA

Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa
sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami
sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksimal nokturnal dyspnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis
mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan
merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat
stenosis.

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia
dan suara serak.

10. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada diastole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri
melewati katup mitral, penurunan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium
kiri, arteri pulmonal dan ventrikel kanan : penurunan curah jantung.
2. Ventrikulografi kiri : digunakan untuk mendemonstrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik ), hipertropi ventrikel kanan,
fibrilasi atrium kronis.
4. Sinar X dada : pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vascular, tanda-
tanda kongesti / edema pulmonal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi Doppler dapat memastikan masalah
katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.

11. PENATALAKSANAAN

Mitral Valve Replacement

Mitral valve replacement (MVR) adalah prosedur bedah jantung yang dilakukan untuk
mengganti katup mitral pasien yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi dengan katup jantung
buatan (baik itu mekanik maupun bioprostetik).

9
MVR dilakukan pada pasien dengan katup mitral yang terlalu kaku (mitral valve
stenosis) sehingga darah tidak bisa mengalir ke ventrikel kiri, atau Skatup mitral yang terlalu
longgar (mitral valve regurgitation) sehingga darah kembali ke atrium kiri dan kembali lagi
ke paru-paru.

Katup mitral dapat terkena infeksi, pengapuran dan kerusakan pada jaringan kolagennya
karena berbagai sebab. Operasi MVR seperti juga MVr adalah operasi jantung terbuka,
sehingga memerlukan masin jantung paru (cardiopulmonary bypass).

 Pilihan
Kebanyakan katup mitral dapat diperbaiki daripada diganti, terutama pada katup
mitral yang tidak terlalu rusak. Keuntungan dari repair daripada replacement selain angka
kematian yang lebih rendah (1%-2% pada repair dan 6%-8% pada replacement), resiko
stroke yang lebih rendah, infeksi endocardial yang lebih rendah, dan angka survival yang
lebih lama.
Pasien dengan pasca mitral valve repair tidak memerlukan obat pengencer darah
dan pasien dapat hidup seperti pada populasi normal lainnya, sedangkan pada pasien
dengan replacement / penggantian katup harus minum obat pengencer darah selama 3
bulan (bioprostetik) atau seumur hidup (mekanik). Operasi repair dan replacement juga
dapat dikerjakan secara minimal invasive walaupun memerlukan waktu yang lebih lama
dari prosedur konvensional.
 Macam-macam katup
Ada dua kelompok besar katup mitral buatan : katup mekanik dan katup biologis.
Katup mekanik dibuat dari logam dan pyrolytic carbon, yang bisa bertahan selama
seumur hidup. Pasien dengan katup mekanik harus minum obat pengencer darah selama
seumur hidup untuk mencegah terjadinya pembekuan darah.
Katup bioprosthetik adalah katup buatan yang dibuat dari jaringan hewan
(sapi/babi). Pasien dengan katup bio tidak perlu minum obat pengencer darah seumur
hidupnya. Namun katup bio ini hanya bertahan antara 10-15 tahun saja dan perlu diganti
kembali dengan proses operasi lagi. Pemilihan jenis katup yang akan digunakan
tergantung dari usia pasien, kondisi medis pasien, tempat tinggal pasien dan kepatuhan
pasien terhadap pengobatan.

10
Perawatan di ICU.
a) Monitoring Hemodinamik.
1. CVP, RAP, LAP.
2. Denyut jantung
3. Wedge pressure dan PAP
4. Tekanan darah
5. Curah jantung
6. Obat-obat inotropic yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya,
rutenya dan lain-lain.
7. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacuh jantung dan lain-
lain.
b) EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan
adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Recording /
pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem
yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung yang
membahayakan.
c) Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan bahkan diberikan
sedasi sebelum ditransfer ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan
dilihat :
1) Tube dan ukuran yang dipakai, melalui mulut / hidung.
2) Tidalvolume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP.
3) Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhlus / tube, apakah lendirnya normal,
kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru : bila perlu
dibuat kultur.
d) Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari / waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-
obatan sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh
menggerakkan ke 4 ekstremitasnya.

11
e) Fungsi ginjal
Dilihat produksi urin tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolysis
dan lain-lain. Pemeriksaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus
dikerjakan.
f) Gula darah
Bila penderita adalah diabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan
bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin.
g) Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
1) HB, HT, trombosit
2) ACT
3) Analisa gas darah
4) LFT / Albumin
5) Ureum, kreatinin, gula darah
6) Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas coroner
h) Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa
diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada
perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½ jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan
yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai
perdarahan pasca bedah dan mungkin memerlukan retorakotomi untuk
menghentikan perdarahan.
i) Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke
CVP, kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan
problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi
jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga
ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.

12
j) Fisioterapi
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator.
Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas
dalam, vibrilasi dan postural drainase).

13
ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian
1) Identitas
a. Nama : tidak berpengaruh
b. Umur : kebanyakan disemua umur (pada anak-anak juga bisa seperti pada
kelainan jantung bawaan) (pada orang dewasa juga bisa dilakukan dengan
indikasi gagal jantung) tapi lebih sering pada anak-anak.
c. Jenis kelamin : kebanyakan terjadi pada laki-laki tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi juga pada perempuan.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien-pasien yang akan dilaksanakan operasi bedah jantung
kebanyakan datang dengan keluhan sesak nafas, nyeri dada, syanosis,
kelemahan, palpitasi dan nafas cepat.
b. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, nafas cepat dan palpitasi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien sebelumnya pernah merasa sesak dan nyeri pada dada tapi hilang
dengan obat warung.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantung.
3) Riwayat kesehatan pasien yang telah menjalani operasi jantung
1. Keluhan utama
Biasanya pasien-pasien yang telah dilaksanakan operasi bedah jantung
kebanyakan datang dengan keluhan sesak nafas, nyeri dada, syanosis,
kelemahan, palpitasi dan nafas cepat.
2. Riwayat penyakit sekarang
Sesak nafas, nyeri dada, syanosis, kelemahan, nafas cepat dan palpitasi.
3. Riwayat penyakit dahulu

14
Pasien sebelumnya belum pernah menjalani bedah jantung
4. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kelainan jantung hingga
dilakukan pembedahan.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Apatis
b. Keadaan umum : biasanya dalam keadaan lemas
c. TTV meliputi : Tekanan darah, Nadi, Respirasi dan Suhu.
d. Kepala dan Leher
 Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
 Wajah : Normal, konjungtiva agak merah muda
 Hidung : Tidak ada polip
 Mulut : Bersih
 Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid.
e. Thorax
f. Jantung
 Inspeksi : terdapat bekas jahitan luka operasi
 Palpasi : adanya nyeri tekan
 Perkusi : -
 Auskultasi : terdengar BJ 1 dan 2.
g. Paru
 Inspeksi : pengembangan paru kanan-kiri simetris
 Palpasi : tidak ada otot bantu pernapasan
 Perkusi : -
 Auskultasi : wheezing
h. Abdomen
 Inspeksi : Bulat datar
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : -
 Auskultasi : Bising usus (+)

15
i. Ekstremitas
 Eks.Atas : Ada clubbing fingers, terdapat oedema
 Eks. Bawah : Ada clubbing fingers, terdapat oedema.
j. Sistem Integumen : turgor kulit kembali > 1 detik
k. Genetalia : bersih, normal, tidak ada penyakit kelamin, tidak ada hemoroid dan
terpasang kateter.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung menurun
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infeksi
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Observasi
jantung berhubungan tindakan asuhan 1. Identifikasi
keperawatan selama
dengan perubahan tanda/gejala primer
3x24 jam diharapkan
kontraktilitas curah jantung penurunan curah
mengalami peningkatan jantung (meliputi :
dengan kriteria hasil:
dyspnea, kelelahan,
 Dyspnea menurun
 Takikardia edema, dan
menurun
peningkatan CVP).
 Pucat / sianosis
 Gambaran EKG 2. Identifikasi
aritmia.
tanda/gejala sekunder
penurunan curah
jantung (meliputi :

16
peningkatan berat
badan, hepatomegaly,
batuk, dan kulit
pucat).
3. Monitor TTV secara
rutin
4. Monitor saturasi
oksigen.
5. Monitor EKG
Terapeutik
1. Berikan diet jantung
yang sesuai (mis.
Batasi asupan kafein,
natrium, dan makanan
tinggi lemak).
2. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat.
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu.

17
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
keperawatan (SDKI) Hasil (SLKI) (SIKI)
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan tindakan asuhan 1) Identifikasi lokasi,
keperawatan selama karakteristik, durasi,
agen pencedera fisik
3x24 diharapakan frekuensi, kualitas,
(prosedur operasi) keluhan nyeri pasien intensitas nyeri.
menurun dengan 2) Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil: 3) Identifikasi faktor yang
 Melaporkan nyeri memperberat dan
terkontrol memperingan nyeri.
meningkat
Terapeutik
 Keluhan nyeri
4) Berikan teknik non-
menurun
farmakologi untuk
 Gelisah menurun
mengurangi rasa nyeri
 Tidak tampak
(latihan napas dalam).
meringis kesakitan
5) Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri.
Edukasi
6) Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri.
7) Jelaskan prosedur
latihan napas dalam
sebelum melakukan
tindakan.
8) Ajarkan teknik non-
farmakologis (latihan
napas dalam).
Kolaborasi
9) Kolaborasi pemberian
analgetik.

18
Tujuan dan Intervensi
No Diagnosa keperawatan kriteria hasil : keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan curah tindakan asuhan 1. Monitor kondisi
keperawatan selama
jantung menurun umum selama
3x24 jam diharapkan
toleransi aktivitas melakukan
pasien meningkat mobilisasi
dengan kriteria
2. Monitor frekuensi
hasil:
 Tekanan darah jantung dan
membaik tekanan darah
 Frekuensi napas sebelum memulai
membaik mobiisasi.
 Perasaan lemah Terapeutik
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
 Kemudahan mobilisasi dengan
dalam alat bantun(mis.
melakukan Pagar tempat tidur)
aktivitas sehari- Edukasi
hari meningkat 1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. Duduk
ditempat tidur, atau

19
pindah dari tempat
tidur ke kursi).

Tujuan dan Intervensi


No Diagnosa keperawatan kriteria hasil keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
4. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan prosedur infeksi. tindakan asuhan 1. Periksa kesiapan
keperawatan
dan kemampuan
selama 3x24 jam
diharapkan infeksi menerima
tidak terjadi informasi
dengan kriteria
Terapeutik
hasil:
 Tidak ada 1. Siapkan materi,
tanda-tanda media tentang
infeksi
 Tidak terjadi faktor-faktor
demam penyebab, cara
identifikasi dan
pencegahan
resiko infeksi di
rumah sakit
maupun dirumah.
2. Jadwalkan waktu
yang tepat untuk
memberikan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
dengan pasien
dan keluarga.
Edukasi

20
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
local dan
sistemik.
2. Anjurkan
membatasi
pengunjung
3. Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka atau
luka operasi.
4. Anjurkan
mengelola
antibiotik sesuai
resep.
5. Ajarkan cara
mencuci tangan.

Intervensi
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Keperawatan
(SDKI) hasil (SLKI) (SIKI)
5. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan kurang terpapar tindakan asuhan 1. Identifikasi saat
keperawatan selama
informasi. tingkat ansietas
3x24 jam diharapkan
tingkat ansietas pasien berubah (mis :
menurun dengan kondisi,
kriteria hasil:
waktu,stressor).
 Perilaku gelisah
menurun 2. Monitor tanda-tanda
 Anoreksia
ansietas (verbal dan
menurun
 Perilaku tegang nonverbal).
menurun
Terapeutik
 Pola tidur

21
membaik. 1. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasan
3. Tempatkan barang
pribadi yang
memberikan
kenyamanan.
Edukasi
1. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
2. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
3. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat anti
ansietas.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

22
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada pasien,
menyelia dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari
pasien. Pasien mungkin membutuhkan intervensi dalam bentuk dukungan, medikasi,
pengobatan untuk kondisi terbaru, edukasi pasien-keluarga atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan dimasa mendatang.
Adapun tahap-tahap / proses keperawatan mempunyai lima tahap yaitu :
1. Mengkaji ulang klien
2. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang sudah ada
3. Mengidentifikasi area bantuan
4. Mengimplementasikan intervensi keperawatan
5. Mengkomunikasikan intervensi.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan
keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien berhasil
mengatasi masalah pasien atau kah asuhan yang sudah dibuat akan terus
berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai benar-benar
masalah pasien teratasi.
Tujuan dari tahap evaluasi ini adalah :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum.
3. Mengkaji penyebab jika tujuan keperawatan belum tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/398279062/Laporan-Pendahuluan-Mitral-Stenosis

23
https://www.scribd.com/doc/148724525/Asuhan-Keperawatan-Pada-Pasien-Dengan-
Mitral-Stenosis

file:///C:/Users/USER/Downloads/Fachri_Setiawan_22010110130172_Bab2KTI.pdf

https://www.scribd.com/document/434410006/PENGERTIAN-IMPLEMENTASI-
KEPERAWATAN

http://repository.itsk-soepraoen.ac.id/454/3/Bab%202.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). 
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). 
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). 
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia

24

Anda mungkin juga menyukai