Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

ASKEP KRITIS SISTEM PERSYARAFAN STROKE

DISUSUN OLEH :

NOVITA JUNIARTI (SNR 19214047)

ISA HAIRONI (SNR19214048)

REZZA KURNIAWAN (SNR19214049)

RIYAN RESTU RINALDI (SNR19214050)

MELLY SRIWAHYUNI (SNR19214051)

LISTYA RINI PRATIWI (SNR19214052)

MUHAMMAD ANSYARI (SNR19214053)

DWI RINI ANGRAINI (SNR19214054)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B KHUSUS/ PROGSUS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Keperawatan Kritis  yang telah memberikan tugas ini
kepada saya sebagai upaya untuk menjadikan saya manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan saya dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu, saya mengharapkan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Wassalam...

Pontianak, 15 Juli 2020


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih
merupakan masalah medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di
Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami
kelemahan yang memerlukan perawatan.[ CITATION Bat08 \l 1033 ]
Secara global, penyakit serebrovaskular (stroke) adalah penyebab utama kedua
kematian. Ini adalah penyakit yang dominan terjadi pada pertengahan usia dan orang
dewasa yang lebih tua. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2005, stroke
menyumbang 5,7 juta kematian di seluruh dunia, setara dengan 9,9 % dari seluruh
kematian. Lebih dari 85 % dari kematian ini akan terjadi pada orang yang hidup di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan sepertiga akan pada orang
yang berusia kurang dari 70 tahun. Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke
otak, biasanya karena pembuluh darah semburan atau diblokir oleh gumpalan darah.
Ini memotong pasokan oksigen dan nutrisi, menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak.[ CITATION Wor15 \l 1033 ]
Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan penderita
stroke cukup tinggi. Penderitanya melebihi prevalensi stroke di daerah perkotaan
secara nasional.  Singkawang merupakan kota di Kalimantan Barat dengan prevalensi
stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan penelitian di lima rumah
sakit yang ada di Kota Singkawang menunjukkan, adanya peningkatan jumlah pasien
stroke yang dirawat. Jumlah tersebut belum termasuk pasien stroke yang dirujuk dan
dirawat di rumah sakit selain di Singkawang serta pasien yang berobat ke puskesmas.
Jumlah kekambuhan stroke juga menunjukkan angka yang tinggi.[ CITATION Hut15 \l
1033 ]

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui serta memahami bagaimana Asuhan keperawatan yang
baik dilakukan pada klien dengan Stroke.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan dalam asuhan
keperawatan pada pasien stroke
b) Mengetahui tentang keperawatan kritis terhadap pasien stroke
c) Mengetahui masalah atau kendala yang diperoleh selama asuhan
keperawatan pada pasien stroke
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mendapatkan informasi mengenai asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke
serta dapat meningkatkan kualitas kesehatan individu yang kritis pada pasien
stroke
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan kritis pada pasien
stroke
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. STROKE HEMORAGIK
1. Definisi

Stroke hemoragik adalah perdaraahan ke dalam jaringan otak atau perdarahan ke


dalam ruang subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak. Stroke ini merupakan jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu sebesar 10-
15% untuk perdarahn intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarachnoid
(Felgin, V., 2016).
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami rupture
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskuler yang dapat menyebabkan perdarahan
subarachnoid adalah aneurisme sakular dan malformasi arteriovena (MAV) (Price,
SA, Wilson, LM, 2016).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke hemoragik merupakan gangguan neurologis
pada bagian otak akibat pecahnya pembuluh darah ke bagian otak yang dapat
menyebabkan kematian.

2. Etiologi
Terdapat banyak faktor yang berperan dalam menentukan seseorang terkena stroke
atau tidak. Faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling kuat. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum
usia 65 tahun, 70% terjadi pada mereka yang berusia 65 tahun ke atas. Risiko stroke
adalah dua kali untuk setiap10 tahun di atas 55 tahun (Sotirios A.T., 2000).
b. Hipertensi
Pada kasus stroke hemoragik, hipertensi dapat menyebabkan 2/3 kasus ICH. Area yang
sering terkena adalah thalamus, ganglia basalis, pons, serebellum (Liebeskind, 2014).
c. Riwayat stroke sebelumnya
d. Alkohol
Alkohol merupakan minuman keras yang mengandung kalori tinggi. Jika minuman ini
dikonsumsi secara berlebihan, maka seseorang akan rentan terhadap berbagai penyakit
salah satunya adalah stroke.
e. Narkoba
Penggunaan kokain dan phenylcydine terkait dengan stroke hemoragik, dapat
mengakibatkan penyempitan pada arteri dang mengurangi aliran darah, meskipun
keduanya tidak memiliki sifat anti-koagulan (Magistris, 2013).

3. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2010). Perdarahan intraserebral biasanya timbul
karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi
kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya
penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat
efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar
(Caplan, 2010). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang
terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2010).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan
otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan
dari arteriovenous malformation (AVM)

4. Tanda dan gejala


Gejala stroke yang paling umum adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada
wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. (WHO, 2014).
Manifestasi klinis Stroke Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :
a. Kehilangan Motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
b. Kehilangan Komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi
dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
1) Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh pararalisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama
ekspresif atau reseptif
3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisirnya.
c. Gangguan Persepsi
Ketidakmampuan untuk mengintrepestasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi visual, gangguan dalam visual-spasial dan kehilangan sensoris.
Disfungsi persepsi visual, homonimus hemianopsi yaitu kehilangan setengah
lapang pandang, tidak menyadari otak atau objek di tempat kehilangan penglihatan
mengabaikan salah satu sisi tubuh, dan kesulitan menilai jarak.
d. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologi
Menurut Lemon dan Burke (2004), mengatakn bahwa perubahan tingkah laku
termasuk emosi labil, kehilangan kontrol diri dan menurunnya toleransi terhadap
stres disebabkan oleh kerusakan jaringan.
e. Disfungsi Kandung Kemih
Pada pasien stroke mungkin mengalami inkontenensia urinarius sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal / bedpan karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
f. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri

5. Penatalaksanaan
1. Penanganan Medis (Brunner & Suddarth, 2011)
a. Rekombinan aktivator plasminogen jaringan (t-PA), kecuali
dikontraindikasikan, pantau perdarahan
b. Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : diuretik osmotik,
pertahankan PaCO2 pada 30 sampai 35 mmHg, posisi untuk mencegah hipoksia
(tinggikan kepala tempat tidur untuk meningkatkan drainase vena dan
menurunkan TIK yang meningkat
c. Kemungkinan hemikraniektomi untuk mengatasi peningkatan TIK akibat
edema otak pada stroke yang sangat luas.
d. Intubasi dengan slang endotrakeal untuk menetapkan kepatenan jalan nafas, jika
perlu.
e. Pantau hemodinamika secara kontinu (target tekanan darah tetap kontroversial
bagi pasien yang tidak mendapatkan terapi trombolitik; terapi antihipertensi
dapat ditunda kecuali tekanan darah sistolik melebihi 220 mmHg atau tekanan
darah diastolik melebihi 120 mmHg).
f. Pengkajian neurologis untuk menentukan apakah stroke berkembangdan apakah
terdapat komplikasi akut lain yang sedang terjadi.
2. Penanganan Komplikasi (Brunner & Suddarth, 2011)
a. Penurunan aliran darah serebral : perawatan pulmonal, pemeliharaan kepatenan
jalan napas dan berikan suplemen oksigen sesuai kebutuhan.
b. Pantau adanya infeksi saluran kemih, disritmia jantung dan komplikasi berupa
mobilisasi.
3. Penanganan Farmakologi (Purwani, 2017)
a. Antikoagulan: Warfarin
b. Antiplatelet: Aspirin, Klopidogrel, Aspirin – dipiridamol
c. Fibrinolitik: r-TPA (recombinan tisuue plasminogen activator / alteplase),
Streptokinase
d. Obat Antihipertensi : Captopril, Lisinopril & Hidroklorotiazid
e. Obat Antidiabetes : Metformin, Akarbose
f. Obat Antidislipidemia : Simvastatin, Atorvastatin

6. Pengkajian

Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien Stroke Hemoragik


meliputi :
1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, no. register, tanggal
MRS, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan persyarafan seperti
stroke hemoragik adalah adanya penurunan kesadaran tiba-tiba, disertai
gangguan bicara dan kelemahan ekstremitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung secara mendadak pada
saat pasien melakukan aktivitasnya. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjaadi , sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi latargi, tidak responsive dan koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya hipertensi, riwayat stroke sebelumnnya, diabetes militus, penyakit
jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama
penggunaan obat antikoagulan yang sering digunakan pasien (obat-obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta). Adanya riwayat merokok
dan pengunaan alkohol.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes militus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Tanda Tanda Vital

1) Tekanan Darah
Meningkat, biasanya pada pasien stroke hemoragik memiliki riwayat
Hipertensi dengan tekanan systole > 140 dan
diastole > 80

2) Nadi
Bervariasi, biasanya nadi normal

3) Suhu
Biasanya tidak terjadi masalah
4) Pernafasan
Normal / kadang meningkat (pada pasien stroke hemoragik terdapat
gangguan pada bersihan jalan nafas)
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

1) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah

2) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
3) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
4) Telinga
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
5) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
6) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
7) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
8) Thorax
a) Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)

b) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba Perkusi :
biasanya batas jantung normal Auskultasi :
biasanya bunyi normal (vesikuler)
9) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
10) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu juga
di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
11) Ekstremitas
Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya terbatas,
CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
12) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin.

13) Status Neurologis


a) Tingkat Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke memiliki tingkat kesadaran samnolen,
apatis, soporos coma, hingga coma dengan GCS
<12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan composmetis
dengan GCS 13-15.
b) Uji Saraf Cranial
1) Nervus I (Olfaktorius) : Biasanya ada masalah pada
penciuman, kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawatan, namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda.
2) Nervus II (Optikus) : Gangguan hubungan visual parsial
sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
Biasanya lapang pandang baik 90o , visus 6/6.
3) Nervus III (Okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, kadang pupil isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip biasanya dapat dinilai jika pasien dapat membuka
mata.

4) Nervus IV (Toklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah


tangan perawat ke atas dan bawah
5) Nervus V (Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan
lokasi usapan, dan pada pasien koma ketika bagian kornea
mata diusap dengan kapas halus maka klien akan menutup
kelopak mata.
6) Nervus VI (Abdusen) : biasanya pasien dapat mengikuti
tangan perawat ke kanan dan kiri
7) Nervus VII (Fasialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris dan dapat menyebutkan rasa
manis dan asin.
8) Nervus VIII (Auskustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana
lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika
suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Nervus IX (Glosofaringeus) : biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong ke arah bagian tubuh yang lemah,
dan pasien dapat merasakan asam dan pahit.
10) Nervus X (Vagus) : Kemampuan menelan tidak baik,
kesukaran membuka mulut
11) Nervus XI (Asesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik
tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat.

12) Nervus XII (Hipoglosus) : biasanya pasien dapat menjulurkan


lidah dan dapat di gerakkan ke kanan dan kiri, namun
artikulasi kurang jelas saat bicara.
c) Fungsi motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
d) Fungsi sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi
e) Reflek fisiologis
Pada pemeriksaan siku, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bisep (-))
dan pada pemeriksaan trisep respon tidak ada fleksi dan supinasi
(reflek trisep (-)).
f) Reflek patologis
1) Reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek hoffman tromer (+))
2) Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+))
3) Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
berespon (reflek caddok (+))
4) Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya
tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+))

5) Pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak


merasakan apa – apa (reflek gordon (+))
6) Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat diketukkan (reflek patella (+))
7. Pola Fungsi Kesehatan
(Menurut Doengos, Mary, & Mur, 2010)

a. Aktivitas / Istirahat
DO : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis) : paralitik (hipeglia), dan
terjadi kelemahan umum, gangguan penlihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
DS : Merasa kesulitan melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah, susah untuk
beristirahat (nyeri/kejang otot).
b. Sirkulasi
DO : Hipertensi arterial ( dapat ditemukan / terjadi pada CSV)
sehubungan dengan adanya embolisme / malformasi vaskuler, disritmia,
perubahan EKG, wsiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka / aorta
yang abnormal.
DS : Adanya penyakit jantung (MI, reumatik / penyakit jantung vaskuler,
GJK : endokarditis bakterial, polisetemia, riwayat hipotensi postural.
c. Integritas ego
DO : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.

DS : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.


d. Eliminasi
DS : Perubahan Pola Berkemih, Seperti Inkontinensia Urin, Anuria.
Distensi Abdomen (Distensi Kandung Kemih Berlebihan), Bising Usus
Negative (Ileus Paralistik).
e. Makanan / Cairan
DO : Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), Kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia, Adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
DS : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
Obesitas (faktor risiko).
f. Neurosensori
DO : Status mental / tingkat kesadaran : Biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragik, Ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika
penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami, Gangguan tingkah
laku (seperti letargi, apatis, menyerang), Gangguan fungsi kognitif
(seperti penurunan memori, pemecahan masalah).
Ekstremitas : Kelemahan / paralisis (kontralateral pada semua jenis
stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral. Pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral),
Afasia : Gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik
(kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseptif (afasia sensorik) yaitu
kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna, atau afasia global
yaitu gabungan dari kedua hal di atas.

Kehilangan kemampuan untuk mengenal/menghayati masuknya


rangsangan visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan
kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian
tubuh yang terkena, gangguan persepsi, Kehilangan kemampuan
menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia),
Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
(perdarahan/herniasi), Kekakuan nukal (biasanya karenan perdarahan),
Kejang (biasanya karena adanya pencetus perdarahan).
DS : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA),

Sakit kepala : Akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral


atau subarakhnoid, Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama
serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada stroke jenis
yang lain), sisi yang terkena seperti “mati/lumpuh”, penglihatan menurun
seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian, (kebutaan/monokuler),
penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain. Sentuhan :
Hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang
berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang
satu sisi ) pada wajah.
g. Nyeri / Kenyamanan
DO : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia

DS : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri


karotis terkena)
h. Pernapasan
DO : Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan napas,
Timbulnya pernapasan sulit dan/ atau tak teratur. Suara napas terdengar
ronchi (aspirasi sekresi)
DS : Merokok (faktor risiko)
i. Keamanan
DO : Motorik sensorik : Masalah dengan penglihatan, Perubahan persepsi
terhada porientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat
objek dari sisi kiri (pada stroke kanan), Hilang kewaspadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit, Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan
wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan berespons
terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan
dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri
(mandiri), Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke kanan).
j. Interaki Sosial
DO : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

k. Penyuluhan / Pembelajaran
DS : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko).
Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko).

Pertimbangan Rencana Pemulangan : Mungkin memerlukan obat/


penanganan terapeutik. Bantuan dalam hal transportasi, berbelanja,
penyiapan makanan, perawatan diri dan tugas-tugas rumah /
mempertahankan kewajiban. Perubahan dalam susunan rumah secara
fisik, tempat transisi sebelum kembali ke lingkungan rumah.
l. Pertimbangan Discharge Planning
m. Obat dan teapi : Bantuan dengan transportasi, belanja, persiapan makanan,
perawatan diri dan ibu rumah tangga ataupemeliharaan tugas, perubahan
tata letak fisik rumah, penempatan transisi sebelum kembali ke pengaturan
rumah

7. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk memastikan penyebab
stroke ringan antara lain (Purwani, 2017).
a. Radiologi
1) Computerized Tomografi Scanning (CT-Scan)
CT-scan dapat menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinyya secara pasti.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar / luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
3) Electro Encephalogram (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
4) Ultrasonografi Doppler (USG Doppler)
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
5) Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik, seperti stroke
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan
akan ditemukan adanya aneurisme.
b. Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui
apakah pasien menderita anemia. Sedangkan Leukosit untuk melihat sistem
imun pasien, bila leukosit diatas batas normal, maka ada penyakit infeksi
yang menyerang pasien.
2) Tes Darah Koagulasi
Tes darah ini terdiri dari Prothrombin Time, Parthial Tromboplastin (PTT),
International Normalized Ratio (INR) Dan Agregrasi Trombosit. Keempat
tes ini gunanya untuk mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan pengumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti
warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam
dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnnya sudah diobati heparin, PTT
bermanfaat untuk meliihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
3) Tes Kimia Darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolestrol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolestrol berlebih, bisa menjadi pertanda bahwa
pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini kedalam
salah satu pemicu stroke (Robinson, 2014).

8. Diagnosa keperawatan (Nanda Nic Noc, 2018-2020)

a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral


b. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK
c. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparesis, kehilangan keseimbangan dan
koordinasi, spastisitas, dan cedera otak
.
9. Manajemen Keperawatan
a. Rencana Keperawatan

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas asuhan keperawatan a) Posisikan pasien untuk
diharapkan bersihan memaksimalkan
Definisi : jalan menjadi efektif ventilasi
Ketidakmampuan dengan kriteria hasil b) Identifikasi kebutuhan
membersihkan sekresi 1. Status pernafasan : aktual/potensial pasien
atau obstruksi dari a. Frekuensi untuk memasukkan alat
saluran napas untuk pernafasan normal membuka jalan nafas
mempertahankan (16-25x/menit) c) Buang sekret dengan
bersihan jalan nafas b. Irama pernafasan memotivasi pasien
teratur untuk melakukan batuk
c. Kemampuan untuk atau menyedot lender
mengeluarkan sekret d) Instruksikan bagaimana
agar bias melakukan
batuk efektif
Batasan 2. Tanda-tanda vital: Monitor pernafasan
karakteristik : a. Irama pernafasan a. Monitor kecepatan,
1. Batuk yang tidak teratur irama, kedalaman dan
efektif Tekanan darah kesulitan bernafas
2. Dispnea normal b. Catat pergerakan dada,
3. Gelisah (120/80mmHg) catat ketidaksimetrisan,
4. Perubahan b. c. Tekanan nadi penggunaan otot bantu
frekuensi nafas normal (60-100 pernafasan dan retraksi
x/menit) otot
Faktor yang c. Monitor suara nafas
berhubungan : tambahan
a. Benda d. Monitor pola nafas
asing dalam e. Auskultasi suara nafas,
jalan nafas catat area dimana
5. Sekresi yang terjadi penurunan atau
tertahan tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara
nafas tambahan
f. Kaji perlunya
penyedotan pada jalan
nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
g. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
e) Berikan bantuan
terapi nafas jika
diperlukan
(misalnya
nebulizer)
Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji status neurologic
perfusi jaringan tindakan setiap jam
serebral keperawatan 2. Kaji tingkat kesadaran
diharapkan perfusi dengan GCS
Definisi : rentan jaringan serebral 3. Kaji pupil, ukuran, respon
mengalami oenurunan pasien menjadi terhadap cahaya, gerakan
sirkulasi jaringan otak efektif dengan mata
yang dapat menganggu kriteria hasil : 4. Kaji reflek kornea
kesehatan a. Tanda-tanda 5. Evaluasi keadaan
vital normal motorik dan sensori
Batasan b. Status sirkulasi pasien
karaketristik : lancer 6. Monitor tanda vital
1. Tanda-tanda vital c. Pasien setiap 1 jam
2. Status mengatakan 7. Hitung irama denyut nadi,
Sirkulasi nyaman dan auskultasi adanya murmur
Faktor yang tidak sakit Pertahankan pasien bedrest,
berhubungan : kepala beri lingkungan tenang,
1. Hipertensi d. Peningkatan batasi pengunjung, atur
2. Embolisme kerja pupil waktu istirahat dan aktifitas
Tumor otak (missal: e. Kemampuan 9. Pertahankan kepala tempat
gangguan komunikasi tidur 30-45° dengan posisi
serebrovaskul ar, baik leher tidak menekuk/fleksi
penyakit neurologis, 10. Anjurkan pasien agar
trauma, tumor) tidak menekuk lutut/fleksi,
batuk, bersin, feses yang
keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu
normal
12. Pertahankan kepatenan
jalan napas, suction jika
perlu, berikan oksigen 100%
sebelum suction dan suction
tidak lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD,
PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2
>80 mmHg
14. Bantu pasien dalam
pemeriksaan diagnostic
15. Berikan obat sesuai
program dan monitor efek
samping
(1)Antikoagulan:hepari
n (2)Antihipertensi
(3)Antifibrolitik :
Amicar
(4)Steroid,
dexametason
(5)Fenitoin,
8. fenobarbital (6)Pelunak
feses
Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Nafas Definisi : inspirasi tindakan keperawatan a. Posisikan pasien untuk
atau ekspirasi yang tidak diharapkan pola nafas memaksimalkan
memberi ventilasi pasien menjadi efektif ventilasi
adekuat dengan kriteria hasil: c. Identifikasi kebutuhan
Batasan karaketristik 1. Status pernafasan aktual/potensial pasien
: a. Frekuensi pernafasan untuk memasukkan alat
1. Dispnea normal(16-25x/menit) membuka jalan
2. Pola nafas b. Irama pernafasan nafasInstruksikan
abnormal (irama, teratur bagaimana agar bias
frekuensi, c. Suara auskultasi melakukan batuk
kedalaman) nafas normal efektif
d. Kepatenan jalan d. Auskultasi suara nafas
Faktor yang nafas e. Posisikan untuk
berhubungan : e. Retraksi dinding meringankan sesak
1. Disfungsi dada tidak ada nafas
Neuromuskular
Gangguan neurologis 2. Tingkat kelelahan Terapi oksigen
(misal: elektroensefalog berkurang dengan a. Siapkan peralatan
ram [EEG] kriteria hasil : oksigen dan berikan
positif, trauma a. Kelelahan tidak melalui system
kepala, gangguan kejang) ada humidifier
b. Nyeri otot tidak b. Berikan oksigen
ada tambahan seperti yang
c. Kualitas istirahat diperintahkan
cukup c. Monitor aliran oksigen
Kualitas tidur cukup d. Monitor efektifitas
terapi oksigen
e. Amati tanda-tanda
hipoventialsi induksi
oksigen
b. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan
atau tidur
Monitor tanda-tanda
vital
a. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernafasan dengan
tepat
b. Monitor tekanan darah
saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri
sebelum dan setelah
perubahan posisi
c. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia
d. Monitor keberadaan
nadi dan kualitas nadi
f. Monitor irama dan
tekanan jantung
Monitor suara paru-
paru
g. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
perubahan tanda-
tanda vital
Hambatan Setelah dilakukan
mobilitas fisik tindakan keperawatan 1. Kaji kemampuan
diharapkan mobilitas motorik
Definisi : fisik tidak terganggu 2. Ajarkan pasien untuk
keterbatasan dalam kriteria hasil : melakukan ROM
gerakan fisik atau 1. Peningkatan aktifitas minimal 4x perhari bila
satu atau lebih fisik mungkin
ekstremitas secara 2. Tidak ada kontraktur 3. Bila pasien di tempat
mandiri dan terarah otot tidur, lakukan tindakan
3. Tidak ada ankilosis untuk meluruskan
Batasan pada sendi postur tubuh
karakteristik : 4. Tidak terjadi a. Gunakan papan kaki
1. Penurunan penyusutan otot b. Ubah posisi sendi
kemampuan bahu tiap 2-4 jam
melakukan c. Sanggah tangan dan
keterampilan pergelangan pada
motorik halus kelurusan alamiah
2. Penurunan 4. Observasi daerah yang
kemampuan tertekan, termasuk
melakukan warna, edema atau
keterampilan tanda lain gangguan
motorik kasar sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama
Faktor yang pada daerah tertekan,
berhubungan : beri bantalan lunak
1. Gangguan 6. Lakukan massage pada
neuromuskula r daerah tertekan
2. Gangguan 7. Konsultasikan dengan
sensoriporsept ahli fisioterapi
ual 8. Kolaborasi stimulasi
elektrik
9. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat
tidur anti dekubitus
Sumber: Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).
Singapore: Elsevier Global Rights.

Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC).Singapore: Elsevier Global
Rights.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017, edisi
10. Jakarta: EGC.
b. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencan


asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan

b. Diagnosis keperawatan

c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan

d. Tanda tangan perawat pelaksana

c. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang


didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada
individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen
yaitu:
• Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan

• Diagnosis keperawatan

• Evaluasi keperawatan
B. STROKE NON HEMORAGIK
1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai
daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi klinis stroke dapat
berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu mata, afasia atau
gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus
stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan aliran
darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan
oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya
terjadi kematian neuron. Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi
penggumpalan, yaitu:

a. Stroke Non Hemoragik Embolik


Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di tempat
lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat
terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut
atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium,

infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada

jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul

disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.

b. Stroke Non Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi

menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan

70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil

(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil

terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan

merupakan indikator penyakit atherosklerosis.

2. Etiologi
Penyebab stroke menurut [ CITATION Ari10 \l 1033 ]:
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka [ CITATION Hut15 \l 1033 ]. Aterosklerosis
adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2)  Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
2. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis (radang pada arteri)
4. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli:
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
b. Myokard infark
c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
5. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: 
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
6. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
3. Patofisiologi
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan otak
sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.Aliran darah dalam
kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100 gram otak/menit. Berat otak
normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-1400 gram (+ 2% dari berat badan orang
dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah
+ 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap
menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen +
3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100
gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke
jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. Glukosa
merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya akan menghasilkan
karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90% glukosa mengalami
metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah menjadi asam
piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh
metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain trifosfat (ATP)/mol
glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.
Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan untuk
keperluan Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport
dan pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar sel
serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler,
sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan
akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui aktivasi
reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan melalui sifat
farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-5-metil-4-isosaksol-
propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi
reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi neumoral dan
depolarisasi. Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan
reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu :
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik

4. Tanda dan gejala


Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk
kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental

5. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medik pada klien dengan stroke meliputi:
1. Non pembedahan
a) Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada
klien dengan riwayat ulkus, eremia dan kegagalan hepar. Sodium heparin
diberikan secara subkutan atau melalui IV drip.
b) Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang.
c) Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu
menghancurkan trombotik dan embolik.
d) Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk menstabilkan
bekuan diatas anuarisma yang ruptur.
e) Calcium channel blocker (Nimodipine) dapat diberika untuk mengatasi
vasospasme pembuluh darah.
2. Pembedahan
a) Karotid  endarteretomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis.
Superior temporal arteri-middle serebra arteri  anatomisis dengan melalui daerah
yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi.
[ CITATION Man07 \l 1033 ]

6. Pemeriksaan Diagnosis
a. Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya pertahanan
atau sumbatan arteri.
b. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan
tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar
protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
d. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
e. Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis [aliran darah
atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
f. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral;
klasifikasi parsial  dinding aneurisma ada perdarahan subarakhnoid.
h. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan cara memeriksakan darah rutin, gula
darah, urine rutin, cairan serebrospinal, analisa gas darah (AGD), biokimia darah,
dan elektrolit. [ CITATION Bat08 \l 1033 ]
2. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.

Pengumpulan data:
1. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan
hipertensi arterial.
3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia,
lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing,
ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.[ CITATION San07 \l 1033
]

3. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
4. Managemen keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)  Implementasi


Keperawatan Keperawatan

1. Ketidak efektifan Setelah dilakukan NIC : 1. Memantau


Perfusi jaringan tindakan keperawatan Intrakranial adanya tanda-tanda
serebral  b.d selama 3 x 24 jam, Pressure (ICP) penurunan perfusi
aliran darah ke diharapkan suplai Monitoring serebral :GCS,
otak terhambat. aliran darah keotak (Monitor tekanan memori, bahasa
lancar dengan kriteria intrakranial) respon    pupil.
hasil: - Berikan 2. Mengobservasi
NOC : informasi kepada tanda-tanda vital
Circulation status keluarga (tiap jam sesuai
Tissue Prefusion : - Monitor tekanan kondisi pasien)
cerebral perfusi serebral 3. Memantau
Kriteria Hasil : - Catat respon intake-output
1. mendemonstrasikan pasien terhadap cairan, balance tiap
status sirkulasi yang stimuli 24 jam
ditandai dengan : - Monitor tekanan 4.
-Tekanan systole intrakranial Mempertahankan
dandiastole dalam pasien dan respon posisi tirah baring
rentang yang neurology pada posisi
diharapkan terhadap aktivitas anatomis atau
 -Tidak ada - Monitor jumlah posisi kepala
ortostatikhipertensi drainage cairan tempat tidur 15-30
-Tidk ada tanda tanda serebrospinal derajat
peningkatan tekanan - Monitor intake 5. Menghindari
intrakranial (tidak dan output cairan valsava maneuver
lebih dari 15 mmHg) - Restrain pasien seperti batuk,
2.      mendemonstrasi jika perlu mengejang dan
kan kemampuan - Monitor suhu sebagainya.
kognitif yang ditandai dan angka WBC 6.
dengan: - Kolaborasi Mempertahankan
-  berkomunikasi pemberian ligkungan yang
dengan jelas dan antibiotik nyaman
sesuai dengan - Posisikan pasien 7. Menghindari
kemampuan pada posisi fleksi leher untuk
-  menunjukkan semifowler mengurangi resiko
perhatian, konsentrasi - Minimalkan jugular
dan orientasi stimuli dari
-  memproses lingkungan
informasi Terapi oksigen
- membuat keputusan 1.    Bersihkan
dengan benar jalan nafas dari
3.      menunjukkan sekret
fungsi sensori motori 2.    Pertahankan
cranial yang utuh : jalan nafas tetap
tingkat kesadaran efektif
mambaik, tidak ada 3.    Berikan
gerakan gerakan oksigen sesuai
involunter intruksi
4.    Monitor
aliran oksigen,
kanul oksigen dan
sistem humidifier
5.    Beri
penjelasan kepada
klien tentang
pentingnya
pemberian
oksigen
6.    Observasi
tanda-tanda hipo-
ventilasi
7.    Monitor
respon klien
terhadap
pemberian
oksigen
8.    Anjurkan
klien untuk tetap
memakai oksigen
selama aktifitas
dan tidur

2 Kerusakan Setelah dilakukan 1.      Libatkan 1. Mengevaluasi


komunikasi tindakan keperawatan keluarga untuk sifat dan beratnya
verbal b.d selama  3 x 24 jam, membantu afasia pasien, jika
penurunan diharapkan klien memahami / berat hindari
sirkulasi ke otak mampu untuk memahamkan memberi isyarat
berkomunikasi lagi informasi dari / ke non verbal
dengan kriteria hasil: klien 2. Melakukan
- dapat menjawab 2.      Dengarkan komunikasi dengan
pertanyaan yang setiap ucapan wajar, bahasa jelas,
diajukan perawat klien dengan sederhana dan bila
- dapat mengerti dan penuh perhatian perlu diulang
memahami pesan- 3.      Gunakan 3. Mendengarkan
pesan melalui gambar kata-kata dengan tekun jika
- dapat sederhana dan pasien mulai
mengekspresikan pendek dalam berbicara
perasaannya secara komunikasi 4. Berdiri di dalam
verbal maupun dengan klien lapang pandang
nonverbal 4.      Dorong pasien pada saat
klien untuk bicara 
mengulang kata- 5. Melatih otot
kata bicara secara
5.      Berikan optimal
arahan / perintah 6. Melibatkan
yang sederhana keluarga dalam
setiap interaksi melatih komunikasi
dengan klien verbal pada pasien
6.      Programkan
speech-language 7. Mengkolaborasi
teraphy dengan ahli terapi
7.      Lakukan wicara
speech-language
teraphy setiap
interaksi dengan
klien

3 Kerusakan           joint Movement : NIC : Memantau tingkat


mobilitas fisik b.d Active Exercise therapy : kemampuan
kerusakan            Mobility Level ambulation mobilisasi klien
neurovaskuler           Self care : ADLs           Monitoring 2. Memantau
          Transfer vital sign kekuatan otot
performance sebelm/sesudah 3. Merubah posisi
Kriteria Hasil : latihan dan lihat tiap 2 jan
          Klien meningkat respon pasien saat 4. Memasang
dalam aktivitas fisik latihan trochanter roll pada
          Mengerti tujuan          Konsultasikan daerah yang lemah
dari peningkatan dengan terapi 5. Melakukan
mobilitas fisik tentang ROM pasif atau
          Memverbalisasika rencana ambulasi aktif sesuai
n perasaan dalam sesuai dengan kemampuan dan
meningkatkan kebutuhan jika TTV stabil
kekuatan dan           Bantu klien 6. Melibatkan
kemampuan untuk keluarga dalam
berpindah menggunakan memobilisasi klien
          Memperagakan tongkat saat 7. Mengkolaborasi:
penggunaan alat berjalan dan fisioterapi
Bantu untuk cegah terhadap 8. Melatih pasien
mobilisasi (walker) cedera dalam pemenuhan
          Ajarkan pasien kebutuhan ADLs
atau tenaga secara mandiri
kesehatan lain sesuai kemapuan
tentang teknik
ambulasi
          Kaji
kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
          Latih pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan
          Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
ps.
          Berikan alat
Bantu jika klien
memerlukan.
1.        Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan

4 Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Mengauskultasi


efektif tindakan perawatan NIC : bunyi nafas
berhubungan selama 3 x 24 jam, Airway 2. Mengukur tanda-
dengan penurunan diharapkan pola nafas Management tanda vital
kesadaran pasien efektif dengan ·         Buka jalan 3. Memberikan
kriteria hasil : nafas, guanakan posisi semi fowler
- Menujukkan jalan teknik chin lift sesuai dengan
nafas paten ( tidak atau jaw thrust kebutuhan (tidak
merasa tercekik, irama bila perlu bertentangan dgn
nafas normal, ·         Posisikan masalah
frekuensi nafas pasien untuk keperawatan lain)
normal,tidak ada suara memaksimalkan 4. Melakukan
nafas tambahan ventilasi penghisapan lendir
- NOC : ·         Identifikasi dan pasang OPA
v  Respiratory status : pasien perlunya jika kesadaran
Ventilation pemasangan alat menurun
v  Respiratory status : jalan nafas buatan 5. Melakukan
Airway patency ·         Pasang fisioterapi dada dan
v  Vital sign Status mayo bila perlu latihan nafas dalam
Kriteria Hasil : ·         Lakukan 6. melakukan
-Mendemonstrasikan fisioterapi dada suction pada mayo
batuk efektif dan jika perlu 7. Mengatur intake
suara nafas yang ·         Keluarkan cairan untuk
bersih, tidak ada sekret dengan meoptimalkan
sianosis dan dyspneu batuk atau suction keseimbangan
(mampu ·         Auskultasi 8. Memantau
mengeluarkan sputum, suara nafas, catat respirasi dan status
mampu bernafas adanya suara O2
dengan mudah, tidak tambahan 9. Memberikan
ada pursed lips) ·         Lakukan bronkodilator bila
-Menunjukkan jalan suction pada diperlulan
nafas yang paten mayo 10. Memberikan
(klien tidak merasa ·         Berikan pelembab udara
tercekik, irama nafas, bronkodilator bila kassa basah NaCl
frekuensi pernafasan perlu lembab
dalam rentang normal, ·         Berikan
tidak ada suara nafas pelembab udara
abnormal) Kassa basah NaCl
Tanda Tanda vital Lembab
dalam rentang normal ·         Atur intake
(tekanan darah, nadi, untuk cairan
pernafasan mengoptimalkan
keseimbangan.
·         Monitor
respirasi dan
status O2
Oxygen Therapy
          Bersihkan
mulut, hidung dan
secret trakea
          Pertahankan
jalan nafas yang
paten
          Atur peralatan
oksigenasi
          Monitor aliran
oksigen
          Pertahankan
posisi pasien
           Onservasi
adanya tanda
tanda
hipoventilasi
          Monitor
adanya
kecemasan pasien
terhadap
oksigenasi

PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Stroke masih
merupakan masalah medis yang menjadi masalah kesakitan dan kematian nomor 2 di
Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami
kelemahan yang memerlukan perawatan. Pengkajian yang sangat diperhatikan dalam
asuhan keperawatan stroke ini adalah pemeriksaan fisik 12 saraf kranial. Diagnosa
yang dapat diangkat pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke ini adalah
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuatnya sirkulasi
darah serebral, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
Defisit pengetahuan: keluarga berhubungan dengan keterbatasan kognitif, Kerusakan
komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan neuromuskular, Perubahan persepsi
sensori berhubungan dengan trauma neurologis, Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan psikososial dan Resiko tinggi terhadap menelan behubungan
dengan kerusakan neuromuskular.
B. Saran
Agar pengetahuan tentang “Askep pada Klien Stroke” dapat di pahami dan
dimengerti oleh para pembaca sebaiknya makalah ini di pelajari dengan baik karena
dengan mengetahui “Askep pada Klien Stroke” dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam ilmu medis. Karena dengan bertambah nya pengetahuan dan
wawasan tersebut maka kita akan temotivasi lagi untuk belajar menjadi orang yang
lebih baik dalam hal ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2010). Pengkajian Keperawatan Pada Praktik Klinik. . Jakarta: Salemba Medika.

Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Hutapea, R. (2015). Kalimantan Barat, Penderita Stroke Tertinggi. Depok: tersedia dalam
www.sinarharapan.co/news/read/150513024/kalimantan-barat-penderita-stroke-tertinggi%20o
(diunggah pada tanggal 13 Mei 2015 pukul 14:15 WIB, diakses pada tanggal 23 September 2018.

Mansjoer, A. d. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. . Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Organization, W. H. (2015). STEPwise approach to stroke surveillance. Geneva: tersedia dalam


www.who.int/chp/steps/stroke/en/ (diakses pada tanggal 23 September 2018, pukul 19.31 WIB).

Santosa, B. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika.

Smeltzer, d. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai