Muhammadiyah Pontianak
Program Studi Ners
Keperawatan Kritis
(CDN 4673 NR)
0
Visi dan Misi
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak
Visi
Menjadi Pusat Keunggulan Keperawatan di Bidang
Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Berlandaskan
Al Islam dan Kemuhammadiyahan, Berdaya Saing
Nasional
dan Internasional Pada Tahun 2030
Misi
1. Mengembangkan Program Unggulan Pendidikan
Keperawatan yang Kreatif dan Inovatif
2. Meningkatkan dan Mengembangkan Sumber
Daya Manusia, Sarana dan Prasarana Pendukung
Tri Dharma Perguruan Tinggi
3. Menggiatkan Penelitian yang Dapat Digunakan
untuk meningkatkan Mutu Pelayanan
Keperawatan Kepada Masyarakat
4. Menyelenggarakan Pengabdian Masyarakat
Melalui Pelayanan Pendidikan (Pelatihan) dan
Pelayanan Keperawatan yang Islami dan
Profesional
5. Menjalin Kerjasama Berskala Nasional dan
Internasional dalam Mendukung Pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi yang Berkualitas
6. Mengembangkan Profesi Keperawatan yang
Berlandaskan Al Islam Kemuhammadiyahan
1
Visi
Merupakan Pusat Pendidikan Tenaga Keperawatan
Professional, Islami dan Kompetitif yang
Bercirikan Keahlian Pengelolaan Trauma Akut dan
Kronik pada Tahun 2030
Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan berfokus
pada mahasiswa dalam rangka
menghasilkan lulusan yang berakhlakul
karimah, memiliki kekokohan intelektual,
berfikir kritis dan caring terutama pada
bidang pengelolaan trauma kaut dan kronik
2. Menyelenggarakan penelitian yang
berkualitas terutama pada bidang
pengelolaan trauma akut dan kronik
3. Menyelenggarakan pengabdian yang
berkualitas kepada masyarakat terutama
pada bidang pengelolaan trauma akut dan
kronik dengan melibatkan peran serta
masyarakat
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr,Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang karena berkat rahmat dan kasihNya sehingga kami dapat
menyelesaikan buku panduan kerja mahasiswa (BPKM) Keperawatan Kritis ini.
2
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Program Studi ners, menyusun
suatu metode yang efektif dan efisien yang diselenggarakan secara berintegrasi
dengan mengutamakan pembelajaran aktif melalui Buku Panduan Kerja Mahasiswa
(BPKM). Buku Panduan Kerja Mahasiswa Keperawatan Kritis ini berisikan
pendahuluan, kompetensi utama , sasaran pembelajaran, lingkup bahasan dan
referensi yang akan digunakan oleh mahasiswa, BPKM ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam mempelajari Keperawatan Kritis melalui sistem
terintegrasi.
Penulis menyadari BPKM ini tidak luput dari kesalahan. Kritik dan saran penulis
butuhkan untuk perbaikan dan kemajuan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila pembaca menemukan kekurangan
dalam BPKM keperawatan bencana ini. Semoga BPKM ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan khususnya mahasiswa keperawatan. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.Amin
Penyusun
Informasi umum
Mata ajar keperawatan Kritis ini diberikan pada semester II Non Reguler,,
merupakan salah satu kurikulum di program Ners. Mata kuliah ini terdiri dari 3 SKS
3
(2 SKS Teori dan 1 SKS Praktikum). Mata kuliah ini membahas tentang Mata kuliah
ini membahas tentang konsep dan perencanaan asuhan keperawatan yang etis, legal
dan peka budaya pada klien yang mengalami kritis dan mengancam kehidupan.
Perencanaan asuhan keperawatan dikembangkan sedemikian rupa sehingga
diharapkan mampu mencegah atau mengurangi kematian atau kecacatan yang
mungkin terjadi.
Proses belajar mengajar menggunakan metoda pembelajaran student center
learning (SCL) yang terdiri dari dari ,SGD,presentasi, Contextual Instruction, dan
diselingi dengan lecture serta skill lab untuk mengasah kemampuan mahasiswa di
laboratorium. Oleh karena itu diperlukan keaktifan seluruh mahasiswa agar
pencapaian kompetensi yang diharapkan optimal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka proses pembelajaran diarahkan agar
mahasiswa memperoleh pengetahuan sesuai fokus mata ajaran. Pada bagian akhir
mata ajaran, diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasian keperawatan kritis
Kompetensi
Capaian Pembelajaran 1. Mampu menerapkan filosofi, konsep holistic dan
Bila diberi data/kasus/artikel mahasiswa proses keperawatan kritis
mampu: 2. Mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan
1. Menerapkan filosofi, konsep holistic dan proses dengan kasus kritis terkait gangguanberbagai sistem
keperawatan kritis
pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan
2. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus
kritis terkait gangguanberbagai sistem pada individu etis
dengan memperhatikan aspek legal dan etis 3. Mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan
3. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus dengan kasus kritis terkait gangguan berbagai sistem
kritis terkait gangguan berbagai sistem pada individu pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan
dengan memperhatikan aspek legal dan etis. etis.
4. Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam asuhan 4. Mampu mengintegrasikan hasil-hasil penelitian
keperawatan dalam mengatasi masalah yang kedalam asuhan keperawatan dalam mengatasi
berhubungan dengan kasus kritis terkait berbagai sistem masalah yang berhubungan dengan kasus kritis terkait
5. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan
pada individu dengan kasus kritis terkait berbagai sistem
berbagai sistem
dengan memperhatikan aspek legal dan etis 5. Mampu melakukan simulasi pengelolaan asuhan
6. Mampu melaksanakan fungsi advokasi dan komunikasi keperawatan pada individu dengan kasus kritis terkait
pada kasus kritis terkait berbagai sistem berbagai sistem dengan memperhatikan aspek legal
7. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan dan etis
pada kasus kritis sesuai dengan standar yang berlaku 6. Mampu melaksanakan fungsi advokasi dan
dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga komunikasi pada kasus kritis terkait berbagai sistem
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif 7. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan
pada kasus kritis sesuai dengan standar yang berlaku
dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga
Kutipan Ayat Al-Qur’an / Hadist
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin
dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”
an-Nur : 22
Teori Praktikum
5
Interpretasi Nilai
NILAI <40 40-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-100
HURUF E D C- C C+ B- B B+ A- A
Referensi :
1. AACN, Alspach, J. G. (2006). AACN Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th Ed. Saunders:
Elsevier Inc.
2. Bench, S & Brown, K. (2011). Critical Care Nursing: Learning from Practice. Iowa: Blackwell
Publishing
3. Burns, S. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing, Third Edition (Chulay, AACN Essentials
of Critical Care Nursing). Mc Graw Hill
4. Comer. S. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. 2nd ed. Clifton Park: Thomson Delmar
Learning
5. Elliott, D., Aitken, L. & Chaboyer, C. (2012). ACCCN’s Critical Care Nursing, 2nd ed. Mosby: Elsevier
Australia
6. Porte, W. (2008). Critical Care Nursing Handbook. Sudburry: Jones and Bartlett Publishers
7. Schumacher, L. & Chernecky, C. C. (2009).Saunders Nursing Survival Guide: Critical Care &
Emergency Nursing, 2e. Saunders: Elsevier Inc.
8. Urden, L.D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. (2014). Critical care Nursing: diagnosis and Management.
7th ed. Mosby: Elsevier Inc.
Jadwal Perkuliahan
Keperawatan Kritis
Prodi Ners / Reguler KHUSUS / II / CDN 4673 NR / Genap 2020
Koordinator : Ns. Ridha M.Kep
6
Team: Lince Amalia, M.Kep ; Jaka Pradika, M.Kep
Perte
Hari / Jumlah
muan Waktu Topik Pembelajaran Metode Dosen
Tanggal Jam
Ke -
Senin 15 a. Penjelasan Silabus dan Klasikal Ridha M, M.Kep
Juni 2020 kontrak Perkuliahan
b. Konsep keperawatan
13.00 – kritis
1 3 c. Peran dan fungsi perawat
17.00 WIB
kritis
d. Efek kondisi kritis
terhadap pasien dan
keluarga
Selasa, 16 13.00 – 3 a. Pencegahan primer, Klasikal Lince Amalia,
Juni 2020 17.00 WIB sekunder, dan tersier M.Kep
pada masalah / kasus
kritis berbagai sistem
b. Peran dan fungsi perawat
7
Senin, 13 13.00 – a. Asuhan keperawatan kritis SGD 2 Jaka P, M, Kep
Juli 2020 17.00 WIB : Sistem Endokrin
(Kegawatan Diabetik)
b. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
7
masalah pada kasus kritis
berbagai system
8
Peraturan Mata Kuliah
1. Mahasiswa yang dapat mengikuti mata kuliah ini ialah mahasiswa
S1 Keperawatan Reguler B Kelas Khusus semester II yang telah
registrasi mata kuliah Keperawatan Kritis.
2. Kehadiran mahasiswa dikelas untuk mengikuti mata kuliah ini
adalah sekurang-kurangnya 10 menit dari jadwal yang telah
tetapkan.
3. Kehadiran mahasiswa harus mencapai 80% untuk dapat mengikuti
ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS)
4. Setiap awal sesi dikelas akan di buka dengan tilawah Qur’an dan
mentadabur artinya dengan waktu 10 – 15 menit.
5. Mahasiswa tidak diperkenankan menggunakan kaos oblong, sandal
serta berambut gondrong bagi laki-laki dan berjilbab bagi
perempuan.
6. Berkemauan keras menjalani proses pendidikan keperawatan
dengan tekun dan bersemangat dengan menganut nilai-nilai
kepantasan yang berlaku di dunia pendidikan pada umumnya dan
Program S1 Ners Keperawatan di STIK Muhammadiyah
khususnya.
7. Mampu bekerja sendiri maupun kelompok dengan tetap
menerapkan prinsip-prinsip berkomunikasi berdasarkan empati,
baik dengan sesama mahasiswa, fasilitator, narasumber dan semua
9
A. PENDAHULUAN
Sistem pemberian asuhan keperawatan kritis terus berkembang. Sejak unit
perawatan kritis (critical care unit, CCU) dibuka pertama pada tahun 1960-an,
diiukuti dengan kemajuan tekhnologi dan pengetahuan dalam bidang asuhan
keperawata kritis. Keperawatan kritis merupakan suatu yang kompleks. Hal ini
karena perawat harus dapat memadukan tekhnologi yang canggih dengan
tantangan psikososial dan konflik etik yang terkait dengan sakit kritis serta
mengatasi keluhan fisik dan mengatasi kekhawatiran anggota keluarga dalam
kehidupan pasien. Kondisi sakit kritis, tidak hanya menyebabkan perubahan
fisiologis, tetapi juga psikososial, perkembangan dan spiritual.
Asuhan keperawatan kritis memnutuhkan kemmapuan untuk menyesuaikan
situasi kritis dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutuhkan pada
situasi keperawatan lainnya. Diperlukan keahlian penyatuan informasi membuat
keputusan, dan membuat prioritas.
Perawat ditantang untuk meningkatkan kompetensi klinis dengan tetap
memperhatikan kebutuhan “humanisasi”. Hal ini dapat diterapkan dengan
memberikan intervensi efektif berbasis bukti. Praktik berbasis bukti (evidence
based practice, EBP) adalah penggunaan bukti-bukti klinis terbaik dari penelitian
sistemik dalam mengambil keputusan tentang perawatan pasien. Ini adalah proses
yang digunakan oleh perawat untuk mengintegrasikan bukti ilmiah yang terbaik
saat mengambil keputusan perawatan kesehatan.
Langkah-langkah praktik asuhan keperawatan berbasis bukti:
1. Identifikasi kebutuhan terhadap perubahan praktik dengan memeriksa hasil
pasien yang kurang menguntungkan, penyebab ketidakpuasan
pasien/keluarga/staf.
2. Susun pertanyaan klinis dan cari literatur untuk mencari bukti berkenaan
dengan topik tersebut.
3. Ketika data da bukti penelitian terkini terkumpul, evaluasi bukti tersebut
untuk melihat manfaat, kualitas, dan daa terap ilmiahnya.
4. Lakukan sintesis untuk memnetukan kekuatan bukti guna mendukung
perubahan parktek
5. Lakukan perbandingan antara anjuran praktek saat ini dan penelitian saat ini.
10
6. Apabila terdapat bukti yang cukup untuk mengajukan suatu perubahan
praktik, dan perubahan praktik itu sifatnya praktis terkait dengan biaya,
keterampilan sataf dan sumber yang dibutuhkan, penerapan bukti tersebut
dalam praktik dapat dilakukan
7. Lanjutkan evaluasi bukti melalui tinjauan yang berkelanjutan dan sistemik
1. Identifikasi kasus dilema etik dalam praktek keperawatan kritis ! (lampirkan artikel
berita yang mendukung)
2. Apa prinsip bioetika yang tepat untuk diterapkan? Berikan analisa yang tepat !
11
C. ISU LEGAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
Tujuan pembelajaran yang dicapai:
1. Menjelaskan area utama hukum yang memepengaruhi praktik asuhan
keperawatan kritis
2. Kelalaian keperawatan dalam perawatan kritis
3. Mendefinsikan 4 unsur malpraktek
4. Liablitas pengganti
5. Menguaraikan tuntutan yang biasa dihadapi perawat
Tugas
1. Identifikasi kasus berdasarkan jurnal maupun artikel terkait beberapa kasus di bawah
ini ! jelaskan berdasarkan aspek legal dan etis !
a. Gagal memeberikan perawatan ssemestinya
b. Pemberian obat yang tidak tepat
c. Pidana dalam perawatan kritis
d. Peralatan medis dan cedera pada pasien
e. Keputusan berkenaan dengan pencabutan ventilator
f. Donasi organ
12
KASUS
berat badan 60 kg, dengan keluhan sesak dan muntah. Tekanan darah 160/100
mmHg, frekwensi nafas 28 kali/menit. Edema kedua kaki, didapatkan rales pada
kedua basal paru. Pemeriksaan darah : kadar hemoglobin 7,3 g/dl,MCV dan
Soal Pemicu
Pertanyaan :
b. Seorang pria berusia 63 tahun dirawat di ruang syaraf dikareakan terjatoh saat di
kanan gelisah, Mual muntah, terpasang, hasil Ct scan terjadi perdarahan pada
13
30x/menit, frekuensi nadi 138x/menit, suhu 380 C. Pemeriksaan darah didapatkan
HB 7.6 g/dl,
Soal Pemicu
gelisah?
diatas?
tersebut?
didapatkan Klien mengeluh nyeri pada daerah dorsal. Terdapat luka dengan luas 4
x 8 cm. terdapat slough, nekrotik dan edema pada sekitar luka. Tidak ada tanda-
tanda epitelisasi pada daerah luka. Hasil lab menunjukkan GDS 376 g/dl, Hb 7.6
soal pemicu
14
2. Buatlah pathway klinik berdasarkan kasus diatas?
15
CONTOH
ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN KRITIS
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PRESSUREULCER DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
16
diperkirakan bahwa biaya kesehatan total terkait perawatan adalah $ 11
miliar. Di antara semua pasien rawat inap, tingkat prevalensi pressure ulcer
yang tertinggi terdapat pada pasien di unit perawatan intensif (ICU), dari
14% menjadi 42%. [3-5]
Pada tahun 2006, the Centers for Medicare and Medicaid
Services[6]menyatakan bahwa rumah sakit yang terdapat pressureulcer
stadium III atau IV merupakan tahap yang merugikan pasien, atau "kejadian
yang tidak mungkin terjadi," yang secara wajar dapat dicegah dengan
menerapkan pedoman pencegahan berbasis bukti.
Langkah pertama dalam mencegah pressure ulcer adalah menentukan apa
yang merupakan risiko yang tepat. Banyak faktor resiko telah diidentifikasi
secara empiris, namun belum diketahui faktor-faktor risiko apa yang paling
berpengaruh.
Di Amerika Serikat, Skala Braden [14] merupakanalat penilaian risiko yang
paling banyak digunakan dalam pengaturan perawatan, termasuk ICU, dan
pedoman praktek klinis saat ini [15-17] merekomendasikan
penggunaannya. Skala Braden, berasal dari kerangka konseptual Braden
dan Bergstrom, [18] 6 sub-skala yang digunakan untuk mengukur risiko
pressure ulcer: persepsi sensorik, aktivitas, mobilitas, nutrisi, kelembaban,
dan gesekan / geser. Potensi skor berkisar 6-23, skor yang lebih rendah
menunjukkan risiko yang lebih besar. Skor dari 15 sampai 18 menunjukkan
risiko atau risiko ringan, 13 sampai 14, risiko moderat; 10 sampai 12, risiko
tinggi;. Dan skor dari 9 atau kurang, resiko yang sangat tinggi [19]
Stratifikasi risiko pressureulcer dapat berguna secara klinis untuk
menentukan dan melaksanakan sesuai tingkat pencegahan. [20]
Faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam Skala Braden tetapi juga
dapat meningkatkan tingkat pasien dari risiko pressureulcer. Bukti empiris
menunjukkan bahwa faktor-faktor berikut dapat menjadi prediksi pressure
ulcer pada pasien perawatan kritis: usia lanjut; [1,4,21,25,26] tekanan
arteriol rendah; [27-29] lama tinggal di ICU; [1,21, 26,30] keparahan
penyakit seperti yang ditunjukkan oleh nilai pada Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation (APACHE) II; [1,31] kondisi komorbiditas,
termasuk diabetes mellitus, sepsis, dan penyakit pembuluh darah;
[21,25,27] dan faktor iatrogenik, seperti penggunaan agen vasopressor
[1,25,27]. Meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa banyak faktor ini
berhubungan secara signifikan dengan perkembangan pressure ulcer pada
pasien ICU, temuan itu tidak konsisten di semua studi di mana hubungan
ini diuji.
17
pada peningkatan angka kejadian pressureulcer pada pasien kritis dewasa.
Faktor-faktor risiko yang diteliti adalah: total skor Braden, mobilitas,
aktivitas, persepsi sensorik, kelembaban, nutrisi, gesekan / geser, lama
tinggal diICU, usia, tekanan arteriol, administrasi vasopresor, skor pada
APACHE II, dan kondisi komorbiditas.
18
9. Pengolahan SPSS, versi 16.0 for Windows, perangkat lunak (SPSS Inc, Chicago
data Illinois) digunakan untuk analisis data. Statistik deskriptif meliputi
distribusi frekuensi untuk variabel penelitian dan data demografis. Uji
korelasi Pearson product moment digunakan untuk analisis korelasional
dari variabel penelitian. Regresi logistik langsung digunakan untuk
menentukan factor apa yang paling berengaruh pada perkembangan
pressureulcer pada pasien ICU. Uji t dan uji χ2 digunakan untuk
membandingkan antara pasien dengan dan tanpa pressure ulcer.
19
11. Pembahasan Dalam contoh penelitian, Skala Braden dengan skor 18 tidak menyebabkan
berkembangnya pressure ulcer. Faktanya, 75% (n = 261) dari pasien
digolongkan sebagai berisiko untuk pressureulcer (Braden Skala skor = 18)
tetapi masih bebas dari pressureulcer.
Dari 6 sub-skala Braden, hanya mobilitas dan gesekan / geser yang menjadi
prediktor signifikan pressure ulcer. Mobilitas didefinisikan pada Skala
Braden sebagai kemampuan pasien untuk mengubah dan mengendalikan
gerakan tubuh. [18] Menggerakkan dan mereposisikan pasien adalah prinsip
dasar asuhan keperawatan dan dianjurkan dalam semua pedoman praktek
saat ini sebagai strategi untuk mencegah pressure ulcer. Beberapa bukti
[38] juga mendukung penggunaan kasur decubitus pada pasien ICU.
Penggunaan kasur decubitus dan reposisi pasienmerupakan 2 strategi
penting untuk mencegah luka dekubitus pada pasien perawatan kritis.
Dalam penelitian terbaru [39] di ICU trauma bedah, 41 pasien yang berisiko
tinggi untuk pressure ulcer menerima aplikasi dari busa silikon,
nonadherent foam ke daerah sakral untuk meminimalkan kekuatan gesekan,
geser, dan kelembaban. Aplikasi inisecara signifikan mengurangi terjadinya
pressure ulcerke nol. Penelitian sedang direplikasi untuk memvalidasi
temuan.
Pasien sakit kritis sepenuhnya tergantung pada petugas kesehatan reposisi
dan transfer. Para advokat prosedur penanganan pasien merekomendasikan
penggunaan lembaran meluncur dan perangkat pemindahan pasien untuk
mengurangi efek buruk dari gesekan / geser pada kulit dan sekaligus
melindungi staf dari cedera muskuloskeletal. [40] Faktor-faktor tambahan
seperti elevasi kepala berkepanjangan sakit kritis, intubasi pada pasienuntuk
mencegah ventilator-associated pneumonia.
20
Implikasi Keperawatan
Berikut ini adalah beberapa macam implikasi keperawatan dari analisis jurnal
diatas:
1. Tenaga kesehatan dalam hal ini perawat di ICU seyogyanya mampu untu
mengidentifikasi kejadian pressure ulcer menurut skala Braden dan factor
penyebab lainnya sehingga angka kejadian pressure ulcer dapat menurun yang
berefek pada menurunnya biaya kesehatan.
2. Pentingnya untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap stress ulcer seperti
penggunaan kasur decubitus, mobilisasi miring kanan kiri sesuai indikasi,
penggunaan lotion pelembab, dan tindakan pencegahan lainnya sesuai dengan
kapasitas kita sebagai perawat.
21
STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE (SOP)
PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR
Pengertian
Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain
untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.
Tujuan Pemasangan Ventilator
1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologis.
2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
Indikasi Pemasangan Ventilator
1. “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
2. “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
3. PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
4. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
Alat-alat yang disediakan
1. Ventilator
2. Spirometer
3. Air viva (ambu bag)
4. Oksigen sentral
5. Perlengkapan untuk mengisap sekresi
6. Kompresor Air
Setting Ventilator
1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = – pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
22
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
a. M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
b. M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO 2 dinaikan
sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
a. Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
b. PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15
mmHg.
4. Pengaturan Alarm :
a. Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
a. batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
b. “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
c. “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset
Pemantauan
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas
darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
23
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
a. letak tube
b. perkembangan paru-paru yang simetris
c. panjang tube
d. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
24
4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti
tiap 24 jam.
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai
letak dan panjang tube berubah.
6. Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
7. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
8. Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
9. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap
2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
dekubitus.
10. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
11. Teknik mengembangkan “cuff” :
a. kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
b. “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
Beberapa hal yang harus diperhatikan
A. Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan
pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling
water)terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C
pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama
dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C – 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan
luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya
obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari
360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara
dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
25
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan
kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada
ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.
B. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi
dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan
ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan
sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat
dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan
pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat
mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara
melakukan clapping,fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk
mengurangi pelengketan sekresi.
26
D. Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan
inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah
tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah
terjadinya nekrosis pada trakea.
E. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek
samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi
paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan
melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding
terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui
enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
F. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu
sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian
tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip
hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan
trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila
tekanan vena meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.
27