Anda di halaman 1dari 28

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

Muhammadiyah Pontianak
Program Studi Ners

Buku Panduan Kerja Mahasiswa


(Teori dan Praktikum)

Keperawatan Kritis
(CDN 4673 NR)

Koordinator : Ns. Ridha Mardiyani, M.Kep


Team 1 : Ns. Lince Amalia, M.Kep
2. Jaka Pradika, M.Kep

PROGRAM STUDI NERS NON REGULER KHUSUS


SEMESTER II

0
Visi dan Misi
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak

Visi
Menjadi Pusat Keunggulan Keperawatan di Bidang
Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Berlandaskan
Al Islam dan Kemuhammadiyahan, Berdaya Saing
Nasional
dan Internasional Pada Tahun 2030

Misi
1. Mengembangkan Program Unggulan Pendidikan
Keperawatan yang Kreatif dan Inovatif
2. Meningkatkan dan Mengembangkan Sumber
Daya Manusia, Sarana dan Prasarana Pendukung
Tri Dharma Perguruan Tinggi
3. Menggiatkan Penelitian yang Dapat Digunakan
untuk meningkatkan Mutu Pelayanan
Keperawatan Kepada Masyarakat
4. Menyelenggarakan Pengabdian Masyarakat
Melalui Pelayanan Pendidikan (Pelatihan) dan
Pelayanan Keperawatan yang Islami dan
Profesional
5. Menjalin Kerjasama Berskala Nasional dan
Internasional dalam Mendukung Pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi yang Berkualitas
6. Mengembangkan Profesi Keperawatan yang
Berlandaskan Al Islam Kemuhammadiyahan

Program Studi Ners

1
Visi
Merupakan Pusat Pendidikan Tenaga Keperawatan
Professional, Islami dan Kompetitif yang
Bercirikan Keahlian Pengelolaan Trauma Akut dan
Kronik pada Tahun 2030

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan berfokus
pada mahasiswa dalam rangka
menghasilkan lulusan yang berakhlakul
karimah, memiliki kekokohan intelektual,
berfikir kritis dan caring terutama pada
bidang pengelolaan trauma kaut dan kronik
2. Menyelenggarakan penelitian yang
berkualitas terutama pada bidang
pengelolaan trauma akut dan kronik
3. Menyelenggarakan pengabdian yang
berkualitas kepada masyarakat terutama
pada bidang pengelolaan trauma akut dan
kronik dengan melibatkan peran serta
masyarakat

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr,Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Pengasih dan Penyayang karena berkat rahmat dan kasihNya sehingga kami dapat
menyelesaikan buku panduan kerja mahasiswa (BPKM) Keperawatan Kritis ini.

2
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Program Studi ners, menyusun
suatu metode yang efektif dan efisien yang diselenggarakan secara berintegrasi
dengan mengutamakan pembelajaran aktif melalui Buku Panduan Kerja Mahasiswa
(BPKM). Buku Panduan Kerja Mahasiswa Keperawatan Kritis ini berisikan
pendahuluan, kompetensi utama , sasaran pembelajaran, lingkup bahasan dan
referensi yang akan digunakan oleh mahasiswa, BPKM ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam mempelajari Keperawatan Kritis melalui sistem
terintegrasi.
Penulis menyadari BPKM ini tidak luput dari kesalahan. Kritik dan saran penulis
butuhkan untuk perbaikan dan kemajuan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila pembaca menemukan kekurangan
dalam BPKM keperawatan bencana ini. Semoga BPKM ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan khususnya mahasiswa keperawatan. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.Amin

Pontianak, Januari 2020

Penyusun

Informasi umum

Mata ajar keperawatan Kritis ini diberikan pada semester II Non Reguler,,
merupakan salah satu kurikulum di program Ners. Mata kuliah ini terdiri dari 3 SKS

3
(2 SKS Teori dan 1 SKS Praktikum). Mata kuliah ini membahas tentang Mata kuliah
ini membahas tentang konsep dan perencanaan asuhan keperawatan yang etis, legal
dan peka budaya pada klien yang mengalami kritis dan mengancam kehidupan.
Perencanaan asuhan keperawatan dikembangkan sedemikian rupa sehingga
diharapkan mampu mencegah atau mengurangi kematian atau kecacatan yang
mungkin terjadi.
Proses belajar mengajar menggunakan metoda pembelajaran student center
learning (SCL) yang terdiri dari dari ,SGD,presentasi, Contextual Instruction, dan
diselingi dengan lecture serta skill lab untuk mengasah kemampuan mahasiswa di
laboratorium. Oleh karena itu diperlukan keaktifan seluruh mahasiswa agar
pencapaian kompetensi yang diharapkan optimal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka proses pembelajaran diarahkan agar
mahasiswa memperoleh pengetahuan sesuai fokus mata ajaran. Pada bagian akhir
mata ajaran, diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasian keperawatan kritis

Prodi Ners / Kelas Reguler B / Semester II / 2020


BPKM (Buku Panduan Kerja Mahasiswa)
Kode Mata Kuliah
CDN 4673 NR
Keperawatan Kritis
Jumlah SKS 4
3 SKS (2 Teori, 1 Praktikum)
KOORDINATOR
Ridha M, M.Kep
Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah ini membahas tentang konsep dan perencanaan asuhan
Team pengajar
keperawatan yang etis, legal dan peka budaya pada klien yang mengalami
Ns. Lince Amalia, M.Kep kritis dan mengancam kehidupan. Perencnaan asuhan keperawatan
Jaka Pradika, M.Kep dikembangkan sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu mencegah atau
mengurangi kematian atau kecacatan yng mungkin terjadi.

Kompetensi
Capaian Pembelajaran 1. Mampu menerapkan filosofi, konsep holistic dan
Bila diberi data/kasus/artikel mahasiswa proses keperawatan kritis
mampu: 2. Mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan
1. Menerapkan filosofi, konsep holistic dan proses dengan kasus kritis terkait gangguanberbagai sistem
keperawatan kritis
pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan
2. Melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus
kritis terkait gangguanberbagai sistem pada individu etis
dengan memperhatikan aspek legal dan etis 3. Mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan
3. Melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus dengan kasus kritis terkait gangguan berbagai sistem
kritis terkait gangguan berbagai sistem pada individu pada individu dengan memperhatikan aspek legal dan
dengan memperhatikan aspek legal dan etis. etis.
4. Mengintegrasikan hasil-hasil penelitian kedalam asuhan 4. Mampu mengintegrasikan hasil-hasil penelitian
keperawatan dalam mengatasi masalah yang kedalam asuhan keperawatan dalam mengatasi
berhubungan dengan kasus kritis terkait berbagai sistem masalah yang berhubungan dengan kasus kritis terkait
5. Melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan
pada individu dengan kasus kritis terkait berbagai sistem
berbagai sistem
dengan memperhatikan aspek legal dan etis 5. Mampu melakukan simulasi pengelolaan asuhan
6. Mampu melaksanakan fungsi advokasi dan komunikasi keperawatan pada individu dengan kasus kritis terkait
pada kasus kritis terkait berbagai sistem berbagai sistem dengan memperhatikan aspek legal
7. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan dan etis
pada kasus kritis sesuai dengan standar yang berlaku 6. Mampu melaksanakan fungsi advokasi dan
dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga komunikasi pada kasus kritis terkait berbagai sistem
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif 7. Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan
pada kasus kritis sesuai dengan standar yang berlaku
dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga
Kutipan Ayat Al-Qur’an / Hadist
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin
dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”
an-Nur : 22

Metode penilaian dan pembobotan :

Teori Praktikum

Ujian Tulis Penugasan Penugasan


Individu kelompok
40% 20% 15 % 25 %

5
Interpretasi Nilai

NILAI <40 40-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-100

HURUF E D C- C C+ B- B B+ A- A

ANGKA 0 1 1,75 2 2,5 2,75 3 3,5 3,75 4

Referensi :
1. AACN, Alspach, J. G. (2006). AACN Core Curriculum for Critical Care Nursing, 6th Ed. Saunders:
Elsevier Inc.
2. Bench, S & Brown, K. (2011). Critical Care Nursing: Learning from Practice. Iowa: Blackwell
Publishing
3. Burns, S. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing, Third Edition (Chulay, AACN Essentials
of Critical Care Nursing). Mc Graw Hill
4. Comer. S. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. 2nd ed. Clifton Park: Thomson Delmar
Learning
5. Elliott, D., Aitken, L. & Chaboyer, C. (2012). ACCCN’s Critical Care Nursing, 2nd ed. Mosby: Elsevier
Australia
6. Porte, W. (2008). Critical Care Nursing Handbook. Sudburry: Jones and Bartlett Publishers
7. Schumacher, L. & Chernecky, C. C. (2009).Saunders Nursing Survival Guide: Critical Care &
Emergency Nursing, 2e. Saunders: Elsevier Inc.
8. Urden, L.D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. (2014). Critical care Nursing: diagnosis and Management.
7th ed. Mosby: Elsevier Inc.

Jadwal Perkuliahan
Keperawatan Kritis
Prodi Ners / Reguler KHUSUS / II / CDN 4673 NR / Genap 2020
Koordinator : Ns. Ridha M.Kep

6
Team: Lince Amalia, M.Kep ; Jaka Pradika, M.Kep

Perte
Hari / Jumlah
muan Waktu Topik Pembelajaran Metode Dosen
Tanggal Jam
Ke -
Senin 15 a. Penjelasan Silabus dan Klasikal Ridha M, M.Kep
Juni 2020 kontrak Perkuliahan
b. Konsep keperawatan
13.00 – kritis
1 3 c. Peran dan fungsi perawat
17.00 WIB
kritis
d. Efek kondisi kritis
terhadap pasien dan
keluarga
Selasa, 16 13.00 – 3 a. Pencegahan primer, Klasikal Lince Amalia,
Juni 2020 17.00 WIB sekunder, dan tersier M.Kep
pada masalah / kasus
kritis berbagai sistem
b. Peran dan fungsi perawat

2 c. Fungsi advokasi pada Penugasan Individu


kasus kritis terkait
berbagai sistem
d. Isu End of life di
keperawatan kritis

Rabu, 17 16.00 – 3 a. Psikososial aspek dari Klasikal Jaka P, M. Kep


Juni 2020 19.10 WIB keperawatan kritis
b. Asuhan keperawatan
kritis : Sistem Pernapasan SGD 1
(Sindrom Gawat Napas
3 Akut)
c. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
masalah pada kasus kritis
berbagai system

Kamis, 18 13.00 – 3 Lab Skill : Tutorial, Praktikum Kel 1: Jaka P,


Juni 2020 17.00 WIB 1. Ventilasi Mekanik M.Kep
2. Pemeriksaan fisik sistem Kel 2: Ridha,
4 perkemihan M.Kep
3. Pemeriksaan fsik sistem Kel 3: Lince A,
neurologi M.Kep

Jum’at, 13.00 – 3 Lab Skill : Tutorial, Praktikum Kel 1: Jaka P,


19 Juni 17.00 WIB 1. Ventilasi Mekanik M.Kep
2020 2. Pemeriksaan fisik sistem Kel 2: Ridha,
5
perkemihan M.Kep
3. Pemeriksaan fsik sistem Kel 3: Lince A,
neurologi M.Kep

Sabtu, 20 13.00 – 3 UTS TIM


Maret 15.30 WIB
6 2020

7
Senin, 13 13.00 – a. Asuhan keperawatan kritis SGD 2 Jaka P, M, Kep
Juli 2020 17.00 WIB : Sistem Endokrin
(Kegawatan Diabetik)
b. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
7
masalah pada kasus kritis
berbagai system

Selasa, 14 13.00 – a. Askep keperawatan kritis SGD 3 Ridha M, M.Kep


Juli 2020 17.00 WIB sistem perkemihan : GGK
b. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
masalah pada kasus kritis
berbagai system
8

c. Trend dan issue terkait


masalah pada kasus kritis Penugasan individu
berbagai system

Rabu, 15 13.00 – a. Asuhan keperawatan kritis SGD 4 Lince Amalia,


Juli 2020 17.00 WIB : Sistem Persarafan M.Kep
(Stroke)
b. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
9
masalah pada kasus kritis
berbagai system

Kamis, 16 13.00 – a. Asuhan keperawatan SGD 5 Jaka P, M.Kep


Juli 2020 17.00 WIB kritis : Sistem
Kardiovaskuler (Gagal
Jantung)
10 b. Evidence based practice
dalam penatalaksanaan
masalah pada kasus kritis
berbagai system

Jum’at, 13.00 – Ujian praktikum TIM


11 17 Juli 17.00 WIB
2020
Sabtu, 18 13.00 – UAS TIM
12 15.30 WIB
Juli 2020

8
Peraturan Mata Kuliah
1. Mahasiswa yang dapat mengikuti mata kuliah ini ialah mahasiswa
S1 Keperawatan Reguler B Kelas Khusus semester II yang telah
registrasi mata kuliah Keperawatan Kritis.
2. Kehadiran mahasiswa dikelas untuk mengikuti mata kuliah ini
adalah sekurang-kurangnya 10 menit dari jadwal yang telah
tetapkan.
3. Kehadiran mahasiswa harus mencapai 80% untuk dapat mengikuti
ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS)
4. Setiap awal sesi dikelas akan di buka dengan tilawah Qur’an dan
mentadabur artinya dengan waktu 10 – 15 menit.
5. Mahasiswa tidak diperkenankan menggunakan kaos oblong, sandal
serta berambut gondrong bagi laki-laki dan berjilbab bagi
perempuan.
6. Berkemauan keras menjalani proses pendidikan keperawatan
dengan tekun dan bersemangat dengan menganut nilai-nilai
kepantasan yang berlaku di dunia pendidikan pada umumnya dan
Program S1 Ners Keperawatan di STIK Muhammadiyah
khususnya.
7. Mampu bekerja sendiri maupun kelompok dengan tetap
menerapkan prinsip-prinsip berkomunikasi berdasarkan empati,
baik dengan sesama mahasiswa, fasilitator, narasumber dan semua

PRAKTIK ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

9
A. PENDAHULUAN
Sistem pemberian asuhan keperawatan kritis terus berkembang. Sejak unit
perawatan kritis (critical care unit, CCU) dibuka pertama pada tahun 1960-an,
diiukuti dengan kemajuan tekhnologi dan pengetahuan dalam bidang asuhan
keperawata kritis. Keperawatan kritis merupakan suatu yang kompleks. Hal ini
karena perawat harus dapat memadukan tekhnologi yang canggih dengan
tantangan psikososial dan konflik etik yang terkait dengan sakit kritis serta
mengatasi keluhan fisik dan mengatasi kekhawatiran anggota keluarga dalam
kehidupan pasien. Kondisi sakit kritis, tidak hanya menyebabkan perubahan
fisiologis, tetapi juga psikososial, perkembangan dan spiritual.
Asuhan keperawatan kritis memnutuhkan kemmapuan untuk menyesuaikan
situasi kritis dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutuhkan pada
situasi keperawatan lainnya. Diperlukan keahlian penyatuan informasi membuat
keputusan, dan membuat prioritas.
Perawat ditantang untuk meningkatkan kompetensi klinis dengan tetap
memperhatikan kebutuhan “humanisasi”. Hal ini dapat diterapkan dengan
memberikan intervensi efektif berbasis bukti. Praktik berbasis bukti (evidence
based practice, EBP) adalah penggunaan bukti-bukti klinis terbaik dari penelitian
sistemik dalam mengambil keputusan tentang perawatan pasien. Ini adalah proses
yang digunakan oleh perawat untuk mengintegrasikan bukti ilmiah yang terbaik
saat mengambil keputusan perawatan kesehatan.
Langkah-langkah praktik asuhan keperawatan berbasis bukti:
1. Identifikasi kebutuhan terhadap perubahan praktik dengan memeriksa hasil
pasien yang kurang menguntungkan, penyebab ketidakpuasan
pasien/keluarga/staf.
2. Susun pertanyaan klinis dan cari literatur untuk mencari bukti berkenaan
dengan topik tersebut.
3. Ketika data da bukti penelitian terkini terkumpul, evaluasi bukti tersebut
untuk melihat manfaat, kualitas, dan daa terap ilmiahnya.
4. Lakukan sintesis untuk memnetukan kekuatan bukti guna mendukung
perubahan parktek
5. Lakukan perbandingan antara anjuran praktek saat ini dan penelitian saat ini.

10
6. Apabila terdapat bukti yang cukup untuk mengajukan suatu perubahan
praktik, dan perubahan praktik itu sifatnya praktis terkait dengan biaya,
keterampilan sataf dan sumber yang dibutuhkan, penerapan bukti tersebut
dalam praktik dapat dilakukan
7. Lanjutkan evaluasi bukti melalui tinjauan yang berkelanjutan dan sistemik

B. ISU ETIK DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Tujuan pembelajaran yang dicapai :
1. Menjelaskan konsep etika
2. Menjelaskan prinsip bioetika dan etika keperawatan
3. Menjelaskan pengambilan keputusan etik dalam model proses keperawatan

Prinsip bioetika untuk memecahkan masalah etik, yaitu: noonmaleficence,


beneficience, autonomy, dan justice. Adapun model pengambilan keputusan etik di
tatanan klinis biasanya melibatkan lima langkah berikut :
1. Kumpulkan bukti yang relevan
2. Identifikasi masalah
3. Analisis masalah menggunakan prinsip dan aturan etik
4. Analisis alternatif dan tindakan
5. Evaluasi dan refleksi
Tugas:

1. Identifikasi kasus dilema etik dalam praktek keperawatan kritis ! (lampirkan artikel
berita yang mendukung)

2. Apa prinsip bioetika yang tepat untuk diterapkan? Berikan analisa yang tepat !

11
C. ISU LEGAL DALAM ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
Tujuan pembelajaran yang dicapai:
1. Menjelaskan area utama hukum yang memepengaruhi praktik asuhan
keperawatan kritis
2. Kelalaian keperawatan dalam perawatan kritis
3. Mendefinsikan 4 unsur malpraktek
4. Liablitas pengganti
5. Menguaraikan tuntutan yang biasa dihadapi perawat
Tugas

1. Identifikasi kasus berdasarkan jurnal maupun artikel terkait beberapa kasus di bawah
ini ! jelaskan berdasarkan aspek legal dan etis !
a. Gagal memeberikan perawatan ssemestinya
b. Pemberian obat yang tidak tepat
c. Pidana dalam perawatan kritis
d. Peralatan medis dan cedera pada pasien
e. Keputusan berkenaan dengan pencabutan ventilator
f. Donasi organ

12
KASUS

a. Seorang wanita, 30 tahun,

berat badan 60 kg, dengan keluhan sesak dan muntah. Tekanan darah 160/100

mmHg, frekwensi nafas 28 kali/menit. Edema kedua kaki, didapatkan rales pada

kedua basal paru. Pemeriksaan darah : kadar hemoglobin 7,3 g/dl,MCV dan

MCHC normal, ureum 421 mg/dl, kreatinin 32 mg/dl. Pemeriksaan ultrasonografi

didapatkan ukuran kedua ginjal mengecil, densitas cortex meningkat, batas

medulla cortex kabur. Pada darah perut tampak mengkilat

Soal Pemicu

Pertanyaan :

1. Mengapa tekanan Darah naik?

2. Mengapa HB pda pasien turun

3. Mengapa Ureum dan kreatinin naik?

4. Mengapa ukuran ginjal mengecil?

5. Apa yang menyebabkan pada daerah perut tampak mengkilat.

6. Apa diagnose keperawatan yang muncul pada kasus diatas?

7. Bagaimana cara penyelesaian pada kasus diatas

8. Data penunjang apa yang dibutuhkan pada kasus diatas? Mengapa?

9. Buatlah pathway klinik berdasarkan kasus diatas?

10. Berilah 1 jurnal penelitian terkait kasus tersebut

b. Seorang pria berusia 63 tahun dirawat di ruang syaraf dikareakan terjatoh saat di

kamar mandi. Hasil pemeriksaan didapatkan GCS : E 1 M :2 : V 2, ekstremitas

kanan gelisah, Mual muntah, terpasang, hasil Ct scan terjadi perdarahan pada

daerah Corpus callosum. Tekanan Darah 180/120 mmhg, Frekuensi nafas

13
30x/menit, frekuensi nadi 138x/menit, suhu 380 C. Pemeriksaan darah didapatkan

HB 7.6 g/dl,

Soal Pemicu

1. Mengapa pasien mengeluh mual dan muntah?

2. Mengapa pada ekstremitas kanan yang mengalamu

gelisah?

3. Kenapa TD pasien tinggi?

4. Apa hubungan antara suhu tubuh yang meningkat

dengan tingkat kesadara pasien yang menurun?

5. Apa diagnose keperawatan yang muncul pada kasus

diatas?

6. Bagaiamana cara penyelesaian pada kasus diatas?

7. Data penunjang apa yang dubutuhkan pada kasus

tersebut?

8. Buatlah pathway klinik berdasarkan kasus diatas

9. Berilah 1 jurnal penelitian pada kasus tersebut

c. Seorang wanita berusia 67 tahun dibawa ke RS dengan DM, hasil pemeriksaan

didapatkan Klien mengeluh nyeri pada daerah dorsal. Terdapat luka dengan luas 4

x 8 cm. terdapat slough, nekrotik dan edema pada sekitar luka. Tidak ada tanda-

tanda epitelisasi pada daerah luka. Hasil lab menunjukkan GDS 376 g/dl, Hb 7.6

g/dl, Leukosit 20 x 103 µl. TD : 100/60 Mmhg, Frekuensi Nafas 30x/menit,

frekuensi nadi 132 x/menit dan suhu 38.60 C

soal pemicu

1. kenapa pasien mersakan sesak nafas?

14
2. Buatlah pathway klinik berdasarkan kasus diatas?

3. Data penunjang apa yang harus di tambahkan pada kasus diatas

4. Diagnose apa yang muncul pada kasus di atas ?

5. Tambahkan 1 jurnal terkait pada kasus di atas ?

15
CONTOH
ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN KRITIS
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PRESSUREULCER DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

No Komponen Hasil penelitian


yang dikritisi
1. Judul Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya pressureulcer di Intensive
Care Unit (ICU)

Kekurangan: belum dicantumkannya waktu penelitian pada judul jurnal


ini.
Saran: perlu dicantumkan tahun kapan penelitian berlangsung
2. Abstrak Latar Belakang:Pressure ulcer adalah salah satu kondisi yang paling
diremehkan pada pasien sakit kritis. Meskipun banyak muncul berbagai
pedoman praktek klinis dan kemajuan teknologi medis, prevalensi
pressureulcerpada pasien rawat inap terus meningkat. Saat ini yang kita
lihat, konsensus yang kurang pada faktor-faktor risiko terpenting pada
pressure ulcer pada pasien sakit kritis, dan tidak ada skala penilaian risiko
secara eksklusif untuk pressure ulcer pada pasien kritis ini.
Tujuan: Untuk menentukan faktor risiko yang paling prediktif pada pasien
dewasa kritis dengan pressureulcer. Faktor risiko yang diteliti antara lain
skor total pada Skala Braden, mobilitas, aktivitas, persepsi sensorik,
kelembaban, gesekan / geser, gizi, umur, tekanan darah, lama tinggal di unit
perawatan intensif, skor pada the Acute Physiology and Chronic Health
Evaluation II, administrasi vasopresor, dan kondisi komorbiditas.
Metode: Desain, retrospektif korelasional digunakan untuk menguji 347
pasien dirawat di ICU medical bedah dari Oktober 2008 sampai Mei 2009.
Hasil: Menurut analisis regresi logistik, usia, lama tinggal, gesekan
mobilitas, / geser, infus norepinephrine, dan penyakit kardiovaskular
menjelaskan bagian utama dari varians dalam pressure ulcer.
Kesimpulan: skala penilaian risiko saat ini untuk pengembangan pressure
ulcer mungkin tidak termasuk faktor risiko umum pada orang dewasa yang
sakit kritis. Pengembangan model penilaian risiko untuk pressure ulcer
pada pasien-pasien itu dibenarkan dan dapat menjadi dasar untuk
pengembangan alat penilaian risiko.
Kekuatan: abstrak yang ditampilkan dalam penelitian ini cukup lengkap
mulai dari latar belakang, tujuan, metode yang digunakan, hasil serta
kesimpulan.
3. Latar Pada pasien perawatan kritis, pressureulcer merupakan ancaman
belakang komorbiditas tambahan pada pasien yang secarafisiologis dikompromikan.
Faktanya, pressure ulceradalah salah satu masalah kesehatan paling
diremehkan pada pasien perawatan kritis [1] Meskipun banyak kemajuan
teknologi medis dan penggunaan program pencegahan formal berdasarkan
pedoman praktek klinis, prevalensi pressureulcer selama rawat inap terus
meningkat.. Pada tahun 2008, Russo dkk [2] dari Health Care Cost and
Utilization Projectmelaporkan peningkatan 80% dalam terjadinya pressure
ulcer 1993-2006 pada pasien dewasa dirawat di rumah sakit dan

16
diperkirakan bahwa biaya kesehatan total terkait perawatan adalah $ 11
miliar. Di antara semua pasien rawat inap, tingkat prevalensi pressure ulcer
yang tertinggi terdapat pada pasien di unit perawatan intensif (ICU), dari
14% menjadi 42%. [3-5]
Pada tahun 2006, the Centers for Medicare and Medicaid
Services[6]menyatakan bahwa rumah sakit yang terdapat pressureulcer
stadium III atau IV merupakan tahap yang merugikan pasien, atau "kejadian
yang tidak mungkin terjadi," yang secara wajar dapat dicegah dengan
menerapkan pedoman pencegahan berbasis bukti.
Langkah pertama dalam mencegah pressure ulcer adalah menentukan apa
yang merupakan risiko yang tepat. Banyak faktor resiko telah diidentifikasi
secara empiris, namun belum diketahui faktor-faktor risiko apa yang paling
berpengaruh.
Di Amerika Serikat, Skala Braden [14] merupakanalat penilaian risiko yang
paling banyak digunakan dalam pengaturan perawatan, termasuk ICU, dan
pedoman praktek klinis saat ini [15-17] merekomendasikan
penggunaannya. Skala Braden, berasal dari kerangka konseptual Braden
dan Bergstrom, [18] 6 sub-skala yang digunakan untuk mengukur risiko
pressure ulcer: persepsi sensorik, aktivitas, mobilitas, nutrisi, kelembaban,
dan gesekan / geser. Potensi skor berkisar 6-23, skor yang lebih rendah
menunjukkan risiko yang lebih besar. Skor dari 15 sampai 18 menunjukkan
risiko atau risiko ringan, 13 sampai 14, risiko moderat; 10 sampai 12, risiko
tinggi;. Dan skor dari 9 atau kurang, resiko yang sangat tinggi [19]
Stratifikasi risiko pressureulcer dapat berguna secara klinis untuk
menentukan dan melaksanakan sesuai tingkat pencegahan. [20]
Faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam Skala Braden tetapi juga
dapat meningkatkan tingkat pasien dari risiko pressureulcer. Bukti empiris
menunjukkan bahwa faktor-faktor berikut dapat menjadi prediksi pressure
ulcer pada pasien perawatan kritis: usia lanjut; [1,4,21,25,26] tekanan
arteriol rendah; [27-29] lama tinggal di ICU; [1,21, 26,30] keparahan
penyakit seperti yang ditunjukkan oleh nilai pada Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation (APACHE) II; [1,31] kondisi komorbiditas,
termasuk diabetes mellitus, sepsis, dan penyakit pembuluh darah;
[21,25,27] dan faktor iatrogenik, seperti penggunaan agen vasopressor
[1,25,27]. Meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa banyak faktor ini
berhubungan secara signifikan dengan perkembangan pressure ulcer pada
pasien ICU, temuan itu tidak konsisten di semua studi di mana hubungan
ini diuji.

Kekuatan: dalam penelitian ini sudah dijelaskan dengan terperinci latar


belakang alasan mengapa peneliti memilih untuk melakukan penelitian
mengenai hal tersebut, dilihat dari fenomena yang ada terjadi peningkatan
angka kejaian pressure uler pada pasien dewasa dengan penyakit kritis
terutama di ICU. Penelitian ini tampaknya juga sudah menyampaikan
beberapa sumber penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian
sekarang.
4. Tujuan Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan faktor risiko yang berasal
penelitian dari Skala Braden dan literatur empiris lainnya yang paling berpengaruh

17
pada peningkatan angka kejadian pressureulcer pada pasien kritis dewasa.
Faktor-faktor risiko yang diteliti adalah: total skor Braden, mobilitas,
aktivitas, persepsi sensorik, kelembaban, nutrisi, gesekan / geser, lama
tinggal diICU, usia, tekanan arteriol, administrasi vasopresor, skor pada
APACHE II, dan kondisi komorbiditas.

Kekurangan: dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara eksplisit


mengenai tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian.
Saran: sebaiknya dijelaskan tujuan penelitian baik umum maupun khusus,
sehingga penganalisi dapat membaca arah yang dikehendaki peneliti.
5. Variabel- Variable bebas: faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pressure ulcer
variabel yaitu skor Skala Braden pada saat masuk ke MSICU; nilai pada sub-skala
penelitian Braden di masuk ke unit; usia; tekanan arteriol, lama tinggal di ICU; jumlah
jam pemberian agen vasopressor selama tinggal di MSICU: norepinefrin,
epinefrin, vasopressin, dopamin, dan fenilefrin; keparahan penyakit sesuai
dengan skor APACHE II , dan ada atau tidak adanya salah satu kondisi
komorbiditas berikut: diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit
pembuluh darah perifer, dan infeksi bersamaan / sepsis.
Variabel terikat: kejadian pressure ulcer ( dicatat dengan ada atau tidaknya
kejadian pressure ulcer)

Kekuatan: baik variabel bebas maupun variabel terikat sudah dijelaskan


secara rinci.
7. Definisi Kekuatan: sudah dijelaskan mengenai variable- variable yang digunakan
operasional dalam penelitian.
Kekurangan: Dalam jurnal penelitian ini belum menjelaskan mengenai
komponen definisi operasional yaitudefinisi operasional masing- masing
variabel, alat ukur, hasil ukur dan skala ukur.
8. Metode Penelitian ini menggunakan deskriptif retrospektif, desain korelasional.
penelitian Tempat penelitiannya di12-tempat tidur medical-surgical ICU (MSICU) di
dan Englewood Hospital and Medical Center di Englewood, New Jersey.
pengambilan Semua pasien dewasa yang dirawat di MSICU dari Oktober 2008 sampai
sampel dengan Mei 2009 yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam
sampel. Pasien dilibatkan jika mereka berumur 18 tahun atau lebih dan
memiliki biaya MSICU lebih dari 24 jam. Pasien tidak masuk kriteria
inklusi jika mereka harus tinggal MSICU kurang dari 24 jam atau memiliki
pressureulcer pada saat masuk ke MSICU. Untuk mencapai kekuatan 80%,
ukuran sampel minimum dari 163 yang dibutuhkan untuk ukuran efek
moderat, tingkat signifikansi α = .05.
Data lainnya meliputi data demografi dan karakteristik pasien termasuk
etnis, jenis kelamin, dan diagnosis MSICU. Selain itu, untuk pasien dengan
pressureulcermeluas, jumlah jam menjadi pressureulcerdan lokasi anatomi
dan tahap pressure ulcer sesuai dengan National Pressure Ulcer Advisory
Panel staging system tahun 2007 juga dicatat.[35]

Kekuatan: Metode penelitian dan pengambilan sampel sudah dijelaskan


secara rinci.

18
9. Pengolahan SPSS, versi 16.0 for Windows, perangkat lunak (SPSS Inc, Chicago
data Illinois) digunakan untuk analisis data. Statistik deskriptif meliputi
distribusi frekuensi untuk variabel penelitian dan data demografis. Uji
korelasi Pearson product moment digunakan untuk analisis korelasional
dari variabel penelitian. Regresi logistik langsung digunakan untuk
menentukan factor apa yang paling berengaruh pada perkembangan
pressureulcer pada pasien ICU. Uji t dan uji χ2 digunakan untuk
membandingkan antara pasien dengan dan tanpa pressure ulcer.

Kekuatan: sudah di jelaskan juga mengenai teknik pengolahan data yang


digunakan yakni dengan uji analisis distribusi frekuensi, uji korelasi
product moment pearson, uji t dan uji χ2, serta uji regresi logistic untuk
mengetahui faktor apa yang paling berpegaruh terhadap kejadian pressure
ulcer.
Kekurangan: seyogyanya ditambahkan mengenai tahap pengolahan data,
mulai dari editing, coding, entry data dan tabulating.
10. Hasil Dari 579 pasien yang dirawat di MSICU selama masa penelitian, 347
memenuhi kriteria inklusi dan termasuk dalam sampel akhir. Para pasien
berumur antara 20-97 tahun (rata-rata 69; SD, 17). Diagnosa terbanyak
antara lain gagal nafas (20,7%), sepsis atau syok septik (17,3%), dan
masalah neurologis (15%).
Di antara 347 pasien dalam sampel, pasien yang mengalami
pressureulcer65 (18,7%). Dari jumlah tersebut, sebagian (35%) adalah
tahap II, dan sakrum adalah lokasi anatomis yang paling umum (58%).
Waktu sampai pengembangan pressure ulcer adalah 133,61 jam (rata-rata
90,0; range, 5-573; SD, 120,13).
Mean skor Skala Braden pada seluruh pasien adalah 14,28 (SD, 2,68;
jangkauan, 6-23), 12,73 (SD, 2,65) untuk pasien yang mengalami pressure
ulcer, dan 14,63 (SD, 2,65) untuk pasien tanpa pressure ulcer. Dari 65
pasien denganpressure ulcer, 28% (n = 18) digolongkan sebagai beresiko,
28% (n = 18) pada risiko sedang, 35% (n = 23) pada risiko tinggi, dan 9 %
(n = 6) pada resiko yang sangat tinggi.
Faktor-faktor risiko berikut adalah prediktor signifikan terhadap kejadian
pressureulcer: mobilitas (B = -0,823, P = 0,04; rasio odds [OR] = 0,439,
95% confidence interval [CI], 0,21-0,95), umur (B = 0,033; P = .03; OR =
1,033, 95% CI, 1,003-1,064), lama tinggal di ICU (B = 0,008; P <.001; OR
= 1,008, 95% CI, 1,005-1,011), dan penyakit kardiovaskular (B = 1,082, P =
0,007; OR = 2,952, 95% CI, 1,3-6,4).
Faktor-faktor risiko berikut secara signifikan berperan dalam
pengembangan pressure ulcertahap II atau lebih besar: gesekan / geser (B =
1,743, P = .01; OR = 5,715, 95% CI, 1,423-22,950), panjang ICU menginap
( B = 0,008; P <.001; OR = 1,008, 95% CI, 1,004-1,012), administrasi
norepinefrin (B = 0,017, P = 0,04; OR = 1,017, 95% CI, 1,001-1,033), dan
penyakit kardiovaskular (B = 1,218, P = .02; OR = 3,380, 95% CI, 1,223-
9,347).

Kekuatan: sudah dijelaskan secara terperinci

19
11. Pembahasan Dalam contoh penelitian, Skala Braden dengan skor 18 tidak menyebabkan
berkembangnya pressure ulcer. Faktanya, 75% (n = 261) dari pasien
digolongkan sebagai berisiko untuk pressureulcer (Braden Skala skor = 18)
tetapi masih bebas dari pressureulcer.
Dari 6 sub-skala Braden, hanya mobilitas dan gesekan / geser yang menjadi
prediktor signifikan pressure ulcer. Mobilitas didefinisikan pada Skala
Braden sebagai kemampuan pasien untuk mengubah dan mengendalikan
gerakan tubuh. [18] Menggerakkan dan mereposisikan pasien adalah prinsip
dasar asuhan keperawatan dan dianjurkan dalam semua pedoman praktek
saat ini sebagai strategi untuk mencegah pressure ulcer. Beberapa bukti
[38] juga mendukung penggunaan kasur decubitus pada pasien ICU.
Penggunaan kasur decubitus dan reposisi pasienmerupakan 2 strategi
penting untuk mencegah luka dekubitus pada pasien perawatan kritis.
Dalam penelitian terbaru [39] di ICU trauma bedah, 41 pasien yang berisiko
tinggi untuk pressure ulcer menerima aplikasi dari busa silikon,
nonadherent foam ke daerah sakral untuk meminimalkan kekuatan gesekan,
geser, dan kelembaban. Aplikasi inisecara signifikan mengurangi terjadinya
pressure ulcerke nol. Penelitian sedang direplikasi untuk memvalidasi
temuan.
Pasien sakit kritis sepenuhnya tergantung pada petugas kesehatan reposisi
dan transfer. Para advokat prosedur penanganan pasien merekomendasikan
penggunaan lembaran meluncur dan perangkat pemindahan pasien untuk
mengurangi efek buruk dari gesekan / geser pada kulit dan sekaligus
melindungi staf dari cedera muskuloskeletal. [40] Faktor-faktor tambahan
seperti elevasi kepala berkepanjangan sakit kritis, intubasi pada pasienuntuk
mencegah ventilator-associated pneumonia.

Kekuatan: dalam pembahasan sudah dijelaskan tentang faktor- faktor yang


berpengaruh terhadap kejadian pressure ulcer serta teori- teori yang
mendukung hasil penelitian.
12. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan penyebab multifaktorial pressure ulcer pada
pasien kritis. Meskipun nilai pada 2 faktor risiko subskala Braden
(mobilitas, gesekan / geser) adalah penyebab kejadianpressure ulcer, faktor
risiko lain yang tidak diukur dengan Skala Braden, termasuk usia, lama
tinggal ICU, administrasi norepinefrin, dan penyakit kardiovaskular, juga
adalah prediktor yang signifikan dalam analisis multivariat.
Banyak penelitian lebih lanjut yang diperlukan untuk menentukan tindakan-
tindakan pencegahan terhadap pressure ulcer, seperti penggunaan alas kasur
yang mensupport, perangkat penahanan tinja, frekuensi reposisi,
penggunaan dressing topikal pada sakrum untuk meminimalkan gesekan /
geser, program mobilitas progresif, dan penggunaan glide sheets dan
peralatan transfer pasien. Pada akhirnya, dengan mengetahui factor resiko
yang berpengaruh pada pressure ulcer, kita dapat menerapkan strategi
pencegahan berbasis bukti dapat mengakibatkan penurunan baik dalam
terjadinya pressure ulcer dan biaya perawatan kesehatan dan dapat
mempromosikan hasil kesehatan positif pada pasien perawatan kritis.

Kekuatan: kesimpulan sudah tepat sesuai dengan tujuan penelitian.

20
Implikasi Keperawatan
Berikut ini adalah beberapa macam implikasi keperawatan dari analisis jurnal
diatas:
1. Tenaga kesehatan dalam hal ini perawat di ICU seyogyanya mampu untu
mengidentifikasi kejadian pressure ulcer menurut skala Braden dan factor
penyebab lainnya sehingga angka kejadian pressure ulcer dapat menurun yang
berefek pada menurunnya biaya kesehatan.
2. Pentingnya untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap stress ulcer seperti
penggunaan kasur decubitus, mobilisasi miring kanan kiri sesuai indikasi,
penggunaan lotion pelembab, dan tindakan pencegahan lainnya sesuai dengan
kapasitas kita sebagai perawat.

From American Journal of Critical Care


Predictors of Pressure Ulcers in Adult Critical Care Patients
Jill Cox, RN, PhD, APN, CWOCN
Posted: 09/21/2011; American Journal of Critical Care. 2011;20(5):364-
375. © 2011 American Association of Critical-Care Nurses

21
STANDAR OPERATIONAL PROSEDURE (SOP)
PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR
 
Pengertian
Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain
untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.
 
Tujuan Pemasangan Ventilator
1. Memberikan kekuatan  mekanis pada sistem  paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologis.
2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi
ventilasi dan oksigenasi.
3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
 
Indikasi Pemasangan Ventilator
1. “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
2. “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
3. PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
4. PaCO2 lebih dari 60 mmHg
Alat-alat yang disediakan
1. Ventilator
2. Spirometer
3. Air viva (ambu bag)
4. Oksigen sentral
5. Perlengkapan untuk mengisap sekresi
6. Kompresor Air
Setting Ventilator
1.    Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R =      –  pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit

22
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
a. M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
b. M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2.      Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3.      PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO 2 dinaikan
sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
a. Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
b. PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15
mmHg.
4.      Pengaturan Alarm :
a.   Oksigen             =          batas terendah : 10 % dibawah yang diset
a. batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
b. “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
c. “Air Way Pressure” =  batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Pemantauan
1.      Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas
darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar          : PCO2             =  35 – 45 mmHg
                                Saturasi O2    =  96 – 97 %
                                PaO2              =  80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.

23
2.      Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan
komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3.      Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4.      Auskultasi paru untuk mengetahui :
a. letak tube
b. perkembangan paru-paru yang simetris
c. panjang tube
d. Periksa keseimbangan cairan setiap hari

6.      Periksa elektrolit setiap hari


7.      “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8.      “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9.      Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10.   Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut :
a. gelisah, kesadaran menurun
b. sianosis
c. distensi vena leher
d. trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
e. salah satu dinding torak jadi mengembang
f. pada perkusi terdapat timpani
 
Perawatan :
1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya
bagi pasien yang tidak sadar.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah
infeksi.
3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air
yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.

24
4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti
tiap 24 jam.
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai
letak dan panjang tube berubah.
6. Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
7. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
8. Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
9. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap
2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
dekubitus.
10. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
11. Teknik mengembangkan “cuff” :
a. kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
b. “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.
 
Beberapa hal yang harus diperhatikan
A. Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan
pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling
water)terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C
pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama
dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C – 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan
luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya
obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari
360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara
dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.

25
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan
kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada
ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.
B.     Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi
dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan
ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan
sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat
dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan
pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat
mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara
melakukan clapping,fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk
mengurangi pelengketan sekresi.

C.    Perawatan selang Endotrakeal


Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya
migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan
diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena
ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/
iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai
ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga
memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat
mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di
pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya
kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.
 

26
D.    Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan
inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah
tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah
terjadinya nekrosis pada trakea.
 
E.     Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek
samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi
paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan
melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding
terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui
enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.

F.     Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu
sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian
tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip
hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan
trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila
tekanan vena meningkat.  Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

27

Anda mungkin juga menyukai