Anda di halaman 1dari 3

Kemelut Semarak Orang Tani

Oleh : Meisya Regina

Konvensional ke moderenisasi,
Kami coba beradaptasi,
Mengikuti alur tanpa kompromi,
Menanam hingai menuai lagi...

Sudah satu tahun lalu kami bergelut..


Banyak sekali ulat dan semut..
Mereka memakan hasil pungut..
Padahal kami tdak pernah bersungut-sungut..

Entah kapan berakhir kemelut..


Kini lutut semakin ringkih terbalut..
Hanya sebulir yang kami pungut..
Mengapa habis diambil semut..

Kini teriakan hadir di tengah kebimbangan..


Menjawab setiap bulir pertanyaan..
Sayangnya kami kira itu pernyataan..
Tetapi tidak demkian ...

Besar nama kami di semarakan..


Serong sudah inti perjuangan pangan..
Tidak ada lagi saling mencukupkan...
Kini hanya terbesit harapan..

Biarkan tanah ini berbisik kepermukaan...


Benih-benih menerikan ketunasan..
Pucuk-pucuk mengelurkan keagungan..
Maka kami akan segera semarakan kemenangan...
Manugal
Oleh : Meisya Regina
Embun upas membasahi rerumputan..
Beralasakan daun talas duduk kami di perawahan..
Matahari baru saja menyapa dedauanan..
Tubuh kami sudah basah keringatan..

Pagi ini kami bahagia sekali..


Anak-istri kami ikut menemani..
Ketika duduk sembari bertukar cerita misteri..
Aku bertanya kepada sang putri..

Anakku bila sudah besar nanti apakah impianmu..


Dalam hatiku berbisik semoga aku bisa mewujudkan itu..
Putriku menjawab dengan spontan aku ingin sepertimu..
Sungguh antara ananda indah sekali pilihanmu..

Tetapi akhir-akhir ini tanaman dikebun kami sudah hampir mati..


Bagaian pucuknya sudah habis dilahap pengerek batang padi..
Bagaimana kah ini bisiku dalam hati..
Akan kah kami gagal panen lagi..

Tapi malang nasib sih padi di ladang..


Sudah tidak ada lagi sepenggal harapan ..
Hanya tinggal segerumbulan gulma ilalang..
Pedih hati melihat alur perjalanan...

Anda mungkin juga menyukai