Anda di halaman 1dari 102

DOMES : PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS

DALAM PENULISAN NASKAH DOKUMENTER

TUGAS AKHIR

PRODUKSI FILM DOKUMENTER


Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat sarjana sains terapan

Program Studi Film dan Televisi

Diajukan oleh :
Dian Rizky Safitri
A16.2016.00011

Kepada

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV FILM DAN TELEVISI


FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
SEMARANG
2020
ii
iii
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir dengan judul

DOMES : PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS

DALAM PENULISAN NASKAH DOKUMENTER ini beserta seluruh isinya

adalah benar-benar karya ilmiah saya sendiri, dan saya tidak melakukan plagiasi

atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang

berlaku dalam dunia ilmu dan masyarakat akademis. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung resiko berupa sanksi yang dijatuhkan kepada saya, apabila di

kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya ilmiah saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya

ini.

Semarang, 21 Agustus 2020


Yang membuat pernyataan

Dian Rizky Safitri


NIM : A16.2016.00011

iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro, yang bertanda tangan di


bawah ini, saya :
Nama : Dian Rizky Safitri
NIM : A16.2016.00011

Demi mengembangkan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Dian Nuswantoro Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-
exclusif Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : DOMES :
PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS DALAM
PENULISAN NASKAH DOKUMENTER beserta perangkat yang diperlukan
(bila ada). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Ekslusif ini Universitas Dian
Nuswantoro berhak menyimpan, mengcopy ulang (memperbanyak),
menggunakan, mengelolanya, dalam bentuk pangkalan data (database),
mendistribusikannya dan menampilkan/mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis dengan menggunakan nama dosen
pembimbing sebagai penulis pertama tanpa perlu meminta ijin dari saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta. Saya bersedia untuk
menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Dian
Nuswantoro, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak
Cipta dalam karya Ilmiah saya ini. Demikian surat pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya.
Semarang, 21 Agustus 2020
Yang membuat pernyataan

Dian Rizky Safitri


NIM : A16.2016.00011

v
DOMES : PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS
DALAM PENULISAN NASKAH DOKUMENTER
Dian Rizky Safitri

INTISARI

Film dokumenter tidak hanya sebatas mengungkap fakta tertentu tetapi


juga menekankan pada unsur story telling. Penelitian ini mengkaji
penerapan aspek dramaturgi dengan memanfaatkan struktur drama yang
tepat untuk membangkitkan emosi. Struktur drama adalah bagian dari
pembuatan dramaturgi, urutan peristiwa untuk mencapai realisme
sinematik film. Namun, dalam film dokumenter yang banyak
menggunakan data aktual sebagai komponen cerita, keberadaan struktur
dramatis seringkali terabaikan.

Penulis memanfaatkan struktur dramatis Brander Mathews untuk


membangun ketegangan dramatis yang diterapkan dalam naskah
dokumenter Domes. Dalam strukturnya, Brander Mathews menekankan
pentingnya ketegangan dramatis, yang setiap bagiannya memiliki
penekanan atau ketegangan selama jalannya cerita. Ketegangan ini
mengacu pada masalah yang sedang dibahas atau dihadapi oleh karakter.

Naskah memegang fungsi penting dalam pembuatan film, begitu juga pada
sebuah dokumenter. Walaupun film dokumenter merupakan film yang
mengangkat realitas kehidupan yang dialami seseorang, kelompok, atau
komunitas, film dokumenter mampu membangkitkan emosi penonton
melalui struktur dramatis dalam naskahnya. Domes diproduksi dengan
tujuan untuk mengaplikasikan struktur dramatis Mathews yang
menampilkan dan mengajak penonton untuk merasakan buntut gempa
Yogyakarta 2006 melalui emosi para karakternya.

Kata Kunci: Brander Mathews, Film Dokumenter, Domes, Naskah

vi
DOMES : THE APPLICATION OF
BRANDER MATHEWS’ DRAMATIC STRUCTURE
IN WRITING A DOCUMENTARY SCRIPT
Dian Rizky Safitri

ABSTRACT

A documentary film is not only limited to expose a particular fact but also
emphasize the element of story-telling. This research examines the
application of the dramaturgy aspect by utilizing the proper dramatic
structure in order to invoke emotion. Dramatic structure is a part of
creating dramaturgy, an order of events to achieve a film‘s cinematic
realism. However, in documentaries that abundantly use actual data as the
component of the story, the presence of dramatic structures is often
overlooked.

The author makes use of Brander Mathews‘ dramatic structure to build the
dramatic tension applied in Domes’ documentary script. In its dramatic
structure, Brander Mathews emphasizes the importance of dramatic
tension, each part of which has an emphasis or tension during the course of
the story. This tension refers to the problem being discussed or faced by
the characters.

The script holds a pivotal function in filmmaking, a documentary no less.


Although the documentary is a film that raises the reality of life
experienced by a person, group, or community, documentary films are able
to invoke the emotion of the audience through the dramatic structure in the
script. Domes is produced with the aim to apply Brander Mathews'
dramatic structure to show and invite the audience to experience the
aftermath of Yogyakarta‘s 2006 earthquake through the emotions of the
characters.

Keywords: Brander Mathews, Documentary Films, Domes, Scripts

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah serta karunian- Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan
lancar. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana sains terapan. Dalam penyusunan laporan ini, tentunya tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, kepadanya penulis ucapkan banyak
terima kasih kepada :

1. Dr. Ruri Suko Basuki, M.Kom., selaku ketua Program Studi


Film dan Televisi

2. Annisa Rachmatika Sari, S.S.T.,M.Sn. selaku Dosen


Pembimbing

3. Tunggul Banjaransari, S.Sos., M.Sn., selaku Koordinator Tugas


Akhir

4. Kedua orang tua (Khaerudin dan Chanifah ) serta adik (Dewi


Rembulan) penulis yang selalu memberikan semangat dan
bantuan agar tugas akhir ini segera selesai.

5. Semua informan yang telah bersedia memberikan informasi


tentang Rumah Domes

Semoga segala bentuk dukungan, motivasi dan bimbingan yang


telah diberikan senantiasa mendapatkan balasan terbaik dari Tuhan Yang
Maha Esa. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi siapapun yang
membacannya. Terimakasih.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN LAPORAN TUGAS AKHIR... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH.......................................................................... v
HALAMAN INTISARI ................................................................. vi
HALAMAN KATA PENGANTAR.......................................... .... viii
DAFTAR ISI ................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1


1.1 Latar Belakang.......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................... 6
1.5 Tinjauan Pustaka........................................................ 7
1.6 Landasan Teori.......................................................... 13
1.7 Desain Produksi......................................................... 25
1.8 Sistematika Penulisan................................................ 31

BAB II TENTANG KOMODIFIKASI,


FILM DOKUMENTER DAN DRAMATIKA............... 34
2.1 Komodifikasi......................................................... 36
2.2 Film Dokumenter .................................................. 40
2.3 Struktur Dramatik................................................. 43
2.4 Peran Penulis Naskah.............................................. 47

ix
BAB III PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK
BRANDER MATHEWS DALAM NASKAH FILM
DOKUMENTER DOMES ............................................ 55
3.1 Data Observasi ........................................................ 56
3.2 Logline.................................................................... 60
3.3 Sinopsis................................................................... 61
3.4 Pemilihan Karakter................................................. . 63
3.5 Treatment.................................................................. 64
3.6 Penerapan Struktur Dramatik Brander Mathews
dalam naskah film dokumenter Domes.................... 67
3.7 Naskah film Domes.......................... ...................... .. 79

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................. 84


4.1 Kesimpulan........................................................... 84
4.2 Saran...................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 87

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Treatment Film Dokumenter Domes ..................... 29
Tabel 2. Jadwal Produksi.................................................... . 31
Tabel 3. Catatan hasil riset film dokumenter Renita, Renita 50
Tabel 4. Naskah film dokumenter Renita, Renita.............. . 51
Tabel 5. Treatment Film Dokumenter Domes.................. ... 65
Tabel 6. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Eksposisi Struktur Dramatik Brander Mathews) 69
Tabel 7. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Penanjakan Struktur Dramatik Brander Mathews 71
Tabel 8. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Komplikasi Struktur Dramatik Brander Mathews) 73
Tabel 9. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Klimaks Struktur Dramatik Brander Mathews) 75
Tabel 10. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Resolusi Struktur Dramatik Brander Mathews) 77
Tabel 11. Potongan Naskah Film Domes
(Bagian Konklusi Struktur Dramatik Brander Mathews) 79
Tabel 12. Naskah Film Dokumenter Domes ....................... 79

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Dramatik Brander Mathews ................ 16
Gambar 2 : Bagian Eksposisi............................................. . 69
Gambar 3 : Bagian Penanjakan........................................... 71
Gambar 4 : Bagian Komplikasi............................................ 73
Gambar 5 : Bagian Klimaks............................................... 74
Gambar 6 : Bagian Resolusi.............................................. . 77
Gambar 7 : Bagian Konklusi............................................. . 79

DAFTAR LAMPIRAN
1. Catatan riset dari film dokumenter Domes................. 90

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film dokumenter merupakan film yang menampilkan realitas

kehidupan atau fenomena di masyarakat. Hal itu dapat diartikan bahwa,

teknik pengambilan gambar film dokumenter tanpa direkayasa, bersifat

asli dan apa adanya (McKee : 102). Penggunaan data aktual sebagai

pembangun cerita pada film dokumenter, memunculkan anggapan bahwa

film dokumenter membosankan karena minim konflik1 (Trianida, 2015).

Oleh karena hal tersebut, penerapan struktur dramatik dalam film

dokumenter perlu dipertimbangkan. Struktur dramatik merupakan unsur

pembentuk dramaturgi, yakni tatanan peristiwa agar film tampak realistis.

Struktur dramatik dapat dikatakan sebagai bagian dari plot2 karena di

dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-

bagian yang memuat unsur-unsur plot. Sehingga struktur dramatik yang

diterapkan dalam cerita film menjadi memiliki tanjakan emosi yang

mampu menarik perhatian penonton.

Pertimbangan mengenai perlunya penerapan struktur dramatik

pada film dokumenter, ditegaskan oleh Triyanto dalam tulisannya bahwa

dramaturgi menjadi penting dalam sebuah film karena pada dasarnya, film

adalah rekaman dari kehidupan nyata menjadi rangkaian aksi-reaksi antar

1
Konflik adalah suatu proses yang dimulai dari adanya ―anggapan‖ dari seseorang
kepada orang lain, yang kemudian memunculkan suatu masalah
2
Menurut Bordwell, dan Thompson dalam buku Film Art - An Introduction, istilah plot
digunakan untuk menggambarkan segala sesuatu yang terlihat dan terdengar saat proses
pengambilan gambar.

1
2

manusia atau tokoh yang kemudian menciptakan sebuah drama yang

diharapkan mampu menghasilkan getaran emosional kepada penonton3.

Dalam konsep ini, tokoh atau karakter tersebutlah yang berperan sebagai

penggerak cerita dengan menjalankan struktur dramatik yang diciptakan.

Karakter dapat berpotensi menguak emosi penonton pada bagian-bagian

tertentu struktur dramatik film.

Hakikatnya film dokumenter merupakan karya yang tidak hanya

memberi informasi, melainkan juga menerapkan pengolahan struktur

cerita dan dramatika. Salah satu film yang menguatkan asumsi tersebut

adalah film dokumenter berjudul Kampung Rob di Jantung Kota4. Film

tersebut menceritakan kehidupan masyarakat yang terkena banjir dari

luapan air laut. Film ini mampu membangun emosi, simpati dan empati

penonton melalui penyampaian cerita tentang kawasan pemukiman yang

memiliki permukaan cenderung rendah. Dramatika yang diciptakan dapat

bergulir dengan adanya penekanan pada karakter sebagai penggerak cerita.

Sebuah cerita dituntut mampu mengikat perhatian penonton, cerita

dapat menarik penontonnya dengan berbagai cara, meskipun dalam hal ini

arti menarik bagi setiap orang berbeda5. Dalam film dokumenter terdapat

unsur story telling (penceritaan)6. Unsur tersebut dapat dikembangkan

3
Triyanto Hapsoro, ―Dramaturg, ‗Dramatic Engineer Dalam Sebuah Film‖, diperoleh
pada 8 Juni 2020 pukul 14.00, dari :
https://www.kompasiana.com/triyantogenthong/552900fdf17e612a2b8b45b7/dramaturg-dramatic-
engineer-dalam-sebuah-film.
4
Eagle Award, Metro TV, ―Kampung Rob di Jantung Kota‖, diperoleh pada 18 Mei 2020
pukul 14.00, dari : https://www.youtube.com/watch?v=FgN1t0BpDSs , pada
5
Joseph M. Boggs, terjm oleh Drs. Asrul Sani, Cara Menilai Sebuah Film, (Jakarta :
Yayasan Citra, 1992), hlm 28
6
Kusen Dony Hermansyah, ―Pengantar Ringan Tentang Film Dokumenter‖, diperoleh
pada 25 Mei 2020 pukul 17.12 dari : https://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/A._Dokumenter_-
_Fundamental_of_Documentary_Dokumenter_(Definisi_s.d_Tipe).pdf.
3

untuk mendapat emosi penonton secara maksimal serta dapat menjadi

pembeda antara film dokumenter dengan karya jurnalistik. Kepandaian

dalam bercerita bergantung pada struktur dramatika yang kuat, yakni

dengan penataan bagian-bagian plot dari struktur dramatik yang tepat dan

logis, karena hal tersebut dapat mempengaruhi cerita yang akan

disampaikan, sehingga menghasilkan dampak emosional yang maksimal7.

Dasarnya, cerita dalam film dokumenter bisa menerapkan struktur

dramatika untuk memainkan emosi penonton. Emosi penonton akan

mengalir, mengikuti perasaaan yang dialami oleh tokoh (subjek) secara

alami. Dalam buku Introduction to Documentary, Second Edition, Bill

Nichols menuliskan bahwa, bentuk dokumenter menyeimbangkan visi

kreatif dengan tetap menaruh rasa hormat terhadap dunia sejarah yang

menjadi satu sumber daya tarik8. Membangun struktur dramatika dalam

naskah, menjadi salah satu sikap kreatif dalam menarik dan mengikat

perhatian penonton film dokumenter. Penggunaan struktur dramatika

dalam dokumenter juga bertujuan untuk menjalin kedekatan penonton

dengan subyek. Bagaimana akhirnya penonton bisa ikut merasakan emosi

dan larut dalam cerita yang disuguhkan.

Film Domes menggunakan struktur dramatika Brander Mathews

yang menempatkan tensi—tegangan sebagai unsur pembangun emosi pada

persoalan yang dibicarakan atau diperlakukan dalam sebuah lakon.

Struktur dramatika Mathews membagi tiga babak menjadi enam bagian

plot poin, yang terdiri dari eksposisi, penanjakan, komplikasi, klimaks,


7
Joseph M. Boggs, op.cit, hlm 35
8
Bill Nichols. Introduction to Documentary, Second Edition, (Bloomington, Indiana :
Indiana University Press, 2010), hlm 6
4

resolusi, dan konklusi9. Keenam bagian ini akan diterapkan dalam Film

Domes bergaya observasi.

Film Domes ini merupakan karya penulis dengan sutradara serta

tim riset saat melakukan Kuliah Kerja Industri di Rumah Dokumenter

Klaten, yang kemudian dilakukan penelitian untuk dijadikan tugas akhir.

Film ini bercerita tentang kehidupan yang terjadi pada area Domes. Secara

harfiah Domes merupakan bangunan rumah hunian yang mampu

mengurangi resiko bencana alam, yang ditinggali oleh korban gempa bumi

Yogyakarta yang berpusat di Bantul tahun 2006. Dalam pembuatan

naskah, penulis mengeksplorasi dan mengelaborasi cerita dari dua warga

desa Nglepen dari dua sisi yang berbeda, yang sama-sama terkena gempa,

namun memiliki keterkaitan satu sama lain. Karakter pertama dirasa

mampu menarik empati penonton dengan cerita atau kisah yang dialami

secara langsung, sedangkan karakter kedua seorang penjual jajanan.

Dengan pekerjaan tersebut, karakter kedua bisa menggambarkan

bagaimana komodifikasi10 terjadi pada area domes. Komodifikasi tersebut

dilakukan secara tidak langsung dengan memoles bangunan domes dengan

cerita-cerita sejarah yang mereka miliki tentang gempa Yogyakarta 2006.

Komodifikasi tersebut merupakan dampak dari adanya gempa yang

melanda desa mereka. Sebab pendapatan dari hasil pariwisata dapat

digunakan untuk fasilitas wisatawan dan warga, serta membayar sewa

Eko Santoso. Pengetahuan Teater 1 – Sejarah dan Unsur (Teater Direktorat


9

Pembinaan SMK, 2013), hlm 94


10
Menurut Siti Komariyah dalam "Komodifikasi Makam Dalam Perspektif Sosial-
Ekonomi (Studi Kasus di Makam Sunan Kalijaga Demak)." PhD diss., Universitas Negeri
Semarang, 2015. istilah komodifikasi adalah merubah benda yang tidak bernilai komersil menjadi
benda yang bernilai komersil.
5

tanah pada kas desa, sehingga cukup bisa meringankan beban mereka. Saat

penanganan pasca-bencana, pemerintah tidak langsung turun dalam

memberikan bantuan, tetapi hanya memberikan literasi. Literasi tersebut

bertujuan untuk meminimalisir dampak bencana dengan meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Literasi tersebut

berupa pengetahuan tentang bangunan rumah tahan gempa, melakukan

simulasi tanggap bencana, membuat undang-undang Tentang

Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, serta mendirikan

lembaga penanganan bencana yakni Badan Nasional Penanggulangan

Bencana sejak 200811.

Rumah Domes ini adalah bantuan dari WANGO, lembaga swadaya

masyarakat di Amerika Serikat, organisasi ini memberikan bantuan khusus

berupa rumah Domes di seluruh dunia yang selanjutnya diberi nama

Domes For The World. Dan bantuan dari EMAAR Properties (Public

Joint Stock Company) yang berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab12.

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka laporan tugas akhir ini

bermaksud mengaplikasikan penggunaan struktur dramatika Brander

Mathews sebagai pembangun emosi pada film dokumenter Domes. Gaya

penceritaan yang dipilih pada film Domes ini adalah observasional,

dimana dalam film ini tidak menggunakan narator, tetapi berkonsentrasi

pada dialog dari subjeknya. Gaya observasional ini cocok dengan

11
Arief Budiman, ―Mitigasi Bencana dan Penataan Ruang Gempa Bumi Yogyakarta
2006‖ , diperoleh pada 18 Juli 2020 pukul 09.50 dari :
https://www.slideshare.net/armandbudiman/mitigasi-bencana-dan-penataan-ruang-gempa-bumi-
yogyakarta-2006.
12
Wawancara dengan Bp. Nuril Anwar, anggota pengelola wisata Rumah Domes, pada
tanggal 21 Januari 2020.
6

penggunaan struktur dramatika Brander Mathews, sebab tegangan di

gerakkan oleh subjek atau karakter.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dari

penelitian ini adalah : bagaimana struktur dramatika Brander Mathews

diterapkan dalam naskah film dokumenter observasional Domes ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menerapkan struktur dramatika Brander Mathews dalam naskah

film dokumenter observasional Domes.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :


1. Untuk Mahasiswa
Penelitian ini diharap memberikan informasi dan pengetahuan
bagaimana struktur dramatik yang biasa digunakan dalam pembuatan
film fiksi dapat juga digunakan dalam pembuatan film dokumenter.

2. Untuk Program Studi


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian
dimasa mendatang dalam pembuatan film dokumenter maupun
penelitian terkait struktur dramatika Brander Mathews.

3. Untuk Penulis
Bagi penulis, penelitian ini menambah ilmu dan pengetahuan penulis
tentang struktur dramatika yang diterapkan pada film dokumenter
lewat naskah.
7

1.5 Tinjauan Pustaka

Menurut Taylor dan Procter dalam tulisan berjudul Pedoman

Penyusunan Tinjauan Pustaka dalam Penelitian dan Penulisan Ilmiah

karya Titien Diah Soelistyarini, dituliskan bahwa tinjauan pustaka

merupakan sebuah aktivitas untuk meninjau kembali berbagai literatur

yang telah dipublikasikan oleh akademisi atau peneliti sebelumnya terkait

topik yang akan kita teliti. Penulisan tinjuaan pustaka, diperlukan dalam

suatu penelitian untuk memberikan pemantapan dan penegasan tentang ciri

khas penelitian yang hendak atau sedang dikerjakan.

Berikut adalah penelitian yang terkait dengan film dokumenter dan

struktur dramatika :

1. Teknik Penulisan Naskah Dengan Mengoptimalkan Unsur

Dramatik Dalam Produksi Program Dokumenter Observasional

"Urup", pada Jurnal Ilmu Komunikasi, Akademi Komunikasi

Radya Binatama ditulis oleh Regita Wisnu Amelinda, Halimatus

Sa’diyah, Sazkia Noor Anggraini (2019).

Jurnal Teknik Penulisan Naskah Dengan Mengoptimalkan Unsur

Dramatik Dalam Produksi Program Dokumenter Observasional

"Urup", merupakan jurnal penciptaan karya yang membahas unsur

dramatik dalam program dokumenter mengenai Ketoprak Tobong

Kelana Bhakti Budaya. Film ini menggunakan unsur tensi dramatik

milik Brander Mathews yang dibagi menjadi tiga babak dan enam

bagian. Tensi dramatik digunakan agar penonton ikut merasakan suka


8

dan duka dari kesenian tradisional Ketoprak Tobong Kelana Bhakti

Budaya ini.

Pada jurnal tersebut, Regita, dkk menjelaskan penggunaan tensi

dramatik dalam film Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya yang

menggambarkan aktivitas dari dua tokoh utamanya yang merupakan

pemain senior ketoprak Tobong, aksi para pemain ketoprak saat

pementasan, serta saat mereka melakukan evaluasi setelah pementasan.

Jurnal ini menerapkan struktur dramatik Brander Mathews sebagai

cara untuk menggambarkan suasana kekeluargaan yang kental dan

kecintaan dua subjek utama pada ketoprak tobong kelana bhakti

budaya. Dari jurnal ini dapat diketahui bahwa penggunaan struktur

dramatik dalam produksi film dokumenter memang diperlukan untuk

menarik minat penonton akan film.

Perbedaan dengan tugas akhir penulis adalah adanya gambar dari

film Domes sebagai pendukung kalimat pada tugas akhir penulis,

sedangkan pada jurnal ini tidak ada. Dengan penataan struktur

dramatika yang tepat maka tensi dramatik juga akan tercipta dengan

baik.

2. Film Dokumenter Last Train Home (2009)

Film ini disutradarai oleh Lixin Fan bercerita tentang pasangan suami

istri Zhang dan Suqin, pekerja migran dalam perjuangan mereka

mencari tiket perjalanan untuk pulang kampung. Di film ini Zhang dan

Suqin harus berhadapan dengan ribuan orang yang juga mencari tiket
9

untuk pulang kampung merayakan tahun baru Cina13. Peran mereka

sebagai orang tua rela ditinggalkan demi upah yang tidak seberapa dari

pekerjaannya sebagai penjahit di pabrik tekstil. Pekerjaan ini mereka

lakukan untuk membantu menghidupi anak-anak dan ibu mereka.

Namun harapan besar Zhang dan Suqin terhadap anak-anaknya tentang

pendidikan harus pupus karena Qin, anak bungsu mereka memutuskan

berhenti sekolah dan menjadi pekerja di bar dan pabrik tekstil seperti

mereka.

Dari pengamatan terhadap film Last Train Home, perekonomian

merupakan masalah yang cukup berat bagi sebagian keluarga, tuntutan

kehidupan yang semakin tinggi dan kesulitan mencari pekerjaan

membuat kehidupan semakin sulit. Alur dalam film ini berjalan maju

dengan struktur dramatik yang bertahap, dimulai dari pengenalan

karakter dan suasana sesak yang terlihat di stasiun kereta. Karakter

yang kuat sebagai penggerak cerita membuat film ini memiliki emosi

yang maksimal dalam menyampaikan cerita.

Film Last Train Home menggunakan struktur dramatik Brander

Mathews. Penggunaan struktur dramatika Brander Mathews di film ini

ditandai dengan, meningkatnya tensi dramatik pada bagian-bagian

tertentu, seperti saat Suqin tahu jika ternyata Qin bekerja di pabrik

tekstil. Kemudian tensi dramatik sampai pada puncak saat adanya

konflik di rumah setelah Zhang dan Suqin serta Qin pulang kampung

bersama. Selain itu penggunaan struktur dramatika brander mathews di


13
Hari tahun baru Imlek merupakan tahun baru yang didasarkan pada penanggalan Cina
(kalender bulan) dan disebut juga sebagai festival musim semi karena bagi masyarakat Cina
dahulu yang mayoritas petani, hari tersebut merupakan hari pertama musim semi.
10

film ini juga ditandai dengan tegangan yang mengacu pada persoalan

yang sedang dihadapi oleh tokoh, yakni masalah perekonomian.

Terdapat kesamaan dan perbedaan permasalahan antara film ini

dengan yang diangkat oleh penulis. Kesamaannya ada pada

permasalahan ekonomi, namun perbedaannya terdapat pada penyebab

dari terjadinya masalah ekonomi. Perbedaan penyebab inilah yang

akan mempengaruhi struktur dramatik yang tercipta.

3. Film Dokumenter Di Balik Eksotis Kampung Teletabis (2016)

Disutradarai oleh Nunik Fajar, film ini bercerita tentang proses

pembangunan rumah domes, proses menjadi desa wisata, proses

adaptasi masyarakat korban gempa dengan rumah baru yang berbeda

dengan rumah pada umumnya, serta status kepemilikan tanah.

Diungkapkan oleh Sulasmono (ketua pengelola kampung teletabis)

pada saat itu, masyarakat perlu waktu 3 bulan untuk menyesuaikan

dengan rumah domes. Pekerjaan masyarakat rumah domes juga ada

beberapa yang berubah, dari semula bertani dan mencari rumput untuk

ternak, beralih menjadi pemandu dan berjualan souvenir dan jajanan.

Terdapat perbedaan fokus pembahasan dan sudut pandang antara film

ini dengan film Domes. Film ini menggunakan sudut pandang dari

warga rumah domes dan perangkat desa, sedangkan film Domes hanya

menggunakan sudut pandang dari warga rumah domes.

Film ini lebih memperlihatkan pemaparan tentang rumah domes.

Pada film ini konflik meningkat pada menit-menit akhir, seperti saat
11

pengungkapan Sulasmono terkait sewa tanah di rumah domes yang

tetap harus mengikuti peraturan yang ada yakni membayar sewa tanah.

Kemudian puncaknya saat Lekta Manuri (Kepala Desa) mengatakan

bahwa hal tersebut bukan suatu masalah, dan untuk pengembangan

area domes yang juga area wisata, masyarakat masih membutuhkan

dana bantuan dari pemerintah daerah maupun pemerintah desa sendiri.

Padahal hal tersebut masih bagian dari masalah para warga di area

domes karena masih memiliki tanggungan untuk membayar sewa

tanah.

4. Film Dokumenter Renita, Renita (2006)

Disutradarai oleh Tonny Trimarsanto, film ini bercerita tentang

kehidupan Renita yang memilih menjadi seorang waria. Keputusan

untuk menjadi waria megakibatkan Renita diusir dari rumah oleh

orangtuanya. Renita pergi merantau, meninggalkan rumah dan hidup

berpindah-pindah dari Palu, Balikpapan, kemudian Jakarta. Memilih

menjadi seorang waria membuat Renita sering dikejar, diperas, dan

ditangkap oleh aparat pemerintah karena dianggap ‗mengganggu‘

ketertiban umum.

Dari pengamatan terhadap film Renita, Renita diskriminasi dan

kekerasan masih menjadi masalah yang cukup berat. Alur dalam film

Renita, Renita berjalan maju dengan struktur dramatik yang bertahap,

dimulai dari awal pengenalan karakter Renita sebagai penggerak cerita

dan teman-temannya yang sedang menanti konsumen, kemudian


12

beralih ke gambaran saat Renita merias diri. Penggambaran tersebut

membuat penonton tertarik pada film ini. Pada bagian tengah, film

menunjukkan kegiatan sehari-hari Renita saat bekerja di salon seperti

melayani kosumen yang ingin potong rambut, menonton televisi dan

mencuci handuk yang digunakan oleh konsumen di salon. Kegiatan ini

bertujuan menunjukkan kondisi geografis dan wilayah kerja pilihan

waria. Titik konflik diletakkan pada bagian akhir film di menit ke 10 :

48, pada tahap ini Renita mengungkapkan bahwa dirinya pernah

menjadi korban kekerasan dan diskriminasi.

Kesamaan film ini dengan film Domes adalah, menggunakan

struktur penceritaan tiga babak. Yang membedakan adalah pada film

ini, titik konflik diletakkan pada bagian atau babak akhir, sedangkan

pada film Domes berada di bagian atau babak kedua, yakni klimaks.

Aspek pembeda ini memiliki fungsi sebagai ciri khas dari masing-

masing karya. Pada film Renita, Renita penonon dibuat empati saat

Renita mengungkapkan bahwa ia pernah menjadi korban kekerasan.

Sedangkan pada film Domes penonton memiliki pengetahuan baru

bahwa wisatawan di rumah domes secara tidak langsung menjadi

sesuatu yang penting untuk perekonomian warga disana.

5. Film Dokumenter Kampung Rob Di Jantung Kota (2012)

Film ini disutradarai oleh Fuad Ashari dan Sapto Pamungkas, bercerita

tentang masyarakat daerah Semarang yang terkena banjir rob. Film ini

mampu membangun emosi, simpati dan empati penonton melalui


13

penyampaian ceritanya. Menggunakan dua sudut pandang dari

masyarakat yang rumahnya masih tergenang air laut dan masyarakat

yang bisa mengatasi masalah banjir rob tersebut. Film ini menggiring

penonton untuk ikut merasakan apa yang masyarakat di film tersebut

rasakan.

Pada film Kampung Rob Di Jantung Kota, emosi dibangun dengan

memperlihatkan kehidupan subjek yang merasakan langsung banjir

rob, sehingga penonton yang memiliki pengalaman seperti subjek juga

akan teringat saat rumah mereka terendam banjir meskipun bukan

banjir rob. Film Kampung Rob Di Jantung Kota menggunakan struktur

dramatik Piramida Freytag. Teori Piramida Freytag inisalah satu teori

yang menjelaskan mengenai plot sebuah cerita dalam drama.

Penerapan teori Piramida Freytag pada film Kampung Rob Di Jantung

Kota berfungsi untuk membuat emosi penonton meningkat secara

bertahap. Pada plot poin komplikasi terdapat penanjakan dan

bagaimana mengatasi konflik yang terjadi meskipun tidak mudah. Pada

bagian komplikasi ditunjukkan dengan ungkapan salah seorang warga

yang juga sebagai ketua RT 05 saat meminta bantuan kepada

pemerintah.

1.6 Landasan Teori

Landasan teori digunakan untuk membantu peneliti agar kebih

fokus dengan apa yang menjadi topik dan tema dari penelitian. Landasan

teori juga berfungsi untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan dalam


14

rumusan. Pada laporan tugas akhir ini penulis menjelaskan beberapa

tahapan yang digunakan untuk membedah permasalahan dalam penerapan

struktur dramatika Brander Mathews. Berikut adalah tahapan-tahapannya

A. Konsep Struktur Dramatika Brander Mathew

1. Prinsip kerja struktur dramatik Brander Mathews

Pada pinsip kerja struktur dramatiknya, Brander Mathews

menekankan pentingnya tensi dramatik. Masing-masing bagian

plot poin memiliki penekanan atau tegangan (tensi) pada

perjalanan cerita yang diciptakan. Mathews menempatkan tensi—

tegangan— sebagai unsur pembangun emosi. Tegangan dalam

struktur dramatik Mathews ini mengacu pada persoalan yang

dibicarakan atau diperlakukan dalam sebuah lakon14.

Pada konsep Brander Mathews terdapat enam unsur

pembangun atau plot poin. Unsur pembangun tersebut adalah

eksposisi merupakan pengenalan awal, penanjakan merupakan

tindakan yang dilakukan oleh tokoh yang membangun penanjakan

aksi untuk menuju konflik, komplikasi merupakan upaya dari

tokoh untuk bangkit melawan masalah yang menimpa, klimaks

merupakan puncak dari permasalahan, resolusi merupakan solusi

atau jalan keluar dari masalah yang menimpa dan konklusi

merupakan tahap akhir dari struktur dramatik ini, tokoh mulai

mendapat jawaban atas apa yang menimpanya. Enam unsur

14
Eko Santoso, op.cit.hlm 94
15

pembangun tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga babak.

Babak pertama, babak kedua, dan babak ketiga.

2. Pembabakan dalam struktur dramatik Brander Mathews.

Pembabakan merupakan salah satu unsur intrinsik dalam

karya sastra, dalam hal ini pembabakan berisi plot atau alur cerita

mengenai bagaimana peristiwa dalam cerita terjadi, bagaimana

pemaparan dan mengenalkan konflik, bagaimana konflik

meningkat sampai dengan puncak dari peristiwa yang ada di dalam

cerita sebagai klimaks cerita dan bagaimana mengurai klimaks

yang ada dengan penyelesaian15.

Struktur dramatika Mathews pembabakan dibagi menjadi

tiga, babak I : pengenalan awal hingga munculnya permasalahan,

babak II : penanjakan menuju konflik, dan babak III : penurunan

dari tegangan yang terjadi. Pembagian tiga babak ini dirincikan

kembali ke dalam enam bagian.

15
Dodiyanto, Rosyid. "Analisa Pemahaman Mahasiswa Terhadap Unsur-Unsur Intrinsik
Karya Satra Di Kelas Prosa." Prosiding 8, no. 1 (2019). hlm 428
16

(1)

Gambar 1: Struktur Dramatik Brander Mathews

3. Plot Point dalam struktur dramatika Brander Mathew.

Berikut adalah keenam plot poin yang dikelompokkan menjadi

tiga babak, diantaranya :

a) Babak I

1) Eksposisi

Merupakan bagian awal dari sebuah cerita yang

mengenalkan dan menjelaskan tempat, masalah, tokoh, dan

waktu.

2) Penanjakan

Merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang

tokoh yang membangun penanjakan aksi untuk menuju

sebuah konflik, penekanan dramatik mulai dilakukan pada

tahap ini.

b) Babak II

1) Komplikasi
17

Kelanjutan dari penanjakan. Tokoh mulai mengambil

upaya untuk mencapai tujuan tertentu atau bangkit

melawan masalah yang menimpa.

2) Klimaks

Puncak dari tegangan, penanjakan yang terjadi sejak awal

mengalami puncaknya.

c) Babak III

1) Resolusi

Bagian dimana masalah-masalah yang diusung oleh para

tokoh dipertemukan dengan tujuan untuk mendapatkan

solusi atau jalan keluar. Tokoh mulai mendapat titik terang

dari masalah yang menimpanya.

2) Konklusi

Tahap akhir dari peristiwa dramatik, biasanya para tokoh

mendapatkan jawaban atas apa yang menimpanya. Tensi

dramatik tidak berada pada garis akhir, namun berada lebih

tinggi dari bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau

tensi yang ada dibagian komplikasi dan klimaks.

Salah satu hal yang perlu ada saat akan melakukan produksi film,

baik fiksi maupun dokumenter adalah adanya penulis naskah. Terlebih

dalam dokumenter, perlu adanya penulis naskah yang mampu menuliskan

atau menjabarkan ide atau gagasan dari masalah atau fenomena yang akan

diangkat.
18

Tahapan yang dilalui penulis naskah diawali dengan membuat ide

dan tema, menentukan konsep, mencari subjek atau karakter yang sesuai

dengan ide, membuat sinopsis. Kemudian penulis naskah melakukan

penataan dengan menyusun semua kejadian menjadi sebuah sketsa yang

dinamakan treatment lalu melanjutkannya dalam bentuk naskah.

B. Tahapan dalam penyusunan struktur dramatik

a. Menemukan ide cerita

Dalam buku berjudul Renita, Renita Catatan Proses

Membuat Film Dokumenter karya Tonny Trimarsanto, proses awal

dari mencipta adalah, ketika pembuat film menemukan ide16. Ide

yang didapat pun harus diperkuat dengan riset dan observasi

lapangan. Riset merupakan upaya untuk mengumpulkan data dan

fakta tentang apa yang diinginkan dalam film. Hal ini juga untuk

memastikan apakah ide yang ditemukan bisa dikembangkan atau

tidak. Sebab ide yang sudah ditemukan, tidak semuanya bisa

diterjemahkan dalam bentuk tulisan naskah sebelum akhirnya

divisualkan. Riset menjadi dasar untuk keperluan menyusun,

merangkai dan mengembangkan kisah dalam naskah film.

Konflik dalam cerita film dokumenter tidak bisa didesain,

dalam hal ini pembuat film dokumenter hanya bisa memprediksi

potensi dan peluang cerita yang dapat dikembangkan. Oleh sebab

itu, dengan riset kita bisa mengetahui seperti apa kadar konflik

16
Tonny Trimarsanto. Renita, Renita Catatan Proses Membuat Film Dokumenter,
(Klaten : Rumah Dokumenter, 2019),hlm 13-14
19

yang dapat tervisualkan, serta riset bertujuan untuk mencari

karakter yang bisa mewakili ide cerita.

b. Menentukan subjek atau karakter

Dalam buku Renita, Renita Catatan Proses Membuat Film

Dokumenter, Tonny juga menjelaskan bahwa, subjek atau karakter

menjadi sesuatu yang penting dalam pembuatan film dokumenter.

Subjek harus mampu menuturkan kisahnya dengan baik, orisinal

dan jelas secara artikulatif17 agar penonton dapat dengan mudah

memahami kisah yang disampaikan. Tonny juga menuliskan

bahwa ada banyak karakter dengan masing-masing ceritanya yang

menarik, sehingga pembuat film harus pandai menyeleksi kisah

dari karakter siapa yang paling menarik dan kuat dengan ragam

peristiwa serta konfliknya. Sehingga dalam melakukan seleksi ini,

pembuat film harus memilih kisah dan subjek yang paling potensial

yang sesuai dengan ide yang ditemukan, dengan parameter subjek

tersebut bisa secara jelas menjelaskan kisahnya dengan baik, serta

tidak merasa gugup atau minder dengan adanya kamera yang

digunakan18.

Dari proses riset yang dilakukan, dapat diketahui gambaran

tentang film dan siapa subjek yang kisahnya pas dengan ide cerita

yang ditemukan. Subyek dalam film dokumenter, dapat satu

17
Ibid, hlm 33
18
Ibid, hlm 33
20

karakter yang berdiri sendiri atau bisa juga bisa multi karakter yang

dapat berkolerasi satu sama lain.

Dalam film Domes, terdapat dua karakter yang berkolerasi

saling menyatu sama lain, terdapat benang merah antara kisah

kedua subjek. Subjek atau karakter pertama Ibu Ponirah, karakter

ini mampu menarik empati penonton melalui cerita yang ia alami

secara langsung saat gempa menghancurkan dua rumahnya.

Karakter kedua Ibu Widi, seorang penjual jajanan19 yang juga

menjadi korban gempa. Pekerjaannya sebagai penjual jajanan dapat

menggambarkan secara langsung proses komodifikasi. Mereka

seperti mendapat 'peran' nya masing-masing dalam film ini.

Berikut karakter dari dua subjek yang dijadikan narasumber dalalm

film Domes :

1. Ponirah, 57 tahun

 Psikologis :

Sosok seorang ibu yang sangat menyayangi anak. Korban

saksi mata saat gempa bumi Yogyakarta yang berpusat di

Bantul tahun 2006. Selalu menyimpan kenangan yang ia

alami salah satunya adalah kejadian sebelum dan sesudah

gempa menimpa desanya dan menghancurkan dua rumahnya

 Fisiologis :

Pekerja keras sebagai buruh tani dan ternak.

19
Makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa
pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan ini mengacu pada snack kemasan ringan yang
biasa dijual di sekolah-sekolah dasar
21

Tinggi badan 166cm dengan berat badan 50kg.

 Sosiologis

Seseorang yang suka menyanyi, dia mengikuti kegiatan

perkumpulan di desanya yang bernama Rondo Tek-tek.

2. Widi, 63 tahun

Penjual jajanan dan petani. Korban gempa bumi Yogyakarta

yang berpusat di Bantul tahun 2006.

Tinggi badan 150cm dengan berat badan 50kg.

Menyimpan kenangan saat gempa terjadi, termasuk saat ia

terluka karena terkena reruntuhan rumahnya.

Dalam pemaparan kisah-kisah dramatik ke dalam plot yang

merupakan kerangka, diwujudkan dalam perwatakan yang diolah

menjadi suatu rangkaian cerita, dimana cerita terdiri dari adegan-

adegan yang di dalamnya terdapat karakter, dialog, tindakan, dan

insiden20.

c. Membuat shooting script

Istilah shooting script sendiri pada dasarnya hampir sama

dengan istilah naskah yang biasa digunakan pada film fiksi, hanya

saja aspek suara dalam film dokumenter tertulis dalam kolom

terpisah dengan deskripsi uraian pergerakan tokoh. Dalam

20
Saputra, Handri. "Analisis is kemunculan unsur dramatik pada program acara lintas
Imaji Net TV." PhD diss., Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2017, hlm 10
22

bukunya, Tonny menjelaskan bahwa shooting script adalah

deskripsi dari ide, yang berisi alur film yang telah dijabarkan dalam

pendekatan yang lebih teknis21. Menurut Tonny ada empat fungsi

shooting script dalam pelaksaan pengambilan gambar di lapangan.

Keempat fungsi tersebut adalah, pertama, shooting script

menjadi alat kerja dan membantu memudahkan dalam proses

pengambilan gambar di lapangan. Kedua, shooting script juga

membantu dalam pengaturan sistem kerja, sehingga waktu

pengambilan gambar menjadi lebih tertata karena sudah

mempunyai panduan, siapa, peristiwa dan jumlah lokasi yang

direkam. Ketiga shooting script merupakan alat organisasi kerja

tim. Sama seperti proses pembuatan film fiksi, pembuatan film

dokumenter bisa lebih dari satu orang, sehingga shooting script

dapat membantu mengutarakan ide kepada anggota lain. Keempat,

shooting script dapat menjadi panduan bagi editor dalam

merangkai data berupa gambar dan suara yang didapat saat

prosuksi maupun riset.

Dalam pembuatan shooting script, sudah mencakup alur

dari kisah yang diangkat. Menuliskan alur, merupakan upaya untuk

mendesain tubuh film22 dengan menuliskan alur, pembuat film bisa

mengatur bagaimana alur akan disuguhkan, seperti apa struktur

film dibangun dan tangga konflik dibangun. Alur ini dapat ditulis

berdasarkan hasil data yang didapat saat riset. Alur dan karakter

21
Tonny Trimarsanto,op.cit. hlm 57
22
Ibid, hlm 48
23

memiliki kepentingan yang sama dalam sebuah film. Alur sebagai

jalan cerita struktur film, sedangkan karakter adalah yang

menggerakkan alur tersebut.

Dalam film dokumenter Domes ini penulis menggunakan

konsep Brander Mathews untuk menyusun struktur dramatik.

Struktur ini dibagi menjadi tiga babak dan enam bagian. Babak

pertama merupakan bagian pengenalan dari tokoh, tempat, masalah

dan waktu serta penanjakan menuju konflik, yang mencakup :

1. Eksposisi merupakan bagian awal dari sebuah cerita yang

memberikan gambaran, penjelasan dan keterangan

mengenai tokoh, masalah, waktu, dan tempat dalam film,

serta nilai tegangan dramatik masih berjalan wajar. Dalam

pengaplikasiannya ke naskah film Domes, bagian ini

ditunjukkan dengan pengenalan karakter Ibu Ponirah yang

akan bekerja di sawah pada pagi hari, serta apa yang dinaiki

untuk sampai ke sawah. Bagian ini juga sebagai kunci

pembuka awalan persoalan dengan Ibu Ponirah sebagai

warga asli Nglepen.

2. Penanjakan merupakan sebuah peristiwa atau tindakan yang

dilakukan oleh seorang tokoh yang membangun penanjakan

aksi menuju sebuah konflik. Dibagian ini, penekanan

dramatik mulai dilakukan. Cerita dimulai karakter saat

gempa melanda.
24

Babak kedua merupakan penanjakan menuju konflik, yang

mencakup :

1. Komplikasi merupakan penggawatan yang merupakan

kelanjutan dan peningkatan dari penanjakan. Dibagian ini

kesadaran tentang adanya persoalan dan kehendak untuk

bangkit melawan mulai dibangun, salah seorang tokoh

mulai mengambil upaya untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Klimaks merupakan puncak tertinggi dalam tensi dramatik

dimana penanjakan yang dibangun sejak awal mengalami

puncaknya.

Babak tiga mencakup :

1. Resolusi, merupakan bagian yang mempertemukan

masalah-masalah yang diusung oleh para tokoh dengan

tujuan untuk mendapatkan solusi atau pemecahan. Pada

bagian ini semua tokoh mulai mendapatkan titik terang dari

persoalan yang dihadapi yakni dengan kedua tokoh

memiliki pekerjaan yang bisa membantu memenuhi

kebutuhan sehari-hari keluarganya.

2. Konklusi merupakan tahap akhir dari struktur dramatik

biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas masalahnya,

serta peristiwa dramatik berakhir pada tahap ini. Nilai tensi

tidak berada pada garis akhir, namun berada lebih tinggi

dari bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang

ada dibagian komplikasi dan klimaks. Peristiwa yang


25

melanda kedua karakter dan warga kawasan rumah domes

merupakan suatu ujian yang sudah digariskan oleh Tuhan.

1.7 Desain Produksi Film

1. Data

Dalam pembuatan film dokumenter data tentang tokoh, masalah,

dan lokasi dapat didapat atau dikumpulkan dengan beberapa cara

diantaranya :

a. Observasi

Observasi adalah suatu aktivitas yang dilakukan guna

mengetahui sesuatu dari sebuah fenomena yang berdasarkan

pengetahuan. Proses ini dilakukan untuk memperoleh

informasi terkait suatu fenomena atau peristiwa yang

sedang diteliti23. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan

untuk mengamati keseharian dan kebiasaan warga Desa

New Nglepen dan subjek yang dijadikan narasumber pada

film Domes. Saat observasi dilakukan, penulis dapat

melihat kegiatan Ibu Ponirah sebelum berangkat ke sawah,

persiapan Ibu Widi saat menata dagangannya, kegiatan

warga lain saat menjemur padi.

23
RomaDecade, ―Pengertian Observasi‖ diperoleh pada 16 Juni 2020 pukul 11.00, dari :
https://www.romadecade.org/pengertian-observasi/.
26

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses mengumpulkan data-data

berupa informasi dari seorang narasumber, dengan

melakukan tanya jawab dan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan secara langsung. Wawancara dengan kata lain

adalah kegiatan tanya jawab antara pewawancara dengan

narasumber untuk mendapatkan informasi24. Dari

wawancara ini penulis mendapat cerita tentang kronologi

gempa, asal bantuan untuk rumah domes, pekerjaan tokoh.

c. Studi Pustaka

Selain memperoleh informasi dan data dari observasi dan

wawancara lapangan, metode ini membantu penulis untuk

memperoleh informasi dan data mengenai bencana alam

yang melanda desa Nglepen, lokasi desa, dan bantuan untuk

rumah domes melalui kumpulan jurnal secara online. Dari

studi pustaka ini, penulis mendapat informasi tentang lokasi

desa New Nglepen, jumlah dan asal rumah bantuan.

2. Logline

Dua warga desa New Nglepen yang terkena gempa bumi

Yogyakarta 2006 berusaha keras memperbaiki kehidupannya agar

dapat hidup dengan perekonomian normal seperti sediakala, hingga

24
Zenius ―Wawancara‖, diperoleh pada 16 Juni 2020 pukul 10.00 dari :
https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-indonesia/a/174/wawancara.
27

secara tidak langsung mereka melakukan komodifikasi pada cerita-

cerita pengalaman tentang gempa bumi yang pernah melanda desa

mereka. bangunan huniannya.

3. Sinopsis

Kisah dua warga desa Nglepen Ibu Ponirah. (57) dan Ibu

Widi (63) yang di relokasi karena gempa Yogyakarta 2006.

Hampir seluruh rumah di desa tersebut mengalami kerusakan

ringan hingga berat. Salah satu warga yang rumahnya rusak berat

dan hilang karena terjadi rekahan pada tanah adalah rumah Ibu

Ponirah (57). Ibu Ponirah juga merupakan salah satu warga yang

melihat langsung saat rumahnya hancur. Kini beliau bekerja keras

sebagai buruh tani dan ternak untuk memperbaiki perekonomian

dari nol untuk kehidupannya yang lebih baik.

Upaya untuk memperbaiki perekonomian juga dilakukan

oleh Ibu Widi (63). Beliau merupakan penjual jajanan di area

relokasi domes yang menjadi desa wisata karena keunikan

bangunannya. Selain sebagai penjual jajanan, Ibu Widi (63) juga

menjadi penjual "cerita" di kawasan area relokasi domes. Ibu Widi

adalah bentuk nyata dari komodifikasi yang ada di area tersebut.

Beliau sering diminta menceritakan kejadian saat gempa terjadi

oleh wisatawan yang berkunjung yang kebetulan sedang mampir di

warungnya.
28

Setelah usaha keras yang dilakukan, kini kehidupan dan

perekonomian dari kedua tokoh sudah lebih baik dibanding awal-

awal setelah terkena gempa. Kedua tokoh sudah menerima bahwa

yang menimpa mereka di tahun 2006 adalah takdir yang kuasa.

4. Karakter

1. Ponirah 57 tahun

 Psikologis :

Sosok seorang ibu yang sangat menyayangi anak. Korban

saksi mata saat gempa bumi Yogyakarta yang berpusat di

Bantul tahun 2006. Selalu menyimpan kenangan yang ia

alami salah satunya adalah kejadian sebelum dan sesudah

gempa menimpa desanya dan menghancurkan dua rumahnya

 Fisiologis :

Pekerja keras sebagai buruh tani dan ternak. Tinggi badan

166cm dengan berat badan 50kg.

 Sosiologis :

Seseorang yang suka menyanyi, dia mengikuti kegiatan

perkumpulan di desanya yang bernama Rondo Tek-tek.

2. Widi 63 tahun

Penjual jajanan dan petani. Korban gempa bumi Yogyakarta

yang berpusat di Bantul tahun 2006.

Tinggi badan 150cm dengan berat badan 50kg.


29

Menyimpan kenangan saat gempa terjadi, termasuk saat ia

terluka karena terkena reruntuhan rumahnya.

5. Treatment

Treatment berfungsi memberikan deskripsi dalam penyusunan

struktur dramatik.25

Tabel 1. Treatment Film Dokumenter Domes

No Visual Audio
I OPENING / AWAL
Ext. Desa Nglepen – Pagi Hening
1 Suasana Desa Nglepen (lokasi tanah
amblas). Menunjukkan rumah-rumah yang
rusak karena terkena gempa
2 Black Screen (judul) : Domes Hening
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah – Pagi Atmosfir : suasana
Ibu Ponirah dan Pak Temu (suami Mbah depan
3 rumah Ibu
Ponirah
Ponirah) bersiap-siap berangkat ke sawah
Ext. Jalan menuju Sawah – Pagi Atmosfir : suasana
4 Ibu Ponirah mengayuh sepedanya menuju jalanan
sawah yang akan digarap
Ext. Sawah – Pagi Ibu Ponirah
5 Ibu Ponirah berjalan menuju sawah, Pak memperkenalkan diri
Temu mempersiapkan alat untuk mengairi
sawah.
Ext. Sawah – Siang
Pak Temu mencangkul tanah agar mudah Atmosfir suasana
6 untuk ditanami bibit padi, kemudian Ibu persawahan
Ponirah mulai menabur benih padi, setelah
itu menutup padi dengan rumput.
II MIDLE / TENGAH
Ext. Sawah – Siang Atmosfir suara jalan
7
Ibu Ponirah bersiap pulang menaiki raya pinggir sawah

25
Estrella Agustus, ―Tahapan Produksi Film Dokumenter‖, 2011, hlm 10
30

sepedanya
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah – Pagi Ibu Ponirah
menceritakan kronologi
8 Wawancara dengan Ibu Ponirah
gempa.
Int. Rumah Ibu Ponirah – Siang Atmosfir suara radio
9 Ibu Ponirah memasak makan siang untuk yang membahas tentang
virus corona
suami dan anaknya
Ext. Rumah Ibu Ponirah – Siang Atmosfir suara motor,
suasana rumah domes
Ibu Ponirah bersiap berangkat mencari
10 rumput di kebun dekat rumahnya menaiki siang hari dan suara Ibu
Ponirah menyanyi lagu
sepeda.
―Pepiling‖
Ext. Jalan menuju Rumah Domes – Pagi Atmosfir suara sepeda
11 motor berlalu lalang
Footage matahari terbit
Ext. Jalan Rumah Domes - Pagi Atmosfir suara musik
12 Beberapa ibu di rumah domes melakukan senam dan suara anak-
senam pagi. Warga lain mulai melakukan anak bermain
aktivitasnya, dan anak-anak bermain
Ext. Warung Ibu Widi - Pagi Atmosfir suara musik
13 Ibu Widi menyiapkan dagangan untuk senam
warungnya
Ext. Warung Ibu Widi - Siang Atmosfir suara anak-
Ibu Widi melayani pembeli anak-anak anak, sepeda motor
hingga ibu-ibu. Ibu Widi juga kedatangan berlalu lalang
14
pembeli yang bertanya tentang rumah
domes. Ibu Widi menceritakan tentang Ibu Widi menceritakan
rumah domes. rumah domes.
Ext. Rumah Domes – Siang Atmosfir suara
15 Suasana rumah domes saat dikunjungi wisatawan
wisatawan
Ext. Rumah Domes – Siang Atmosfir suasana
16 Suasana pemukiman rumah domes dan pemukiman rumah
domes yang sepi
warung Ibu Widi yang sepi
Ext. Warung Ibu Widi - Siang Ibu Widi menjelaskan
17 alasan rumah domes
Ibu Widi duduk menunggu pembeli
sepi.
Ext. Warung Ibu Widi – Siang Ibu Widi menjelaskan
18 alasan rumah domes
Menjemur padi hasil panen di sawahnya
sepi
31

III ENDING / AKHIR


Ext. Kebun – Sore Atmosfir suara sepeda
19 Ibu Ponirah selesai mencari rumput, motor berlalu lalang
kemudian membawanya ke kandang sapi
dan kambing.
Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana
Ibu Ponirah memberi makan sapi dan kandang
20 sapi dan
kambing
kambing yang diurusnya
Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana saat
21 Ibu Ponirah bersama ibu-ibu warga rumah berlatih Rondo Tektek
domes sedang berlatih ―Rondo Tektek‖
musik sambutan khas rumah domes

6. Jadwal Produksi Film

Tabel 2. Jadwal Produksi

Bulan ke-
No Kegiatan
1 2 3
Pra Produksi
1 Menentukan Ide
2 Riset & Observasi
3 Transkrip data
Membuat breakdown
4 subjek &
menentukan subjek
5 Pengembangan cerita
6 Persiapan shooting
Produksi
7 Shooting
Pasca Produksi
8 Transkrip video
Membuat editing
9
script

1.8 Sistematika Penulisan


Dalam sistematika penulisan tugas akhir ini, penulis membaginya

dalam tiga bagian, yakni :


32

1. Bagian Awal

Bagian ini berisi halaman sampul, judul, halaman persetujuan,

halaman pengesahan, halaman pernyataan, intisari, kata pengantar,

daftar Isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.

2. Bagian utama atau isi. Bagian ini terdiri dari empat bab :

- Bab I : Pendahuluan. Dalam hal ini penulis menguraikan tentang

latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, tinjauan pustaka, landasan konseptual yang digunakan,

desain produksi film dan sistematika penulisan.

- Bab II : Tentang Komodifikasi, Film Dokumenter Dan Dramatika

Di bab ini penulis menjelaskan tentang komodifikasi, film

dokumenter, struktur dramatik Brander Mathews juga peran

penulis naskah. Ketiga poin tersebut dijelaskan agar pengertian

satu sama lainnya dapat pahami dengan mudah. Serta perlunya

peran penulis naskah dalam pembuatan film dokumenter juga

diketahui dari penjabaran pada bab II ini. Selain itu juga struktur

dramatik yang biasa digunakan dalam film fiksi pun dapat

digunakan dalam film dokumenter.

- Bab III : Penerapan Struktur Dramatik Brander Mathews dalam

naskah Film Dokumenter Domes.

Pada bab ini penulis menyajikan hasil olah data dari observasi

lapangan serta naskah dari film Domes dengan penjelasan

penerapan struktur dramatik Brander Mathews di dalamnya.


33

- Bab IV : Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini berisi simpulan dari

penulis berdasarkan pengaplikasian teori Brander Mathews pada

naskah film dokumenter Domes.

3. Bagian akhir

Dalam bagian ini berisi : daftar pustaka dan lampiran.


BAB II

TENTANG KOMODIFIKASI,

FILM DOKUMENTER DAN DRAMATIKA

Konsep dasar penulisan naskah film Domes, berupa komodifikasi,

film dokumenter, dan struktur dramatik yang diulas lebih dalam pada bab

II. Ulasan ini disajikan urut, sesuai dengan proses yang dijalani penulis

saat merancang naskah film Domes.

Melalui proses riset, penulis menemukan gejala komodifikasi yang

memanfaatkan kondisi bencana di area New Ngelepen. Komodifikasi

diartikan sebagai sebuah perubahan nilai pakai, guna, atau fungsi suatu

benda atau jasa yang umumnya tidak memiliki nilai jual atau tukar

menjadi benda atau jasa yang memiliki nilai tukar. Di New Ngelepen

komodifikasi ini mulai muncul ketika rumah warga yang roboh karena

rekahan tanah dibangun ulang di tanah relokasi dalam model Domes,

hingga cara media memberitakan peristiwa di tempat tersebut.

Gejala di atas, menunjukkan bahwa sebenarnya komodifikasi juga

diterapkan dalam media. Televisi sebagai media yang dekat dengan

masyarakat, melakukan praktek komodifikasi untuk meningkatkan dan

menjaga rating program. Hal ini tidak hanya terjadi di karya-karya fiktif

melainkan juga jurnalistik—dokumenter, yang dalam kasus ini berada

dalam lingkup jurnalistik. Praktek ini berhubungan dengan pengelolaan

minat penonton pada acara televisi. Namun pengelolaan materi yang

34
35

banyak memainkan emosi penonton, mengesampingkan aspek faktualitas

data.

Kelahiran film dokumenter yang tidak bisa dilepaskan dari televisi,

menempatkan komodifikasi media (khususnya televisi) hadir sebagai pola.

Sebuah pola yang diterapkan dalam kerangka story telling yang menarik

minat penonton.

Film dokumenter merupakan film yang direkam sesuai dengan

kenyatan atau fakta yang ada. Oleh sebab itu film dokumenter berbeda

dengan film fiksi yang memiliki interpretasi imajinatif. Dokumenter bukan

sekedar film yang hanya memberikan informasi namun juga ada unsur

story telling di dalamnya.

Unsur story telling atau penceritaan pada film dokumenter ini

dibuat oleh penulis naskah yang berdiskusi dengan anggota tim. Pada

proses pembuatannya film dokumenter pun tetap membutuhkan naskah,

atau yang biasa disebut shooting script. Penulis naskah memiliki peran

untuk menuliskan atau menjabarkan ide yang menjadi acuan isi cerita

dalam film. Jika ide cerita sudah ditentukan, penulis naskah kemudian

mengembangkan ide ke dalam bentuk treatment kemudian naskah.

Film dokumenter juga merupakan film yang dapat menerapkan

struktur dramatik. Penggunaan struktur dramatik dapat dideskripsikan

dalam naskah. Struktur dramatik yang diterapkan dalam film dokumenter

bertujuan untuk menciptakan tanjakan emosi yang mampu menarik

perhatian penonton. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai


36

perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran penulis dan

melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita.

Berikut adalah penjelasan tentang komodifikasi, film dokumenter,

struktur dramatik, dan peran penulis naskah :

2.1 Komodifikasi

Menurut Vincent Mosco dalam bukunya The Political

Economy of Communication menuliskan bahwa komodifikasi dapat

diartikan sebagai proses mengubah nilai pakai menjadi nilai

tukar26. Nilai tukar yang dimaksud adalah nilai yang dapat

menghasilkan nilai tambah, pengubahan nilai tersebut bertujuan

untuk mendapatkan nilai tambah atau keuntungan. Dengan kata

lain komodifikasi memanfaatkan nilai-nilai minimal dan kemudian

diubah menjadi nilai guna maksimal27. Umumnya komodifikasi

terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai motif hidup, motif

tersebut antara lain motif sosial, politik, sampai dengan motif

ekonomi, dan salah satu tujuannya adalah untuk memperbaiki

keadaan finansial keluarga.

Komodifikasi sejatinya terjadi di berbagai bidang kehidupan,

misalnya komodifikasi pendidikan, sosial, budaya, dan pekerjaan.

Komodifikasi dianggap sebagai solusi atas pemenuhan kebutuhan

hidup, sehingga masyarakat merubah lingkungan materil yang

semula tidak produktif menjadi lingkungan produktif. Saat ini

fenomena komodifikasi menjadi hal yang biasa terjadi di


26
Vincent Mosco. The Political Economy of Communication (London : Sage
Publications, 2009), hlm 129
27
Komariyah, Siti, op.cit. hlm 22
37

lingkungan masyarakat. Tekanan ekonomi yang semakin

meningkat, memaksa mereka untuk memperluas dan meningkatkan

kegiatan ekonomi meskipun harus dengan mengkomodifikasi

lingkungan sekitar termasuk area pemukiman rumah mereka.

Peningkatan kegiatan ekonomi dapat dimulal dari pemanfaatan

rumah untuk warung, usaha kost-kostan, tempat pembuatan

makanan, kerajinan, dan usaha jasa.

Menurut Mosco, terdapat tiga bentuk komodifikasi yaitu :

a. Komodifikasi konten atau isi. Proses komodifikasi ini

melibatkan transformasi pesan, yang awalnya hanya sekadar

data menjadi sistem pemikiran yang penuh makna, hingga

menjadi produk yang dapat dipasarkan. Misalnya, seorang yang

pandai bercerita atau menulis cerita di surat kabar atau media

massa yang kemudian berhasil ia jual di pasar sampai akhirnya

ia dibayar dengan upah karena kepandaiannya tersebut. Ia

mendapatkan keuntungan atau nilai lebih, yang kemudian dapat

diinvestasikan dengan mengembangkan bisnis surat kabar atau

dengan berinvestasi dalam usaha lain yang menjanjikan

tambahan modal.

b. Komodifikasi audiens, dalam hal ini audiens dijadikan

komoditas yang ―dijual‖ kepada para pengiklan. Audiens

dijadikan komoditi para media untuk mendapatkan iklan dan

pemasukan. Perusahaan media menggunakan program mereka

untuk membangun khalayak atau audiens kemudian pengiklan


38

membayar perusahaan media untuk mengakses khalayak ini,

lalu audiens dengan demikian dikirim ke pengiklan. Kasarnya

media biasanya menjual rating atau share kepada advertiser

untuk dapat menggunakan waktu tayang. Caranya adalah

dengan membuat program yangdapat mencapai angka tertinggi

daripada program di stasiun lain.

c. Komodifikasi pekerja atau tenaga kerja. Komodifikasi ini

berhubungan dengan keahlian dan jam kerja para pekerja yang

dijadikan komoditas dan dihargai dengan gaji. Proses

komodifikasi erat kaitannya dengan produk, sedangkan proses

produksi erat kaitannya dengan fungsi atau guna pekerjanya.

Pekerja telah menjadi komoditas dan telah dikomodifikasikan

oleh pemilik modal, yaitu dengan mengeskploitasi mereka

dalam pekerjaannya.

Dari penjabaran di atas, gejala dalam masyarakat New Nglepen

termasuk dalam jenis komodifikasi konten atau isi. Sebab

komodifikasi dalam lingkup tersebut melibatkan transformasi pesan

yang awalnya hanya sekadar data menjadi pesan bermakna. Data

tentang korban gempa, dan cerita kronologi yang awalnya berupa

data atau cerita pengalaman warga New Nglepen tentang gempa

bumi dapat menjadi cerita yang penuh makna untuk warga New

Nglepen ataupun para wisatawan yang mendengar cerita tersebut.

Hingga pada akhirnya cerita pengalaman tersebut dapat menjadi


39

produk yang bisa dipasarkan pada wisatawan yang berkunjung.

Penanda terjadinya komodifikasi konten atau isi tersebut terletak

pada poin saat Ibu Ponirah bercerita tentang kronologi gempa yang

terjadi pada 27 Mei 2006. Serta pada poin saat Ibu Widi menjawab

pertanyaan dari pelanggan yang berada di warungnya saat itu.

Komodifikasi juga merupakan titik masuk untuk memahami

praktik-praktik dan institusi-institusi komunikasi yang spesifik,

termasuk konten dalam media dan khalayak media. Penekanan

pada institusi media saat ini bersifat global. Perusahaan media

mampu memperluas konten media yang menghasilkan pendapatan

setiap kali digunakkan secara berulang oleh penonton, yang

kemudian diperdalam dengan mengambil konten yang sama dan

mengemasnya kembali untuk digunakan dan digunakan kembali

oleh anak perusahaan yang lain di seluruh sektor, seperti media

cetak, video, dan film.

Media tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari. Ada

beberapa pendekatan untuk memahami arti media dalam kehidupan

sehari-hari28, yakni media sebagai pembentuk, cermin, pengemas,

guru, ritual atau bahkan "Tuhan". Media sebagai cermin29

merupakan pendekatan yang menjelaskan bagaimana media

mencerminkan masyarakat. Peran utama media, menurut

pandangan ini adalah untuk mencerminkan kembali peristiwa-

28
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad. Komunikasi dan Komodifikasi :
Mengkaji Media dan Budaya dalam Dinamika Globalisasi ( Indonesia : Yayasan Pustaka Obor,
2014), hlm 3
29
Ibid, hlm 4.
40

peristiwa, perilaku, identitas, hubungan sosial atau nilai-nilai yang

penting.

Menurut perspektif ini, jika media didominasi oleh kekerasan,

hal itu biasanya disebabkan oleh kita yang hidup di tengah

masyarakat yang memang sudah banyak kekerasan. Seperti cermin,

media hanya memantulkan kekerasan yang sudah ada di dunia

nyata. Jika opini dan nilai-nilai tertentu sedang dianggap utama

dalam isi media, ia sesungguhnya sekedar merefleksikan keadaan

yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu, jika kita tidak

menyukai suatu berita karena dinilai membawa pengaruh buruk,

kita harus berusaha memperbaiki keadaan dunianya, bukan

menyalahkan media yang memberitakannya.30

2.2 Film Dokumenter

Menurut John Grierson dalam buku karya Gerzon Ayawaila

dituliskan bahwa karya dokumenter merupakan sebuah laporan

aktual yang kreatif31. Meskipun disebut sebagai laporan aktual,

namun secara logika, film dokumenter pun bercerita atau naratif,

selain itu film dokumenter juga memiliki aspek dramatik, hanya

saja isi ceritanya bukan fiktif namun berdasarkan fakta (apa

adanya)32

30
Ibid, hlm 4.
31
Gerzon R. Ayawaila. Dokumenter Dari Ide hingga Produksi (Jakarta Pusat : FFTV –
IKJ Press, 2017), hlm 10.
32
Ibid, hlm 22.
41

Dalam bukunya, Ayawaila juga menuliskan ada empat kriteria

yang menerangkan bahwa dokumenter adalah film non-fiksi :

1. Setiap adegan dalam film dokumenter merupakan kejadian

sebenarnya, tanpa interpretasi imajinatif seperti dalam film

fiksi. Jika pada film fiksi latar belakang (setting) adegan

dirancang, pada film dokumenter latar belakang harus spontan

tanpa rancangan dengan situasi dan kondisi asli (apa adanya)

2. Isi cerita yang dituturkan dalam film dokumenter adalah

berdasarkan peristiwa nyata (fakta), sedangkan pada film fiksi

isi cerita berdasarkan karangan (fiktif). Jika film dokumenter

memiliki interpretasi kreatif, maka film fiksi memiliki

interpretasi imajinatif.

3. Sutradara melakukan observasi pada suatu peristiwa nyata,

kemudian melakukan perekaman gambar sesuai apa adanya.

4. Apabila struktur cerita pada film fiksi mengacu pada alur cerita

atau plot, dalam dokumenter konsentrasinya lebih pada isi dan

pemaparan.

Dalam dokumenter terdapat beberapa gaya yang digunakan

untuk memaparkan isi dari bahasan film, yakni eksposisi

(ekspository documentary), observasi (observational

documentary), interaktif (interactive documentary), refleksi

(reflexive documentary) dan performatif (performative

documentary). Dokumenter observasional, yakni gaya film yang

hampir tidak menggunakan narator tetapi berkonsentrasi pada


42

dialog antar subjek- subjeknya33. Sehingga pengambilan

gambarnya dilakukan secara sederhana dan apa adanya. Dilihat

dari pengertian tersebut, gaya observasional ini juga dapat disebut

dengan Direct Cinema karena penggunaan teknik long take dan

panning pada setiap adegan dialognya.

Gaya observasional dipilih karena dapat memperlihatkan

kegiatan atau dialog dari tokoh secara lebih natural tanpa rekayasa

dari pembuat film. Pada hal ini penulis naskah juga memiliki

konsekuensi ketika semua anggota tim sepakat memilih gaya

observasional untuk memaparkan isi dari bahasan film. Penulis

naskah harus jeli dalam melihat data yang di dapat dari proses

observasi dan riset lapangan, penulis juga harus bisa mengolah data

tersebut agar dapat dituliskan dalam bentuk naskah atau shooting

script.

Pembuat film tidak hanya butuh imajinaif dan kreatif dalam

membuat film. Tetapi juga butuh deskripsi alur film secara lebih

jelas. Biasanya alur akan dijabarkan dalam bentuk naskah atau

shooting script. Begitu pun pada film dokumenter baik

observasional ataupun tidak, naskah menjadi hal yang penting

dalam sebuah produksi film. Pemilihan gaya yang diterapkan

dalam film dokumenter Domes berpengaruh pada struktur

dramatika. Sebab sebagai film, dokumenter hadir sebagai karya

33
Ibid, hlm 96.
43

yang juga dapat memainkan emosi penonton, sehingga tidak hanya

menyampaikan informasi semata.

2.3 Struktur Dramatik

Struktur dramatik yang diterapkan dalam film dokumenter

bertujuan untuk menciptakan tanjakan emosi yang mampu menarik

perhatian penonton. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah

sebagai perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran

penulis dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam

laku cerita34. Struktur dramatik lakon bisa dikatakan sebagai bagian

dari plot karena di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa

yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur plot35.

Rangkaian tersebut berstruktur dan saling memelihara

kesinambungan cerita dari awal sampai akhir.

Konflik dalam dokumenter tidak harus dipahami sebagaimana

konflik ciptaan pada film fiksi. Jika pada film fiksi konflik disusun

dalam teknik penulisan naskah, namun pada dokumenter konflik

sudah tersedia. Tergantung bagaimana menggarap atau

mengarahkan konflik tersebut menjadi menarik dengan melihat

aspek dramatiknya.

Ada beberapa sruktur dramatik film, salah satunya adalah milik

Brander Mathews atau sering disebut Tensi Dramatik Brander

34
Amelinda, Regita Wisnu. "Teknik Penulisan Naskah Dengan Mengoptimalkan Unsur
Dramatik Dalam Produksi Program Dokumenter Obervasional ―Urup‖." Jurnal Ilmu Komunikasi
AKRAB 4, no. 1 (2019), hlm 85.
35
Eko Santoso. Op.cit. hlm 89.
44

Mathews. Seperti dituliskan dalam buku Pengetahuan Teater 1

karya Eko Santoso36, Brander Mathews menekankan pentingnya

tensi dramatik. Perjalanan cerita satu lakon atau subjek memiliki

penekanan atau tegangan (tensi) sendiri dalam masing-masing

bagiannya. Tegangan ini mengacu pada persoalan yang sedang

dibicarakan atau dihadapi oleh subjek.

Tensi Dramatik Brander Mathews terdiri dari tiga babak dan

enam bagian atau plot poin. Tiga babak tersebut adalah babak I :

pengenalan awal hingga munculnya permasalahan, babak II :

penanjakan menuju konflik, dan babak III : penurunan dari

tegangan yang terjadi. Sedangkan enam plot poin dari tensi

dramatik Brander Mathews adalah, babak I : pengenalan atau

eksposisi dan penanjakan, babak II : komplikasi dan konflik, dan

babak III : Resolusi dan konsklusi. Berikut adalah penjabaran dari

plot poin tensi dramatik Brander Mathews :

Babak pertama mencakup :

1. Eksposisi merupakan bagian awal dari sebuah cerita yang

memberikan gambaran, penjelasan dan keterangan mengenai

tokoh, masalah, waktu, dan tempat dalam film, serta nilai

tegangan dramatik masih berjalan wajar. Dalam

pengaplikasiannya ke naskah film Domes, bagian ini dimulai

dari footage desa Nglepen yang terkena gempa, gambaran

rumah domes saat ini hingga pengenalan karakter pertama (Ibu

36
Ibid, hlm 94.
45

Ponirah) sebagai warga desa Nglepen dengan menunjukkan

kegiatannya sehari-hari sebagai buruh tani. Bagian ini juga

sebagai kunci pembuka awalan persoalan dengan Ibu Ponirah

sebagai warga asli Nglepen.

2. Penanjakan merupakan sebuah peristiwa atau tindakan yang

dilakukan oleh seorang tokoh yang membangun penanjakan

aksi menuju sebuah konflik. Di bagian ini, penekanan dramatik

mulai dilakukan. Cerita mulai menanjak mengarah pada

penjelasan kronologis yang dialami oleh Ibu Ponirah saat

gempa melanda.

Babak kedua mencakup :

1. Komplikasi merupakan penggawatan yang merupakan

kelanjutan dan peningkatan dari penanjakan. Dibagian ini salah

seorang tokoh mulai mengambil upaya untuk mencapai tujuan

tertentu atau bangkit melawan satu keadaan yang menimpa.

Pada bagian ini Ibu Ponirah mulai menunjukkan usaha

kerasnya untuk bangkit dari masalah yang dihadapi.

Bagian ini ditunjukkan saat Ibu Ponirah memutuskan untuk

pindah dari rumah bantuan sementara karena adanya tekanan

dari orang lain. Beliau berusaha menyisihkan upahnya agar bisa

bertahan hidup, upah tersebut di sisihkan untuk membangun

rumah lagi. Dalam keterbatasannya beliau berupaya bangkit

melawan keadaan yang menimpa dengan dengan berusaha

sebisa mungkin kembali ke keadaan semula meskipun harus


46

memulainya lagi dari nol. Selain bekerja sebagai buruh tani,

Ibu Ponirah juga mempunyai pekerjaan sampingan sebagai

buruh ternak yang hasilnya nanti dibagi dua oleh si pemilik

hewan

2. Klimaks merupakan puncak tertinggi dalam tensi dramatik

dimana penanjakan yang dibangun sejak awal mengalami

puncaknya. Krisis ekonomi sempat dirasakan pada saat setelah

gempa itu melanda karena kehilangan harta benda. Pada

bagaian ini tokoh kedua (Ibu Widi) ditunjukkan sebagai bentuk

nyata komodifikasi yang terjadi di kawasan Rumah Domes.

Pada bagian ini juga diperlihatkan bagaimana pentingnya

pengunjung untuk wisata rumah domes tersebut, karena uang

dari hasil wisata ini setidaknya bisa membantu warga kawasan

rumah domes untuk membayar sewa lahan rumah yang saat ini

mereka tinggali. Wisata ini dapat masuk ke dalam jenis

pariwisata gelap atau dark tourism. Dark tourism mengacu

pada produk dan tempat yang dapat menarik pengunjung yang

berminat pada bencana37 sehingga mereka yang datang

berkunjung secara tidak langsung akan bertanya bagaimana

asal mula tempat itu ada atau peristiwa apa yang terjadi

sehingga menghasilkan tempat atau lokasi wisata tersebut.

Babak tiga mencakup :

37
Sari, Indah Yulia, and Maria Damiana Nestri Kiswari. "Evaluasi Pengaruh Lingkungan
Akibat Bencana Gempa Di Kawasan Wisata Gunung Kidul." Lakar: Jurnal Arsitektur 1, no. 1
(2019): hlm 50.
47

1. Resolusi, merupakan bagian yang mempertemukan masalah-

masalah yang diusung oleh para tokoh dengan tujuan untuk

mendapatkan solusi atau pemecahan. Pada bagian ini semua

tokoh mulai mendapatkan titik terang dari persoalan yang

dihadapi yakni dengan kedua tokoh memiliki pekerjaan yang

bisa membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

2. Konklusi merupakan tahap akhir dari struktur dramatik

biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas masalahnya,

serta peristiwa dramatik diakhiri pada tahap ini. Nilai tensi

tidak berada pada garis akhir, namun berada lebih tinggi dari

bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang ada di

bagian komplikasi dan klimaks. Pada tahap ini Ibu Ponirah dan

Ibu Widi mendapat jawaban atas masalahnya, gempa tersebut

memang ujian bagi mereka dan warga kawasan rumah domes

lain yang memang sudah digariskan untuk mereka.

2.4 Peran Penulis Naskah

Naskah menjadi hal yang penting dalam sebuah produksi film.

Biasanya, dalam sebuah produksi film naskah dapat dibuat oleh

sutradara atau penulis naskah. Pada posisi ini penulis naskah

memiliki peran yakni menuliskan atau menjabarkan ide yang

menjadi acuan isi cerita film dalam sebuah tulisan. Pada film

dokumenter cerita yang ditulis haruslah sesuai dengan fakta yang


48

diperoleh dari observasi. Oleh sebab itu, perlu kejelian dalam

mengolah data yang sudah didapatkan.

Pada produksi film dokumenter, treatment dan naskah

dibutuhkan sebagai konsep tertulis cetak biru yang dibuat saat

persiapan produksi (pra produksi) sangat penting38. Naskah dapat

dijadikan sebagai alat bantu bagi berbagai pihak yang terkait saat

proses produksi. Naskah pun dapat menjadi alat untuk

mengkomunikasi isi dari film kepada semua tim.

Bagi sutradara, naskah dapat membuat sutradara memikirkan

penggunaan footage atau arsip film bila diperlukan yang

didapatkan saat observasi. Selain itu naskah juga merupakan hasil

olahan dari kumpulan data hasil riset, sehingga dapat dilakukan

pemerikasaan ulang apakah hasil riset sudah memadai dan

validitasnya dapat dipertanggung jawabkan39. Dengan adanya

naskah juru kamera juga akan mengetahui seberapa besar kesulitan

di lapangan. Editor pun juga akan berpandu pada naskah saat

melakukan editing. Dengan adanya naskah dapat diperlihatkan

realitas atau kejadian sebenarnya dapat diketengahkan dengan

struktur dramatik yang memukau.

Penulis naskah perlu melakukan observasi dan riset terlebih

dahulu sebelum mengembangkan cerita dan menulis naskah.

Observasi ini dilakukan guna melihat kondisi serta lingkungan

tempat tinggal subjek. Ada beberapa tahapan untuk bisa sampai

38
Gerzon R. Ayawaila, op.cit. hlm 12.
39
Ibid, hlm 83.
49

pada titik penulisan naskah ; diawali dengan membuat ide,

memperkuat informasi dengan melakukan observasi dan riset,

menentukan konsep, membuat sinopsis, treatment lalu naskah.

Setelah mendapat data dari proses riset dan observasi, penulis

naskah kemudian mengolah data tersebut untuk dikembangkan

menjadi treatment. Fungsi treatment tak hanya berisi urutan shot

dan adegan, tetapi juga secara konkret yang berkaitan dengan judul

dan tema40.

Susunan yang akan divisualkan dalam film harus dijelaskan

dalam treatment. Dari hasil riset, kurang lebih penulis harus

mengetahui bagaimana struktur penuturan yang akan ditulis.

Penulis juga harus mengetahui adegan apa yang dapat divisualkan

dan yang tidak. Jika hasil yang terkumpul dari proses riset terlalu

banyak, dan menyulitkan dalam penulisan naskah. Penulis naskah

bisa berkonsentrasi atau mengawalinya dengan mengamati hal

utama dari peristiwa tersebut, sehingga dapat terfokus pada isi

sekaligus dapat menggambarkan konflik yang ingin doungkapkan

sebagai bumbu dramatika.

Sebelum menulis naskah film, penulis beserta anggota tim

perlu melakukan observasi atau riset lapangan. Sebab data dari

proses riset menjadi salah satu bahan penting untuk membuat

naskah dalam film dokumenter. Pada film dokumenter, proses riset

40
Ibid, hlm 64.
50

berlangsung terus-menerus, bahkan pada saat produksi sekalipun

riset tetap terus dilakukan41.

Berikut adalah contoh catatan hasil riset dari film Renita,

Renita karya Tonny Trimarsanto :

Tabel 3. Catatan hasil riset film dokumenter Renita, Renita42

Waktu Deskripsi kegitan / ruang

09.00 – 11.00 Lokasi : kamar kos Renita di Mampang Jakarta

Deskripsi ruang :
Kamar kos Renita, terdiri dari satu matras tipis,
korden oenyekat berwarna pink, satu kotak pakaian,
satu meja rias dan alat kecantikan, satu kompor,
tumpukan gelas dan piring, tembok yang berisikan
tulisan doa dan nomor telepon, sebuah payung hijau
sebagai pengganti atap plafon yang rusak.

Aktifitas :
Renita, bangun tidur, membersikahn kamr, pergi ke
luar mandi, merias wajah, pergi ke luar menuruni
tangga, menuju warung tetangga, membeli makanan
kecil.
11.00 – 11.30 Lokasi : jalan raya
Deskripsi ruang :
Perjalanan menuju tempat kerja salon.
11.30 – 13.00 Mencuci handuk salon, memotong rambut, menonton
televisi. Beberapa teman waria yang belum
mengenakan pakaian erempuan datang, mereka
ngobrol dan tertawa-tawa dengan banyak tema
perbincangan (salon tempat bekerja ada satu televisi,
tiga kursi potong, kipas angin, alat kosmetik, dan suara
bising karena berdekatan dengan jalan raya)
13.00 – 13.30 Istirahat makan siang bersama teman-temannya di
salon
13.30 – 18.00 Bekerja di salon, menunggu konsumen, membaca
koran, ngobrol dengan teman-teman lainnya.
18.00 – 20.00 Di rumah santai, ngobrol dengan anak-anak, ngobrol

41
Tonny Trimarsanto. Op.cit. hlm 38.
42
Ibid, hlm 38.
51

dengan tetangga.
20.00 – 22.00 Berolah raga bulu tangkis, Renita melawan salah
seorang tetangganya, banyak anak-anak menonton,
suara teriakan anak-anak (lapangan bulu tangkis
terletak 100 meter dari kost Renita, terletak
bersebelahan dengan gedung SD, lampu menjadi
terang pada malam hari, banyak orang ngobrol-
nongkrong dan berteriak-teriak melihat orang yang
bertanding)
24.00 – 04.00 Nongkrong di Taman Lawang, beberapa teman Renita
berdiri menunggu, seorang waria mendatangi mobil,
beberapa laki-laki datang mengajak ngobro waria
(lokasi malan di Taman Lawang sangat terang, sepi
ketika menjelang pagi)

Ada kegiatan lain dari Renita yang tidak rutin dilakukan seperti
kegiatan di hari kerja :

09.00 – 24.00 Renita pergi ke pasar, memasak, membagi-bagikan


makanan yang dimasak, ditagih uang kontrakan, santai
mendengat musik radio, memotong rambut tetangga di
kos.

Berikut adalah contoh template naskah film Renita, Renita karya

Tonny Trimarsanto :

Tabel 4. Naskah film dokumenter Renita, Renita43

No Visual Audio
I OPENING / AWAL
Ext/Malam/ Taman Lawang
Waria tengah berkumpul, ngobrol,
bercanda, mobil-mobil lewat. Atmosfir : suara mobil,
1
Renita berada dalam kerumunan motor, suara para waria.
waria yang tengah mennanti
konsumen.
Ext/Malam/ Taman Lawang
Atmosfir : suara mobil,
2 Aparat keamanan membubarkan motor, suara para waria, suara
para waria yang tengah berkumpul petugas ketertiban
dan menunggu pelanggan. Aparat

43
Ibid, hlm 60.
52

mengejar para waria. Renita berlari.


Ext/Malam/ Taman Lawang
Aparat berhasil menangkap Renita
dan teman-teman warianya. Mereka Atmosfir : suara mobil,
3 membawa waria naik ke mobil. motor, suara para waria, suara
Waria marah-marah. Waria petugas ketertiban
memberontak. Waria mnutup
wajahnya. Mobil berlalu.
Kantor Kamtib/ Int/ Malam
Waria bergerombol duduk. Seorang Atmosfir : suara mobil,
4 petugas menanyai identitas waria. motor, suara para waria, suara
Petugas mengetik identitas dengan petugas ketertiban
komputer. Renita berada
dikumpulan waria yang tertangkap
II TENGAH / MIDDLE
Ext/ Pagi/ Halaman Rumah
Anak-anak tengah bermain. Atmosfir : suara anak-anak,
5 Seorang ibu menyapu halaman. suara radio
Pedagang es keliling, pedagang roti
lewat.
Int/ Siang/ Kamar Kost
Renia menyapu kamarnya. Renita Atmosfir : suara anak-anak,
6 mengambil perlengkapan mandi. suara radio
Renita mengumpulkan baju
kotornya.

Statement Renita :
7 Wajah Renita Pengenalan sejarah diri dan
latar belakang menjadi waria.

Ext/ Siang Depan Kamar Mandi


Statement Renita :
8 Renita tengah mencuci baju. Renita Pengenalan sejarah diri dan
masuk kamar mandi. Renita latar belakang menjadi waria.
menjemur baju cuciannya.
Int/ Siang/ Kamar Kost
Statement Renita :
9 Renita merias wajahnya di depan Pengenalan sejarah diri dan
kaca. Renita meninggalkan kamar latar belakang menjadi waria.
kost nya menuju jalan raya.
Ext/ Siang/ Lorong Jalan
Kampung Statement Renita : Pandangan
Renita berjalan menyusuri masyarakat terhadap dirinya
10
kampung dengan rumah-rumah yang waria, dan pengalaman
yang padat dan kumuh. Orang- yang pernah dialami.
orang memandangi Renita
53

Ext/ Siang/ Pinggir Jalan Raya


Renita menenggok kanan kiri, Statement Renita : Pandangan
menunggu angkutan kota yang masyarakat terhadap dirinya
11 lewat. Mobil dan sepeda motor yang waria, dan pengalaman
ramai melintas. Sebuah angkutan yang pernah dialami.
kota berhenti, Renita masuk di
dalam angkutan kota.
Int/ Siang/ Angkutan kota
Renita duduk di dalam angkutan Statement Renita : Pandangan
kota. Beberapa penumpang melihat masyarakat terhadap dirinya
12
Renita. Renita mengeluarkan uang. yang waria, dan pengalaman
Seorang kondektur menghampiri, yang pernah dialami.
Renita memberika uang.
Statement Renita : Ungkapan
Ext/ Siang/ Depan Salon tentang pekerjaan yang
Renita turun dari angkutan kota. selama ini dilakukan dan
13
Renita berjalan menuju tempat kerja kebanyakan yang dipilih
kerjaannya, salon. kaum waria. Dan diskriminasi
kerja yang pernah dialami.
Int/ Siang/ Salon
Statement Renita : Ungkapan
Renita membuka salon, tentang pekerjaan yang
membersihkan ruangan, merapikan selama ini dilakukan dan
14 perlengkapan salonnya. Beberapa kerja kebanyakan yang dipilih
teman Renita datang. Mereka kaum waria. Dan diskriminasi
bercanda sambil menyiapkan kerja yang pernah dialami.
peralatan kerja salon
Statement Renita : Ungkapan
Int/ Siang/ Salon tentang pekerjaan yang
Seorang konsumen datang, ingin selama ini dilakukan dan
15
memotong rambut. Renita kerja kebanyakan yang dipilih
memotong rambut konsumen. kaum waria. Dan diskriminasi
kerja yang pernah dialami.
Int/ Siang/ Salon Statement Renita : Ungkapan
tentang pekerjaan yang
Renita dan teman-temannya tengah selama ini dilakukan dan
16 makan siang di salon. Mereka kerja kebanyakan yang dipilih
bercanda sambil menonton program kaum waria. Dan diskriminasi
televisi. kerja yang pernah dialami.
Int/ Siang/ Salon Statement Renita : Ungkapan
tentang pekerjaan yang
Renita membersihkan salonnya. selama ini dilakukan dan
17 Teman-teman Renita membantu kerja kebanyakan yang dipilih
menutup dan mengunci semua kaum waria. Dan diskriminasi
pintu salon. Renita pulang. kerja yang pernah dialami.
18 Ext/ Malam/ Depan Rumah Statement Renita :
Pengalaman kekerasan dan
54

Renita tengah istirahat, ngobrol diskriminasi yang dilakukan


dengan tetangganya. Anak-anak oleh masyarakat dan negara
berkumpul dan bermain. terhadap dirinya.
Ext/ Malam/ Lapangan Bulu
Tangkis Statement Renita :
Renita bermain bulu tangkis. Pengalaman kekerasan dan
19 Tetangga- tetangga berteriak. diskriminasi yang dilakukan
Anak-anak berteriak, sambil oleh masyarakat dan negara
bermain. Renita terus bermain bulu terhadap dirinya.
tangkis
III AKHIR/ENDING
Ext/ Malam/ Kamar Kost Statement Renita :
Pengalaman kekerasan dan
20 Renita merias wajah, memakai diskriminasi yang dilakukan
baju/renita meninggalkan rumah, oleh masyarakat dan negara
pergi ke Taman Lawang terhadap dirinya.
Statement Renita : Keinginan
Int/ Siang/ Kamar Kost dan gugatan terhadap apa
21
Wajah Renita yang pernah dialami hingga
saat ini
Ext/ Malam/ Taman Lawang
22 Renita dan teman-teman waria
tengah menunggu konsumen di
Taman Lawang.
BAB III

PENERAPAN STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS

DALAM NASKAH FILM DOKUMENTER DOMES

Bab ini akan berisi tentang data observasi lapangan saat berada di

rumah domes serta penerapan struktur dramatik Brander Mathews dalam

naskah film dokumenter Domes. Data observasi ini meliputi deskripsi

rumah domes, kronologi terjadinya gempa, dan komodifikasi bencana.

Selain itu juga terdapat tahapan atau proses pembuatan logline, sinopsis,

pemilihan karakter, treatment kemudian naskah yang menerapkan struktur

dramatik Brander Mathews.

Sebelum sampai pada proses pembuatan naskah, penulis melalui

beberapa tahapan yang diawali dengan membuat dan menentukan ide serta

tema film, menentukan konsep, mencari subjek atau karakter yang sesuai

dengan ide dan bahasan film, membuat logline, membuat sinopsis.

Kemudian penulis naskah melakukan penataan dengan menyusun semua

kejadian menjadi sebuah treatment lalu melanjutkannya dalam bentuk

naskah. Proses pembuatan semua tahapan tersebut sesuai dengan data yang

sudah diolah.

Penulisan pada bab ini bertujuan untuk menjabarkan hasil data

observasi yang diperoleh saat berada di rumah domes yang sudah diolah

oleh penulis dan sutradara beserta tim riset. Berikut uraian dari hasil data

observasi tersebut :

55
56

3.1 Data Observasi

3.1.1 Deskripsi Rumah Domes

Rumah Domes secara harfiah merupakan bentuk

bangunan rumah hunian yang mampu mengurangi resiko

bencana alam. Rumah domes dibangun tahun 2007, setahun

setelah gempa bumi Yogyakarta 27 Mei 2006 dengan

tujuan untuk membantu para korban. Akibat dari gempa

tersebut 17 Kepala Keluarga di RT. 02 Desa Nglepen

kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka ikut

terbawa masuk ke dalam rekahan tanah. Total ada 80

bangunan domes dengan 71 Kepala Keluarga dari Desa

Nglepen, yang menempati lokasi relokasi ini dan ada

sembilan bangunan untuk fasilitas umum.

Fasilitas tersebut seperti musholla, aula yang biasa

digunakan untuk transit rombongan wisatawan yang datang,

serta puskesmas untuk warga, dan enam lainnya sebagai

kamar mandi untuk setiap blok dari rumah domes. Rumah

domes berlokasi di Dusun Sengir, Desa Sumberharjo, Kec.

Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Tanah yang digunakan untuk area rumah domes ini

adalah tanah kas desa yang dulunya merupakan perkebunan

tebu dengan luas kurang lebih 2 hektar. Tempat ini awalnya

memang untuk area pemukiman tempat tinggal, namun


57

karena keunikannya, sejak tahun 2009 kompleks

perumahan domes ini berubah menjadi desa wisata. Dengan

adanya perubahan fungsi tersebut, maka secara tidak

langsung terjadi komodifikasi di area domes.

3.2.1 Kronologi Gempa

Dalam proses observasi penulis melakukan

wawancara pada warga di area rumah domes. Wawancara

ini merupakan proses pendekatan pada subjek dan menggali

serta mengumpulkan informasi terkait ide yang ditentukan.

Dari hasil wawancara penulis mendapat informasi tentang

kronologi kejadian gempa dari korban saksi mata yakni Ibu

Ponirah. Gempa terjadi pada pukul enam pagi saat ia masih

menyiapkan sarapan untuk anaknya dan bekal makanan

untuknya dan suami. Saat mendengar gemuruh suaminya

berteriak agar ia dan ketiga anaknya keluar dari rumah,

namun setelah keluar ternyata semua rumah sudah rata

dengan tanah termasuk rumah miliknya yang masuk ke

dalam rekahan tanah44. Rekahan tanah tersebut sepanjang

300 meter dengan lebar tujuh meter dan tinggi kurang lebih

tiga hingga lima meter45.

44
Wawancara dengan Ibu Ponirah, warga desa New Nglepen (Rumah Domes), pada
tanggal 1 Februari 2020
45
Wawancara dengan Bp. Nuril Anwar, anggota pengelola wisata Rumah Domes, pada
tanggal 21 Januari 2020
58

3.3.1 Komodifikasi Bencana

Memiliki keunikan bangunan dan daya tarik wisata,

area rumah domes resmi menjadi desa wisata pada tahun

2009. Sejak saat itu area yang awalnya menjadi tempat

tinggal berubah menjadi tempat wisata. Warga di sana juga

mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru,

seperti Ibu Widi yang awalnya bekerja sebagai petani kini

juga memiliki pekerjaan sebagai penjual jajanan ringan

sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Wisata ini dapat masuk ke dalam jenis wisata gelap

atau dark tourism. Dark tourism mengacu pada produk dan

tempat yang dapat menarik pengunjung yang berminat pada

bencana, sehingga mereka yang datang berkunjung secara

tidak langsung akan bertanya bagaimana asal mula tempat

itu ada atau peristiwa apa yang terjadi sehingga

menghasilkan tempat atau lokasi wisata tersebut. Dark

tourism ini hadir di media sebagai metode yang biasa

digunakan untuk menggambarkan bencana.

Perubahan desa New Nglepen yang menjadi area

wisata menandai terbentuknya komodifikasi. Meskipun

rumah domes adalah rumah bantuan untuk warga Nglepen,

namun status kepemilikan tanah tersebut masih milik

pemerintah desa setempat. Warga hanya mendapat

keringanan bebas biaya sewa selama tiga tahun, setelah itu


59

uang sewa tanah alihkan ke dana hasil pariwisata yang

dikelola oleh pengurus rumah domes. Sehingga setidaknya

hasil dari pariwisata tersebut dapat meringankan beban

mereka dalam membayar sewa setiap tahunnya.

Komodifikasi ini terlihat pada beberapa warga di

sana, yang memang berperan dalam berjalannya desa

wisata ini. Seperti penjual jajanan, pemandu wisata,

ataupun kelompok ibu-ibu yang tergabung dalam kesenian

musik untuk menyambut wisatawan jika diperlukan.

Pengunjung atau wisatawan menjadi hal yang penting untuk

mereka karena dengan adanya pengunjung desa mereka

tetap bergerak sebagai desa wisata. Komodifikasi ini juga

menjadi solusi untuk masalah perekonomian warga di sana

setelah terkena gempa, meskipun tidak bisa dijadikan

sebagai penghasilan utama.

Saat melakukan observasi, penulis beserta tim mendapat banyak

informasi terkait desa New Nglepen. Seperti masalah kepemilikan tanah,

pariwisata, dan fenomena komodifikasi. Dari data tersebut, penulis beserta

tim melakukan olah data guna mendapatkan pendekatan yang cocok untuk

membahas atau menceritakan masyarakat di area New Nglepen atau rumah

domes. Melalui proses tersebut atas kesepakatan bersama antara penulis

dan tim akhirnya mengangkat tema komodifikasi di area domes.


60

Sebab melalui komodifikasi, film ini mampu menunjukkan bentuk

dokumenter yang jauh dari narasi media. Komodifikasi ini tidak selalu

hadir sebagai hal yang menyedihkan, karena komodifikasi tersebut sudah

terbentuk sebelumnya, yang juga dapat dilihat dari bentuk bangunannya

yang sudah dapat menarik perhatian masyarakat. Kemudian secara tidak

sadar dan seiring berjalannya waktu warga di area domes menyadari

bahwa ternyata cerita-cerita pengalaman tentang gempa bumi yang pernah

melanda desa mereka bisa dikomodifikasi. Kesenian musik rondo tek-tek

juga menjadi salah satu dampak dari adanya komodifikasi di area domes.

Rondo tek-tek merupakan kesenian musik khas rumah domes yang biasa

ditampilkan untuk menyambut wisatawan dari dinas atau wisatawan umum

(rombogan) yang memang meminta ada tarian sambutan saat mereka

datang ke rumah domes.

Berikut adalah hasil olah data observasi berupa logline, sinopsis,

pemilihan karakter dan treatment yang merupakan tahapan pengembangan

ide cerita atau gagasan menuju naskah.

3.2 Logline

Logline merupakan sebuah kalimat singkat yang bertujuan

untuk menarik perhatian orang agar tertarik membaca cerita yang

kita buat. Logline menjadi pondasi atau acuan dalam

mengembangkan cerita ke dalam bentuk sinopsis yang nantinya

akan dikembangkan lagi menjadi naskah.


61

Dari tema komodifikasi yang dipilih, komodifikasi ini

terlihat dari dua warga New Nglepen, yakni Ibu Ponirah dan Ibu

Widi. Komodifikasi sebagai bentuk mereka memperbaiki

perekonomian yang sempat terpuruk karena kehilangan harta benda

setelah terjadi gempa. Masing-masing karakter memiliki cara

dalam mengkomodifikasi bangunan huniannya. Ibu Ponirah terlihat

pada keikut sertaannya pada kesenian musik Rondo Tek-tek.

Sedangkan Ibu Widi terlihat pada saat beliau ditanyai tentang

rumah domes.

Dari analisis tersebut dapat dirumuskan logline dari film

Domes ini adalah :

Dua warga desa New Nglepen yang terkena gempa bumi

Yogyakarta 2006 berusaha keras memperbaiki kehidupannya agar

dapat hidup dengan perekonomian normal seperti sediakala, hingga

secara tidak langsung mereka melakukan komodifikasi pada cerita-

cerita pengalaman tentang gempa bumi yang pernah melanda desa

mereka. bangunan huniannya.

3.3 Sinopsis

Sinopsis merupakan bentuk lanjutan cerita dari

pengembangan logline sebelumnya dengan penjabaran yang dibuat

lebih jelas dari logline. Sinopsis ini berisi tentang cerita kronologi

singkat dari film yang di produksi. Berikut adalah sinopsis dari

film Domes ini :


62

Kisah dua warga desa Nglepen Ibu Ponirah. (57) dan Ibu

Widi (63) yang di relokasi karena gempa Yogyakarta 2006.

Hampir seluruh rumah di desa tersebut mengalami kerusakan

ringan hingga berat. Salah satu warga yang rumahnya rusak berat

dan hilang karena terjadi rekahan pada tanah adalah rumah Ibu

Ponirah (57). Ibu Ponirah juga merupakan salah satu warga yang

melihat langsung saat rumahnya hancur. Kini beliau bekerja keras

sebagai buruh tani dan ternak untuk memperbaiki perekonomian

dari nol untuk kehidupannya yang lebih baik.

Upaya untuk memperbaiki perekonomian juga dilakukan

oleh Ibu Widi (63). Beliau merupakan penjual jajanan di area

relokasi domes yang menjadi desa wisata karena keunikan

bangunannya. Selain sebagai penjual jajanan, Ibu Widi (63) juga

menjadi penjual "cerita" di kawasan area relokasi domes. Ibu Widi

adalah bentuk nyata dari komodifikasi yang ada di area tersebut.

Beliau sering diminta menceritakan kejadian saat gempa terjadi

oleh wisatawan yang berkunjung yang kebetulan sedang mampir di

warungnya.

Setelah usaha keras yang dilakukan, kini kehidupan dan

perekonomian dari kedua tokoh sudah lebih baik dibanding awal-

awal setelah terkena gempa. Kedua tokoh sudah menerima bahwa

yang menimpa mereka di tahun 2006 adalah takdir yang kuasa.


63

3.4 Pemilihan Karakter

Karakter menjadi sesuatu yang penting dalam pembuatan

film dokumenter. Karakter harus mampu menuturkan kisahnya

dengan baik, dan jelas secara artikulatif agar penonton dapat

dengan mudah memahami kisah yang disampaikan. Setiap karakter

memiliki kisah dan konfliknya masing--masing yang menarik,

sehingga pembuat film harus pandai menyeleksi atau memilah

kisah dari karakter siapa yang paling menarik, kuat dan potensial

dengan ragam peristiwa serta konfliknya yang dapat

dikembangkan. Sehingga dalam melakukan seleksi ini, pembuat

film harus memilih kisah dan subjek yang paling potensial yang

sesuai dengan ide yang ditemukan.

Dari infomasi yang didapat, penulis beserta tim sepakat

untuk memilih Ibu Ponirah 57 tahun dan Ibu Widi 63 tahun. Dua

karakter ini sesuai dengan tema yang dipilih dan tidak merasa

canggung dengan adanya kamera. Berikut adalah rincian dari

kedua karakter padaa film Domes :

1. Ponirah 57 tahun

 Psikologis :

Sosok seorang ibu yang sangat menyayangi anak. Korban

saksi mata saat gempa bumi Yogyakarta yang berpusat di

Bantul tahun 2006. Selalu menyimpan kenangan yang ia

alami salah satunya adalah kejadian sebelum dan sesudah

gempa menimpa desanya dan menghancurkan dua rumahnya


64

 Fisiologis :

Pekerja keras sebagai buruh tani dan ternak. Tinggi badan

166cm dengan berat badan 50kg.

 Sosiologis :

Seseorang yang suka menyanyi, dia mengikuti kegiatan

perkumpulan di desanya yang bernama Rondo Tek-tek.

2. Widi 63 tahun

Penjual jajanan dan petani. Korban gempa bumi Yogyakarta

yang berpusat di Bantul tahun 2006.

Tinggi badan 150cm dengan berat badan 50kg.

Menyimpan kenangan saat gempa terjadi, termasuk saat ia

terluka karena terkena reruntuhan rumahnya.

3.5 Treatment

Treatment berfungsi memberikan deskripsi dalam

penyusunan struktur dramatik. Tujuan dasar dari treatment adalah

membantu penulis naskah dan orang lain (tim) melihat dalam

bentuk tulisan naskah. Pembuatan treatment ini juga dapat

menghemat banyak waktu, tenaga, dan uang karena sudah

mempunyai panduan gambar yang harus direkam.

Data yang diperoleh dari observasi lapangan selanjutnya

diolah menjadi rangkaian peristiwa yang bersinambungan satu

sama lain dari awal hingga akhir. Saat sepakat memilih Ibu Ponirah
65

dan Ibu Widi sebagai karakter dalam film. Penulis serta tim

melakukan obsevasi secara lebih intens kepada kedua karakter,

seperti ikut kegiatan Ibu Ponirah saat berada di sawah, ikut

membantu menyiapkan makanan untuk keluarga Ibu Ponirah serta

datang dan berbincang di warung Ibu Widi. Kegiatan keseharian

kedua karakter dapat dijadikan bahan pendukung dalam film

nantinya.

Berikut adalah treatment dari film dokumenter Domes :

Tabel 5. Treatment Film Dokumenter Domes

No Visual Audio
I OPENING / AWAL
Ext. Desa Nglepen – Pagi Hening
1 Suasana Desa Nglepen (lokasi tanah amblas).
Menunjukkan rumah-rumah yang rusak karena
terkena gempa
2 Black Screen (judul) : Domes Hening
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah – Pagi Atmosfir : suasana
3 Ibu Ponirah dan Pak Temu (suami Ibu Ponirah) depan rumah Ibu
Ponirah
bersiap-siap berangkat ke sawah
Ext. Jalan menuju Sawah – Pagi Atmosfir : suasana
4 Ibu Ponirah mengayuh sepedanya menuju jalanan
sawah yang akan digarap
Ext. Sawah – Pagi Ibu Ponirah
5 Ibu Ponirah berjalan menuju sawah, Pak Temu memperkenalkan diri
mempersiapkan alat untuk mengairi sawah.
Ext. Sawah – Siang
Pak Temu mencangkul tanah agar mudah untuk Atmosfir suasana
6 ditanami bibit padi, kemudian Ibu Ponirah persawahan
mulai menabur benih padi, setelah itu menutup
padi dengan rumput.
II MIDLE / TENGAH
7 Ext. Sawah – Siang Atmosfir suara jalan
66

Ibu Ponirah bersiap pulang menaiki sepedanya raya pinggir sawah


Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah – Pagi Ibu Ponirah
menceritakan
8 Wawancara dengan Ibu Ponirah
kronologi gempa.
Int. Rumah Ibu Ponirah – Siang Atmosfir suara radio
Ibu Ponirah memasak makan siang untuk suami yang
9 membahas
tentang virus corona
dan anaknya
Ext. Rumah Ibu Ponirah – Siang Atmosfir suara
motor, suasana
Ibu Ponirah bersiap berangkat mencari rumput
rumah domes siang
10 di kebun dekat rumahnya menaiki sepeda.
hari dan suara Ibu
Ponirah menyanyi
lagu ―Pepiling‖
Ext. Jalan menuju Rumah Domes – Pagi Atmosfir suara
11 sepeda motor berlalu
Footage matahari terbit
lalang
Ext. Jalan Rumah Domes - Pagi Atmosfir suara musik
12 Beberapa ibu di rumah domes melakukan senam dan suara
senam pagi. Warga lain mulai melakukan anak-anak bermain
aktivitasnya, dan anak-anak bermain
Ext. Warung Ibu Widi - Pagi Atmosfir suara musik
13 Ibu Widi menyiapkan dagangan untuk senam
warungnya
Ext. Warung Ibu Widi - Siang Atmosfir suara anak-
Ibu Widi melayani pembeli anak-anak hingga anak, sepeda motor
ibu-ibu. Ibu Widi juga kedatangan pembeli berlalu lalang
14 yang bertanya tentang rumah domes. Ibu Widi
menceritakan tentang rumah domes. Ibu Widi
menceritakan rumah
domes.
Ext. Rumah Domes – Siang Atmosfir suara
15 Suasana rumah domes saat dikunjungi wisatawan
wisatawan
Ext. Rumah Domes – Siang Atmosfir suasana
16 Suasana pemukiman rumah domes dan warung pemukiman rumah
domes yang sepi
Ibu Widi yang sepi
Ext. Warung Ibu Widi - Siang Ibu Widi
17 menjelaskan alasan
Ibu Widi duduk menunggu pembeli
rumah domes sepi.
67

Ext. Warung Ibu Widi – Siang Ibu Widi


18 menjelaskan alasan
Menjemur padi hasil panen di sawahnya
rumah domes sepi
III ENDING / AKHIR
Ext. Kebun – Sore Atmosfir suara
19 sepeda motor berlalu
Ibu Ponirah selesai mencari rumput, kemudian
lalang
membawanya ke kandang sapi dan kambing.
Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana
20 kandang sapi dan
Ibu Ponirah memberi makan sapi dan kambing
kambing
yang diurusnya
Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana
saat berlatih Rondo
21 Ibu Ponirah bersama ibu-ibu warga rumah
Tektek
domes sedang berlatih ―Rondo Tektek‖ musik
sambutan khas rumah domes

3.6 Penerapan Struktur Dramatik Brander Mathews dalam

Naskah Film Dokumenter Domes

Di dalam film dokumenter emosi penonton dapat

dimainkan dengan menerapkan struktur dramatik. Penerapan

struktur dramatik terletak pada naskah film yang akan digunakan

dalam proses pengambilan gambar, sebab naskah tersebut bisa

menjadi panduan dan petunjuk dimana saja poin dramatik

diletakkan. Pembuatan naskah ini harus mengikuti fakta yang

didapat saat melakukan observasi dan riset lapangan. Struktur

dramatik Brander Mathews ini digunakan karena cocok sebagai

pembangun emosi pada film dokumenter Domes.

Berikut penerapan struktur dramatik Brander Mathews

dalam naskah film Domes.


68

A. Babak Pertama :

1. Eksposisi merupakan bagian awal cerita yang

memberikan gambaran, penjelasan dan keterangan

mengenai tokoh, masalah, waktu, dan tempat dalam

film. Nilai tegangan dramatik pada bagian ini masih

berjalan wajar. Dalam pengaplikasiannya ke naskah film

Domes, bagian ini dimulai dari footage desa Nglepen

yang terkena gempa, gambaran rumah domes saat ini,

hingga pengenalan karakter pertama (Ibu Ponirah)

sebagai warga desa Nglepen dengan menunjukkan

kegiatannya sehari-hari sebagai buruh tani. Bagian ini

juga sebagai kunci pembuka awalan persoalan dengan

Ibu Ponirah sebagai warga asli Nglepen.

(1)
69

(2)

(3)

Gambar 2 : Bagian Eksposisi, (1) Footage Desa Nglepen yang terkena


gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006; (2) Footage Desa New Nglepen atau
Rumah Domes; dan (3) Ibu Ponirah yang sedang bekerja sebagai buruh tani.

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 6. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Eksposisi Struktur Dramatik Brander Mathews)

Voice Over : suara Ibu


Ponirah
Ext. Desa Nglepen – Pagi
― Ya mas masih
Suasana Desa Nglepen (lokasi
kebayang, tapi ya sudah
1 tanah amblas). Menunjukkan
mau bagaimana lagi
rumah-rumah yang rusak
wong sudah diputuskan
karena terkena gempa
gusti Allah, ya harus
menerima apa adanya.
Voice Over : suara Ibu
Ext. Rumah Dome – Pagi
Ponirah
2 Suasana pemukiman rumah
― Ya mas masih
domes
kebayang, tapi ya sudah
70

mau bagaimana lagi


wong sudah diputuskan
gusti Allah, ya harus
menerima apa adanya.
Atmosfir : lagu selamat
Black Screen (judul) :
3 datang khas rumah
DOMES
domes
Ext. Depan Rumah Ibu
Ponirah – Pagi
Ibu Ponirah dan Bapak Temu
(suami Ibu Ponirah) bersiap
Atmosfir : suasana
berangkat ke sawah menaiki
4 depan rumah Ibu
sepedanya dan Bapak Temu
Ponirah pagi hari
membawa beberapa
perlengkapan untuk dibawa ke
sawah menaiki motor
peninggalan saat gempa.
Ext. Jalan menuju Sawah –
Pagi
Ibu Ponirah
5 Mbah Ponirah mengayuh
mengenalkan diri
sepedanya menuju sawah yang
akan digarap.
Ext. Sawah – Pagi
Atmosfir : suara alat
6 Kegiatan Ibu Ponirah Bapak
untuk mengairi sawah
Temu di sawah.
Ext. Sawah – Siang
Bapak Temu mencangkul
Atmosfir : suasana
tanah, dan Ibu Ponirah mulai
7 sawah
menabur benih padi, setelah itu
menutup benih padi dengan
batang padi yang sudah kering.

2. Penanjakan merupakan sebuah tindakan yang

dilakukan oeh seorang tokoh yang membangun

penanjakan aksi menuju sebuah konflik. Di bagian ini,

penekanan dramatik mulai dilakukan. Cerita mulai

menanjak mengarah pada penjelasan kronologis yang

dialami oleh Ibu Ponirah saat gempa melanda.


71

(1)

Gambar 3 : Bagian Penanjakan, (1) Footage Ibu Ponirah yang sedang


melakukan wawancara.

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 7. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Penanjakan Struktur Dramatik Brander Mathews)

Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah menceritakan


Ibu Ponirah – Pagi kronologi gempa.
Wawancara dengan ―2006 mbak, ya dulunya itu
Ibu Ponirah saya eee.. di rumah sama
anak-anak jam 6 lewat 5 saya
kemas-kemas, anak saya itu
baru kemas mau mandi di
kamar mandi (menangis)
astagfirullah.., saya kemas-
kemas mau kerja sama bapak
saya (suami) di UII kerja
bangunan pasang keramik.
1. waktu itu ada musibah gempa
(nangis) rumah aku dua-dua
nya sudah kena musibah yo
mbak, tapi alhamdulillahnya
saya ber-empat masih hidup
saya sudah beruntung sekali
nyawa empat sudah diparingi
selamat, bagas waras sehat
walaupun rumah saya sudah
kena gempa, ndakapapa tapi
saya masih diparingi selamat
bagas waras ndakpapa mbak.‖
72

B. Babak kedua :

1. Komplikasi merupakan penggawatan yang merupakan

kelanjutan dan peningkatan dari penanjakan. Pada

bagian ini salah seorang tokoh mulai mengambil upaya

untuk mencapai tujuan tertentu atau bangkit melawan

satu keadaan yang menimpa.

Pada bagian ini Ibu Ponirah mulai menunjukkan usaha

kerasnya untuk bangkit dari masalah yang dihadapi.

Komplikasi ini ditunjukkan saat Ibu Ponirah

memutuskan untuk pindah dari rumah bantuan

sementara karena adanya tekanan dari orang lain.

Beliau berusaha menyisihkan upahnya sebagai buruh

tani agar bisa bertahan hidup, sekaligus membangun

rumah lagi. Dalam keterbatasannya beliau berupaya

bangkit melawan keadaan yang menimpa dengan

berusaha sebisa mungkin kembali ke keadaan semula

meskipun harus memulainya lagi dari nol.

(1)
73

(2)

Gambar 4 : Bagian Komplikasi, (1) Footage Ibu Ponirah yang sedang


melakukan wawancara saat beliau menceritakan usahanya agar bisa hidup
normal kembali; (2) Gambaran usaha Ibu Ponirah agar bisa hidup normal
kembali dengan menjadi buruh tani.

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 8. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Komplikasi Struktur Dramatik Brander Mathews)

Ext. Depan Rumah Ibu


Ponirah – Siang
1. Ibu Ponirah
Wawancara dengan Ibu
menceritakan saat
Ponirah
kepindahannya dari
Ext. Depan Rumah Ibu
rumah bantuan
Ponirah – Siang
2. sementara.
Footage kegiatan Ibu
Ponirah sebagai buruh tani

2. Klimaks merupakan puncak dari tensi dramatik,

penanjakan yang dibangun sejak awal mengalami

puncaknya pada bagaian ini. Krisis ekonomi sempat

dirasakan oleh kedua tokoh karena kehilangan harta

benda setelah gempa melanda desa mereka.

Pada bagaian ini, tokoh kedua (Ibu Widi) mulai

ditunjukkan. Ibu Widi ditunjukkan sebagai bentuk

nyata komodifikasi yang terjadi di kawasan rumah


74

domes. Pada bagian ini juga diperlihatkan bagaimana

pentingnya pengunjung untuk wisata rumah domes,

karena uang dari hasil wisata ini setidaknya bisa

membantu warga kawasan rumah domes untuk

membayar sewa lahan rumah yang saat ini mereka

tinggali.

(1)

(2)

Gambar 5 : Bagian Klimaks, (1) Ibu Widi ketika sedang dengan


pembeli yang bertanya tentang rumah domes; (2) Ibu Widi yang sedang melayani
pembeli
75

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 9. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Klimaks Struktur Dramatik Brander Mathews)

Ext. Warung Mbah Mbah Widi menceritakan rumah


Widi - Siang domes.
Warung Ibu Widi ―Pembeli : Omahe tok sing telas
kedatangan pembeli
Ibu Widi : Omahe sing telas sak
yang bertanya tentang
rumah domes. Mbah isine, pakaian2 nggih sami
Widi menceritakan Pembeli : niki ndak bantuan
tentang rumah domes. sangkin bantul niku buk?
Ibu Widi : Amerika
Pembeli : Terus tanahe pripun
buk?
Ibu Widi : Sing pundi?
Pembeli : Niki
Ibu Widi : Niki tanah kas desa,
sewa. Warga niku sewa
Pembeli : Ooh.. nggih-nggih.
1. tapi tanahe pun rusak nggih sing
ten mriko?
Ibu Widi : Ah pun rusak pak,
pun pirang tahun, 14 tahun.
Pembeli : Nak di luar omah niki
berarti pun damel piyambak
nggih buk? Model teras-terasan
Ibu Widi : Nggih, teras wonten
sing joglo enten. Sing penting
sing asli niku mboten di rombak,
mboten angsal digepuk
Pembeli : Oh.. niki mayoritas
petani-petani sedoyo
Ibu Widi : petani sedoyo
Pembeli : Wayahe panen-panen
nggih.
76

C. Babak Ketiga :

1. Resolusi merupakan bagian yang mempertemukan

masalah-masalah yang diusung oleh para tokoh dengan

tujuan untuk mendapatkan solusi atau pemecahan. Pada

bagian ini semua tokoh mulai mendapatkan titik terang

dari persoalan yang dihadapi.

Pada bagian ini ditunjukkan kedua tokoh memiliki

pekerjaan yang bisa membantu memenuhi kebutuhan

sehari-hari keluarganya. Dalam hal ini Ibu Ponirah

memiliki pekerjaan yang bisa membantu memenuhi

kebutuhan sehari-hari keluarganya dengan menjadi

buruh tani dan buruh ternak. Sedangkan Ibu Widi selain

memiliki sawah yang hasilnya bisa digunakan sendiri,

beliau juga bekerja sebagai penjual jajanan ringan

sebagai tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Pada saat gambar ini diambil sedang bertepatan

dengan musim panen padi.

(1)
77

(2)

Gambar 6 : Bagian Resolusi, (1) Ibu Ponirah saat memberi makan


sapi;(2) Ibu Widi yang sedang menjemur hasil panen padi miliknya

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 10. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Resolusi Struktur Dramatik Brander Mathews)

Ext. Warung Ibu Widi –


Mbah Widi
Siang
1. menjelaskan alasan
Menjemur padi hasil panen di
rumah domes sepi
sawahnya
Ext. Kebun – Sore
Atmosfir suara
Mbah Ponirah mencari rumput,
2. sepeda motor
kemudian membawanya ke
berlalu lalang
kandang sapi.
Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana
3. Mbah Ponirah memberi makan kandang sapi dan
sapi dan kambingnya kambing

2. Konklusi merupakan tahap akhir dari struktur dramatik

biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas

masalahnya, serta peristiwa dramatik diakhiri pada

tahap ini. Nilai tensi tidak berada pada garis akhir,

namun berada lebih tinggi dari bagian eksposisi karena

pengaruh emosi atau tensi yang ada dibagian komplikasi

dan klimaks.
78

Pada tahap ini Ibu Ponirah dan Ibu Widi mendapat

jawaban atas masalahnya, gempa tersebut memang ujian

bagi mereka dan warga kawasan rumah domes lain yang

memang sudah digariskan untuk mereka.

Dalam hal ini Ibu Ponirah sudah menerima apa yang

sudah digariskan untuknya, ikhlas dengan apa yang

sudah ditetapkan untuknya. Tahap ini digambarkan

melalui Ibu Ponirah yang sudah bangkit dari masalah

yang dihadapinya, saat ini ia juga mengisi waktu

luangnya dengan mengikuti kegiatan kesenian yang ada

di perumahan tersebut, yang bernama Rondo Tek-tek.

Bagian ini ditunjukkan dengan gambar saat Ibu Ponirah

pulang dari kandang dengan voice over suara Ibu

Ponirah yang sedang menyanyi

(1)
79

(2)

Gambar 7 : Bagian Konklusi, (1) Ibu Ponirah saat akan pulang setelah
memberi makan sapi;(2) Ibu Ponirah yang sedang berlatih musik kesenian khas
rumah domes yang memiliki nama Rondo Tek-tek

Berikut potongan naskah film Domes :

Tabel 11. Potongan Naskah Film Domes


(Bagian Konklusi Struktur Dramatik Brander Mathews)

Voice Over :
Ext. Kandang Sapi – Sore
Ibu Ponirah
1. Ibu Ponirah bersiap pulang dari
sedang
kandang sapi
menyanyi
Ext. Kandang Sapi – Sore
Atmosfir
Ibu Ponirah bersama ibu-ibu warga
suasana saat
2. rumah domes sedang berlatih
berlatih Rondo
―Rondo Tektek‖ musik sambutan
Tektek
khas rumah domes

3.7 Naskah Film Domes

Berikut adalah naskah dari film dokumenter Domes

Tabel 12. Naskah Film Dokumenter Domes

No Visual Audio
I OPENING / AWAL
Ext. Desa Nglepen – Pagi Voice Over : suara Ibu Ponirah
1 Suasana Desa Nglepen (lokasi ― Ya mas masih kebayang, tapi ya
tanah amblas). Menunjukkan sudah, mau bagaimana lagi sudah
rumah-rumah warga yang rusak diputuskan gusti Allah, ya harus
80

karena terkena gempa menerima apa adanya‖.


Voice Over : suara Ibu Ponirah
Ext. Rumah Dome – Pagi ― Ya mas masih kebayang, tapi ya
2 sudah mau bagaimana lagi sudah
Suasana pemukiman rumah domes
diputuskan gusti Allah, ya harus
menerima apa adanya.‖
Atmosfir : lagu selamat datang
3 Black Screen (judul) : DOMES
khas rumah domes
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah
– Pagi
Ibu Ponirah dan Pak Temu (suami
Ibu Ponirah) bersiap berangkat ke Atmosfir : suasana depan rumah
4 sawah menaiki sepedanya dan Ibu Ponirah pagi hari
Bapak Temu membawa beberapa
perlengkapan untuk dibawa ke
sawah menaiki motor peninggalan
saat gempa.
Ext. Jalan menuju Sawah – Pagi
5 Ibu Ponirah mengayuh sepedanya Ibu Ponirah mengenalkan diri
menuju sawah yang akan digarap.
Ext. Sawah – Pagi
Atmosfir : suara alat untuk
6 Kegiatan Ibu Ponirah Pak Temu mengairi sawah
di sawah.
Ext. Sawah – Siang
Pak Temu mencangkul tanah, dan
7 Ibu Ponirah mulai menabur benih Atmosfir : suasana persawahan
padi, setelah itu menutup benih
padi dengan batang padi yang
sudah kering.
Ext. Sawah – Siang
8 Footage burung sawah yang Atmosfir : suasana sawah
terbang
Ext. Sawah – Siang Voice Over :
9
Ibu Ponirah pulang dari sawah ―2006 mbak, ya dulunya itu saya
eee.. dirumah sama anak-anak jam
Ext. Rumah Domes – Siang
06.05 saya kemas-kemas, anak
10 Suasana rumah domes saat siang saya itu baru kemas mau mandi di
hari kamar mandi, saya kemas-kemas
mau kerja sama bapak saya
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah
11 (suami) di UII kerja bangunan
– Siang
pasang keramik. waktu itu ada
81

Wawancara dengan Ibu Ponirah musibah gempa rumah aku dua-


dua nya sudah kena musibah yo
mbak, tapi alhamdulillahnya saya
berempat masih hidup saya sudah
beruntung sekali nyawa empat
sudah diparingi selamat, bagas
waras sehat walaupun rumah saya
sudah kena gempa, ndakapapa tapi
saya masih diparingi selamat
bagas waras ndakpapa mbak.‖
Int. Rumah Ibu Ponirah – Siang
Atmosfir : suara radio yang
12 Ibu Ponirah memasak makan membahas tentang covid-19
siang untuk suami dan anaknya
II MIDLE / TENGAH
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah
13 – Siang
Wawancara dengan Ibu Ponirah Ibu Ponirah menceritakan saat
Ext. Depan Rumah Ibu Ponirah kepindahannya dari rumah
– Siang bantuan sementara.
14
Footage kegiatan Ibu Ponirah
sebagai buruh tani
Ext. Jalan menuju Rumah
Domes – Pagi Atmosfir : suara sepeda motor
15
berlalu lalang
Footage matahari terbit
Ext. Jalan Rumah Domes - Pagi
Beberapa ibu di rumah domes Atmosfir : suara musik senam dan
16 melakukan senam pagi. Warga suara anak-anak bermain
lain mulai melakukan
aktivitasnya, dan anak-anak
bermain
Ext. Warung Ibu Widi – Pagi
17 Ibu Widi menyiapkan dagangan Atmosfir : suara musik senam
untuk warungnya
Ibu Widi menceritakan rumah
domes.
Ext. Warung Ibu Widi – Siang
―Pembeli : Omahe tok sing telas
Ibu Widi melayani pembeli anak-
18 Ibu Widi : Omahe sing telas sak
anak hingga ibu-ibu. Ibu Widi
isine, pakaian2 nggih sami
juga kedatangan pembeli yang
Pembeli : niki ndak bantuan
bertanya tentang rumah domes.
sangkin bantul niku buk?
Ibu Widi : Amerika
82

Pembeli : Terus tanahe pripun


buk?
Ibu Widi : Sing pundi?
Pembeli : Niki
Ibu Widi : Niki tanah kas desa,
sewa. Warga niku sewa
Pembeli : Ooh.. nggih2. tapi
tanahe pun rusak nggih sg ten
mriko?
Ibu Widi: Ah pun rusak pak, pun
pirang tahun, 14 tahun.
Pembeli : Nak diluar omah niki
berarti pun damel piyambak nggih
buk? Model teras-terasan
Ibu Widi : Nggih, teras wonten
sing joglo enten. Sing penting sing
asli niku mboten di rombak,
mboten angsal digepuk
Pembeli : Oh.. niki mayoritas
petani2 sedoyo
Ibu Widi : petani sedoyo
Pembeli : Wayahe panen-panen
nggih.
Ext. Rumah Dome – Siang
19 Suasana rumah domes saat Atmosfir : suara wisatawan
dikunjungi wisatawan
Ext. Rumah Dome – Siang
Atmosfir : suasana pemukiman
20 Suasana pemukiman rumah domes rumah domes yang sepi
dan warung Ibu Widi yang sepi
Ext. Warung Ibu Widi – Siang
Mbah Widi menjelaskan alasan
21 Wawancara dengan Ibu Widi rumah domes sepi.
sembari beliau menunggu pembeli
III ENDING / AKHIR
Ext. Warung Ibu Widi – Siang
Mbah Widi menjelaskan alasan
22 Menjemur padi hasil panen di rumah domes sepi
sawahnya
Ext. Kebun – Sore
Ibu Ponirah mencari rumput, Atmosfir suara sepeda motor
23
kemudian membawanya ke berlalu lalang
kandang sapi.
24 Ext. Kandang Sapi – Sore Atmosfir suasana kandang sapi
83

Ibu Ponirah memberi makan sapi dan kambing


dan kambingnya
Ext. Kandang Sapi – Sore
Voice Over :
25 Ibu Ponirah bersiap pulang dari
Ibu Ponirah sedang menyanyi
kandang sapi
Ext. Kandang Sapi – Sore
Ibu Ponirah bersama ibu-ibu Atmosfir suasana saat berlatih
26 warga rumah domes sedang Rondo Tektek
berlatih ―Rondo Tektek‖ musik
sambutan khas rumah domes
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Film dokumenter merupakan film yang menampilkan realitas

kehidupan atau fenomena di masyarakat. Dari penjelasan tersebut dapat

diartikan bahwa, teknik pengambilan gambar pada film dokumenter adalah

tanpa rekayasa, bersifat asli dan apa adanya. Penggunaan data aktual

sebagai pembangun cerita, memunculkan anggapan bahwa film

dokumenter membosankan karena minimnya konflik.

Pada proses pembuatannya, film dokumenter tetap membutuhkan

naskah yang berfungsi untuk membantu para anggota tim dalam

memahami cerita. Penulis naskah memiliki peran untuk menuliskan atau

menjabarkan ide yang menjadi acuan isi cerita dalam film. Jika ide cerita

sudah ditentukan, penulis naskah kemudian mengembangkan ide ke dalam

bentuk treatment kemudian naskah. Naskah juga menjadi salah satu cara

agar film dokumenter memiliki emosi dan keluar dari anggapan yang

membosankan karena minim konflik. Sebab naskah dalam film

dokumenter dapat menerapkan struktur dramatik yang berfungsi sebagai

perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran penulis serta dapat

melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita.

Dari penjabaran bab-bab diatas, dapat penulis simpulkan bahwa

naskah dalam film dokumenter dapat menerapkan struktur dramatik guna

mencapai emosi tertentu dari penonton tanpa mengurangi karakteristik dari

84
85

film dokumenter yang dikenal sebagai film yang menggunakan data aktual

sebagai pembangun ceritanya. Penerapan struktur dramatik Brander

Mathews pada naskah film dokumenter Domes ini bertujuan untuk

memperlihatkan dampak dari gempa bumi dengan metode menunjukkan

hal kontradiktif antara yang disampaikan tokoh dengan yang terjadi di

lokasi—New Ngelepen. Melalui metode yang demikian, struktur

dramatika dalam dokumenter juga bertujuan untuk menjalin kedekatan

penonton dengan subyek. Penonton diposisikan untuk mampu memahami

perasaan subyek dan larut dalam cerita yang disuguhkan dalam film

dokumenter Domes.

Membangun struktur dramatika dalam naskah, menjadi salah satu

sikap kreatif dalam menarik dan mengikat perhatian penonton film

dokumenter. Sebab, hakikatnya film dokumenter merupakan karya yang

tidak hanya memberi informasi, melainkan juga menerapkan pengolahan

struktur cerita dan dramatika. Terdapat unsur story-telling yang dapat

dibangun dalam film dokumenter. Proses pra produksi dalam pembuatan

film dokumenter memiliki peran penting, karena dalam tahap ini penulis

naskah berperan untuk menjabarkan ide serta memantapkan konsep yang

akan digarap bersama anggota tim lain. Dengan merepresentasikan

kenyataan dari suatu hal ke dalam sebuah karya dokumenter diharapkan

dapat membagi dan memberikan sudut pandang baru dalam melihat dan

menilai sesuatu.
86

4.2 Saran

Penulis memahami bahwa, laporan DOMES : PENERAPAN

STRUKTUR DRAMATIK BRANDER MATHEWS DALAM

PENULISAN NASKAH DOKUMENTER memiliki banyak bagian yang

belum diteliti. Bagian-bagian tersebut merupakan peluang untuk

meneruskan kajian, baik yang berbasis tulis maupun produk, di wilayah

dokumenter dan struktur dramatik. Berdasarkan pengamatan penulis,

bagian-bagian tersebut antara lain :

1. Penulis menyarankan pembaca untuk mengilmiahkan kerja

dokumentaris dalam mereduksi data yang diperoleh setelah

melakukan observasi lapangan mapun data.


DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ayawaila, Gerzon R. Dokumenter Dari Ide hingga Produksi. Jakarta Pusat
: FFTV – IKJ Press, 2017
Boggs, Joseph M. The Art of Watching Film. Diterjemahkan oleh Asrul
Sani dengan Judul Cara Menilai Sebuah Film. Jakarta : Yayasan
Citra, 1992

Bordwell, David, dan Kristin Thompson, Film Art: An Introduction.


Americas, New York : The McGraw-Hili Companies, 2008

McKee, Robert Story. New York : HarperCollins Publisher, 1997.

Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication. London : Sage


Publications, 2009.

Trimarsanto, Tonny. Renita, Renita Catatan Proses Membuat Film


Dokumenter. Klaten : Rumah Dokumenter, 2020.

E-BOOK

Nichols, Bill. Introducing to Documentary. United States of America :


Indiana University Press,
2010. https://libgen.lc/item/index.php?md5=5E974A3C3C2A343A
8A719E5D088DF580

Santoso, Eko. Pengetahuan Teater 1 (Sejarah dan Unsur Teater). Jakarta


Pusat : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
2013. https://epaper.myedisi.com/bse/54100/index_110.html#page
=101

JURNAL

Amelinda, Regita Wisnu, dkk ―Teknik Penulisan Naskah Dengan


Mengoptimalkan Unsur Dramatik Dalam Produksi Program
Dokumenter Observasional ―Urup‖. Jurnal Ilmu Komunikasi
Akademi Komunikasi Radya Binatama, Yogyakarta, (2019) : 85.

Dodiyanto, Rosyid dan Mimien Aminah Sudjai‘e, ―Analisi Pemahaman


Mahasiswa Terhadap Unsur-unsur Intrinsik Karya Sastra Di kelas
Prosa‖. Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan
Lokal Berkelanjutan VIII, Vol 8, No 1. (2018) : 428

Dwijayanti, Hutami & Naomi Haswanto, "Melestarikan Mitologi Cina


Yang Mengiringi Tradisi Tahun Baru Imlek di Indonesia Melalui

87
88

Picture Book". Jurnal Tingkat Sarjana bidang Seni rupa dan


Desain, No. 1. (Tahun) : 1

Fitriani, Neng Lia dan Septian Andriyani. "Hubungan Antara Pengetahuan


Dengan Sikap Anak Usia Sekolah Akhir (10-12 tahun) Tentang
Makanan Jajanan Di SD Negeri II Tagog Apu Padalarang
Kabupaten Bandung Barat". Akper RS.Dustira dan Prodi D3
keperawatan FPOK-UPI. 2015

Indriyatni, Lies. ―Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Organisasi /


Perusahaan‖. Fokus Ekonomi, Vol 5 No.1. (2010) : 36

Yuliasari, Indah dan Maria Damiana, ―Evaluasi Pengaruh Lingkungan


Akibat Bencana Gempa Di Kawasan Wisata Gunung Kidul‖.
LAKAR Jurnal Program Studi Arsitektur, (2018) : 50.

SKRIPSI

Komariyah, Siti. "Komodifikasi Makam Dalam Perspektif Sosial-Ekonomi


(Studi Kasus di Makam Sunan Kalijaga Demak)." PhD diss.,
Universitas Negeri Semarang, 2015.

Saputra, Handi. ―Analisis Kemunculan Unsur Dramatik Pada Program


Acara Lintas Imaji Net TV.‖ PhD diss., ISI Yogyakarta, 2017.

Soelistyarini, Titien Diah. "Pedoman Penyusunan Tinjauan Pustaka dalam


Penelitian dan Penulisan Ilmiah." Universitas Airlangga (2013).

WEBSITE

Agustus, Estrella. "Tahapan Produksi Film Dokumenter". Diakses pada 03


Juli 2020 pukul 14.00
dari https://www.academia.edu/32679659/Tahapan_Produksi_Film
_Dokumenter.

Ashari, Fuad dan Sapto Pamungkas. ―FILM EADC 2012 : Kampung Rob
Di Jantung Kota‖. Diakses pada 18 Mei 2020 pukul 14.00
dari https://www.youtube.com/watch?v=FgN1t0BpDSs&app=deskt
op.

Budiman, Arief. ―Mitigasi Bencana dan Penataan Ruang Gempa Bumi


Yogyakarta 2006‖. Diakses pada 18 Juli 2020 pukul 09.50
dari https://www.slideshare.net/armandbudiman/mitigasi-bencana-
dan-penataan-ruang-gempa-bumi-yogyakarta-2006

Fan, Lixin. "Last Train Home". Diakses pada 2 Juni 2020 pukul 14.00.
89

Hapsoro, Triyanto. "Dramaturg, „Dramatic Engineer‟ Dalam Sebuah


Film". Diakses pada 8 Juni 2020 pukul 14.00
dari https://www.kompasiana.com/triyantogenthong/552900fdf17e
612a2b8b45b7/dramaturg-dramatic-engineer-dalam-sebuah-film

Hermansyah, Kusen Dony. "Pengantar Ringan Tentang Film


Dokumenter". Diakses pada 25 Mei 2020 pukul 17.12
dari https://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/A._Dokumenter_-
_Fundamental_of_Documentary_Dokumenter_(Definisi_s.d_Tipe).
pdf.

Kirana. " Struktur Dramatik Lakon dalam Teater". Diakses pada 27 Juni
2020 pukul 15.00
dari https://www.bukusekolah.net/2019/04/struktur-dramatik-
lakon-dalam-teater.html.

RomaDecade. "Pengertian Observasi". Diakses pada 16 Juni 2020 pukul


11.00 dari https://www.romadecade.org/pengertian-observasi/.

Triananda, Kharina. "Ini Alasan Film Dokumenter Kurang Populer di


Indonesia". Diakses pada 18 Mei 2020 pukul 10.00
dari https://www.beritasatu.com/hiburan/316450-ini-alasan-film-
dokumenter-kurang-populer-di-indonesia.

Trimarsanto, Tonny. "Awarding Film Renita Renita | Full Movie". Diakses


pada 21 Mei 2020 pukul 14.00
dari https://www.youtube.com/watch?v=TuVgQzyT644&app=desk
top.

Zenius. "Wawancara". Diakses pada 15 Juni 2020 pukul 10.00


dari https://www.zenius.net/prologmateri/bahasa-
indonesia/a/174/wawancara
LAMPIRAN

1. Catatan riset dari film dokumenter Domes


a. Ibu Ponirah

Waktu Deskripsi kegitan / ruang

05.00 - 07.00 Lokasi ruang : Rumah domes Ibu Ponirah

Deskripsi ruang :
Rumah domes Ibu Ponirah, terdiri dari dua lantai.
Lantai bawah terdiri dari empat ruangan, dengan satu
ruang tamu sekaligus ruang keluarga, dua kamar tidur
yang saling berhadapan. Lantai atas digunakan untuk
menyimpan barang-barang

Aktifitas :
Ibu Ponirah, bangun tidur, membersihkan kamar dan
rumah, membuat minuman untuk Pak Temu, mandi,
bersiap-siap berangkat ke sawah.
07.00 - 10.00 Lokasi ruang : Sawah

Deskripsi ruang :
Ibu Ponirah melakukan aktifitasnya sebagai buruh tani
dengan menabur benih padi di lahan sawah yang
kosong.
10.00 - 13.00 Ibu Ponirah pulang dari sawah, membersihkan diri,
menuju warung tetangga, membeli bahan masakan
(sayur, bumbu dapur), memasaknya untuk Pak Temu
dan anaknya. Makan siang sambil menonton acara
televisi, melaksanakan sholat dhuhur lalu beristirahat.
13.30 - 15.00 Ibu Ponirah berangkat mencari rumput untuk makan
ternak orang lain yang diurusnya, pergi ke kandang
sapi dan kambing, memberi makan sapi dan kambing,
membersihkan kandang, kemudian pulang.
15.00 - 20.00 Membersihkan rumah, mandi, melaksanakan sholat
ashar. Di rumah santai, ngobrol dengan anak, ngobrol
dengan suami sambil menunggu adzan maghrib,
melaksanakan sholat maghrib, makan malam, lalu
melaksanakan sholat isya', kemudian tidur.
18.00 – 20.00 Di rumah santai, ngobrol dengan anak-anak, ngobrol
dengan tetangga.

90
91

Ada kegiatan lain dari Ibu Ponirah yang tidak rutin dilakukan
seperti kegiatan di hari kerja :

19.30 - 21.00 Berlatih kesenian musik khas rumah domes dengan


sebagian ibu-ibu dan bapak-bapak dari warga rumah
domes juga

b. Ibu Widi

Waktu Deskripsi kegitan / ruang

05.00 - 07.00 Lokasi ruang : Rumah domes Ibu Widi

Deskripsi ruang :
Rumah domes Ibu Widi, terdiri dari dua lantai. Lantai
bawah terdiri dari empat ruangan, dengan satu ruang
tamu sekaligus ruang keluarga, dua kamar tidur yang
saling berhadapan. Lantai atas digunakan untuk
menyimpan barang-barang. Memiliki warung untuk
berjualan jajanan ringan dan minuman.

Aktifitas :
Ibu Widi, bangun tidur, membersihkan kamar dan
rumah, membuat minuman untuk suaminya, mandi,
menyiapkan atau menata barang dagangannya.
07.00 - 16.00 Lokasi ruang : warung

Aktifitas :
Ibu Widi menunggu pembeli datang dengan duduk di
kursi panjang dengan sesekali bermain dengan cucu
laki-lakinya. Melayani pembeli ketika ada yang
membeli di warungnya.

Ada kegiatan lain dari Ibu Widi yang tidak rutin dilakukan seperti
kegiatan di hari kerja :

05.00 - 07.00 Membeli stok jajanan ringan ke pasar jika jajanan yang
ada di warungnya sudah habis.

Anda mungkin juga menyukai