Anda di halaman 1dari 14

ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DALAM

BELAJAR ONLINE

Disusun Oleh:

Nama: Augres Boas Manahan


NIM: 202041067
Kelas: A
Mata Kuliah: Komunikasi Kelompok
Dosen Pengampu: Novalia Agung Wardjito Ardhoyo, M.Ikom

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
Mengkaji judul jurnal “ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DALAM BELAJAR
ONLINE” menggunakan konsep 5W+1H.
a. What : Apa judul yang akan digunakan untuk jurnal yang akan dibuat ?
b. When : Kapan penelitian tersebut dilakukan untuk membantu menyelesaikan
………….. jurnal yang akan dibuat ?
c. Where : Dimana tempat penelitian yang akan dijadikan tempat penelitian oleh
………….. penulis ?
d. Why : Kenapa penulis tertarik untuk mengangkat judul tersebut untuk
……………. dijadikan jurnal penelitian nya ?
e. Who : Siapakah yang akan menjadi narasumber yang akan diwawancara
……………. untuk membantu penulis mendapatkan sample penelitiannya ?
f. How : Bagaimana jurnal metode yang akan penulis lakukan untuk
melakukan …………. penelitian pada jurnal tersebut ?

Jawab:

- Judul Jurnal: ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DALAM


……………………. BELAJAR ONLINE
- Hasil pengkajian 5W+1H:
a. What : ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DALAM BELAJAR
ONLINE
b. Who : Teman sesama mahasiswa.
c. Where : Di komplek mabad 25 no. U310 rt/rw 09/05 rempoa ciputat timur
………….. tangerang selatan.
g. When : Proses wawancara yang akan dilakukan pada tanggal 15 Desember
…………. 2021.
d. Why : Karena untuk menganalisis penelitian di kalangan akademis tentang
………. etika komunikasi antara mahasiswa dan dosen dalam pembelajaran
…………. online ini
e. How : Dengan cara mewawancarai sesama mahasiswa agar mendapatkan
………. kesimpulan yang tepat.
ETIKA KOMUNIKASI MAHASISWA DALAM BELAJAR ONLINE
Oleh:
Augresto Boas Manahan (202041067)
Novalia Agung Wardjito Ardhoyo, M.Ikom
augrestomanahan@gmail.com
Universitas Prof. Dr. Moestopo ( Beragama )

Abstrak
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis penelitian di kalangan akademis tentang etika
komunikasi antara mahasiswa dan dosen dalam pembelajaran online ini, hubungan antara
dosen dan mahasiswa dalam konsep mempermudah proses pengajaran dan pembelajaran
maupun bimbingan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis mahasiswa di lingkungan rumah. Informan utama adalah teman-teman
mahasiswa yang sedang berkuliah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komunikasi antara
mahasiswa dan dosen pada sistem belajar online ini mengalami perubahan yang signifikan
antara perilaku dan bahasa yang mengakibatkan budaya yang sering tidak sesuai dengan
identitas akademik yang mengutamakan etika dan sopan santun, sehingga tidak untuk
terjebak dalam berita hoaks di bidang politik dan sosial, oleh karena itu di dunia akademis
perlu ada aturan dan contoh dalam komunikasi antara guru dan siswa, sehingga konsep
pendidikan, identitas dan karakter bangsa Indonesia dipertahankan dengan santun dan juga
menawarkan nilai-nilai filosofis bangsa sebagai generasi penerus menghadapi era milenial,
agar mereka tidak terjebak oleh sisi negatif digitalisasi di dunia akademis.
Kata Kunci: Etika, Komunikasi, Mahasiswa, Belajar Online

Abstract
This writing aims to analyze research among academics on the ethics of communication
between students and lecturers in this online learning, the relationship between lecturers and
students in the concept of facilitating the teaching and learning process, and guidance. The
research method used is qualitative with a phenomenological approach to students in the
home environment. The primary informants are friends of students who are in college. The
study results concluded communication between students and lecturers in this online
learning system experienced a significant change between behavior and language, resulting
in a culture that was often not following academic identity that prioritized ethics and
manners so as not to get caught up in hoax news in the political fields. Therefore, the literary
world needs rules and examples in communication between teachers and students. The
concept of education, identity, and character of the Indonesian nation is maintained politely
and also offers the nation's philosophical values as the next generation to face the millennial
era so that they do not trap by the negative side of derivation in academia.
Keyword: Ethics, Communication, Student, Online Learning
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan media bagi semua makhluk hidup, dalam hal ini manusia adalah
makhluk sempurna yang benar, oleh karena itu diperlukan kesepakatan dan pemahaman
untuk menjaga hati satu sama lain agar makna pesan yang disampaikan dapat sesuai dengan
yang diharapkan tanpa menimbulkan salah paham, sehingga diperlukan istilah etika. Etika
adalah konsep hubungan sosial antara individu dan lingkungannya di komunitas yang
beradab dan maju. Menurut Munir (2009, 169) dalam Hanum (2013) menjelaskan bahwa
pembelajaran online atau disebut juga e-learning dipahami sebagai upaya untuk
mentransformasikan proses pembelajaran di sekolah atau universitas dalam bentuk digital
yang dihubungkan dengan teknologi internet. Tulisan ini akan melakukan analisis penelitian
di kalangan akademis yaitu, hubungan antara mahasiswa dan dosen dalam konsep
mempermudah proses belajar mengajar dan bimbingan, perlu adanya komunikasi yang santun
agar apa yang diharapkan sesuai dengan etika normatif akademik.
Untuk itu, beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia merasa perlu
menghimbau agar tata cara komunikasi yang baik antara mahasiswa dan dosen dengan
smartphone atau perangkat elektronik lainnya. Seperti dilansir portal berita Kumparan
tentang publikasi pemberitahuan komunikasi untuk mahasiswa dan dosen Universitas
Indonesia melalui instagram fia.ui, diundangkannya peraturan dan imbauan tersebut didorong
oleh keluhan dari para guru tentang banyaknya komunikasi siswa melalui telepon, SMS,
email, pesan instan seperti Whatsapp, Line, dll yang tidak etis.
Siminto (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pelanggaran etika
kesopanan mahasiswa, salah satunya dapat dilihat dengan tidak adanya sapaan ketika
mahasiswa mengirim pesan teks, tanpa identitas pengirim, isi pesan yang menekankan atau
memihak kebutuhan pribadi siswa yang bersangkutan dan tidak memperhitungkan situasi
atau kondisi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi, mahasiswa tidak
dididik dengan tidak menyapa, tidak mencantumkan identitas pengirim, isi pesan teks
menunjukkan penekanan dan tidak memperhitungkan situasi dan kondisi dosen.
Seseorang dianggap memiliki perilaku etis dan komunikasi yang baik jika memahami
dan mengetahui konsekuensi atau pesan yang akan mereka sampaikan sebelum memutuskan
untuk mengirim pesan kepada seseorang. Berdasarkan uraian pendahuluan, dalam tulisan ini
akan menjelaskan bagaimana keterampilan mahasiswa berkomunikasi dengan dosen melalui
perangkat elektronik, internet atau telepon dalam pesan teks, aplikasi perpesanan yang
terhubung ke media smartphone, seperti WhatsApp, SMS atau aplikasi perpesanan lainnya. ,
terutama memperhatikan kompetensi komunikatif yang memanifestasikan dirinya antara
mahasiswa dan dosen dalam etika yang benar dalam transmisi pesan melalui WhatsApp, serta
dalam percakapan suara.

METODE PENELITIAN
Penelitian tentang etika komunikasi mahasiswa dengan dosen dalam kegiatan belajar
mengajar di kampus dan dalam konteks akademik ini merupakan penelitian yang
menggunakan metodologi kualitatif. Pendekatan kualitatif yang sangat sesuau adalah
pendekatan kualitatif dengan jenis fenomenologi. Prosedur pengambilan responden dilakukan
dengan teknik snowball sampling, yaitu peneliti dapat berinteraksi dengan sejumlah calon
partisipan. Dalam penelitian ini jumlah responden yang tersedia berjumlah beberapa orang
mahasiswa sebagai informan utama. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain
wawancara mendalam (depth interview) dan observasi di Komplek Mabad 25 No.U310
RT/RW 09/05 Rempoa Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat
individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil dan bukan deskripsi mengenai
bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang cara-
cara bagaimana yang harus ditempuh (Alvin A., 2006, p.6). Komunikasi kelompok (group
communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan
sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Menurut Shaw (1976, p. 182)
komunikasi kelompok adalah sekumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain,
memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan,
mengambil peranan, terikat satu sama lain, dan berkomunikasi tatap muka. Komunikasi
kelompok dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Sendjaja, 2008, p. 33)
1. Komunikasi Kelompok Kecil (micro group)- kelompok komunikasi yang
dalam situasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal
atau dalam komunikator dapat melakukan komunikasi antar pribadi dengan
salah seorang anggota kelompok, seperti yang terjadi pada acara diskusi,
kelompok belajar, seminar, dan lain-lain. Umpan balik yang diterima dalam
komunikasi kelompok kecil ini biasanya bersifat rasional, serta diantara
anggota yang terkait dapat menjaga perasaan masing-masing dan norma-
norma yang ada. Dengan kata lain, anatara komunikator dengan setiap
komunikan dapat terjadi dialog atau tanya jawab. Komunikan dapat
menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti dan dapat
menyanggal jika tidak setuju dan lain sebagainya.
2. Komunikasi Kelompok Besar- sekumpulan orang yang sangat banyak dan
komunikasi antar pribadi (kontak pribadi) jauh lebih kurang atau susah untuk
dilaksanakan, karena terlalu banyaknya orang yang berkumpul seperti halnya
yang terjadi pada acara tabligh akbar, kampanye, dan lainlain. Anggota
kelompok besar apabila memberitakan tanggapan kepada komunikator,
biasanya bersifat emosional, yang tidak dapat mengontrol emosinya. Lebih-
lebih jika komunikan heterogen, beragam dalam usia, pekerjaan, tingkat,
pendidikan, agama, pengalaman, dan sebagainya. Kelompok yang baik adalah
kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif di antara
anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan JURNAL E-KOMUNIKASI
VOL 3. NO.2 TAHUN 2015 Jurnal e-Komunikasi Hal. 4 mengatur sirkulasi
komunikasi makna di anatara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-
sentimen kelompok serta kerinduaan di anatara mereka.

Proses Komunikasi Kelompok


Proses komunikasi pada dasarnya sama dengan komunikasi pada umumya, komponen dasar
yang digunakan dalam berkomunikasi adalah komunikan, komunikator (sender), pesan
(message), media (channel) dan respon (efect). Akan tetapi dalam komunikasi kelompok
proses komunikasi berlangsung secara tatap muka, dengan lebih mengintensifkan tentang
komunikasi dengan individu antar individu dan individu dengan personal structural (formal).
Ketika seluruh orang yang terlibat dalam komunitas atau kelompok tersebut berkomunikasi di
luar forum, maka komunikasi yang terjalin antar individu berlangsung secara pribadi dan
bahasa yang digunakan cenderung tidak formal. Akan tetapi jika individu tersebut bertemu
dalam satu forum yang dihadiri anggota kelompok atau komunitas tersebut, maka komunikasi
yang berlangsung akan cenderung menggunakan bahasa yang lebih formal. Proses
komunikasi kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut: (Golberg, 1985, p.24)
1. Komunikator (Sender).
Komunikator merupakan orang yang mengirimkan pesan yang berisi ide, gagasan,
opini dan lain-lain untuk disampaikan kepada seseorang (komunikan) dengan harapan
dapat dipahami oleh orang yang menerima pesan sesuai dengan yang
dimaksudkannya.Anggota dan pengurus dalam suatu kelompok atau komunitas bisa
menjadi komunikator ketika mereka melakukan proses komunikasi dalam proses
tersebut.
2. Pesan (Message).
Pesan adalah informasi yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirim
pesan. Pesan dapat verbal atau non verbal dan pesan akan efektif jika diorganisir
secara baik dan jelas. Materi pesan yang disampaikan dapat berupa informasi, ajakan,
rencana kerja, pertanyaan dan lain sebagainya. Pada tahap ini pengirim pesan
membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat dipahami oleh orang lain. Tujuan
menyampaikan pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap, perilaku
atau menunjukkan arah tertentu.
3. Media (Channel).
Media adalah alat untuk menyampaikan pesan seperti TV, radio, surat kabar, papan
pengumuman, telepon dan media jejaring sosial. Media yang terdapat dalam
komunikasi kelompok bermaca-macam, seperti rapat, seminar, pameran, diskusi
panel, workshop dan lain-lain. Media dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang
disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dan vested of interest.
4. Mengartikan kode atau isyarat.
Setelah pesan diterima melalui indra (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima
pesan harus dapat mengartikan simbol atau kode dari pesan tersebut, sehingga dapat
dimengerti atau dipahami. Komunikasi kelompok mempunyai suatu simbol, kode atau
isyarat tersendiri yang menjadi ciri khas suatu kelompok yang hanya dimengerti oleh
kelompok atau komunitas itu sendiri.
5. Komunikan.
Komunikan adalah orang yang menerima pesan yang dapat memahami pesan dari si
pengirim meskipun dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti atau pesan
yang dimakasud oleh pengirim. Dalam komunikasi kelompok komunikan bertatap
muka dan bertemu JURNAL E-KOMUNIKASI VOL 3. NO.2 TAHUN 2015 Jurnal
e-Komunikasi Hal. 5 langsung dengan komunikatornya, sehingga seseorang bisa
berkomunikasi secara langsung.
6. Respon.
Respon adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam
bentuk verbal maupun non verbal. Tanpa respon seorang pengirim pesan tidak akan
tahu dampak pesannya terhadap si penerima pesan. Hal ini penting bagi pengirim
pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman yang benar
dan tepat. Respon yang disampaikan oleh penerima pesan pada umumnya merupakan
respon langsung yang mengandung pemahaman atas pesan tersebut dan sekaligus
merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak. Respon bermanfaat untuk
memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan membantu
untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan, serta dapat
memperjelas persepsi. Dalam komunikasi kelompok respon atau tanggapan yang
dihasilkan oleh anggota dan pengurus dalam komunitas tersebut berbeda-beda, usulan
atau keputusan dalam komunikasi tersebut didukung, diperbaiki, dijelaskan,
dirangkum, atau disetujui, maupun yang mengakibatkan tanggapan yang
menyenangkan atau bahkan meragukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kehidupan masyarakat kampus khususnya pembelajaran di universitas dan perguruan
tinggi pada umumnya mengikuti aturan-aturan formal baik di lingkungan kampus maupun di
dalam kelas mahasiswa. Pergaulan atau hubungan sosial “anak kampus” tidak kaku seperti
saat masih duduk di bangku pendidikan dasar dan menengah, karena secara psikologis
mereka dipandang mampu berpikir dan bertindak yang matang. Selain itu, bagi masyarakat
secara keseluruhan, mahasiswa dipandang sebagai bagian dari masyarakat yang terpelajar dan
memiliki pandangan dan pola pikir yang lebih baik dibandingkan ketika masih duduk di
bangku kuliah atau SMA, dalam hal ini masyarakat menilai mahasiswa memiliki kemampuan
komunikasi yang lebih.
Komunikasi yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar maupun dalam masyarakat
sosial akademik sering disebut dengan komunikasi yang kompeten. Berbicara tentang
keterampilan berkomunikasi, pada kenyataannya banyak orang pada umumnya menjadi lebih
pintar dalam mengungkapkan pendapatnya, termasuk mahasiswa dalam konteks ini.
Keterampilan yang dimaksud adalah keinginan yang dipenuhi dengan komunikasi yang tepat
dalam situasi tertentu. Keterampilan komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi secara efektif.
Kompetensi komunikatif mencakup unsur-unsur seperti pengetahuan tentang peran
lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (konten) dan bentuk pesan komunikasi
(Devito, 1997: 27). Dalam masyarakat Timur yang masih mempertahankan adat dan budaya,
etika dalam berkomunikasi masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, atau ethikos yang berarti berasal dari kebiasaan.
Menurut Suseno (2018), etika adalah ilmu dalam mencari bimbingan atau ilmu yang
menawarkan arahan dan dukungan poin dalam tindakan manusia. Etika juga dikenal sebagai
sopan santun, yang mengatur sikap dan tindakan asosiasi manusia dengan manusia lain
berdasarkan standar dalam cara sopan santun dan adab (KUBI, 2017).
Mengenai konsep etika, landasan teori penelitian ini lebih condong pada etika moral.
Seperti yang dikemukakan Muchson (2013), isu moral dalam pembahasan etika mencakup
kesusilaan dan budi pekerti yang baik. Kode moral mendorong orang untuk berbuat baik
karena hati nurani mereka mengatakan itu baik, sehingga nilai-nilai kesusilaan berasal dari
hati nurani manusia yang bersifat universal. Adapun akhlak yang baik, tindakan yang
mendorong, terutama yang lahiriah, tidak datang dari hati nurani, tetapi hanya dari rasa
hormat terhadap orang lain dalam pergaulan. Oleh karna itu nilai kesopanan itu berasal dari
lingkungan sosial budaya. Akibatnya, konteks yang baik dari etika dan moral tentu dapat
menjadi dasar komunikasi dalam laporan dosen dan mahasiswa, karena pada kenyataannya
dalam fungsinya budaya fungsional guru memiliki fungsi yang lebih dominan daripada
mahasiswa.
Keterampilan komunikasi dalam kegiatan kampus yang beretika, sebagaimana
dicontohkan dalam percakapan antara dosen dan mahasiswa yang benar secara etis adalah
sebagai berikut:
“Selamat malam pak, maaf menganggu waktunya. Saya Nadia dari kelas Pancasila A
Jurusan Ilmu Komunikasi. Saya ingin bertanya apakah besok ad akelas? Terima kasih.”
Contoh dari dialog di atas adalah kalimat pesan sapaan mahasiswa kepada dosen.
Nampaknya dalam etika, mahasiswa menyapa dengan ungkapan selamat malam dan ingin
membuat pernyataan atau meminta izin dengan ungkapan maaf mengganggu, ungkapan
tersebut merupakan bentuk karakter sopan santun bangsa Indonesia, jadi tolong beri identitas
terlebih dahulu dengan akhirnya membahas arti dan penutup terima kasih. Contoh dialog
antara mahasiswa dengan dosen yang tidak sopan memiliki ciri yang berbeda dengan yang
disebutkan di atas, kalimat ini biasanya pendek dan padat, terkadang dalam penulisannya
tidak menggunakan bahasa yang berlaku umum tetapi menggunakan bahasa alay, seperti
berikut:
“Siang pak, hari ini ngajar ga pak?”
“Pak nanti kelas jam berapa?”
Dari dua contoh kalimat di atas terdapat bahasa tidak baku yaitu “ngajar ga pak” yang
merupakan ketikan seperti anak anak muda yang bertanya kepada teman sebayanya. Dari
sekian banyak contoh komunikasi dosen dan mahasiswa di atas, dapat memberikan gambaran
tentang etika komunikasi yang benar dan apa yang harus dilakukan seorang mahasiswa secara
sopan dengan dosen mereka dalam lingkungan kampus atau dalam lingkungan akademik.
komunikasi ditransmisikan melalui perangkat elektronik, media sosial, dimanapun mahasiswa
berada, sehingga norma dan kaidah komunikasi dalam konteks akademik memiliki norma
positif dan hubungan yang santun.
Mengingat perkembangan perangkat elektronik yang semakin maju dibandingkan
sepuluh dekade terakhir melalui revolusi industri 4.0, selain komunikasi formal dalam
hubungan sosial, juga memberikan informasi tentang isi konten berita atau pesan yang
disampaikan yang dapat diakses oleh semua orang, komunitas serupa seperti grup media
sosial dan grup penyiaran berita yang jarang mengetahui siapa pengirim pertama karena
teknologi media sosial yang semakin maju dengan kemampuan berbagi untuk masing-masing
sosial pengguna media tersebut, dalam hal ini juga termasuk pesan yang disampaikan
langsung melalui SMS.
Melihat sejarah perkembangan teknologi, dapat dilihat bahwa sejarah perkembangan
teknologi digital pertama kali dilakukan melalui kehadiran komputer pada tahun 1960-an dan
kemudian perkembangan komputer pribadi pada tahun 1970 hingga 1980 dan telah mencapai
puncak penggunaannya. Internet pada tahun 1990 dan mencapai puncaknya di Indonesia pada
tahun 2000-an istilah komputer dan internet (online computer) dan terakhir pada Revolusi
Industri 4.0 hadir tidak hanya perangkat telepon tetapi juga Internet, media audio, visual,
dalam satu genggaman yang disebut smartphone atau smartphone. Perkembangan internet
yang mengiringi media digital dapat memberikan dampak positif dan negatif, mengacu pada
hasil survei Mastel (2016), terkait wabah penyakit bison, ditetapkan bahwa 44,30 juta orang
menerima hoaks setiap hari dengan Jenis hoax yang paling banyak diterima, adalah
kebohongan dalam aspek sosial dan politik 91,80%.
Fakta ukuran hoax sehari menunjukkan seberapa banyak kedangkalan dan
ketidakritisan dan kesesatan mereka yang memproduksi hoax dan masyarakat tidak dapat
dipisahkan oleh kalangan mahasiswa dalam dialog dengan dosen atau lingkungan akademik
sering dipengaruhi oleh hoax, misalnya Di Facebook, Line, WhatsApp Group, terutama
sebelum politisi atau SARA. Misalnya saat ada banyak siswa yang menampilkan identitas
dan status sosial yang belum tentu benar. Berdasarkan pengalaman komunikasi digital,
penting bagi siapa pun yang berkomunikasi melalui perangkat elektronik memahami
pentingnya pengetahuan dalam komunikasi.
Pengetahuan komunikasi dapat dipecah menjadi apa dan bagaimana komunikasi
dikenal sebagai pengetahuan konten dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konten adalah
tentang memahami topik, kata-kata, dan makna yang dibutuhkan dalam situasi komunikasi
(Scott, 2015). Sedangkan pengetahuan prosedural adalah bagaimana merancang,
merencanakan, dan mengimplementasikan pengetahuan konten, antara lain: 1) Keterampilan
Salah satu hal yang membuat hasil komunikasi menjadi buruk adalah kurangnya
keterampilan atau kompetensi seseorang untuk menerapkan motivasi dan pengetahuannya
sendiri dalam komunikasi.
Keterampilan adalah hal yang berulang, tujuan yang mengarah pada perilaku, mereka
harus diulang karena siapa pun dapat mencapainya secara kebetulan, tetapi ketika mereka
tidak dapat lagi dicapai maka itu bukan proses keterampilan mereka sendiri. Keterampilan
berorientasi pada tujuan karena mereka dirancang untuk mencapai sesuatu. Jika tidak, itu
hanya akan menjadi perilaku, bukan perilaku menjadi pengikut sesuatu. Jika seorang
komedian, perilakunya efektif mengundang gelak tawa dan apresiasi penonton (Moreale,
2004: 38-40). Oleh karena itu, menciptakan komunikasi yang kompeten, mahasiswa diduga
alasan, pengetahuan dan keterampilan. Ketiga hal ini adalah komponen utama, sehingga kita
dapat menganalisis apakah komunikator kompeten atau tidak dalam suatu situasi.
Seperti yang diperoleh dari hasil wawancara dengan seorang mahasiswa yang sengaja
dipilih untuk melakukan penelitian atau tugas akhir, hampir setiap kali dia menghubungi atau
menghubungi pembimbingnya, dan terkadang ditanggapi dengan cepat. Seperti yang
disebutkan mahasiswa, sangat sulit untuk bertemu dengan seorang pembimbing karena dia
belum tentu dapat dihubungi, sehingga dia secara tidak sengaja menyebutkannya secara
langsung tanpa penundaan lebih lanjut seperti yang dinyatakan berikut, “... bapak besok di
kantor jam berapa? Saya mau ketemu...”. Dalam petikan tersebut, menurut aslinya, tidak ada
kata pembuka, seperti menyebutkan nama, sapaan atau kebutuhan secara rinci, menggunakan
bahasa formal dan salam penutup jika memungkinkan.
Bagi mahasiswa, menurut dia, sudah menjadi hal biasa, yang mungkin tidak
disadarinya adalah mahasiswa yang dibimbingnya bukan satu-satunya, sehingga dosen
pembimbing pasti sudah mengidentifikasi nama atau nomor mahasiswa yang bersangkutan.
Dalam kasus yang telah viral dan dilaporkan oleh sejumlah media sosial online, salah satunya
adalah panggilan dan peraturan yang dipimpin oleh Universitas Indonesia, sejumlah fakultas
di Universitas Indonesia membuat kampus Etika mahasiswa yang ingin menghubungi dosen
melalui ponsel. Ada 7 etika yang diberikan, mulai dari batas waktu hingga prosedur
komunikasi. Etika tersebut adalah imabuan. Imbauan ini dibagikan di akun resmi jejaring
sosial Fakultas, termasuk FIA.UI. 7 etika tersebut adalah:
1. Waktu: Mahasiswa disarankan untuk memilih waktu yang tepat untuk
menghubungi dosen, memilih waktu yang umumnya tidak digunakan untuk
istirahat atau beribadah, misalnya menghindari menghubungi dosen setelah pukul
20.00 atau pada saat jam ibadah.
2. Ucapan Salam: Mulailah dengan mengucapkan salam atau menyapa.
3. Ucapkan Kata Maaf: Ucapkan maaf karena menunjukkan kesopanan dari
kerendahan hati mahasiswa, misal meminta maaf karena mengganggu waktu
dosen.
4. Menyebutkan Identitas: Setiap dosen menghadapi ratusan mahasiswa setiap hari
dan tidak menyimpan nomor kontak untuk semua mahasiswa. Jadi pastikan
mahasiswa mengomunikasikan identitas mereka di awal setiap komunikasi atau
percakapan.
5. Gunakan bahasa yang umum: Untuk berkomunikasi dengan dosen, disarankan
menggunakan bahasa yang umum dan mudah dipahami, gunakan tanda baca yang
baik dan dalam konteks formal Jangan menyingkat kata-kata seperti dmn, yg, aku,
kpn, otw dan lain lain. Menghindari informal kata-kata non formal seperti aku, ok,
ya dan sejenisnya.
6. Tulis pesan dengan jelas: Tulis pesan dengan singkat dan jelas. Misalnya,
mahasiswa harus meminta tanda tangan dosen pada lembar konfirmasi. Pilih kata
yang tepat dan jelas, seperti pada contoh di bawah ini:
“Saya memerlukan tanda tangan Ibu di lembar kertas saya. Kira kira Kapan saya
dapat menemui Ibu?”
7. Mengucapkan terima kasih: Mengakhiri pesan dengan penutup ucapan terima
kasih. Berdasarkan kategori etik yang dirumuskan oleh fakultas Universitas
Indonesia, setelah dikonfirmasi dengan informan utama penelitian salah satunya
memiliki singkatan BU, ia mengatakan bahwa ketika berkomunikasi dengan guru
ia sering lupa untuk menyebutkan identitas mereka dan hanya fokus pada
kebutuhan dasar mereka, sehingga kutipan wawancara berikut:
“Saya terkadang lupa mencantumkan nama...”. Saat akan melakukan bimbingan skripsi
pernah dia hanya menyebutkan apakah “dosen yang bersangkutan” ada di tempat. Untuk
salam penutup BU hanya menyebutkan terimakasih.”
Sementara itu, informan lain berinisial DA mengatakan ia melakukan hal seperti
menyapa, selamat siang atau selamat malam untuk salam ketika ia mengirim
pesan WhatsApp ke dosennya menanyakan pertanyaan. Kebetulan mahasiswa ini
tidak sedang dalam bimbingan skripsi bersama dosennya, namun ketika ditanya
mengenai kepentingan kepada dosen terkait, DA memberikan salam dan
mencantumkan identitasnya. Hal ini diketahui saat menanyakan penggantian tugas
karena tidak masuk kuliah sebagaimana hasil wawancara berikut:
“Selamat malam bapak, bagaimana tugas saya telah diterima, karena kemaren
tidak masuk kuliah, terimakasih”. Dalam kutipan tersebut dia lupa
mencantumkan nama dan jurusan serta kelasnya dan dalam kuliah apa tugas
tersebut ditujukan”
Hal-hal tersebut di atas dalam hasil penelitian ini, ternyata juga dialami oleh
kedua mahasiswa tersebut, dari sini dapat disimpulkan bahwa sebagian mahasiswa
jarang mencantumkan identitasnya, padahal hal ini merupakan hal yang utama
karena identitas sangat penting bagi dosen dengan komunikasi antara mahasiswa
dan dosen.

KESIMPULAN
Komunikasi pada revolusi 4.0 telah melihat perubahan yang signifikan antara perilaku
dan bahasa yang telah melahirkan budaya yang seringkali tidak sesuai dengan identitas
akademik yang menawarkan etika dan sopan santun, tidak terbawa oleh berita hoax baik
dalam politik dan bidang sosial, oleh karena itu dalam dunia akademik perlu ada aturan dan
contoh komunikasi antara dosen dan mahasiswa, agar konsep pendidikan, jati diri dan
karakter bangsa Indonesia tetap terjaga dengan santun dan juga menawarkan nilai-nilai
Filsafat bangsa sebagai generasi penerus menghadapi era milenial, agar tidak terjebak pada
sisi negatif digitalisasi di dunia akademis.
Harapannya, mahasiswa mampu menjawab tantangan hoax di kalangan milenial.
Sangatlah penting bahwa siswa yang berkomunikasi dengan dosennya mencantumkan
identitasnya, seperti nama, kelas (silabus) dan tujuan bertemu atau menghubungi gurunya.
Untuk menciptakan komunikasi yang kompeten, motivasi, pengetahuan dan keterampilan
adalah komponen yang dapat menganalisis apakah komunikator kompeten atau tidak dalam
situasi apa pun.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, M. T., Arifin, A., & Putra, A. M. POLITIK KOMUNIKASI PUBLIK.

Adeney, B. T. (2000). Etika sosial lintas budaya.

Devito, J. A., & Maulana, A. (1997). Komunikasi Antarmanusia Kuliah Dasar.

Lydon, B. (2014). Industry 4.0-Only One-Tenth of Germany's High-Tech Strategy. Dikutip


dari https://www. automation. com/automation-news/article/industry-40-only-one-
tenth-of-germanys-high-tech-strategy, pada, 27.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Morreale, S. P., Spitzberg, B. H., Barge, J. K., Wood, J. T., & Tracy, S. J. (2004).
Introduction to human communication. USA: Wardsworth Thomson.

Scott, C. L. (2015). The futures of learning 2: What kind of learning for the 21st
century. Education Research and Foresight Working Papers, 3.

Siminto, S. (2016). PELAKSANAAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA


MAHASISWA KEPADA DOSEN MELALUI SHORT MESSAGE
SERVICE. PROSIDING PRASASTI, 187-194.

Anda mungkin juga menyukai