Anda di halaman 1dari 22

1

Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Khairun

Modul Mata Kuliah : Logam Paduan Dosen pengampu :


Semester VII Rudi Hartono, ST.,
M.Ling
Ir. Ahmad Seng, MT
2

Bab 1

Baja Karbon
Baja karbon merupakan salah satu jenis baja paduan yang terdiri atas unsur besi
(Fe) dan karbon (C). Dimana besi Fe merupakan unsur dasar dan karbon sebagai unsur
paduan utamanya. Dalam proses pembuatan baja akan ditemukan pula penambahan
kandungan unsur kimia lain seperti sulfur (S), fosfor (P), slikon (Si), mangan (Mn) dan unsur
kimia lainnya sesuai dengan sifat baja yang diinginkan. Kandungan unsur karbon dalam baja
karbon sebesar 0,2% - 2,14% C, dimana berfungsi sebagai unsur pengeras dalam struktur baja
[15]. Pengaplikasian baja karbon secara umum dipakai sebagai bahan baku
untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen-komponen mesin, struktur bangunan, dan lain
sebagainya.

1.1 Klasifikasi Baja Karbon


Menurut definisi dalam ASM handbook vol.1:148 (1993), baja karbon
dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah persentase komposisi kimia karbon dalam
baja yakni sebagai berikut [15]:

1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)


Baja karbon rendah adalah baja yang memiliki prosentase kandungan unsur karbon dalam
kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah mempunyai sifat ketangguhan dan keuletan tinggi
akan tetapi sifat kekerasan dan ketahanan aus yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini
digunakan sebagai
bahan baku untuk pembuatan komponen struktur bangunan, pipa gedung,
jembatan, bodi mobil, dan lain-lainya[15].

2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)


Baja karbon sedang adalah baja yang memiliki persentase kandungan karbon sebesar 0,3%C -
0,59%C. Jenis baja karbon sedang ini memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan baja
karbon rendah, baja karbon sedang memiliki sifat mekanis yang lebih kuat dengan tingkat
kekerasan yang lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Besarnya kandungan karbon yang
terdapat dalam besi memungkinkan baja untuk dapat dikeraskan dengan memberikan
perlakuan panas (heat-treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang biasanya digunakan untuk
pembuatan poros, rel kereta api, roda gigi, baut, pegas, dan komponen mesin lainnya[15].
3

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)


Baja karbon tinggi adalah baja karbon yang memiliki kandungan karbon sebesar 0,6%C –
1,4%C. Baja karbon tinggi memiliki sifat tahan panas, kekerasan serta kekuatan tarik yang
sangat tinggi akan tetapi memiliki keuletan yang lebih rendah sehingga baja karbon ini
menjadi lebih getas.
Baja karbon tinggi ini sulit diberi perlakuan panas untuk meningkatkan sifat kekerasannya,
hal ini dikarenakan baja karbon tinggi memiliki jumlah martensit yang cukup tinggi sehingga
tidak akan memberikan hasil yang optimal pada saat dilakukan proses pengerasan
permukaan. Dalam pengaplikasiannya baja karbon tinggi banyak digunakan dalam
pembuatan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, pembuatan kikir, pisau cukur, dan
sebagainya [15].

1.2 Struktur Mikro Baja


1.2.1 Diagram Fasa Fe-C
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dengan
kadar karbon, dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan
[29]
. Diagram fasa Fe-C merupakan diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui
segala jenis fasa yang terjadi didalam baja, serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
[9]
yang terjadi di dalam baja paduan dengan berbagai jenis perlakuan . Berdasarkan
gambar diagram fasa Fe-C 2.1 dapat terlihat bahwa pada temperatur 727 °C terjadi
transformasi fasa austenite menjadi fasa perlit. Transformasi fasa ini dikenal sebagai
reaksi eutectoid, dimana fase ini merupakan fase dasar dari proses perlakuan panas pada
baja. Kemudian pada temperatur 912 °C hingga 1394 °C merupakan daerah besi gamma (γ-
Fe) atau austenite, pada kondisi ini biasanya austenite memiliki struktur kristal FCC (Face
Centered Cubic) bersifat stabil, lunak, ulet, dan mudah dibentuk. Besi gamma ini dapat
melarutkan unsur karbon maksimum hingga mencapai 2,14% C pada temperatur 1147 °C.
4

[8]
Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-C

Untuk temperatur dibawah 727 °C besi murni berada pada fase ferit (α-Fe) dengan struktur
kristal BCC (Body Centered Cubic), besi murni BCC mampu melarutkan karbon maksimum
sekitar 0,02% C pada temperatur 727 °C. Sedangkan besi delta (δ-Fe) terbentuk dari besi
gamma yang mengalami perubahan struktur dari FCC ke struktur BCC akibat peningkatan
temperatur dari temperatur 1394 °C sampai 1538 °C, pada fase ini besi delta hanya mampu
menyerap karbon sebesar 0,05%C [9]

1.2.2 Perubahan Fasa Fe-C

Dalam diagram fasa Fe-C terjadi beberapa perubahan fasa yaitu perubahan fasa ferit (α-
Fe), austenite (γ-Fe), sementit, perlit, dan maretnsit.

Ferrite atau Besi Alpha (α-Fe)

Ferit merupakan suatu larutan padat karbon dalam struktur besi murni yang memiliki
5

[15]
struktur BCC dengan sifat lunak dan ulet . Fasa ferit mulai terbentuk pada temperatur
antara 300 °C hingga mencapai temperatur 727 °C. Kelarutan karbon pada fasa ini relatif
kecil dibandingkan dengan kelarutan pada fasa larutan padat lainnya. Saat fasa ferit
terbentuk, kelarutan karbon dalam besi alpha hanyalah sekitar 0,02% C.

[24,7]
Gambar 2.2 Struktur mikro baja atau besi pada fasa ferit .

Austenit atau Besi Gamma (γ-Fe)

Fase austenite merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang memiliki
struktur FCC. Fasa austenite terbentuk antara temperatur 912 °C sampai dengan
temperatur 1394 °C. Kelarutan karbon pada saat berada pada fasa austenite lebih besar
[26]
hingga mencapai kelarutan karbon sekitar 2,14% C .
6

[24,7]
Gambar 2.3 Struktur mikro baja atau besi pada fasa austenite .

Austenit atau Besi Gamma (γ-Fe)


Fase austenite merupakan larutan padat intertisi antara karbon dan besi yang memiliki
struktur FCC. Fasa austenite terbentuk antara temperatur 912 °C sampai dengan
temperatur 1394 °C. Kelarutan karbon pada saat berada pada fasa austenite lebih besar
[26]
hingga mencapai kelarutan karbon sekitar 2,14% C .

[24,7]
Gambar 2.3 Struktur mikro baja atau besi pada fasa austenite .

Besi Karbida atau Sementit


Karbida besi adalah paduan besi karbon dimana pada kondisi ini karbon melebihi batas
larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang memiliki komposisi Fe3C
dan memiliki struktur kristal BCT. Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada
baja, hal ini dikarenakan sementit memiliki sifat dasar yang sangat keras. Difasa ini
0
kelarutan karbon bisa mencapai 6,70% C pada temperatur dibawah 1400 C, akan
[15]
tetapi baja ini bersifat getas .
7

[24]
Gambar 2.4 Struktur mikro baja atau besi pada fasa sementit .

Perlit

Perlit merupakan campuran antara ferit dan sementit yang berbentuk seperti pelat-pelat
yang disusun secara bergantian antara sementit dan ferit. Fase perlit ini terbentuk pada saat
kandungan karbon mencapai 0,76% C, besi pada fase perlit akan memiliki sifat yang
[15]
keras, ulet dan kuat .

[24]
Gambar 2.5 Struktur mikro besi pada fasa perlit .

Martensit

Martensit adalah suatu fasa yang terjadi karena pedinginan yang sangat cepat sekali.
Jenis fasa martensit tergolong kedalam bentuk struktur kristal BCT. Pada fase ini tidak
terjadi proses difusi hal ini dikarenakan terjadinya pergerakan atom secara serentak dalam
waktu yang sangat cepat sehingga atom yang tertinggal pada saat terjadi pergeseran akan
tetap berada pada larutan padat. Besi yang berada pada fase martensit akan memiliki sifat
[15]
yang kuat dan keras, akan tetapi besi ini juga besifat getas dan rapuh .
8

G [2]
ambar 2.6 Struktur mikro besi pada fasa martensit
9

Bab 2

Stainless Steel

Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainles steel adalah senyawa besi yang
mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi (pengkaratan
logam). Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang
merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap Krom yang terjadi secara spontan.
Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana
lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum). Tentunya harus dibedakan
mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal
Seng dan Cadmium) ataupun cat (Masduki. 2011).

2.1 Proses Pembuatan Stainless Steel

Stainless steel atau baja paduan. Kandungan Kromium membuat logam non-korosif dan
mengkilap. Logam anti karat dan logam bebas noda ini digunakan secara luas dalam
industri penerbangan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari
kita melalui penggunaannya dalam alat-alat makan dan barang rumah tangga
(Masduki.2011).

Baja stainlessmetallurgically didefinisikan sebagai paduan dengan kromium 11%. Logam ini
populer digunakan di peralatan rumah tangga dan industri, karena tidak menimbulkan
korosi, karat noda atau semudah baja biasa. Paduan ini juga disebut sebagai cresatau
baja tahan korosi, terutama ketika paduan tidak dinilai. Nilai yang berbeda dari baja
stainless mempunyai jumlah yang berbeda dari Kromium untuk menghasilkan film yang
diinginkan Kromium oksida. Ini adalah reaksi kimia antara Kromium dan Oksigen
atmosfer yang mencegah korosi permukaan, dan sepanjang struktur internal.

Stainless steel terbuat dari bijih besi, silikon, krom, karbon, nikel, mangan dan nitrogen.
Pembuatan baja stainless terdiri dari serangkaian proses. Bahan baku yang pertama
mencair dalam tungku listrik . Mereka dikenakan setidaknya 12 jam panas intens.
Selanjutnya campuran dilemparkan ke balik lempeng mekar atau billet, sebelum mengambil
suatu bentuk semi-padat. Bentuk awal dari baja ini kemudian diproses melalui 'membentuk'
operasi yang mencakup hot-rolling ke bar, kabel, lembaran dan lempengan.
10

Baja dikenakan anil, sehingga logam ini dirawat karena tekanan internal dan sepatutnya
melunak dan diperkuat. Segmen dari stainless steel pengolahan juga disebut 'pengerasan
usia' sebagai. Hal ini membutuhkan pemantauan hati-hati dan pemanas suhu dan waktu
pendinginan. Suhu penuaan serius mempengaruhi sifat logam, sedangkan suhu yang lebih
rendah menghasilkan kekuatan tinggi dan ketangguhan patah rendah, sedangkan suhu tinggi
menghasilkan kekuatan yang lebih rendah, tetapi bahan yang lebih keras. Perlakuan panas
yang terlibat dalam pembuatan stainless steel tergantung pada jenis dan grade baja yang
dihasilkan. Annealing atau perlakuan panas mengarah ke pengembangan skala. Skala
dapat dihapus melalui beberapa proses seperti: Acar atau penggunaan mandi asam Nitrat-
hydrofluoric. Elektro-membersihkan atau penerapan arus listrik, menggunakan asam Fosfat
dan katoda.

De-scaling material diperkenalkan ke dalam proses produksi pada waktu yang berbeda,
tergantung pada jenis baja yang dihasilkan. Sementara bentuk bar dan kawat harus
diperlakukan dengan tambahan rolling panas, penempaan dan mengekstrusi, lembar dan
bentuk strip melalui proses anil setelah pencapaian panas. Cutting operasi, dalam pembuatan
stainless steel, sangat penting untuk memperoleh bentuk yang diinginkan dan ukuran produk
akhir. Teknik memotong melibatkan penggunaan pisau guillotine dan bilah baja kecepatan
tinggi untuk blanking (meninju keluar bentuk oleh shearing) dan menggigit (memotong
serangkaian lubang tumpang tindih). Stainless steel juga dipotong melalui pemotongan api,
sebuah proses yang melibatkan penggunaan api yang dihasilkan oleh Oksigen, Propana dan
bubuk besi. Jet pemotong plasma metode menggunakan kolom gas terionisasi mencair dan
memotong logam. Permukaan selesai, langkah terakhir dalam pembuatan stainless steel,
sangat penting untuk mendapatkan permukaan halus dan reflektif .

Tahap terakhir menawarkan produk ketahanan korosi yang diinginkan dan mendapatkan
logam siap untuk langkah lebih lanjut industri manufaktur yang spesifik, sesuai kebutuhan.
Pembuatan produk akhir lebih lanjut dibentuk melalui panas-rolling, menekan, penempaan
dan ekstrusi. Materi tersebut kemudian bergabung melalui pengelasan (fusi dan resistensi)
dan diberi bentuk yang diinginkan. Dalam proses pengendalian kualitas dimonitor seluruh
pembuatan dan pabrikasi baja stainless. Materi terus diperiksa untuk sifat mekanik, yang
optimal, untuk bertahan hidup kuno.

2.2 Sifat Fisik Stainless Steel


11

Stainless steel juga dikenal dengan nama lain seperti cres atau baja tahan korosi, baja Inox.
Komponen stainless steel adalah Besi, Krom, Karbon, Nikel, Molibdenum dan sejumlah kecil
logam lainnya. Komponen ini hadir dalam proporsi yang bervariasi dalam varietas yang
berbeda. Dalam stainless steel, kandungan Krom tidak boleh kurang dari 11%. Beberapa sifat
fisik penting dari stainless steel tercantum di bawah ini:

a. Stainless steel adalah zat keras dan kuat.


b. Stainless steel bukan konduktor yang baik (panas dan listrik).
c. Stainless steel memiliki kekuatan ulet tinggi. Ini berarti dapat dengan
mudah dibentuk atau bengkok atau digambar dalam bentuk kabel.
d. Sebagian varietas dari stainless steel memiliki permeabilitas magnetis.
e. Mereka sangat tertarik terhadap magnet.
f. Tahan terhadap korosi.
g. Tidak bisa teroksidasi dengan mudah.

h. Stainless steel dapat mempertahankan ujung tombak untuk suatu


jangka waktu yang panjang.
i. Bahkan pada suhu yang sangat tinggi, stainless steel mampu
mempertahankan kekuatan dan tahanan terhadap oksidasi dan korosi.
j. Pada temperatur cryogenic, stainless bisa tetap sulit berubah.

2.3 Sifat Kimia Stainless Steel


Stainless steel adalah paduan logam yang lebih disukai untuk membuat peralatan dapur,
karena
tidak mempengaruhi rasa makanan. Permukaan peralatan stainless steel yang mudah
dibersihkan. Minimal pemeliharaan dan daur ulang total peralatan stainless steel juga
berkontribusi terhadap popularitas mereka. Stainless steel adalah nama universal untuk
paduan logam, yang terdiri dari Kromium dan Besi. Sering disebut juga dengan baja tahan
karat karena sangat tahan terhadap noda (berkarat).Besi murni adalah unsur utama dari
stainless steel. Besi murni adalah rentan terhadap karat dan sangat tidak stabil, seperti yang
diekstraksi dari bijih besi. Karat besi adalah karena reaksi dengan oksigen , di hadapan air.
Kromium membentuk lapisan transparan dan pasif kromium oksida, yang mencegah
kerusakan mekanik dan kimia. Konstituen kecil lainnya dari baja adalah Nikel, Nitrogen dan
12

Molibdenum. Kandungan kecil Nikel meningkatkan ketahanan korosi lebih lanjut, dan
melindungi stainless steel dari penggunaan kasar dan kondisi lingkungan yang keras. Pitting
atau jaringan parut dihindari dengan menambahkan Molybdenum untuk baja.
Sifat kimia dan struktur baja stainless ditingkatkan menggunakan paduan lainnya. Titanium,
Vanadium dan Tembaga adalah paduan yang membuat stainless steel lebih cocok
untuk keperluan tertentu. Tidak hanya logam, tetapi juga non-logam seperti Nitrogen,
Karbon dan Silikon yang digunakan untuk membuat stainless steel.
Sifat kimia bertanggung jawab atas ketahanan korosi dan struktur mekanik dari baja stainless
yang penting untuk memilih nilai sempurna untuk aplikasi yang diperlukan. Baja stainless
memiliki properti dasar perlawanan-korosi. Faktor- faktor yang mempengaruhi properti
ini adalah komposisi kimia dari media
korosif, komposisi kimia logam yang digunakan, variasi suhu dan kandungan oksigen dan
aerasi medium. Dengan demikian, variasi-variasi kecil dalam komposisi kimia dapat
digunakan untuk berbagai stainless steel.

2.4 Keuntungan Baja Stainless Steel

a. Daya Tahan Korosi

Semua baja stainless mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap korosi. Angka-angka
logam campuran yang rendah menahan korosi pada kondisi-kondisi ruang hampa, angka-
angka campuran logam yang tinggi dapat menahan korosi pada kebanyakan asam, larutan
alkalin, dan lingkungan-lingkungan yang menghasilkan klorida , bahkan pada suhu dan
tekanan yang dinaikkan.

b. Daya Tahan Aus dan Kekuatan Tinggi

Sifat-sifat kekerasan yang dibentuk profil logam dengan temperature indin dari kebanyakan
baja-baja stainless dapat digunakan dalam merancang mengurangi ketebalan bahan dan
mengurangi berat dan beaya. Baja-baja stainless mungkin diperlakukan panas untuk membuat
komponen-komponen daya yang sangat tinggi.

c. Daya Tahan Suhu Rendah dan Tinggi


13

Beberapa angka akan menahan penskalaan dan pengaturan daya yang tinggi pada suhu-
suhu yang sangat tinggi, sementara yang lain menunjukkan pengecualian kekerasan pada
suhu-suhu cryogenic.

d. Kemudahan dalam Pembuatan

Mayoritas baja-baja stainless dapat dipotong, dilas, dibentuk, dimesinkan, dan dibuat dengan
mudah.

e. Pertimbangan Estetika

Baja-baja stainless tersedia pada kebanyakan lapisan-lapisan penutup permukaan. Baja


stainless ini diatur dengan mudah dan sederhana menghasilkan kualitas yang tinggi,
penampilannnya menyenangkan.

f. Sifat-sifat Higienis

Kemampuan membersihkan dari baja-baja stainless menjadikan pilihan- pilihan utama di


rumah sakit- rumah sakit, dapur- dapur, fasilitas proses farmasi dan makanan.

g. Karakteristik Tahan Lama

Baja stainless adalah sebuah bahan yang pemeliharaannya rendah dan tahan lama dan
sering merupakan pilihan paling sedikit mahal dalam perbandingan beaya jalan
kehidupan.
14

Bab 3

Alumunium

3.1 Karakteristik Aluminium

Adapun sifat-sifat Alumunium antara lain sebagai berikut:

a) Ringan, memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak
digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.
b) Tahan Terhadap Korosi, sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang
dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya,
baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut.
c) Kuat, alumunium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain.
Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti:
pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.
d) Mudah Dibentuk, proses pengerjaan Alumunium mudah dibentuk karena dapat disambung
dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding,
sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.
e) Konduktor Listrik, alumunium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika
dibandingkan dengan tembaga. Karena Aluminium tidak mahal dan ringan, maka
Aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah (Surdia.
1992).
f) Konduktor Panas, sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-
alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.
g) Memantulkan Sinar dan Panas, alumunium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga
memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan
pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan Alumunium sangat baik untuk peralatan
penahan radiasi panas.

h) Non Magnetik, alumunium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik,
pemancar radio/TV dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif. Sinonim,

3
Aluminium oksida, Rumus Molekul Al2O3, Berat Molekul 101,96, Densitas 3,97g /cm

3.2 Pengertian Aluminium


15

Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi
kuno menggunakan aluminium sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses
pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang
belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumineuntuk basa alum.
Pada Tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini.
Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada
akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium.Nama yang terakhir ini sama
dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”. Aluminium ditemukan
pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted.Baru diakui secara pasti oleh F. Wohlerpada
tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit.
Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil
dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat,
penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata
sintesis.Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa
dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu- abu, tergantung kekasaran
permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90MPa, sedangkan aluminium
paduan memiliki kekuatan tarikberkisar hingga600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar
satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan
diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu
terbentuknya.

Lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan
Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauhDalam keadaan murni
aluminium terlalu lunak,terutamakekuatannya sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada
berbagaikeperluan teknik. Dengan pemaduan ini dapat diperbaiki Jenis dan pengaruh
unsur-unsur paduan terhadap perbaikansifat aluminium antara lain:
1. Silikon (Si), unsur silikon mempunyai ketahanan terhadap korosi. Bila bersama aluminium
ia akan mempunyai kekuatan yang tinggi setelah perlakuan panas, tetapi silikon
mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang jelek, selain itu jugamempunyai ketahanan
koefisien panas yang rendah.
2. Tembaga (Cu), unsur tembaga akan meningkatkan kekerasannya dan kekuatannya
karena tembaga bisa memperhalus struktur butir dan akan mempunyai kualitas pengerjaan
mesin yangbaik, mampu tempa, keuletan yang baik dan mudah dibentuk.
3. Magnesium (Mg), unsur magnesium akan meningkatkan ketahanan korosi dan kualitas
16

pengerjaan mesin yang baik, mampu las serta kekuatannya cukup.


4. Nikel (Ni), unsur nikel akan membuat a luminium dapat bekerja pada temperature tinggi,
misalnya piston dan silinder head untuk motor.
5. Mangan (Mn), unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, bahankorosi baik, sifat
dan mampu lasnya baik.
6. Seng (Zn), umumnya seng ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga dalam
prosentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifat-sifat mekanik pada
perlakuan panas, juga kemampuan dalam permesinan.
7. Ferro (Fe), penambahan ferro dimaksud untuk mengurangi penyusutan, tapi
penambahan ferro (Fe) yang besar akan menyebabkan struktur perubahan butir yang
kasar namun hal ini dapat diperbaiki denganMg atau Cr.
8. Titanium (Ti), Penambahan titanium pada aluminium dimaksud untuk mendapat struktur
butir yang halus. Biasanya penambahanbersama-sama dengan Cr dalam prosentase
0,1%, titanium juga dapat meningkatkan mampu mesin.

3.3 Klasifikasi penggolongan Aluminium


1. Aluminium Murni
Aluminium 99% tanpa tambahan logam paduan
apapun dan dicetak dalam keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90
MPa, terlalu lunak untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium
dipadukan dengan logam lain.
2. Aluminium Paduan
Elemen paduan yang umum digunakan pada
aluminium adalah silikon, magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium
sebelum tahun 1970. Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi
tertentuakan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur.
Jika melebihi konsentrasi tersebut, umumnya titik lebur akan naik disertai
meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam
logam. Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada
konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya hingga
aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan,
dan sebagainya. Kelemahan aluminium paduan adalah pada ketahanannya terhadap
lelah (fatigue). Aluminium paduan tidak memiliki batas lelah yang dapat diperkirakan
17

seperti baja, yang berarti failure akibat fatiguedapat muncul dengan tiba-tiba
bahkan pada beban siklik yang kecil

3.4 Sifat Mekanik aluminium


Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai
berikut:
1. Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik.
Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-
regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik
bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun
dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada
aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90
MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi,
aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan
berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600
Mpa (paduan 7075).
2. Kekerasan
Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang
mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu
gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas,
kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan
berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan
Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala
Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk
kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan
logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan
diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat
kekerasan Brinnel sebesar 160.
3. Ductility (kelenturan)
Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan
seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam
suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan
18

ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang
memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil
pengujian tarik, ductility diukur
dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang
suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase
pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan.
4. Recyclability (daya untuk didaur ulang)
Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa penurunan dari
kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi
yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam
proses daur ulang.
5. Reflectivity (daya pemantulan)
Aluminium adalah reflektor yang baik dari cahaya serta panas, dan dengan
bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya atap.

3.5 Proses Pembuatan Aluminium


Ada beberapa proses yang dapat dilakukan untukmembuat alumunium murni dan alumunium
paduan, yaitu :
1. Proses Penambangan Alumunium
Alumunium ditambang dari biji bauksit yang banyak terdapat di permukaan bumi.
Bauksit yang ditambang untuk keperluan industry mempunyai kadar alumunium40-
60%. Setelah ditambang biji bauksit digiling dan dihancurkan secara halus dan merata.
Kemudian dilakukan proses pemanasan untuk mengurangi kadar air yang ada.
Selanjutnya bauksit mengalami proses pemurnian.
2. Proses Pemurnian Alumunium

Gambar 2.1 Proses Pemurnian Alumunium


19

Proses pemurnian bauksit dilakukan dengan metode bayer dan hasil akhir adalah
alumina. Pertama-tama bauksit dicampur dengan larutan kimia seperti kaustik soda.
Campuran tersebut kemudian dipompa ke tabung tekan dan kemudian dilakukan
pemanasan. Proses selanjutnya dilakukan penyaringan dan diikuti dengan proses
penyemaian untuk membentuk endapan alumina basah (hydrated alumina). Alumina
basah kemudian dicuci dan diteruskan dengan proses pengeringan dengan cara

memanaskan sampai suhu 1200oC. Hasil akhir adalah partikel-partikel alumina dengan
rumus kimianya adalah Al2O3.
3. Proses Pengecoran Alumunium
Alumina yang dihasilkan dari proses pemurnian masih mengandung oksigen sehingga
harus dilakukan proses selanjutnya yaitu peleburan. Peleburan alumina dilakukan dengan
proses reduksi elektrolitik. Proses peleburan ini memakai metode Hall-Heroult. Alumina
dilarutkan dalam larutan kimia yang disebut kriolit pada sebuah tungku yang disebut pot.
Pot ini mempunyai dinding yang dibuat dari karbon. Bagian luar pot terbuat dari baja.
Aliran listrik diberikan melalui anoda dan katoda. Proses reduksi memerlukan karbon
yang diambil dari anoda. Pada proses ini dibutuhkan arus listrik searah sebesar 50-
150 kiloampere.

Gambar 2.2 Proses Pengecoran Alumunium

Arus listrik akan mengelektrolisa alumina menjadi alumunium dan oksigen bereaksi
20

membentuk senyawa CO2. Alumunium cair dari hasil elektrolisa akan turun ke dasar pot
dan selanjutnya dialirkan dengan prinsip siphon ke krusibel yang kemudian diangkut
menuju tungku-tungku pengatur (holding furnace).
Kebutuhan listrik yang dihabiskan untuk menghasilkan 1kg alumunium berkisar
1
sekitar 12-15 kWh. Satu kilogram alumunium dihasilkan dari 2kg alumina dan /2 kg
karbon. Reaksi pemurnian alumina menjadi alumunium adalah sebagai berikut: 2Al2O3 +
3C → 4Al + 3CO2

3.6 Klasifikasi Alumunium (Pengaruh Sifat Aluminium dengan Berbagai Paduan)

Alumunium Murni
Alumunium didapat dalam keadaan cair melalui proses elektrolisa, yang
umumnya mencapai kemurnian 99,85% berat. Namun, bila dilakukan proses
elektrolisa lebih lanjut, maka akan didapatkan alumunium dengan kemurnian 99,99%
yaitu dicapai bahan dengan angka sembilannya empat. Ketahanan korosi berubah
21

menurut kemurnian, pada umumnya untuk kemurnian 99,0% atau diatasnya dapat
dipergunakan di udara tahan dalam waktu bertahun-tahun. Hantaran listrik Al, kira-kira
65% dari hantaran listrik tembaga, tetapi massa jenisnya kurang lebih sepertiga dari
tembaga sehingga memungkinkan untuk memperluas penampangnya. Oleh karena itu,
dapat dipergunakan untuk kabel dan dalam berbagai bentuk. Misalnya sebagai
lembaran tipis (foil). Dalam hal ini dapat dipergunakan Al dengan kemurnian
99,0%. Untuk reflector yang memerlukan reflektifitas yang tinggi juga untuk
kodensorelektrolitik dipergunakan Al dengan angka Sembilan empat.

Sifat Mekanis
Kekuatan
Kekuatan dan kekerasan aluminium tidak begitu tinggi.
Namun, dengan adanya pemaduan dan heat treatment dapat meningkatkan kekuatan dan
kekerasannya. Kebanyakan material aluminium ditingkatkan kekuatannya dengan suatu
mekanisme penguatan bahan logam yang disebut precipitation hardening. Dalam
precipitation hardening harus ada dua fasa, yaitu fasa yang jumlahnya lebih banyak disebut
matriks dan fasa yang jumlahnya lebih sedikit disebut precipitate. Mekanisme penguatan
ini meliputi tiga tahapan, yaitu solid solution treatment: memanaskan hingga diatas garis
solvus untuk mendapatkan fasa larutan padat yang homogen, quenching: didinginkan
dengan cepat untuk mempertahankan struktur mikro fasa padat homogeny agar tidak
terjadi difusi, dan aging: dipanaskan dengan temperatur tidak terlalu tinggi agar terjadi
difusi fasa alpha pada jarak membentuk precipitate. Selain itu, ada beberapa cara
pengujian kekerasan yang berstandar yang digunakan untuk menguji kekerasan logam
yaitu antara lain pengujian Brinell, Rockwell, Vickers, Shore, dan Meyer.
Modulus Elastisitas
Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio,
aluminium lebih baik. Aluminium yang elastis memiliki titik lebur yang lebih rendah dan
kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara. Hal ini
yang memungkinkan produk- produk dari aluminium yang akan dibentuk pada
dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk.
Keuletan (ductility)
Semakin tinggi tingkat kemurnian aluminium maka akan
22

semakin tinggi tingkat keuletannya. Fatigue (Kelelahan). Bahan aluminium tidak


menunjukan batas kepenatan, karena aluminium akan gagal jika ditekan.
Recyclability (daya untuk didaur ulang)
Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa
downgrading dari kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan
sedikit energy, hanya sekitar 5% dari energy yang diperlukan untuk memproduksi logam
utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang. Reflectivity (daya
pemantulan)
Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta
panas, dan yang bersama-sama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan
reflektor misalnya perabotan ringan.

Anda mungkin juga menyukai