Alkisah, pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan mewah dan megah bernama
Arendelle. Pemimpin dari kerajaan tersebut adalah Raja Raja Agnarr dan Ratu
Iduna.
Sang Raja dikenal sangat bijaksana dan baik hati. Tak heran, ia telah memimpin
Arendelle sejak usianya masih belia. Waktu itu, ia menggantikan posisi
sang ayah yang meninggal.
Raja Raja Agnarr dan Ratu Iduna memiliki dua anak perempuan yang sangat
cantik. Mereka adalah Elsa dan Anna. Elsa adalah anak yang luar biasa. Ia
mempunyai kekuatan magic, yaitu bisa membuat es dan salju dari tangannya.
Saat masih kecil, ia kerap bermain dengan kekuatannya itu dengan Anna. Pada
suatu malam, Anna ingin bermain salju dengan Elsa karena ia tak bisa tidur.
Sebenarnya, Elsa sempat menolak. Namun, sang adik terus memaksa. Pada
akhirnya, mereka pun bermain salju di sebuah ruangan yang amat luas. Elsa
meliuk-liukkan tangannya untuk membuat salju. Anna berlari ke sana ke mari
bermain dengan senang.
Lalu, tanpa sengaja kekuatan Elsa melukai kepala Anna hingga sang adik jatuh
pingsan. Kekuatan itu juga membuat beberapa helai rambut Anna memutih.
Dengan cepat, Raja Agnarr dan Ratu Iduna ke pegunungan kuno untuk mencari
menemui seorang troll tua bernama Pabbie yang mungkin bisa menyembuhkan
Anna.
Beruntung, Anna bisa selamat. Agar kejadian tersebut tak terulang kembali,
Pabbie mengapus ingatan Anna tentang kekuatan Elsa. Pabbie juga
mengingatkan Elsa agar ia belajar mengendalikan kekuatannya.
Sejak saat itu, Elsa menjadi sosok yang pendiam. Tak ada satu pun orang yang
tahu tentang kekuatannya kecuali kedua orang tuanya. Ia juga menjauh dari
adiknya. Bukan karena tak sayang, ia hanya takut bila kekuatannya dapat
melukai adiknya lagi. Ia selalu menyendiri di sebuah kamar.
Setiap hari, Anna selalu mengetuk kamar kakaknya untuk mengajak bermain.
Akan tetapi, Elsa tak pernah membukakan pintu. Meski tampak ketus dan tak
peduli, sebenarnya Elsa menangis sendirian di kamar.
Tiap malam, Raja Raja Agnarr memasuki kamar Elsa. Ia meminta gadis kecil itu
untuk mengendalikan kekuatannya. Namun, Elsa selalu gagal. Ia tak kunjung
bisa mengendalikannya dengan baik.
Parahnya, jika sedang bersedih atau marah, apa pun yang ia pegang akan
berubah menjadi es batu. Sang ayah lalu memberikan Elsa sebuah sarung
tangan.
“Jangan takut, kamu pasti bisa menaklukkan kekuatanmu,” ucap sang ayah
sambil memeluk Elsa. “Tapi, Ayah, sampai kapan aku akan seperti ini?”
tanyanya panik.
“Tenang, anakku. Suatu saat nanti, kamu pasti bisa mengendalikannya,” ucap
sang ayah.
Ketika para putri beranjak ramaja, Raja dan Ratu pergi berlayar. Sayangnya,
perahu mereka hanyut dan tenggelam karena badai. Tentu saja hal itu
meninggalkan kesedihan bagi Elsa dan Anna.
Ditambah lagi, Elsa tak sanggup menghadiri pemakaman kedua orang tuanya. Ia
belum berani menunjukkan diri dan kekuatannya. Anna tak kalah sedihnya
dengan sang kakak.
Beberapa tahun kemudian, tepat di usianya yang ke-21 tahun, Elsa pun
dinobatkan menjadi Ratu Arandelle. Kerajaan akan mengadakan pesta besar
untuk menobatkan Elsa menjadi ratu di musim panas.
Tentu saja seluruh rakyat merasa sangat gembira. Sejak meninggalnya Ratu dan
Raja, kerajaan selalu tertutup. Tak pernah ada pesta sama sekali. Tak kalah
bahagia dengan para rakyat, Anna pun menyambut pesta itu dengan hati yang
gembira. Anna yang selalu merasa kesepian sudah tak sabar lagi untuk bertemu
orang-orang di luar sana.
Saat musim panas tiba, para pegawai kerajaan sibuk menyiapkan pesta
penobatan. Semua pintu dan jendela kerajaan pun dibuka lebar, tak seperti
biasanya yang tertutup rapat.
Karena sudah tak sabar ingin bertemu orang banyak, Anna pun memutuskan
untuk berjalan-jalan di luar kerajaan. Ia berjalan sambil bernyanyi dan menyapa
tiap rakyat yang hendak pergi ke kerajaan.
Di sisi lain, Elsa merasa khawatir dengan kekuatannya. Ia takut melukai rakyat
yang datang dalam penobatan ini. Namun, dengan tekat kuat, ia lalu
mengenakan sarung tangan dari sang ayah dan yakin bisa mengendalikannya.
Saat malam datang, tibalah saatnya pesta diadakan. Seluruh rakyat menyambut
hangat pesta penobatan. Seluruh Raja, Ratu, dan Pangeran dari negeri lain pun
turut merayakannya. Keramaian itu membuat Elsa semakin cemas.
Setelah asyik dan sibuk menyapa semua orang, Anna pun mendekati sang
kakak yang sedari tadi berdiri dan hanya diam saja. Mereka saling menyapa dan
bercanda ringan. Awalnya merasa canggung, tapi lama-lama keduanya
merasa nyaman.
Lalu, penobatan pun dimulai. Elsa berdiri di podium untuk mengucapkan kata-
kata sambutan. Meski awalnya merasa sangat gugup, akhirnya ia berhasil
melewatinya dengan lancar.
Pesta dansa pun dimulai. Pangeran Hans mengajak Anna berdansa. Hal itu
membuat si gadis periang itu makin jatuh cinta. Ditambah lagi, tiba-tiba saja
Pangeran Hans mengajaknya menikah.
Merasa sangat menyukai Pangeran Hans, Anna pun tak menolak. Gadis polos
itu pun meminta izin kepada sang kakak. “Kak, aku menemukan pria yang aku
cintai,” ucap Anna.
“Sangat-sangat tampan. Aku sangat menyukainya,” ucap gadis itu. “Dan aku
ingin menikah dengannya. Boleh, kan, aku menikah secepatnya?” tanya Anna.
Mereka terus berdebat, hingga akhirnya, tanpa sengaja Anna menarik sarung
tangan Elsa. Sang kakak yang sedang marah besar pun tak dapat
mengendalikan kekuatannya.
Tanpa sadar, Elsa telah membukakan seluruh kerajaan. Ia lalu berlari kencang
meninggalkan Kerajaan Arendelle. Dengan kekuatannya, ia membuat kastil
berupa es di Gunung Utara.
Anna merasa bersalah dengan kakaknya. Ia ingin pergi ke Gunung Utara untuk
mencari sang kakak. Kerajaan Arendelle ia serahkan sementara pada Pangeran
Hans.
“Tolong jaga Kerajaan Arendelle selama aku pergi. Aku akan segera kembali
bersama kakakku,” ucap Anna. Pangeran Hans pun untuk sementara memimpin
Kerajaan Arendell.
Di udara yang sangat dingin, untung saja, ia berhasil menemukan sebuah toko
kecil hangat bernama Toko Oaken. Di toko itu, Anna membeli baju hangat. Ia lalu
bertemu dengan seorang tukang es bernama Kristoff yang ingin membeli
beberapa barang.
Namun, Kristoff tak punya uang. Pemilik toko pun mengusir Kristoff. “Coba saja
Gunung Utara tak membeku. Aku pasti sudah menghasilkan uang banyak,” ucap
Kristoff seraya meninggalkan Toko Oen.
“Aku tak butuh apa-apa. Tapi, kalau boleh minta, tolong belikan aku wortel untuk
temanku, Sven,” ucap Kristoff sembari menunjuk temannya si rusa. Anna lalu
memberikan sekantong penuh wartol untuk Sven.
Sembari menunggu Sven makan, Kristoff bertanya pada Anna terkait tujuannya
datang ke Gunung Utara. Lalu, Anna pun menceritakan kejadian malang yang
Elsa alami.
Setelah Sven selesai makan, mereka pun memulai perjalanan menuju Gunung
Utara. Selama perjalanan, mereka diserang oleh para serigala. Untung saja,
mereka bisa kabur dari serangan binatang buas itu.
Mereka pun bertemu dengan manusia salju bernama Olaf. “Hai, aku Olaf dan
aku sangat menyukai pelukan hangat,” ucap Olaf. Manusia salju itu
mengingatkan Anna pada kenangan masa kecilnya.
“Oh, hai Olaf. Apakah kau manusia salju buatan kakakku, Elsa?” tanya Anna.
“Tentu saja. Ia membangun kastil dari es di balik bukit tinggi ini. Jika ingin
menemukannya, kau harus melewatinya,” ucap Olaf.
Dengan sekuat tenaga, Anna mencoba mendaki bukit itu. Ia lalu berhasil
melewatinya dan terlihatlah sebuah kastil yang sangat megah. Ia bergegas
menemui sang kakak.
Ia marah besar. “Aku tak ingin kembali ke Arendelle! Buat apa berada di tempat
di mana tak ada yang bisa menerima kekuranganku? Aku senang berada di sini
dan sendirian,” ucap Elsa.
Tak terima dengan perkataan Anna, amarah Elsa memuncak. Karena amarah
sedang memuncak, tanpa sengaja Elsa melontarkan kekuatan tepat di hati Anna.
Hal itu membuat hati sang adik membeku.