Anda di halaman 1dari 4

1.

Jelaskan secara singkat pandangan moeljatno terkait 3 fase obyek dan tujuan
penyelidikan ilmu hukum pidana
Penyelidikan tersebut terbagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Interpretasi
Mengetahui pengertian objektif dari apa yang termaktub dalam aturan-aturan
hukum.
b. Konstruksi
Bentukan yuridis yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang tertentu,
dengan tujuan agar apa yang termaktub dalam bentukkan itu merupakan pengertian
yang jelas dan terang. Adanya unsur-unsur pasal.
c. Sistematik
Mengadakan sistem dalam suatu bagian hukum pada khususnya atau seluruh bidang
hukum pada umumnya.

Bagaimana hubungan ketentuan umum, yang terdapat dalam Buku Kesatu KUHP,
dengan peraturan perundang-undangan di luar KUHP dan sertakan pula dasar
hukumnya.
Bahwa aturan hukum pidana di Indonesia telah disatukan dalam suatu bentuk kodifikasi
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adanya aturan-aturan diluar KUHP seperti
pada UU Tipikor, itu tetap berhubungan dengan KUHP, karena tunduk pada aturan
ketentuan umum buku ke-1. Hal tersebut dibuktikan dalam Pasal 103 KUHP yang
menyebutkan bahwasanya “ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai dengan bab VII
buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-
undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan
lain.

2. Pada saat diundangkannya UU No. 1 tahun 1946 (tanggal 26 Februari 1946) hingga
tahun 1958 telah terjadi dualism dalam penerapan hukum pidana di Indonesia.
a. Jelaskan maksud pernyataan di atas!
Bahwa pernyataan tersebut berkaitan dengan adanya daerah-daerah prae-federal
yang dikuasai oleh Belanda, dalam bidang hukum pidananya juga tidak ada
kesatuan, hal tersebut disebabkan meskipun kita juga berpangkal pada Wetboek van
Strafrecht van Nederlands Indie 1918, tetapi hal tersebut hanya terjadi karena kita
berpangkal pada UU No. 1 tahun 1946, sedangkan bagi Belanda, berdasar pada WvS
merupakan suatu keharusan.
Akibat dari dua pendirian tersebut, semua peraturan yang menambah atau
mengubah KUHP, yang dilakukan Pemerintah Belanda bagi daerah yang dikuasainya
itu tidak berlaku bagi kita. Sehingga ada dua peraturan yang berlaku (dualisme) yaitu
UU No. 1 tahun 1946 itu dan Wvs in Netherland Indie dengan perubahan yang
dilakukan oleh Belanda.
Baru kemudian dengan adanya UU No. 73 tahun 1958 yang pokoknya
memberlakukan UU No. 1 tahun 1946 untuk seluruh Indonesia, akhirnya dualism
hapus.

b. Apakah KUHP yang mulai berlaku sejak tahun 1946, dalam perjalanan waktu
sampai saat ini tetap sama isinya? Jelaskan secara singkat dan berikan contohnya!
Tidak, hal tersebut diakibatkan oleh adanya perubahan-perubahan yang dilakukan
terhadap hukum pidana. Contohnya perubahan yang terjadi adalah aturan mengenai
penertiban perjudian yang kemudian diubah dengan UU No. 7 tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian yang pada pasal 2 nya menyebutkan tentang “mengubah
ancaman hukuman dalam pasal 303 ayat (1) KUHP…” sehingga hal ini menunjukkan
bahwasanya KUHP yang berlaku pada 1946 sampai saat ini isinya berbeda karena
adanya beberapa perubahan pada pasal-pasalnya atau kemudian menambah
dan/atau menghapus pasal yang ada di KUHP.

3. Jelaskan secara singkat 3 makna yang terkandung dalam Asas Legalitas!


(1) Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang
(2) Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias)
(3) Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Sebutkan perbedaan antara analogi dan penafsiran ekstensif!

Pada penafsiran ekstensif itu berpegang kepada aturan yang ada. Di situ ada perkataan
yang kita beri arti menurut makna yang hidup di masyarakat sekarang, tidak menurut
maknanya pada undang-undang itu terbentuk. Sehingga makna dari aturan tersebut
dapat menjadi lebih luas tetapi tetap objektif bersandar pada perkataan masyarakat.

Pada analogi, pangkal pendiriannya terletak pada perbuatan itu tidak bisa dimasukkan
aturan yang ada, tetapi perbuatan itu, menurut pandangan hakim harusnya dijadikan
perbuatan pidana juga, karena menurut pokok aturan yang ada dapat diklasifikasikan
mirip atas perbuatan tersebut. Jadi jika digunakan analogi, saat menentukan perbuatan
pidana itu bukan lagi hanya berdasarkan aturan yang ada melainkan berdasarkan rasio
inti dan aturan yang ada.

Jika dipandang dari sudut psikologis, maka terdapat perbedaan besar yaitu : penafsiran
ekstensif tetap berpegang pada bunyi aturan yang ada, semua kata-katanya masih
diturut, hanya perkataan tersebut tidak lagi diinterpretasikan saat uu itu terbentuk
melainkan disesuaikan dengan waktu penggunaannya.

Sedangkan pada analogi sudah tidak berpegang pada peraturan perundang-undangan


yang ada melainkan pada inti, rasio daripada aturan tersebut. Hal tersebut bertentangan
dengan asas legalitas.

4. Pada tanggal 11 April 2014, sebuah kapal bermuatan barang-barang elektronik milik
WNI bernama JH (35 tahun), berlabuh di pelabuhan Singapore untuk mengisi bahan
bakar. Pada saat awak kapal beristirahat, masuklah TJ (40 tahun), WN Singapore yang
hendak mengambil salah satu barang elektronik yaitu LCD TV 36”, namun ketahuan
oleh B (37 tahun) WN Malaysia dan terjadilah perkelahian yang berakhir pada
kematian B.
a. Perbuatan pidana apakah yang telah terjadi pada kasus tersebut di atas? Jelaskan
dan sertakan dasar hukumnya!
Perbuatan pidana yang terjadi di atas adalah pencurian dengan kekerasan, untuk TJ
tersebut dikenai Pasal 365 ayat (1) juncto 365 ayat (3) KUHP, yakni hal tersebut
disebabkan yang dilakukan TJ adalah pencurian yakni mengambil barang sesuatu
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, tetapi karena adanya B
akhirnya ia tertangkap tangan, sehingga untuk melarikan diri dan tetap menguasai
barang curiannya ia berkelahi dan akhirnya menimbulkan kematian orang lain.
Sehingga ancaman pidananya paling lama 15 tahun.

b. Peraturan perundang-undangan manakah yang dapat diterapkan ke pelaku?


Jelaskan dan sertai dasar hukumnya!
Bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh WNA yakni B Warga Negara Malaysia,
tetapi perbuatan tersebut terjadi di atas Kapal milik WNI, sehingga berlaku asas
territorial dalam penerapan hukumnya, dalam hal ini menggunakan KUHP Indonesia
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 KUHP yakni “Ketentuan pidana perundang-
undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia
melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”
sehingga terdapat ekstra territorial.

5. A. suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, bila perbuatan itu diancam pidana
dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam UU. Apakah setiap perbuatan yang
memenuhi rumusan delik itu selalu bersifat melawan hukum. Jelaskan secara singkat!
Sifat melawan hukum pidana itu tidak hanya terletak pada keadaan objektif yakni
mengenai pemenuhan unsur pasal. Tetapi juga pada keadaan subjektif, yaitu terletak
pada hati sanubari terdakwa sendiri.

Anda mungkin juga menyukai