Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fauzan Agdyatama

Nomor : 16
Kelas : 9F

Kucing Scabies
Orientasi :

Setiap hari, aku melihat kucing yang sama sedang duduk di depan pintu rumahku.
Kucing yang memiliki penyakit scabies di sekujur tubuhnya, parasit yang membuat inangnya
mengalami kegatalan yang luar biasa. Sehingga, setiap melihat kucing itu, dia selalu
menggaruk-garuk tubuhnya. Aku merasa jijik dengan itu, tapi aku tidak mengusirnya dan
membiarkan kucing itu tetap duduk di depan pintu.

Besoknya cuaca mendung, dan lagi-lagi aku melihat kucing scabies itu sedang
duduk di depan pintu rumahku. Aku mencoba menghampirinya dan melihat lebih dekat
kucing scabies itu. Terlihat seluruh tubuhnya yang terkena penyakit scabies. Di beberapa
bagian tubuhnya, ada luka yang dihasilkan karena terlalu banyak digaruk. Sebenarnya aku
merasa kasihan terhadap kucing itu, tapi bagaimanapun, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Karena tidak bisa mengobati dan merawatnya, aku hanya bisa memberikan kucing
itu makanan sisa. Selain sisa ikan goreng dan daging, tak jarang aku memberikannya tempe
untuk dimakan. Keluargaku, seperti : Ibu, bapak, nenek, dan adikku juga sering memberikan
makanan sisa mereka pada kucing itu.

Komplikasi :

Keluargaku memiliki sebuah warung di dalam rumah. Ketika warung sedang ramai,
kucing itu biasanya masuk ke dalam rumahku dan mengeong-ngeong meminta makanan.
"Zan, tolong usir keluar kucing itu agar tidak mengganggu pelanggan", ucap ibuku sambil
meletakkan nasi ke piring. Karena aku merasa tidak tega mengusir kucing itu, aku menyuruh
adikku. "Dek, kucing ini tolong keluarkan", ucapku sambil menuding kucing scabies itu. "Gitu
aja gak bisa", jawab adikku.

Semakin lama, kucing scabies itu sering mengganggu warung keluargaku. "Kucing
sakit-sakitan itu, harusnya dibuang saja. Para pelanggan merasa risih dan terganggu karena
tubuhnya yang menjijikkan. Takutnya warung kita bakal sepi karena kucing itu!", kata ibuku.
"Itu kan bukan kucing milik kita, kucing itu punya orang lain. Kita tidak bisa membuang
kucing milik orang lain", jawab bapakku. Aku hanya bisa mendengar percakapan mereka
berdua. Di satu sisi, aku merasa kasihan kalau kucing itu dibuang. Tapi, di sisi lain aku juga
sependapat jika kucing tersebut mengganggu warung kami.

Hari demi hari berlalu, kucing scabies itu masih saja ada di depan pintu rumahku.
Aku dan keluargaku masih bingung dengan apa yang harus kamu lakukan. "Bu, kucingnya
ini mau diapakan?", tanyaku. "Biarin saja kalau di luar rumah, tapi jika kucing itu masuk
kamu harus keluarkan dengan paksa", jawab ibuku. "Mana tega ngusir kucing yang sudah
sakit itu dengan paksa", ucapku dalam hati.
Sekarang, setiap kucing itu masuk ke dalam rumah, salah satu anggota keluargaku
selalu mengusirnya dengan paksa, seperti menggunakan sebuah sapu. Satu kali, PLAK.
Dua kali, PLAK PLAK. Tiga kali, PLAK PLAK PLAK. Suara pukulan sapu selalu terdengar,
jika kucing itu masuk ke dalam rumah. Aku tidak pernah mengusir kucing itu dengan sapu.
Setiap kali aku disuruh mengusir, adikku selalu melakukannya untukku. Aku tidak bisa
melakukan apapun ketika melihat tubuh kucing itu dipukul dengan sapu. Hanya rasa tidak
enak yang ada di dalam hatiku.

Resolusi :

Tiba-tiba saja hari itu kucing tersebut tidak ada di depan pintu rumahku lagi.
"Kemana ya, dia perginya? Mungkin besok kucing itu kembali lagi", pikirku. Namun,
besoknya kucing tersebut belum kembali juga. Perasaan sedih kehilangan, tiba-tiba
terasa dihatiku, tapi aku tidak pantas merasakan itu atas apa yang telah aku lakukan
pada kucing itu. Namun, melihat kucing itu pergi membuatku lega, karena kucing itu
tidak akan dipukul dengan sapu oleh keluargaku lagi.

Seminggu telah berlalu, namun kucing tersebut tidak terlihat juga. Aku sudah
tidak memikirkan tentang kucing itu lagi. "Zan, tolong belikan garam di toko", seru
ibuku dari dapur. Setelah membeli garam dari toko, tiba-tiba dalam perjalanan
pulang aku bertemu dengan kucing scabies yang biasanya berada di rumahku. Aku
bergegas kembali pulang untuk mengantarkan garam ibuku dan bermaksud
mengambil sisa ikan goreng bekas makan siang untuk diberikan pada kucing.

Aku langsung bergegas ke tempat kucing. Setibanya di sana, aku kaget


melihat kucing tersebut meneteskan banyak darah dari kepalanya. Terlihat dari
bekas darah di aspal, ternyata sesaat setelah meninggalkan kucing tersebut, ada
kendaraan yang menabrak kucing ketika dia sedang menyeberang jalan.

Kucing tersebut sedang sekarat sekarang, namun aku lagi-lagi tidak bisa
berbuat apa-apa. Apa yang bisa kulakukan adalah menyesali perbuatan yang
kulakukan pada kucing itu dulu. Di tengah penyesalanku, kucing yang sedang
sekarat sudah meninggal. Perasaan campur aduk langsung memenuhi hatiku. Aku
mengusap air mataku, dan memanggil bapakku untuk menguburkan kucing yang
telah mati itu.

Reorientasi :

Selesai mengubur kucing scabies itu, aku berlari ke kamar dan menangis.
Lagi-lagi menyesali perbuatanku. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Bersedih tidak
akan membuat kucing tersebut hidup lagi. Dengan begini, aku bisa menjadikan
peristiwa ini sebagai pengalaman untuk kedepannya.
Name : Fauzan Agdyatama
Number : 16
Class : 9F

The Scabies Cat


Orientation :

Everyday, I saw the same cat sitting in front of my home door. A cat that had scabies
all its body. A parasite that made its host experience extreme itching. So, every time I saw,
the cat was always scratching its body. I was disgusted by that, but I didn't throw it away and
let the cat sat in front of the door.

The next day the weather was cloudy, and again I saw the scabies cat was sitting in
front of my home door. I tried to approach it and take a closer look at the scabies cat. Seen
all over its body affected by scabies disease. On several parts of its body, there were
wounds resulting from being scratched too much. I actually felt sorry for the cat, but anyway,
I couldn't do anything about it.

Since I couldn't treat and care for it, I could only gave the cat was leftovers. Besides
the leftover fried fish and meat, I often gave it tempeh to eat. My family, such as: Mother,
father, grandmother, and my brother also often gave their leftover food to the cat.

Complication :

My family has a shop inside the house. When the shop was busy, the cat usually
came into my house and meows for food. "Zan, please drove the cat out so it didn't disturb
the customers", my mother said as she put the rice on the plate. Since didn't have to chase
the heart to throw it out, I ruled my brother. "Bro, please took this cat out", I said, pointing at
the scabies cat. "You couldn't do that", replied my brother.

Over time, the scabies cat often interfered with my family's shop. "Sick cat, it should
was thrown away. The customers felt uncomfortable and disturbed because of its disgusting
body. I'm afraid our shop will be deserted because of the cat!", said my mother. "That was
not our cat, the cat belongs to someone else. We couldn't get rid of someone else's cat",
answered my father. I could only heard their conversation. On the one hand, I felt sorry that
the cat was thrown away. But, on the other hand, I also agreed that the cat was disturbed
our shop.

Day after day passed, the scabies cat was still at my home door. Me and my family
were still confused about what we should did. "Mom, what were you going to do with this
cat?", I asked. "Just left it outside the house, but if the cat got in, you had to forced it out", my
mother replied. "How could you push the sick cat away forcibly?", I said to myself.

Now, every time that cat came into the house, one of my family members always
pushed it away by force, like using a broom. One time, PLAK. Twice, PLAK PLAK. Three
times, PLAK PLAK PLAK. The sound of a broom hitting was always heard, if the cat entered
the house. I never chased the cat away with a broom. Whenever I was told to evict. My
brother always did it for me. I couldn't do anything when I saw the cat's body being hit with a
broom. It was just a bad feeling in my heart.

Resolution :

Suddenly that day the cat was not at my home door anymore. "Where did the cat go?
Maybe tomorrow the cat will came back again", I thought. However, the next day the cat had
not returned. Sad feelings of loss suddenly felt in my heart, but I didn't deserve to feel that
for what I had done to the cat. However, seeing the cat go made me relieved, because the
cat would not be hit with a broom by my family again.

A week had passed, but the cat was nowhere to be seen. I had already didn't think
about the cat anymore. "Zan, please bought some salt at the store", my mother's orders from
the kitchen. After bought salt from the store, suddenly on my way home I met a scabies cat
who was usually at my house. I rushed back home to deliver my mother's salt and intended
to take the leftover fried fish from lunch to give to the cat.

I immediately rushed to the cat's place. When I got there, I was shocked saw the cat
was dripping a lot of blood from its head. Seen from the blood marks on the asphalt, it turns
out that shortly after leaving the cat, a vehicle hit the cat while it was crossing the road.

The cat was dying now, but I couldn't do anything. What I could did was regret what
I did to that cat in the past. In the midst of my regrets, the cat that was dying was dead.
Mixed feelings immediately filled my heart. I wiped my tears, and called my father to bury the
dead cat.

Reorentation :

Finished burying the scabies cat, I ran to my room and cried. Again, sorry for
what I did. But rice has become porridge. Sadness will not bring the cat back to life.
This way, I could made this event an experience for the future.

Anda mungkin juga menyukai