AKUNTANSI KEUANGAN
LANJUTAN 1
Oleh :
Zuliyati
Nafi’ Inayati Zahro
ii
KATA PENGANTAR
Buku Akuntansi Keuangan Lanjutan 1 ini, memuat masalah fundamental yang harus
diketahui dan dipahami oleh seorang akuntan maaupun bagi yang berminat untuk memperdalam
pengetahuan dibidang akuntansi, yang meliputi berbagai topik persekutuan, penjualan angsuran,
penjualan konsinyasi , akuntansi untuk agen dan cabang serta akuntansi untuk joint venture.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dorongan dalam bentuk apapun sehngga terbitnya buku ini. Semoga buku ini
bermanfaat dalam membantu perkembangan Pendidikan dan profesi di bidang akuntansi di
Indonesia.
Zuliyati
Nafi Inayati Zahro
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
iv
Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Antarapusat Dan Cabang
Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Apabila Barang Dagangan Dicabang
Di Catat Di Atas Harga Pokok
Rangkuman
v
1
AKUNTANSI UNTUK PENDIRIAN FIRMA
PENDAHULUAN
AKUNTANSI PENDIRIAN FIRMA
PEMBAGIAN LABA RUGI FIRMA
RANGKUMAN
2
1.1. Pendahuluan
Firma adalah merupakan bentuk usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih
untuk memperluas usahanya atau memperoleh laba. Firma dapat dibentuk oleh dua
orang atau lebih yang belum mempunyai usaha ataupun dapat merupakan perluasan
dari perusahaan perseorangan.
Tujuan pendirian firma adalah untuk memperluas usaha dan menambah modal
agar lebih kuat dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Firma disebut juga
persekutuan (partnership) sebab perusahaan yang berbentuk firma memang ditujukan
oleh orang-orang atau sekutu-sekutu dari firma tersebut.dengan demikian pemilik
firma disebut juga anggota atau sekutu atau partner.
Perusahaan pada bentuk firma dapat dijumpai pada berbagai jenis perusahaan,
misalnya perusahaann penerbitan, perusahaan perdagangan atau perusahaan jasa dan
termasuk juga kantor kantor konsultan hukum atau akun tan publik.
Didalam firma semua anggota atau sekutu adalah pemilik yang sekaligus
rangkap pengelola yang secara langsug aktif melaksanakan usaha perusahaan. Karena
adanya hal tersebut firma mempunyai adanya karakteristik yang berbeda dengan
bentuk-bentuk organisasi yang lain.
Adapun beberapa karakteristik firma menurut Drebin (1892) adalah sebagai
berikut ;
1. Mutual Agency (saling mewakili) artinya setiap anggota yang menjalankan usaha
firma adalah merupakan wakil dari anggota-anggota firma lain. Jadi apabila ada
salah satu anggota beroperasi dalam usaha firma. Maka secara tidak langsung
anggota tersebut mewakili anggota firma lain.
2. Limited Life (umur terbatas) artinya firma yang didirikan oleh beberapa orang
mempunyai umur yang terbatas. Maksudnya adalah apabila ada anggota sekutu
yang keluar maka secara hukum firma tersebut dinyatakan bubar, demikian pula
jika ada anggota yang masuk. Jadi kesimpulanya firma dinyatakan masih
beroperasi atau belum bubar apabila belum ada perubahan posisi keanggotaan atau
tidak terjadi pergantian dalam keanggotaanya dan anggota firma harus masih sama
seperti saat pendirian.
3. Unlmited Liabilty ( tanggung jawab terhadap kewajiban fima tidak terbatas),
artinya tanggungjawab hutang atau firma tidak terbatas pada kekayaan yang
ditanamkan pada firma saja, tetapi sampai harta milik pribadi anggota firma. Jadi
apabila dalam keadaan tertentu firma mempunyai kewajiban atau hutang pada
kreditur dan firma tersebut tidak mampu bembayarkan karena jumlah kekayaan
tidak mencukupi maka kreditur tersebut berhak menagih kepada anggota firma
sampai harta milik pribadinya.
4. Ownership of an interest in a Partnership artinya bahwa kekayaan masing-masing
sekutu telah ditamkan pada firma merupakan kekayaan bersama dan tidak bisa
dipisah-pisahkan secara jelas. Masing masing sekutu atau firma adalah pemilik
bersama dalam kekayaan firma. tanpa seijin dari anggota yang lain, seorang
anggota tidak bisa menggunakankekayaan firma. Hak anggota terhapap kekayaan
firma akan tampak dalam saldo akhir masing-masing anggota firma yang terdiri
3
dari unsur-unsur berikut: penanman modal awal, penanaman modal tambahan,
pengabilan prive, penambahan dari pembagian laba dan pengurangan dari
pembagian laba.
5. Participating in a Partnership Profit, artinya laba atau rugi sebagai hasil operasi
firma akan dibagikan kepada setiap anggota firma berdasarkan partisipasi atau
aktivitas masing-masing anggota didalam firma. Apabila ada salah anggota yang
aktif menjalankan usaha firma, maka angota tersebut berhak mendapatkan laba
yang lebih besar daripada anggota lain mesikupun modal yang ditanamkanya lebih
kecil dibanduing modal anggota yang tidak aktif atau dapat ditentukan secara lain
atas sepertujuan anggota firma. Ketentuan mengenai proporsi laba rugi harus
dicantumkan secara rinci dan jelas dalam akte pendirian firma tersebut.
4
Dengan adanya beberapa karakteristik firma dan perbedaan firma dengan
perusahaan lain maka jelaslah firma memiliki makna keikhlasan tersendiri mesikipun
tidak dapat dipisahkan antara pemilik dan manajemen dalam firma, namun pengelolaan
akuntansi firma harus tetap berpedoman pada akuntansi yang lazim yaitu firma
merupakan salahsatu unit usaha yang berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan yang
terpisah dari pemiliknya.
Dalam suatu persekutuan atau firma, sebelum operasi biasanya anggota membuat
suatu kesepakatan atau perjanjian yang tertuang dalam akta pendirian yang biasanya
berisi hal-hal berikut :
1. Nama dan alamat firma
2. Jenis usaha firma misalnya usaha dalam bidang jasa, perdagangan atau
manufaktur.
3. Hak atau kewajiban masing-masing anggota misalnya siapa yang menjadi
manajer serta tugas dan wewenang lainya.
4. Jumlah modal yang ditanamkan pertama kali oleh masing-masing anggota.
Termasuk uraian lengkap non kas yang diserahkan(bila ada) yang digunakan
dalam operasi firma.
5. Pembagian laba rugi yang biasanya ditunjuk dalam bentuk rasio antara anggota
yang satu dan lainya.
6. Syarat-syarat penambahan pengembalian modal(prive) dan penambahan modal.
7. Prosedur penerimaan anggota baru firma.
8. Prosedur keluarnya anggota firma.
9. Prosedur pembubaran firma apabila dilikuidasi.
10. Dan uraian penting lainya.
Akuntansi pendirian firma mencakupi pembahan masalah prosedur akuntansi pada
saat pendirian firma oleh anggota dan pembagian laba rugi firma. Apabila dibuat skema
pembahasan mengenai akuntansi pendirian firma akan tampak sebagai berikut :
5
1.2. Akuntansi Pendirian Firma
Firma biasanya didirikan oleh beberapa anggota untuk memperluas usahanya
masing-masing atau untuk memperoleh tambahan laba. Masing-masing anggota yang
mendirikan firma dapat terdiri dari beberapa kemungkinan sebagai berikut ;
1. Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya beum mempunyai usaha
(semua anggota baru).
2. Firma didirikan oleh anggota yang sudah memiliki usaha sebelumya dan
anggota yang belum punya usaha.
3. Firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya sudah memiliki usaha
sebelumnya.
Akibat adanya beberapa kemungkinan anggota-anggota pendiri, maka ada 2
(dua) metode akuntansi yang dapat digunaka untuk mencatat pendjrjan firma
yaitu:
1.2.1 Firma Didirikan Oleh Anggota-anggota Yang Semuanya Belum Memiliki Usaha
Contoh 1 :
Pada tanggal I Januari 19A, Tuan Ali, Ahmad dan Ardi sepakat untuk
mendirikan sebuah firma. Berikut ini adalah setoran modal masing-masing anggota.
6
Jumlah .................. Rp. 25.000.000,00 Rp. 20.000.000,00 Rp. 30.000.000,00
Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat transaksi penyetoran modal masing-
masing anggota adalah sebagai berikut:
Perlu diketahui pula bahwa buku-buku yang digunakan oleh firma tersebut
semuanya adalah buku baru, hal ini disebabkan karena semua pendiri firma
merupakan anggota-anggota yang sebelumnya tidak memiliki usaha-usaha
perseorangan sehingga pembukuan firma menggunakan buku baru.
7
Firma “AAA”
NERACA AWAL
1 Januari 19A
Setelah neraca awal firma dibuat, selanjutnya ditentukan pula rasio atau
perbandingan pembagian laba-rugi firma untuk masing-masing anggota dan perjanjian
mengenai perbandingan pembagian laba-rugi ini harus dicantumkan dalam akte
pendirian.
1.2.2 Firma Didirikan Oleh Anggota yang Sudah Memiliki Usaha dan Anggota yang
Belum Memiliki Usaha
Apabila firma didirikan oleh salah seorang anggota yang sudah memiliki usaha
perusahaan perseorangan dan beberapa anggota yang belum memiliki usaha, maka
prosedur akuntansinya adalah sebagai berikut:
1. Mengadakan penilaian kembali aktiva atau kekayaan milik anggota yang sudah
memiliki usaha.
2. Mencatat penyetoran kekayaan anggota yang belum memiliki usaha
3. Menyusun neraca awal firma.
Akibat adanya anggota pendiri firma yang sudah memiliki usaha dan yang belum
memiliki usaha, maka ada dua metode akuntansi yang dapat digunakan untuk mencatat
pendirian firma, yaitu :
8
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, dapat diikuti kasus dalam contoh berikut
ini :
Contoh 2:
Pada tanggal 3 Maret 19B, Tuan Arpra, Nyonya Fina, Tuan Riski, dan Nona Rahma
bersepakat untuk mendirikan sebuah firma yang bergerak dalam bidang perdagangan
konveksi. Nyonya Fina, Tuan Riski dan Nona Rahma adalah merupakan anggota-
anggota yang sebelumnya belum memiliki usaha, sedangkan Tuan Arpra sudah memiliki
perusahaan perseorangan yang berupa Toko Konveksi pakaian jadi yang pada saat firma
akan didirikan mempunyai posisi keuangan sebagai berikut:
9
4. Tanah milik Nona Rahma dinilai kembali sebesar nilai wajarnya, yaitu sebesar
Rp. 8.400.000,00
5. Kendaraan milik Nyonya Fina juga dinilai kembali menjadi Rp l4.000.000,00
6. Firma tersebut diberi nama Firma ‘KURNIA’.
Jika firma Kurnia menggunakan buku baru, maka prosedur akuntansi yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Mengadakan penyesuaian kekayaan anggota yang sudah memiliki usaha (dalam hal
ini Tuan Arpra), yaitu dengan membuat jurnal penyesuaian sesuai dengan perjanjian
sebagai berikut :
10
b) Jurnal penyetoran kekayaan Tuan Risky :
Persediaan ...................................... Rp 16.000.000,00
Peralatan Kantor ............................. Rp 8.000.000,00
Modal Tuan Risky............................................... Rp 24.000.000,00
c) Jurnal penyetoran kekayaan Nona Rahma :
Kas ................................................. Rp 4.600.000,00
Tanah .............................................. Rp 8.400.000,00
Bangunan ....................................... Rp 6.000.000,00
Modal Nona Rahma ............................................ Rp 19.000.000,00
d) Jurnal penyetoran kekayaan Tuan Arpra :
Piutang dagang ............................... Rp 1.500.000,00
Persediaan ...................................... Rp 6.250.000,00
Alat-alat toko.................................. Rp 2.250.000,00
Hutang dagang ............................................... Rp 3.500.000,00
Modal tuan Arpra ........................................... Rp 6.500.000,00
4) Membuat neraca awal firma Kurnia, yaitu sebesar masing-masing rekening dari
transaksi penyetoran kekayaan masing-masing anggota yang sudah dicatat dalam
buku besar. Adapun neraca awal firma akan tampak sebagai berikut :
Firma “KURNIA”
NERACA AWAL
3 Maret 19B
Aktiva Lancar : Hutang :
Kas Rp 16.600.000,00 Hutang dagang Rp 3.500.000,00
Piutang dagang Rp 1.500.000,00
Persediaan Barang Rp 22.250.000,00
Alat-alat toko Rp 2.250.000,00
Total Akt. Lancar Rp 42.600.000,00
Setelah neraca awal firma dibuat, Langkah selanjutnya adalah menentukan rasio
pembagian laba-rugi firma, kemudian barulah firma tersebut mulai beroperasi.
11
Apabila firma Kurnia menggunakan buku melanjutkan buku milik salah seorang
anggota yang sudah memiliki usaha, maka prosedur akuntansi yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1) Mengadakan penyesuaian kekayaan anggota yang sudah memiliki usaha (dalam hal
ini Tuan Arpra). Jurnal penyesuaian yang dibuat identik dengan jurnal penyesuaian
pada metode pembukuan firma dengan menggunakan buku baru yang telah
diuraikan di muka.
3) Membuat neraca awal firma yang caranya sama persis dengan metode pembukuan
firma dengan menggunakan buku baru (lihat di muka).
Dengan adanya dua metode pembukuan yang telah dibahas di atas, ternyata pada
dasarnya keduanya akan menggunakan cara pencatatan dan penjurnalan yang sama.
Perbedaan yang ada antara menggunakan buku baru dan anggota tersebut dianggap tidak
punya usaha dan sebagai akibatnya dibuat pula jurnal penyetoran kekayaan anggota yang
sudah punya usaha (lihat jurnal nomor 3d pada metode yang pertama).
Sedangkan pada metode yang kedua, tidak diadakan penutupan buku dan jurnal
penyetoran kekayaan anggota yang sudah punya usaha, sebab pembukuan firma
menggunakan buku miliknya atau melanjutkan buku-buku miliknya.
Neraca awal pendirian firma dengan menggunakan metode pertama dan metode
kedua akan menghasilkan informasi yang sama.
1.2.3. Firma Didirikan Oleh Anggota-anggota Yang Semuanya Sudah Memiliki Usaha
Perseorangan
Apabila firma didirikan oleh anggota-anggota yang semuanya sudah punya usaha
sebelumnya, maka prosedur akuntansi yang digunakan untuk mencatat pendirian firma
pada dasarnya sama dengan dua kemungkinan pendirian firma yang telah dibahas di
muka.
Prosedur akuntansi yang harus ditempuh adalah terlebih dahulu diadakan
penilaian-penilaian kembali maasing-masing kekayaannya, kemudian ada dua metode
pembukuan yang dapat digunakan yaitu menggunakan buku baru atau akan melanjutkan
pembukuan salah seorang anggota.
12
Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas, dapat dilihat dalam contoh 3
berikut ini :
Contoh 3 :
Demikian pula Tn. Mahmud sudah mempunyai usaha dagang yang pada saat
pendirian Firma mempunyai posisi keuangan sebagai berikut :
Kesepakatan yang dibuat antara Tuan Rahmad dan Tuan Mahmud sebelum
pendirian Firma adalah sebagai berikut :
1. Kas Tuan Rahmad diambil sebesar Rp. 1.500.000,00 sedangkan kas milik Tuan
Mahmud diambil semua.
2. Piutang dagang tuan Rahmad hanya diserahkan sebagian saja, demikian pula
persediaan barang dagangannya.
3. Peralatan toko Tuan Mahmud dinaikkan nilainya sebesar Rp 600.000,00, demikian
pula bangunan miliknya dinilai sebesar nilai wajarnya menjadi Rp 8.800.000,00.
4. Hutang Dagang Tuan Rahmad akan dilunasi semuanya, sedangkan Hutang Bank
Tuan Mahmud akan dilunasi sebagian.
13
Berdasarkan pada transaksi – transaksi di atas, prosedur akuntansi untuk mencatat
pendirian Firma dengan menggunakan dua metode pembukuan akan tampak sebagai
berikut :
a. Menutup Buku Tn. Rahmad : a. Tidak ada jurnal penutupan buku Tuan
Hutang lain – lain ….Rp 2.325.000,00 Rahmad sebab firma melanjutkan buku –
Modal Tn. Rahmad ..Rp 16.325.000,00 buku miliknya
Kas…………………… Rp 1.700.000,00
Piutang Dagang……… Rp 2.925.000,00
Persd. Barang DaganganRp 5.225.000,00
Kendaraan ……………Rp 8.800.000,00
14
3.Membuat Jurnal Penyetoran kekayaan
ke Dalam Buku Firma
a. Mencatat penyetoran Tn. Rahmad dan Tn. a. Mencatat penyetoran kekayaan Tn. Mahmud ke
Mahmud ke dalam Firma : dalam Firma :
Kas …………....... Rp 1.700.000,00 Piutang lain-lain ….Rp 4.675.000,00
Modal Tn. Rahmad ..Rp 2.925.000,00 Peralatan toko …… Rp 4.975.000,00
Piutang Lain –lain….Rp 6.850.000,00 Bangunan …………Rp 8.800.000,00
Pesd. Barang Hutang Dagang……...…Rp 2.925.000,00
Dagangan……………Rp 5.225.000,00 Hutang bank…………...Rp 5.225.000,00
Bangunan…………...Rp 8.800.000,00 Modal Tuan Mahmud....Rp 1.500.000,00
Kendaraan …………. Rp 8.800.000,00
Hutang Dagang……..Rp 2.860.000,00 b. Tn. Rahmad tidak perlu membuat jurnal
Hutang bank…………Rp 3.3700.000,00 penyetoran kekayaannya sebab Firma
Hutang lain -lain…… Rp 2.325.000,00 menggunakan buku– buku miliknya.
Modal Tn. Rahmad …Rp 16.325.000,00
Modal Tn. Mahmud ...Rp 15.520.000,00
Firma “RAHMA”
NERACA AWAL
15
1.3. Pembagian Laba – Rugi Firma
Pada akhir suatu periode operasi, Firma akan memperoleh Laba atau mungkin juga
menderita kerugian. Laba atau Rugi tersebut akan dibagi secara adil kepada para anggota.
Masalah pembagian Laba Rugi Firma ini sangatlah penting dan oleh karena itu harus
ditentukan terlebih dahulu dalam suatu perjanjian pembagian laba – rugi tersebut harus
dicantumkan dalam akte pendirian Firma agar dapat dijamin oleh hukum.
Ada beberapa macam pembagian Laba atau Rugi pada Firma yang umumnya
digunakan ,yaitu :
Perlu diketahui bahwa apabila di dalam perjanjian Firma tidak diatur secara khusus
mengenai pembagian Laba – Rugi, maka sesuai dengan Undang – undang Firma Laba
atau Rugi akan dibagi kepada para anggota dalam perbandingan yang sama besar.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pembagian Laba – Rugi Firma,
dapat dilihat pada contoh berikut ini :
Contoh 4 :
Firma “ABC” didirikan oleh Tuan A, Tn. B dan Tn. C pada awal Pebruari 19X0.
Pada saat pendirian rekening modal masing – masing anggota tampak pada neraca awal
sebagai berikut :
16
Firma “ABC”
Neraca Awal
1 Pebruari 19X0
Setelah didirikan, mutasi modal masing – masing anggota adalah sebagai berikut :
Setelah menjalankan usahanya, Firma “ABC” pada akhir tahun 19X0, memperoleh
laba sebesar Rp 60.000.000,00.
Berdasarkan data pada contoh 4 diatas, beberapa macam cara pembagian laba –
rugi Firma dapat diterapkan seperti yang dibahas berikut ini.
Apabila Laba – Rugi Firma dibagi sama, maka ini berarti setiap anggota akan
memperoleh hak atas laba atau rugi tersebut sama besar. Dalam contoh 4 di atas, Laba
Firma adalah sebesar Rp 60.000.000,00 dan laba ini akan dibagikan sama rata kepada
Tn. A, Tn. B dan Tn. C sehingga masing- masing akan menerima hak atas Laba Firma
sebesar:
Rp 60.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
3
17
Jurnal pembagian Laba tahun 19X0 adalah sebagai berikut :
1.3.2 Laba Rugi Dibagi Berdasarkan Perbandingan Tertentu Yang Telah Disepakati
Dalam hal pembgaian laba rugi firma dibagi berdasarkan perbandingan tertentu
yang telah disepakati oleh masing-masing anggota, maka pembagian tersebut harus
tercantum dalam akte pendirian firma agar dapat dijamin oleh hukum. Perbandingan
pembagian laba rugi tersebut harus dicantumkan dengan jelas, baik berupa angka
perbandingan maupun prosentase perbandingan (misalnya 1 : 2 : 3 atau 20% : 30% : 40%
: 40%)
Dengan menggunakan contoh 4 di atas, misalnya saja Tuan A, Tn. B, dan Tn. C
sudah bersepakat bahwa laba atau rugi yang diperoleh firma akan dibagi dengan
perbandingan 3 : 1 : 2, maka jurnal dan perhitungan pembagian laba firma tersebut adalah
sebagai berikut
3
Hak Laba untuk Tn. A = x 60.000.000,00 = 30.000.000,00
3+1+2
1
Hak Laba untuk Tn. B = x 60.000.000,00 = 10.000.000,00
3+1+2
2
Hak Laba untuk Tn. C = x 60.000.000,00 = 20.000.000,00
3+1+2
Jumlah = 60.000.000,00
Dengan adanya pembagian laba firma sesuai dengan perbandingan diatas, maka
rekening modal masing-masing anggota akan bertambah sebesar hak diatas labanya
masing-masing. Yaitu sebagai berikut :
18
Rek. Modal = Modal Awal + Hak Atas Laba = Modal Akhir
Dengan adanya pembagian laba firma sesuai dengan perbandingan di atas, maka
rekening modal masing-masing anggota akan bertambah sebesar hak atas labanya
masing-masing, yaitu sebagai berikut :
Apabila laba rugi firma dibagi sesuai dengan perbandingan modal awal masing-
masing anggota, maka yang dijadikan pedoman pembagian adalah jumlah modal awal
masing-masing anggota yang tampak dalam Neraca Awal Firma, jika firma tersebut
19
sudah berjalan selama beberapa tahun, maka yang dimaksud modal awal adalah saldo
modal amsing-masing anggota pada awal tahun. Dengan menggunakan contoh 4 diatas,
modal awal masing-masing anggota firma beserta perhitungan hak diatas laba
berdasarkan rasio modal awal adalah sebagai berikut :
Apabila modal akhir dipakai sebagai dasar pembagian laba rugi firma, maka
diperhitungkan mutasi modal maisng-masing anggota sampai pada pembagian Laba
dilakukan, dengan menggunakan contoh 4 di atas, maka besarnya modal akhir masing-
20
masing anggota dihitung atau dilihat dalam buku besar rekening modalnya masing-
masing sebagai berikut :
Modal Tuan A
Debet Kredit
Modal Tuan B
Debet Kredit
Modal Tuan C
Debet Kredit
Setelah saldo modal akhir Tn. A, B, C diketahui dalam rekening buku besarnya
masing-masing, langkah selanjutnya adalah membuat perhitungan pembagian laba rugi
firma, yaitu sebagai berikut :
21
Nama Saldo Rasio Hak Atas Laba
46.000.000,00 = 60.000.000,00
Laba-Rugi………………Rp 60.000.000,00
Modal Tn. A…………………………...Rp 27.391.300,00
Modal Tn. B……………………………Rp 14.347.800,00
Modal Tn. C……………………………Rp 18.260.900,00
Dengan adanya pembagian laba tersebut, maka saldo modal masing masing
anggota akan menjadi:
22
a. Modal Tuan A:
11 bulan Rp 192.000.000,00
Rp 192.000.000,00
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑛. 𝐴 = = Rp 17.454.540,00
11
b. Modal Tuan B:
Perhitungan modal rata-rata Tn. B dapat menggunakan cara seperti pada perhi-
tungan modal rata-rata Tn. A. Tetapi untuk memberikan alternatif cara perhitungan yang
lain kepada mahasiswa, dapat pula digunakan cara sebagai berikut:
Rp 42.000.000,00
-Rp 14.000.000 X 3 bl (2 April - 1 Juli) =
Rp 66.000.000,00
-Rp 11.000.000 X 6 bl (1 Juli - 31 Des) =
Rp 128.000.000,00
11 bulan
Rp 128.000.000,00
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑛. 𝐵 = = Rp 11.636.360 (Dibulatkan)
11
Perhitungan modal rata-rata Tn. C dapat menggunakan cara seperti pada perhi-
tungan modal rata-rata Tn. A dan Tn. B di atas. Tetapi untuk memberikan alternatif cara
perhitungan yang lain kepada para mahasiswa, dapat pula digunakan cara perhitungan
sebagai berikut:
23
(5X 15.000,00)) + (4 X 18.000.000) + (2 X 14.000.000)
= Rp 15.909.090,00
11
Keterangan:
Angka 5 pada rumus diatas menunjukkan masa modal Tuan C ditanamkar, dalam
bulan, yaitu mulai tanggal 1 Pebruari 19X0 - I Juli 19X0. Demikian pula angka 4
dan 2 vang merupakan jumlah bulan penanaman.
44.999.990
44.999.990
44.999.990
Dengan adanya pembagian laba firma tersebut, maka saldo modal masing-masing
anggota akan bertambah sebesar haknya atas laba masing-masing anggota. Perlu
diketahui disini bahwa untuk menghitung modal rata-rata dapat menggunakan salah satu
cara dari ga cara yang diuraikan di muka, tinggal memilih cara mana yang menurut para
pem- baca yang paling mudah digunakan.
24
1.3.6 Laba - Rugi Dibagi Sama Setelah Dikurangi Gaji dan Bonus
Apabila Laba - Rugi Firma dibagi setelah dikurangi gaji dan bonus, maka yang
menjadi hal penting disini adalah jumlah gaji dan bonus kepada para anggota. Dalam hal
ini terlebih dahulu ditetapkan seberapa besar gaji (misalnya gaji bulanan) kepada para
anggota dan juga diperhitungkan adanya bonus kepada anggota. Setelah gaji dan bonus
ditetap- kan, jumlah gaji dan bonus tersebut dikurangi Laba - Rugi Firma dan sisa laba
setelah gaji dan bonus tersebut barulah dibawa kepada para anggota sesuai dengan
keputusan yang telah disetujui.
Dengan menggunakan contoh 4 di muka, diketahui bahwa gaji dan bonus untuk
masing-masing anggota adalah sebagai berikut:
Gaji
Nama Anggota Bonus
bulanan
Berdasarkan data gaji dan bonus tersebut, dapat dihitung sebagai berikut:
Gají Pemilik
Rp 4.400.000,00 Rp 3.850.000,00 Rp 5500.000,00 Rp 13.750.000,00
( 11 bulan)
Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah gaji dan bonus untuk anggota adalah
sebesar Rp 24.000.000,00. Dengan demikian sisa laba yang akan dibagikan para anggota
sebesar Rp 60.000.000,00 - Rp 24.000.000,00 = Rp 36.000.000,00. Sisa laba sebesar Rp
36.000.000,00 tersebut selanjutnya dibagi sama rata kepada anggota yaitu Amasing-
masing sebesar Rp 12.000.000,00.
25
36.000.000
Tn.A= Rp. 9.200.000,00 + = Rp. 21.200.000,00
3
36.000.000
Tn.B=Rp. 5.650.000,00 + = Rp. 17.650.000,00
3
36.000.000
Tn.C= Rp. 9.150.000,00 + = Rp.21.150.000,00
3
1.3.7 Laba- Rugi Dibagi Sama Setelah Dikurangi Biaya Modal Rata-rata
Dalam pembagian Laba- Rugi sama setelah dikurangi bunga modal rata- rata ini,
terlebih dahulu harus ditentukan besarnya bunga modal rata-rata untuk masing- masing
anggota. Setelah jumlah bunga modal rata- rata tersebut dan sisa laba kemudian
dibagikan kepada para anggota sesuai dengan ketentuan.
26
Dengan demikian, maka hak laba untuk masing- masing anggota adalah sebagai
berikut:
55.950.100,00
Tn. A= Rp. 1.570.900,00 + = Rp. 20.220.930,00
3
55.950.100,00
Tn.B = Rp. 1.047.200,00 + = Rp.19.667.230,00
3
55.950.100,00
Tn.C = Rp. 1.431.800,00 + = Rp. 20.081.840,00
3
= Rp. 60.000.000,00
1.4 Rangkuman
1. Firma (persekutuan/ Partnership) adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh
dua orang atau anggota atau lebih yang bekerjasama dan atas nama bersama. Biasanya
firma merupakan bentuk perluasan dari usaha perseorangan yang memiliki beberapa
sifat/ karakteristik seperti manuak agency, limitied life, unlimitied liability, ownership
of an interest in partnership dam participacing profit.
2. Akuntansi pendirian Firma dapat dicatat dengan menggunakan dua metode pembukuan,
yaitu pembukuan Firma menggunakan buku- buku baru dan pembukuan Firma
melanjutkan buku milik salah seorang anggota Firma yang sudah punya usaha.
Penggunaan metode-metode tersebut dipengaruhi oleh komposisi anggota- anggota
pendiri Firma. Apabila firma didirikan oleh anggota- anggota yang semuanya belum
mempunyai usaha, maka hanya satu metode pembukuan yang dapat digunakan yaitu
metode pembukuan Firma dengan menggunakan buku baru. Tetapi apabila Firma
didirikan oleh anggota- anggota yang salah satu atau semuanya sudah mempunyai
usaha maka kedua metode pembukuan tersebut dapat digunakan semuanya.
3. Pembagian laba- rugi Firma adalah merupakan masalah yang sangat penting untuk
menjaga adanya kerukunan antar anggota dan kelangsungan usaha Firma. Oleh sebab
itulah pembagian laba- Rugi Firma harus ditetapkan lebih dahulu yang selanjutnya
harus dicantumkan di dalam akte pendirian Firma untuk mendapatkan jaminan hukum
apabila ada ketidak beresan dalam pembagian laba- rugi.
27
4. Terdapat beberapa macam cara pembagian laba- rugi Firma yang pada dasarnya
merupakan kesepakatan antara anggota- anggota pendiri Firma dan yang paling penting
adalah pembagian laba- rugi firma harus dinyatakan secara jelas (explisit) dalam akta
pendirian Firma. Apabila tidak ada perjanjian mengenai pembagian laba- rugi Firma,
maka sesuai dengan Undang- undang Firma,Laba atau Rugi Firma akan dibagi sama
besar atau dengan perbandingan yang sama kepada setiap anggota.
28
37
AKUNTANSI UNTUK PERUBAHAN PEMILIKAN FIRMA
PENDAHULUAN
PERUBAHAN PEMILIKAN FIRMA AKIBAT ADANYA ANGGOTA
BARU YANG MASUK
PERUBAHAN PEMILIKAN FIRMA KARENA ADANYA ANGGOTA
YANG KELUAR
RANGKUMAN
Setelah mempelajari bab 2 mengenai akuntansi untuk perubahan firma ini, para
mahasiswa diharapkan mampu untuk :
38
1.1 Pendahuluan
39
Apabila dibuat skema pembahasan dalam bab ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Anggota baru
membeli hak
Perubahan
anggota lama
pemilikan karena
adanya anggota
yang baru masuk
Anggota baru
Akuntansi menginvestasikan
Untuk
kekayaan ke dalam
Perubahan
Firma
Pemilikan
Firma
Perubahan Anggota yang
pemilikan karena keluar memperoleh
ada anggota yang pembayaran sebesar
keluar atau saldo modalnya
meninggal dunia
Anggota yang
keluar memperoleh
pembayaran
berbeda dengan
saldo modalnya
2.2 Perubahan Pemilikna Firma Akibat Adanya Anggota Baru yang Masuk
Apabila ada anggota baru yang masuk menjadi anggota Firma, maka pemilik
Firma akan mengalami peruabahn, demikian pula dalam hal pembagian Laba-Rugi
mengalami perubahan pula. Masuknya anggota baru Firma tersebut dapat dilakukan
melalui cara-cara sebagai berikut:
40
2.2.1 Membeli Hak Anggota Lama
Apabila anggota baru masuk menjadi anggota firma dengan cara mengganti atau
membeli hak anggota lama, maka transaksi jual beli tersebut tidak akan mempengaruhi
modal firma. Sebab transaksi jual beli tersebut adalah merupakan transaksi pribadi antara
anggota baru dengan anggota lama yang menjual haknya. Dalam hal ini firma hanya
mencatat pemindahan modal dari anggota lama kepada anggota baru dan juga mencatat
mengenai hak atas laba-rugi anggota tersebut. Kemudian untuk prosedur hukumnya, para
anggota firma segera membuat akte pendirian baru. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam contoh berikut ini :
Firma “PQR”
Neraca
31 Maret 19X1
Modal R Rp 5.000.000,00
Kasus I:
Tuan S ingin masuk menjadi anggota firma dengan cara membeli hak tuan R
dengan sejumlah pembayaran Rp 7.250.000,00. Jurnal yang dibuat oleh firma dengan
adanya transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
(Mencatat pemindahan hak pemilik Tuan R ke Tuan S sebesar saldo modal Tuan R)
Setelah dijurnal oleh firma, maka Tn R sudah tidak mempunyai hak pemilikan lagi
terhadap firma karena hak kepemilikannya sudah dibeli oleh Tn. S mengenai besarnya
uang kas yang diserahkan Tn. S untuk membeli hak Tn. R, tidak perlu dicatat oleh firma
sebab transaksi penerimaan kasdariTn.S keTn.R adalah urusan pribadi mereka, bukan
urusan firma. Akibatnya pemilik firma sekarang adalah Tn. P, Tn. Q, dan Tn. S .jumlah
modal firma tidak berubah.
41
Kasus 2 :
Tuan. M ingin masuk menjadi anggota firma dengan cara membeli ¼ bagian hak
Tn. P dan ¾ bagian hak Tn. Q . Dengan adanya transaksi ini, maka hak Tn. P akan
berkurang ¼ bagian dan hak Tn. P akan berkurang ¾ bagian.
Perhitungan :
- Modal Tn. P di debet sebesar = ¼ x Rp 4.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
- Modal Tn. Q di debet sebesar = ¾ x Rp 6.000.000,00 = Rp 4.500.000,00
Dengan masuknya Tn. M menjadi anggota firma, maka di dalam firma tidak
mengalami perubahan di dalam jurnal modal, hanya saja komposisi modal akan berubah
yaitu sebagai berikut :
Modal Tn M - Rp 5.500.000,00
Untuk kasus nomer 2, terjadi permasalahan terhadap pembagian laba-rugi yaitu Tn.
M akan memperoleh haknya sesuai dengan hak Tn. P dan Tn. Q yang dibelinya ataukah
harus diadakan perjanjian baru. Apabila menggunakan asumsi bahwa Tn. M akan
memperoleh hak atas Laba-Rugi firma sesuai dengan proporsi hak Tn.P dan Tn. Q yang
dibelinya, maka tidak lagi terjadi masalah. Misalnya saja perbandingan Laba-rugi firma
sebelum dan sesudah masuknya Tn. M. adalah sebagai berikut:
42
Nama Anggota Hak Atas Laba Hak Atas Laba
Sebelum masuknya Tn. M Setelah masuknya Tn. M
Tn. P 28 % 21%
Tn. Q 40 % 10 %
Tn. R 32 % 32 %
Tn . M - 37 %
Jumlah 100 % 100 %
Anggota baru dapat menjadi anggota firma dengan cara menyetorkan kekayaannya
atau memasukkan investasi tersebut ke dalam firma. Dengan memasukkan investasi
tersebut, anggota lama firma akan mengakui hak dan kewajiban anggota baru dan
selanjutnya anggota baru tersebut akan menjadi pemilik firma bersama-sama anggota-
anggota lama.
Ada beberapa kemungkinan pencatatan besarnya modal anggota baru yang diakui
oleh firma, yaitu :
a. Modal anggota baru dicatat sebesar kekayaan yang disetorkan ke dalam firma
b. Modal anggota baru dicatat lebih besar daripada kekayaan yang disetorkan
kepada firma
c. Modal anggota baru dicatat lebih kecil daripada kekayaan yang disetorkan ke
dalam firma
d. Modal anggota baru dicatat setelah pembentukan Good Will kepada anggota
lama
Tuan Danar masuk menjadi anggota firma dengan menyetorkan uang sebesar Rp
4.000.000.00 dan diakui haknya sebesar setorannya. Jurnal yang dibuat atas masuk-nya
Tn. Danar adalah :
43
Kas………………………………Rp 4.000.000,00
Modal Tn. Danar………………………………Rp 4.000.000,00
Permasalahan yang timbul adalah berapa hak atas laba-rugi firma milik Tn. Danar
?.Masalah pembagian laba-rugi ini harus dibuat perjanjian lagi oleh anggota-anggota
firma tersebut. Misalnya saja Tn. Danar diberi hak atas laba firma sebesar 25%, maka
hak atas laba untuk anggota lama tinggal sebesar 100%-25% = 75% dan ini akan dibagi
kepada Tn. Dana, Tn. Dino dan Tn. Dono dengan cara sebagai berikut :
Dengan menggunakan contoh pada nomor 1 diatas, Tuan Danar masuk dengan
menyetorkan uang sebesar Rp 4.000.000,00 dan diakui hanya sebesar 30% dari total
modal firma yang baru, maka modal Tuan Danar yang dicatat oleh Firma akan dihitung
dengan cara sebagai berikut:
44
2. Hak Modal Tuan Danar yang diakui Firma adalah sebesar:
Berdasarkan perhitungan diatas, ternyata modal Tn. Danar dicatat lebih tinggi
daripada setorannya. Kelebihan pencatatan modal diatas setorannya dapat diperlakukan
menjadi dua jenis perlakuan, yaitu:
1) Kelebihan tersebut diangap sebagai bonus yang diberikan kepada anggota baru.
2) Kelebihan tersebut dianggap sebagai pembentukan Goodwill untuk anggota baru.
Apabila kelebihan modal Tn. Danar diatas setorannya sebesar Rp.1.700.000,00 itu
dianggap sebagai bonus yang diterimanya dari anggota lama, maka modal anggota lama
akan berkurang Rp.1.700.000,00 dan ditanggung oleh masing-masing anggota lama
sesuai dengan perbandingan Laba-Rugi dengan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah = Rp.1.700.000,00
Dengan adanya bonus untuk Tn. Danar, maka komposisi modal Firma beserta
perbandingan Laba-Rugi akan tampak sebagai berikut:
45
Nama Jumlah Modal Hak atas Laba-Rugi Firma
Anggota Sebelum Tuan Sesudah Tuan Sebelum Tuan Sesudah Tuan
Danar Masuk Danar Masuk Danar Masuk Danar Masuk
Modal anggota lama tidak dikurangi jumlahnya, oleh karena itulah dibentuk
Goodwill. Dengan adanya pembentukan Goodwill tersebut, komposisi modal masing-
masing anggota adalah sebagai berikut:
46
c. Modal Anggota Baru Dicatat Lebih Kecil Daripada Setorannya
Untuk memperluas usahanya, Tn. Aries dan Ny. Nita setuju untuk mengajak Tn.
Rifani sebagai anggota Firma yang baru. Untuk itu Tn. Rifani diharuskan membayar uang
tunai sebesar Rp.7.500.000,00 dan untuk itu haknya diakui sebesar 23% dari modal yang
baru.
Jumlah modal Firma yang baru adalah Rp.30.000.000,00 yang terdiri dari
Rp.10.500.000,00 + Rp.12.000.000,00 + Rp.7.500.000,00
Dengan adanya perhitungan tersebut, hak modal Tn. Rifani dicatat lebih kecil
daripada setorannya sebesar Rp.600.000,00. Kekurangan pencatatan modal dari
setorannya itu dapat dianggap sebagai pemberian bonus dari anggota baru kepada
anggota lama atau pembentukan bonus untuk anggota lama.
Apabila modal Tn. Rifani (anggota baru) dicatat lebih kecil daripada setorannya
sebesar Rp.600.000,00 tersebut dianggap sebagai pemberian bonus kepada anggota lama,
maka akibatnya modal anggota lama akan bertambah masing-masing sebesar:
47
Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat pemberian bonus kepada anggota lama
dan masuknya Tn.Rifani adalah sebagai berikut:
Kas ................................................. Rp.7.500.000,00
Modal Tn. Rifani ................................................... Rp.6.900.000,00
Modal Tn. Arifin ................................................... Rp.240.000,00
Modal Ny. Nita ...................................................... Rp.360.000,00
Dengan masuknya Tn. Rifani, komposisi modal dan hak atas laba-rugi masing-
masing anggota tampak sebagai berikut:
d. Modal Anggota Baru Dicatat Setelah Pembentukan Goodwill Untuk Anggota Lama
Dengan menggunakan contoh Firma Tn. Aries dan Ny. Nita diatas apabila setoran
Tn. Rifani sebesar Rp.7.500.000,00 tersebut dianggap sebagai 23% dari total modal,
maka total modal persekutuan yang baru adalah sebagai berikut:
100
𝑋 Rp.7.500.000,00 = Rp.32.608.700,00 (pembulatan)
23
Modal firma yang sesungguhnya = Rp.30.000.000,00
Goodwill yang harus dibentuk = Rp.2.608.700,00
48
Jurnal yang harus dibuat ada 2 macam, yaitu:
Dengan adanya pembentukan Goodwill untuk anggota lama dan masuknya Tuan
Rifani sebagai anggota baru, komposisi modal firma adalah sebagai berikut:
Apabila ada salah satu atau lebih anggota Firma keluar dari keanggotaan Firma,
maka anggota tersebut akan menyelesaikan masalah keuangan atau kekayaan yang masih
tertanam di dalam Firma. Demikian pula halnya apabila ada anggota yang meninggal
dunia.
Pada umumnya anggota yang keluar akan memperoleh hak kekayaan sebesar yang
tercatat di dalam modal Firma. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan masalah keuangan anggota yang keluar atau meninggal dunia.
Kemungkinan kemungkinan tersebut adalah:
49
a. Anggota Firma yang keluar memperoleh hak sebesar saldo modalnya.
b. Anggota yang keluar memperoleh hak lebih besar daripada saldo modalnya.
c. Anggota Firma yang keluar memperoleh hak lebih kecil dari pada saldo modalnya.
2.3.1 Anggota Firma yang Keluar Memperoleh Hak Sebesar Saldo Modalnya
Apabila ada anggota Firma yang keluar dan akan memperoleh haknya sebesar saldo
modalnya, maka terlebih dahulu harus dihitung saldo modal akhir anggota tersebut
setelah disesuaikan dengan laba atau rugi sampai dengan saat anggota tersebut keluar.
Yang dimaksut dengan saldo modal disini adalah saldo modal akhir.
Contoh:
Firma KLMN membagi laba – rugi kepada anggotanya setelah dikurangi gaji
dengan perbandingan 3 : 4: 1 : 2 pada tanggal 1 Agustus 19B, pra anggota telah men-
yetujui Tn. M keluar dari keanggotaan Firma. Pada saat ini struktur modal Firma dan
tarip gaji bulanan adalah sebagai berikut:
Jumlah Rp 22.700.000,00
Diketahui pula bahwa laba Firma sampai dengan tanggal 1 Agustus 19B adalah
sebesar Rp 22.875.000,00
Berdasarkan contoh diatas, terlebih dahulu harus dihitung saldo modal akhir
masing-masing anggota dengan cara sebagai berikut:
50
KETERANGAN TUAN K TUAN L TUAN M TUAN N JUMLAH
(7 bulan)……
2. Laba = 22.875.000,00
Gaji = 7.875.000,00
Sisa = 15.000.000,00
K = 3/10 X 15.000.000,00
4.500.000,00
L = 4/10 X 15.000.000,00
6.000.000,00
M = 1/10 X 15.000.000,00
1.500.000,00
N = 2/10 X 15.000.000,00
3.000.000,00
Jumlah
15.000.000,00
Per1Agustus19B
51
Dengan keluarnya Tn. M komposisi modal Firma tampak sebagai berikut:
Sebelum Sesudah
Tn. M Keluar Tn. M Keluar
2.3.2 Anggota Firma Yang Keluar Memperoleh Hak Lebih Besar Daripada Saldo Modalnya
Apabila anggota yang keluar hanya diberikan lebih besar dari pada saldo modal
akhirnya, maka ada dua kemungkinan perlakuan akuntansi yang timbul, yaitu:
Jumlah = Rp 900.000,00
52
menggunakan contoh diatas, kelebihan pembayaran kepada Tn. M sebesar Rp.
900.000.00 dianggap sebagai pembentukan Goodwill yang dapat dibagi menjadi:
a. Pembentukan Goodwill hanya untuk anggota yang keluar jurnal yang harus
dibuat adalah:
10
X Rp. 900.000,00 = Rp. 9.000.000,00
1
Goodwill sebesar Rp. 9.000.000,00 tersebut akan dibagi kepada para anggota
sebagai berikut :
2.3.3. Anggota Firma Yang Keluar Memperoleh Hak Lebih Kecil Dari Pada Saldo Modalnya
Apabila anggota yang keluar haknya diberikan lebih kecil daripada saldo modal
akhirnya, maka ada dua perlakuan akuntansi yaitu:
53
1. Selisih antara hak dan saldo modal akhirnya dianggap sebagai pemberian bonus
kepada anggota yang ditinggalkan.
2. Selisih antara hak dan saldo modal akhirnya dianggap sebagai pembentukan
Goodwill.
Dengan menggunakan contoh dimuka, misalnya saja Tn. M yang keluar bersedia
dibayar atau dinilai hak modalnya sebesar Rp. 6.195.000,00 sedangkan saldo modal
akhirnya sebesar Rp. 6.825.000,00. Akibatnya selisih antara hak dan saldo modal akhir
Tn. M adalah sebesar: Rp.6.195.000,00 - Rp. 6.825.000,00 = Rp. 630.000,00
Catatan :
Goodwill negatif artinya adanya pengurangan terhadap Goodwill Firma yang
sudah terbentuk sebelumnya.Jadi metode pembentukan Goodwill pada anggota Firma
yang keluar haknya dicatat lebih kecil daripada setorannya hanya dapat digunakan/
54
dilakukan apabila sudah ada Goodwill yang sudah terbentuk sebelumnya pada buku
Firma.
2.4 Rangkuman
1. Perubahan pemilikan firma dapat terjadi apabila ada anggota baru yang masuk
menjadi anggota atau dapat pula terjadi apabila ada anggota yang keluar. Dengan
adanya perubahan pemilikan berarti secara hukum Firma tersebut dinyatakan sudah
bubar, tetapi secara ekonomis Firma masih berjalan, hanya saja harus diadakan
perubahan dalam akta pendirian agar baik secara hukum maupun secara ekonomis
masih dinyatakan hidup/berlangsung terus.
2. Dalam kasus adanya anggota baru yang masuk sebagai anggota Firma, terdapat empat
kemungkinan pencatatan besarnya modal anggota baru, yaitu modal anggota baru
dicatat.
(1) Sebesar kekayaan yang disetorkan.
(2) Lebih besar daripada kekayaan yang disetorkan, dan
(3) Lebih kecil daripada kekayaan yang disetorkan.
(4) Setelah pembentukn Goodwill untuk anggota lain.
3. Dalam kasus adanya anggota yang keluar atau meninggal dunia terdapat tiga
kemungkinan pencatatan. Yaitu anggota yang keluar atau meninggal akan
memperoleh haknya.
(1) Sebesar saldo modal akhirnya
(2) Lebih besar daripada saldo modal akhirnya
(3) Lebih kecil daripada saldo modal akhirnya
4. Metode goodwill bisa digunakan dalam kasus perubahan pemilikan firma, tetapi bila
terjadi goodwill negatif, maka metode tersebut tidak boleh digunakan kecuali
sebelumnya firma sudah memiliki goodwill yang bersaldo positif.
55
BAB
3
AKUNTANSI
PEMBUBARAN
FIRMA
58
AKUNTANSI PEMBUBARAN FIRMA
PENDAHULUAN
PEMBUBARAN FIRMA DENGAN METODE LIKUIDASI DILAKUKAN
SECARA SERENTAK
PEMBUBARAN FIRMA DENGAN METODE LIKUIDASI DILAKUKAN
SECARA BERANGSUR
RANGKUMAN
Tujuan pembahasan bab III mengenai Akuntansi Pembubaran Firma ini adalah
mahasiswa dapat:
1. Memahami latar belakang suatu Firma dibubarkan dan tahap – tahap dalam
akuntansi pembubaran Firma.
59
3.1. Pendahuluan
“suatu proses yang meliputi merubah aktiva non-kas menjadi kas,mengakui laba
atau rugi dari proses perubahan aktiva non-kas menjadi kas,melunasi
kewajibanfirma,dan akhirnya membagi semua kas yang dimiliki firma kepada
masing-masing anggota sesuai sesuai dengan saldo modalnya”.
1. Sistem perekonomian masyarakat atau negara yang tidak mendukung lagi adanya
kegiatan usaha,seperti adanya undang-undang pemerintah,sistem monopoli oleh
perusahaan-perusahaan besar dan sebagainya,yang kesemuanya itu tidak
memungkinkan lagi suatu firma bertahan hidup.
60
Akuntansi pembuuatan firma dalam bab ini akan membahas mengenai tahapan dan
prosedur akuntansi untuk mencatat proses pembuatan firma.adapun tahapan dalam
akuntansi pembubaran firma terdiri dari dua tahapan,yaitu:
1. Tahap realisasi ,yaitu tahapan pelaksanaan penjualan aktiva-aktiva non kas milik
firma menjadi kas (uang tunai),dan
2. Tahap likuidasi,yaitu tahap pelunasan-pelunasan kewajiban atau hutang –hutang
firma dan diakhiri dengan pengembalian modal kepada para anggota firma.
Kedua tahap tersebut adalah merupakan urutan dalam pembubaran firma.khusus
untuk tayap yang ke dua,yaitu tahap likuiditas dapat menggunakan dua metode,yaitu:
1. Pada saat realisasi aktiva non kas menjadi kas,apabila terjadi perbedaan antara nilai
buku aktiva non kas dengan nilai realisasi (harga jual)yang dapat mengakibatkan
laba atau rugi realisasi tersebut harus dibagikan kepada para anggota sesuai dengan
perbandingan laba-rugi firma.laba –rugi tersebut kemudian dicatat kedalam saldo
modal masing-masing anggota,kemudian saldo modal akhir para anggota akan
digunakan sebagai dasar penyesuaian (likuidasi).
61
2. Setelah realisasi aktiva non kas menjadi kas dan semua uang tunai sudah terkumpul
maka urut-urutan pembagian kas diatur sebagai berikut(UPA,pasal 40):
a. Menyelesaikan hutang-hutang firma kepada pihak luar(kreditur ekstern)
b. Menyelesaikan hutang-hutang firma kepada angota firma(kreditur intern)
c. Melakukan pembagian modal kepada para anggota
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai akuntansi pembubaran firma
dengan metode likuidasi dilakukan secara serentak dapat dilihat dalam contoh beriut ini.
Contoh 3.1:
Firma “GHI”
NERACA
Per 31 Desember 19X1
62
b. Realisasi Aktiva Tetap Rp 28.000.000,00 b. Jurnal Realisasi
Nilai buku Aktiva Tetap Rp 40.000.000,00 Aktiva Tetap:
Rugi Realisasi Rp 12.000.000,00 Kas Rp 28.000.000,00
Modal G Rp 3.600.000,00
Dibagikan kepada GHI dengan Modal H Rp 2.400.000,00
Rasio 30% : 20% : 50% Modal I Rp 6.000.000,00
Aktiva Tetap Rp 40.000.000,00
b. Realisasi Piutang Dagang Rp 27.500.000,00 c. Jurnal Realisasi
Nilai buku Piutang Dagang Rp 30.000.000,00 Piutang Dagang:
Rugi Realisasi Rp 2.500.000,00 Kas Rp 27.500.000,00
Modal G Rp 750.000,00
Dibagikan kepada GHI dengan Modal H Rp 500.000,00
Rasio 30% : 20% : 50% Modal I Rp 1.250.000,00
Piutang Dagang Rp 30.000.000,00
Setelah tahap realisasi non kas selesai,dihitung dahulu jumlah uang tunai yang
ada,yaitu sebesar Rp 10.000.000,00(kas yang ada di neraca) + Rp 93.500.000,00 (berasal
dari realisasi non kas) = Rp 103.500.000,00. Selanjutnya uang kas sebesar Rp
103.500.000,00 ini akan didistribusikan sesuaib dengan tata urutan pembagian melalui
tahap likuidasi dengan jurnal sebagai berikut:
Likuidasi Kas
Keterangan Jurnal Likuidasi
a. Menyelesaikan hutang kepada a. Menyelesaikan (melunasi) Hutang Dagang &
pihak luar berupa Hutang Bank
Dagang Rp 15.000.000,00 dan Hutang Dagang Rp 15.000.000,00
Hutang Bank Rp Hutang Bank Rp 25.000.000,00
25.000.000,00 Kas Rp 40.000.000,00
b. Uang Kas yang ada Rp 103.500.000,00
Pelunasan hutang Rp 40.000.000,00 b. Menyelesaikan
Sisa Kas Rp 63.500.000,00 (melunasi) hutang pada
Untuk membayar hutang Tn.G Tn.G
sebesar Rp10.000.000,00 Hutang Tn.G Rp 10.000.000,00
(kreditur intern) Kas Rp 10.000.000,00
c. Kas yang ada
pelunasan hutang Tn.G Rp 63.500.000,00 c. Pengembalian Modal
Sisa Kas Rp 10.000.000,00 Kepada Para Anggota
d. Akan dibagikan kepada GHI Rp 53.000.000,00 Modal Tn.G Rp 18.050.000,00
sesuai dengan saldo modal Modal Tn.H Rp 13.700.000,00
akhirnya (lihat buku besar Modal Tn.I Rp 21.750.000,00
modal masing anggota Kas Rp 53.500.000,00
dibawah)
Buku besar modal masing-masing anggota setelah adanya- proses likuidası firma
dapat dilihat di bawah ini:
Modal Tn. G
No Keterangan Debut (Rp) Kredit (Rp) Saldo (Rp)
1. Saldo per 31 Desember 19X1 20.000.000,00 20.000.000,00
2. Realisasi persediaan 2.400.000,00 22.400.000,00
3. Realisasi Aktiva Tetap 3.600.000,00 18.800.000,00
4. Realisasi Piutang Dagang 750.000,00
Saldo akhir 18.050.000,00
63
Modal Tn. H
No Keterangan Debut (Rp) Kredit (Rp) Saldo (Rp)
1. Saldo per 31 Desember 19X1 15.000.000,00 15.000.000,00
2. Realisasi persediaan 1.600.000,00 16.600.000,00
3. Realisasi Aktiva Tetap 2.400.000,00 14.200.000,00
4. Realisasi Piutang Dagang 500.000,00
Saldo akhir 13.700.000,00
Modal Tn. I
No Keterangan Debut (Rp) Kredit (Rp) Saldo (Rp)
1. Saldo per 31 Desember 19X1 25.000.000,00 25.000.000,00
2. Realisasi persediaan 4.000.000,00 29.000.000,00
3. Realisasi Aktiva Tetap 6.000.000,00 23.000.000,00
4. Realisasi Piutang Dagang 1.250.000,00
Saldo akhir 21.750.000,00
Setelah jurnal realisasi dan jurnal likuidasi dibuat, berarti proses pembubaran
Firma sudah selesai dengan ditandai adanya pengembalian modal kepada masing-masing
anggota sebesar saldo modal akhirnya, yaitu Tn. G menerima Rp 18.050.000,00: Tn. H
menerima Rp 13.700.000,00; dan Tn. I menerima Rp 21.750.000,00.
Untuk mendapatkan rincian yang lebih lengkap mengenai proses realisasi dan
likuidasi Firma, dapat dibuat dalam bentuk laporan yang disebut dengon Laporan
Likuidasi yang tampak sebagai berikut: (lihat halaman berikutnya).
64
Firma “GHI”
Laporan Likuidasi Firma
2-Januari-19X2
Keterangan Kas Piutang Persediaan Aktiva Hutang Hutang Hutang Modal Modal Modal
(Rp) Dagang (Rp) Tetap Dagang Bank (Rp) Tuan G Tuan G Tuan H Tuan I (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1. Saldo per-31
Des 19XI 10.000.000 30.000.000 30.000.000 40.000.000 15.000.000 25.000.000 10.000.000 20.000.000 15.000.000 25.000.000
2. Realisasi -
persediaan dan
pembagian laba 38.000.000 - (30.000.000) - - - 2.400.000 1.600.000 4.000.000
48.000.000 30.000.000 - 40.000.000 15.000.000 25.000.000 10.000.000 22.400.000 16.600.000 29.000.000
3. Realisasi aktiva
tetap dan
pembagian rugi 28.000.000 - - (40.000.000) - - - (3.600.000) (2.400.000) (6.000.000)
76.000.000 30.000.000 - - 15.000.000 25.000.000 10.000.000 18.800.000 14.200.000 23.000.000
4. Realisasi
piutang dagang
dan pembagian
rugi 27.500.000 (30.000.000) - - - - - (750.000) (500.000) (1.250.000)
103.500.000 - - - 15.000.000 25.000.000 10.000.000 18.050.000 13.700.000 21.750.000
5. Pelunasan
hutang dagang (15.000.000) - - - (15.000.000) - - - - -
88.500.000 - - - - 25.000.000 10.000.000 18.050.000 13.700.000 21.750.000
6. Pelunasan
hutang bank (25.000.000) - - - - (25.000.000) - - - -
63.500.000 - - - - - 10.000.000 18.050.000 13.700.000 21.750.000
7. Pelunasan
hutang kepada
Tuan G (10.000.000) - - - - - (10.000.000)
53.500.000 - - - - - - 18.050.000 13.700.000 21.750.000
8. Pengembalian
modal kepada
para anggota (53.500.000) - - - - - - (18.050.000) (13.700.000) (21.750.000)
- - - - - - - - - -
74
a. Salah satu anggota mempunyai saldo modal akhir defisit, tetapi anggota tersebut
mampu menghapus defisit tersebut (membayar).
b. Salah satu anggota mempunyai saldo akhir defisit dan anggota tersebut tidak
mampu untuk membayar.
a). Ada Anggota yang Saldo Modal Akhirnya Defisit, tetapi Mampu Membayar.
Dalam tahap realisasi aktiva non kas menjadi kas apabila terjadi kerugian dalam
realisasinya, maka timbul kemungkinan adanva salah satu atau beberapa anggota yang
modal akhirnya bersaldo debet atau defisit. Sebagai konsekuensinya, maka anggota yang
modalnya defisit tersebut diharuskan menghapuskan defisitnya dengan cara membayar
atau menyetorkan sejumlah uang kepada fima sehingga saldo modalnya yang defisit akan
habis atau dengan kata lain saldo modal akhirnya nol.
Selanjutnya dalam tahap likuidasi, anggota yang saldo modalnya defisit tadi tidak
mempunyai hak lagi dalam pembagian likuidasi dan sisa uang yang ada hanya dibagikan
kepada anggota lain yang bersaldo kredit.
Dengan menggunakan contoh 3.1 di muka, apabila diketahui bahwa dalam proses
realisasi terjadi hal-hal sebagai berikut:
o Piutang Dagang hanya dapat ditagih sebesar Rp 18.000.000,00
o Aktiva tetap dijual dengan harga Rp 20.000.000,00
o Persediaan laku dijual sebesar Rp 9.000.000,00
Berdasarkan pada tabel laporan likuidasi diatas, ternyata setelah tahap realisasi
selesai (No. 2 - No. 4) ada salah seorang anggota yang saldo modalnya defisit yaitu Tn.
I yang defisit sebesar Rp 1.500.000,00.
Adapun jurnal yang harus dibuat untuk mencatat proses pembubaran Firma ‘GHI’
adalah sebagai berikut:
75
Firma “GHI”
Laporan Likuidasi Firma
2-Januari-19X2
Keterangan Kas Piutang Persediaan Aktiva Hutang Hutang Hutang Modal Modal Modal
(Rp) Dagang (Rp) Tetap Dagang Bank (Rp) Tuan G Tuan G Tuan H Tuan I
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (30%) (20%) (50%) (Rp)
(Rp) (Rp)
1. Saldo per-31 Des 19XI
10.000.000 30.000.000 30.000.000 40.000.000 15.000.000 25.000.000 10.000.000 20.000.000 15.000.000 25.000.000
2. Realisasi piutang dagang
dan pembagian rugi
18.000.000 - - - - - - 3.600.000 2.400.000 6.000.000
28.000.000 30.000.000 30.000.000 40.000.000 15.000.000 25.000.000 10.000.000 16.400.000 12.600.000 19.000.000
3. Realisasi aktiva tetap dan
pembagian rugi
20.000.000 - - (40.000.000) - - - (6.000.000) (4.000.000) (10.500.000)
48.000.000 - 30.000.000 - 15.000.000 25.000.000 10.000.000 10.400.000 8.600.000 9.000.000
4. Realisasi persediaan dan
pembagian rugi
9.000.000 - (30.000.000) - - - - (6.300.000) (4.200.000) (10.500.000)
57.000.000 - - - 15.000.000 25.000.000 10.000.000 4.100.000 4.400.000 (1.500.000)
5. Pelunasan hutang dagang
(15.000.000) - - - (15.000.000) - - - - -
42.000.000 - - - - 25.000.000 10.000.000 4.100.000 4.400.000 (1.500.000)
6. Pelunasan hutang bank
(25.000.000) - - - - (25.000.000) - - - -
17.000.000 - - - - - 10.000.000 4.100.000 4.400.000 (1.500.000)
76
1. Jurnal realisasi Piutang Dagang:
Kas...................................... Rp 18.000.000,00
Modal G ............................. Rp 3.600.000,00
Modal H ............................. Rp 2.400.000,00
Modal I ............................... Rp 6.000.000
Piutang Dagang ................................................................... Rp 30.000.000,00
77
Berdasarkan jurnal dan perhitungan dalam laporan likuidasi diatas, anggota yang
tidak defisit yaitu Tn. G dan Tn. H akan menerima pengembalian modal sebesar saldo
modal akhirnya yaitu masing-masing sebesar Rp 4.100.000,00 dan Rp 4.400.000,00.
Sedangkan anggota yang defisit yaitu Tn. I tidak menerima pengembalian modal, bahkan
Tn. I diharuskan menyetorkan kembali uang sejumlah Rp 1.500.000,00 kepada Firma
untuk menutup defisit modalnya.
b). Ada Anggota Yang Saldo Modal Akhirnya Defisit dan Tidak Mampu Membayar.
Apabila ada salah satu seorang anggota Firma setelah tahap realisasi saldo
modalnya defisit, maka anggota tersebut diwajibkan untuk membayar atau menyetorkan
sejumlah uang untuk menghapus defisit tersebut dan selanjutnya uang setoran beserta
sisa kas dari realisasi dibagikan kepada anggota yang tidak defisit.
Bagaimana jika terjadi anggota yang defisit tersebut tidak mampu membayar
sejumlah uang untuk menghapus defisit tersebut?
Apabila terjadi hal yang demikian, maka yang mengandung defisit tersebut adalah
anggota yang tidak defisit dan dibebankan sesuai dengan perbandingan Laba – Rugi.
Dengan menggunakan ontoh di atas, apabila ternyata Tuan I yang mempunyai saldo
modal akhir defisit sebesar Rp 1.500.000,00 tidak mampu untuk membayar uang untuk
menutup defisitnya, maka defisit sebesar Rp 1.500.000,00 milik Tuan I akan ditanggung
oleh Tn. G dan Tn. H masing-masing sebesar proporsi laba – ruginya.
Jurnal dan perhitungan untuk mencatat pembebanan defisit Tuan I adalah sebagai
berikut:
Jurnal untuk mencatat pembebanan defisit Tn. I kepada Tn.G dan Tn. H adalah sebagai
berikut:
Perhitungan:
Tn. G = 30/50 × Rp 1.500.000,00 = Rp 900.000,00
Tn. H = 20/50 × Rp 1.500.000,00 = Rp 600.000,00
Jumlah = Rp 1.500.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut berarti modal Tn. G dan Tn. H akanberkurang
masing-masing sebesar Rp 900.000,00 dan Rp 600.000,00 sedangkan modal I sudah
tidak defisit lagi namun meskipun demikian Tn. I tetap tidak mendapatkan pengembalian
modal.
78
Adapun pengembalian modal kepada Tn. G dan Tn. IH adalah sebesar saldo modal
akhirnya setelah dikurangi denganbeban defisit dari Tn. I. Dengan demikian apabila
dibuat ikhtisar penembalian modal akan tampak sebagai berikut:
Sedangkan jurnal yang harus dibuat untuk mencatat pengembalian modal kepada
para anggota adalah sebagai berikut:
Tahap realisasi yang merupakan tahap paling penting dalam proses pembubaran
Firma, ada kalanya memerlukan waktu yang lama sehingga pembayaran hutang kepada
kreditur ekstern dan kreditur intern serta pengembalian modal kepada anggota juga akan
mengalami kelambatan. Apabila terjadi hal yang demikian, cara yang digunakan untuk
mengatasi kelambatan likuidasi adalah dengan menggunakan metode likuidasi secara
berangsur atau bertahap.
Kemp dan Philips (1989) mengatakan bahwa metode likuidasi secara berangsur
adalah:
79
“Suatu metode pembayaran likuidais dengan cara bertahap artinya setiap ada uang
kas dari hasil realisasi aktiva non kas menjadi kas akan langsung dilakukan
pembayaran kepada para anggota yang mempunyai saldo kredit rekening
modalnya.”
Ada 2 (dua) metode pembagian kas yang dapat digunakan dalam likuidasi yang
dilakukan secara berangsur, yaitu:
1. Pembagian kas tanpa program kas, dan
2. Pembagian kas dengan program kas.
Yang dimaksud dengan pembagian kas tanpa program kas adalah perhitungan
pembagian kas yang ada dari setiap tahap realisasi kepada para anggota setelah pelunasan
hutang-hutang Firma. Pembagian kas kepada para anggota ini tanpa direncanakan atau
disusun adanya prioritas pembayaran terlebih dahulu dan yang dipakai sebagai dasar
pembagian adalah perbandingan pembagian Laba – Rugi.
Adapun prosedur yang harus dilakukan dalam pembagian kas tanpa program kas
adalah sebagai berikut:
a. Mencatat realisasi aktiva non kas yang berhasil dijual;
b. Membebankan laba atau rugi akibat realisasi aktiva non kas kepada modal masing-
masing anggota;
c. Melunasi hutang-hutang dengan menggunakan uang kas yang ada;
d. Apabila sebagian aktiva non kas yang belum berhasil dijual, maka dianggap suatu
kerugian dan membebankan kerugian tersebut kepada para anggotanya;
e. Apabila ada biaya likuidasi yang timbul, biaya tersebut dibebankan kepada para
anggota sesuai dengan pembandingan laba rugi;
f. Membagikan kas yang ada sebagai pengembalian modal kepada anggota-anggota
yang mempunyai rekening modal bersaldo kredit (tidak defisit).
80
Contoh 2 :
Berikut ini adalah Neraca Fa. “PQRS” sebelum likuidasi per 31 Desember 19X1
Fa. "PQRS"
Neraca
31 Desember 19X1
Likuidasi Firma dilakukan secara berangsur yang terdiri dari tahapan sebagai
berikut :
a. Januari – 19X2
- Piutang berhasil ditagih sebesar Rp 15.000.000
Aktiva tetap yang harga pokonya Rp 250.000.000 bergasih dijual seharga Rp
275.000.000
b. Maret – 19X2
- Persediaan yang harga pokoknya Rp 180.000.000 laku dijual seharga Rp
220.000.000
c. Mei – 20X2
- Sisa persediaan yang belum tertagih dihapuskan
- Piutang yang belum ditagih dihapuskan
- Sisa Aktiva Tetap laku dijual seharga Rp 390.000.000
81
Laba realisasi Aktiva Tetap
Rp 275.000.000 – Rp 250.000.000 = Rp 25.000.000
Jumlah = Rp 25.000.000
Kas.................................. Rp 290.000.000
Piutang Dagang................................ Rp 15.000.000
Aktiva Tetap..................................... Rp 250.000.000
Modal Tn. P...................................... Rp 7.500.000
Modal Tn. Q..................................... Rp 5.000.000
Modal Tn. R..................................... Rp 6.250.000
Modal Tn. S..................................... Rp 6.250.000
c. Membebankan aktiva non kas yang belum terjual dianggap sebagai kerugian
dengan perhitungan sebagai berikut :
82
Modal Modal Modal Modal
Tn. P (30 %) Tn. Q (20 %) Tn. R (25 %) Tn. S (25 %)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Saldo 1 - Jan
200.000.000 175.000.000 215.000.000 260.000.000
19X2
LabaReali. Thp I 7.500.000 5.000.000 6.250.000 6.250.000
207.500.000 180.000.000 221.250.000 266.250.000
RugiAktiva non
kas
yang belumdijual
Rp655.000.000 (196.500.000) (131.000.000) (163.750.000) (163.750.000)
Saldo 31 Jan
11.000.000 49.000.000 57.500.000 102.500.000
19X2
83
Kas......................... Rp 220.000.000
Persediaan..................... Rp 180.000.000
Modal Tn. P................... Rp 12.000.000
Modal Tn. Q................... Rp 8.000.000
Modal Tn. R.................... Rp 10.000.000
Modal Tn. S.................... Rp 10.000.000
b. Aktiva non kas yang belum terjual sampai 31 Jan 19X2.... Rp 655.000.000
Aktiva non kas yang terjual Maret 19X2...........................Rp 180.000.000-
Aktiva non kas belum terjual dianggap kerugian, sehingga saldo modal
masing-masing anggota sampai tanggal 31 Maret 19X2 akan tampak sebagai
berikut :
Modal Modal Modal Modal
Tn. Q (20
Tn. P (30 %) Tn. R (25 %) Tn. S (25 %)
%)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
Saldo Awal
1 - Jan 19X2 200.000.000 175.000.000 215.000.000 260.000.000
Pembagian Tahap
(11.000.000) (49.000.000) (57.500.000) (102.500.000)
I
189.000.000 126.000.000 157.500.000 157.500.000
Bagian Laba
Realisasi Tahap I 7.500.000 5.000.000 6.250.000 6.250.000
Bagian Laba
Realisasi Tahap II 12.000.000 8.000.000 10.000.000 10.000.000
208.500.000 139.000.000 173.750.000 173.750.000
Beban Rugi
karena Aktiva
non kas belum
terjual (142.500.000) (95.000.000) (118.750.000) (118.750.000)
Saldo modal per 66.000.000 44.000.000 55.000.000 55.000.000
31 Maret 19X2
84
Modal Tn. P…………..Rp 66.000.000,00
Modal Tn. Q………….Rp 44.000.000,00
Modal Tn. R………….Rp 55.000.000,00
Modal Tn. S……….….Rp 55.000.000,00
Kas……………………………………..Rp 220.000.000,00
Jurnal penghapusan dan rugi realisasi tahap III adalah sebagai berikut :
Kas…………………....Rp 390.000.000,00
Modal Tn. P…………..Rp 25.500.000,00
Modal Tn. Q………….Rp 17.000.000,00
Modal Tn. R………….Rp 21.250.000,00
Modal Tn. S……….….Rp 21.250.000,00
Persediaan……………………………...Rp 20.000.000,00
Piutang Dagang.………………………..Rp 5.000.000,00
Aktiva Tetap……………………………Rp 450.000.000,00
b. Membagi kas yang ada sebesar Rp 390.000.000,00 kepada para anggota dengan
perhitungan sebagai berikut:
85
Modal Modal Modal Modal
Tn. P (30%) Tn. Q (20%) Tn. R (25%) Tn. S (25%)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
200.000.000,00 175.000.000,00 215.000.000,00 260.000.000,00
Saldo 1 Jan 19X2 (11.000.000,00) (49.000.000,00) (57.500.000,00) (102.000.000,00)
Pembagian Tahap I (66.000.000,00) (44.000.000,00) (55.000.000,00) (55.000.000,00)
Pembagian Tahap II
123.000.000,00 82.000.000,00 102.500.000,00 102.500.000,00
Rugi Penghapusan
dan Realisasi Tahap
III
(17.000.000,00) (21.250.000,00) (21.250.000,00)
(25.500.000,00)
Jurnal yang harus dibuat untuk mencatat pengembalian modal untuk para anggota
pada tahap III adalah sebagai berikut:
Setelah ketiga tahap likuidasi selesai dilaksanakan tampaklah bahwa setiap kas
yang terkumpul pada setiap tahap realisasi akan langsung dibagikan kepada para anggota
yang mempuyai saldo kredit rekening modalnya. Bila dibuat rangkuman pembagian kas
untuk setiap anggota akan tampak sebagai berikut:
86
Modal Modal Modal Modal
Tn. P (30%) Tn. Q (20%) Tn. R (25%) Tn. S (25%)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1. Tahap I =
Rp 370.000.000,00
untuk hutang Firma
Rp 150.000.000,00
sisanya untuk Tuan
PQRS 11.000.000,00 49.000.000,00 57.500.000,00 102.500.000,00
Dalam metode pembagian kas tanpa program kas yang diterapkan dalam contoh
diatas, tampaklah bahwa tidak ada prioritas pembayaran yang menyatakan siapa yang
lebih dahulu menerima pembayaran, tetapi kas yang ada pada setiap tahap realisasi akan
dibagikan bersama – sama kepada anggota sesuai dengan saldo modalnya masing-
masing.
87
Sedangkan harga pokok atau nilai buku dari aktiva non kas adalah sebesar:
Piutang……………………….Rp 20.000.000,00
Persediaan……………………Rp 200.000.000,00
Aktiva tetap………………….Rp 700.000.000,00
Jumlah harga pokok = Rp 920.000.000,00
88
Modal Tn. P Rp. 194.000.000,00
Modal Tn. Q Rp. 171.000.000,00
Modal Tn. R Rp. 210.000.000,00
Modal Tn. S Rp. 255.000.000,00
Kas Rp. 830.000.000,00
Kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak ada perbedaan dalam hasil akhir
pembubaran firma baik dengan menggunakan likuidasi secara serentak ataupun dengan
menggunakan likuidasi secara beangsur dengan tanpa program kas.
Contoh 3:
Sebuah persekutuan yan didirikan oleh Tn. Andi dan NY. Ari dan Nn Afni telah
bersepakat untuk likuidasi karena para anggota tersebut masing-masing akan mendirikan
usaha sendiri. Persekutuan tersebut didirikan dengan nama Fa. “3 A" yang mempunyai
posisi keuangan sesaat sebelum likuidasi sebagai berikut:
89
NERACA
Fa. “3”
Likuidasi Firma ‘3A’ akan dilakukan secara berangsur dan rasio perbandingan
Laba-Rugi Firma adalah 20% : 40% : 40%. Tahap-tahap realisasi aktiva non kas adalah
sebagai berikut:
Tahap I : Aktiva tetap yang harga pokoknya Rp 300.000.000,00 laku dijual seharga Rp
240.000.000,00
Tahap II : Persediaan laku dijual dengan harga Rp 250.000.000,00
Tahap III : Sisa aktiva laku dijual seharga Rp 170.000.000,00 dan aktiva lain-lain laku
dijual seharga Rp 120.000.000,00
90
Modal Modal Modal
Kemampuan untuk
1.250.000.000,00 750.000.000,00 875.000.000,00
menanggung rugi maksimum
*) Jumlah piutang kepada Firma milik anggota (kreditur intern) disertakan pula sebagai
penambahan kekayaan yang tertanam (investasi) dalam Firma.
91
Berdasarkan kemampuan menanggung rugi maksimum dan urutan prioritas
pembayaran dapat dibuat program kas sebagai berikut:
92
− Prioritas ke I kepada Tn. Andi dengan jumlah pembayaran Rp 75.000.000,00
− Prioritas ke II kepada Tn. Andi dan Nn. Afni , masing-masing akan menerima jumlah
pembayaran Rp 25.000.000,00 dan Rp 50.000.000,00
− Prioritas ke III kepada Tn. Andi, Ny. Ari dan Nn. Afni yang masing-masing akan
menerima jumlah pembayaran kas sebesar Rp 150.000.000,00, Rp 300.000.000,00,
dan Rp 300.000.000,00.
Pembagian kas diawali dengan melakukan realisasi aktiva non kas menjadi kas,
kemudian barulah diadakan likuidasi.
d.1). Realisasi tahap I dari firma akan mengakibatkan jumlah kas yang tersedia menjadi
Rp 240.000.000,00 dengan jurnal realisasi sebagai berikut
:
Kas..........................................Rp 240.000.000,00
Modal Tn. Andi......................Rp 12.000.000,00
Modal Ny. Ari........................ Rp 24.000.000,00
Modal Nn. Afni.......................Rp 24.000.000,00
Aktiva Tetap...............................................Rp 300.000.000,00
3. Prioritas kedua kepada Tn. Andi sebesar Rp 25.000.000,00 dan Nn. Afni sebesar Rp
50.000.000,00 dengan jurnal :
93
4. Sisa uang yang ada sebesar Rp 320.000.000,00 – (Rp 150.000.000,00 + Rp
75.000.000,00 + Rp 75.000.000,00) = Rp 20.000.000,00 dibagikan kepada para
anggota sesuai rasio pembagian laba-rugi dengan jurnal :
Kas..........................................Rp 250.000.000,00
Persediaan..........................................................Rp 220.000.000,00
Modal Tn. Andi..................................................Rp 6.000.000,00
Modal Ny. Ari....................................................Rp 12.000.000,00
Modal Nn. Afni..................................................Rp 12.000.000,00
Kas yang ada sebesar Rp 250.000.000,00 akan langsung dibayarkan kepada para
anggota sesuai dengan perbandingan Laba-Rugi. Langsung dibagikan sesuai dengan
Rasio Laba-Rugi sebab urutan prioritas pembayaran sudah selesai atau sudah terpenuhi
sehingga jurnal likuidasi adalah sebagai berikut :
d.3). Realisasi tahap III menghasilkan adanya kas sebesar Rp 380.000.000,00. Kas yang
ada langsung dibagikan kepada para anggota sesuai dengan saldo modal akhirnya
dengan jurnal likuidasi sebagai berikut :
94
Keterangan Modal Tuan Modal Nyonya Modal Nona
Andi Ari Afni
2.4 Rangkuman
2. Penggunaan metode likuidasi yang dilakukan secara serentak dapat dilaksanakan apabila
realisasi aktiva non kas menjadi kas tidak memerlukan waktu yang lama dan aktiva non
kas dapat dipastikan akan laku dijual, sehingga pembayaran kas menunggu sampai
terkumpulnya semua kas dari hasil realisasi.
4. Tata urutan dalam pembagian kas pada tahap likuidasi Firma adalah :
(1)Menyelesaikan kewajiban-kewajiban Firma kepada pihak luar (kreditur ekstern)
(2)Menyelesaikan kewajiban-kewajiban Firma kepada pihak dalam atau Hutang pada
anggota (kreditur intern)
(3)Pembagian kas kepada para anggota yang rekening modalnya bersaldo kredit
95
Laporan atau Daftar Likuiditas Fa. “3A”
Keterangan Kas Persediaan Aktiva Tetap Aktiva Lain- Hutang Hutang Nn. Modal Tn. Modal Ny. Modal Nn.
(Rp) (Rp) (Rp) lain (Rp) Dagang (Rp) Afni (Rp) Andi (Rp) Ari (Rp) Afni (Rp)
Saldo Dalam Neraca 80.000.000 220.000.000 500.000.000 200.000.000 100.000.000 50.000.000 250.000.000 300.000.000 300.000.000
I. Realisasi Tahap I dan
pembagian rugi 240.000.000 - 300.000.000 - - - (12.000.000) (24.000.000) (24.000.000)
320.0000.000 220.000.000 200.000.000 200.000.000 100.000.000 50.000.000 238.000.000 276.000.000 276.000.000
Pelunasan Hutang Dagang
dan Hutang Nn. Afni (150.000.000) - - - (100.000.000) (50.000.000) - - -
170.000.000 220.000.000 200.000.000 200.000.000 - - 238.000.000 276.600.000 276.000.000
Sisa Kas yang ada
dibagikan sebagai berikut:
a.Pertama kepada Tn.
Andi (75.000.000) - - - - - (75.000.000) - -
95.000.000 220.000.000 200.000.000 200.000.000 - - 163.000.000 276.600.000 276.600.000
b. Kedua kepada Tn. Andi
dan Nn. Afni (75.000.000) - - - - - (25.000.000) - (50.000.000)
20.000.000 220.000.000 200.000.000 200.000.000 - - 138.000.000 276.000.000 226.000.000
c.Ketiga kepada semua
anggota dengan Rasio
20%:40%:40% (20.000.000) - - - - - (4.000.000) (8.000.000) (8.000.000)
- 220.000.000 200.000.000 200.000.000 - - 134.000.000 268.000.000 218.000.000
II. Realisasi Tahap II dan
pembagian laba 250.000.000 (220.000.000) - - - - 6.000.000 12.000.000 12.000.000
250.000.000 - 200.000.000 200.000.000 - - 140.000.000 280.000.000 230.000.000
- Kas yang ada dibagikan
kepada anggota dengan
Rasio:20%:40%:40% (250.000.000) - - - - - (50.000.000) (100.000.000) (100.000.000)
- - 200.0000.000 200.000.000 - - 90.000.000 180.000.000 130.000.000
III. Realisasi Tahap III dan
pembagian Laba-Rugi 380.000.000 - (220.000.000) (200.000.000) - - (4.000.000) (8.000.000) (8.000.000)
380.000.000 - - - - - 86.000.000 172.000.000 122.000.000
- Kas yang ada dibagikan
kepada anggota sebesar
saldo modalnya (380.000.000) - - - - - (86.000.000) (172.000.000) (122.000.000)
- - - - - - - - -
96
Perlu diketahui bahwa apabila ada salah satu atau beberapa anggota mempunyai
rekening modal yang bersaldo debit (defisit), maka yang defisit tersebut harus menyetor
kas kepada Firma sejumlha defisit sehingga saldo modalnya nihil.
Setoran dari anggota yang defisit tersebut dicatat dalam kas Firma yang selanjutnya
dibagikan kepada anggota-anggota lain yang rekening modalnya bersaldo kredit.
Tetapi, jika anggota yang defisit tersebut tidak mampu untuk menghapus defisitnya atau
tidak mampu menyetorkan kas maka defisit modalnya akan ditanggung oleh anggota-
anggota lain yang tidak defisit yang jumlah pembebanannya sesuai dengan rasio
pembagian laba rugi.
IV. Likuidasi berangsur tanpa program kas tidak memerlukan adanya perencanaan
prioritas pembayaran artinya tidak ada anggota yang didahulukan dalam
penerimaan pengembalian modal sehingga apabila ada kas yang diterima dari hasil
realisasi akan langsung dibagikan kepada para anggota secara bersama-sama sesuai
dengan perbandingan pembagian laba rugi.
Perlu dicatat di sini bahwa pembayaran kepada anggota dapat dilakukan setelah
kewajiban Firma kepada kreditur ekstern dan kreeditur intern telah diselesaikan. Pada
metode ini apabila aktiva non kas yang belum berhasil direalisasikan atau dijual, maka
hal tersebut dianggap suatu kerugian yang dibebankan kepada modal masing-masing.
V. Sedangkan untuk likuidasi berangsur dengan program kas sudah dapat diketahui
lebih dahulu siapa anggota yang akan mendapatkan pembayaran pertamakali dan
berapa jumlahnya. Hal ini dapat dilakukan karena sebelum realisasi dilakukan
sudah disusun terlebih dahulu program kas yang memuat prioritas pembayaran
kepada anggota beserta jumlah prioritas pembayarannya. Setelah direalisasi
dilakukan, kas yang ada akan langsung dibagikan kepada anggota-anggota sesuai
urutan prioritas atau rangking pembayaran yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila urutan prioritas pembayaran te;ah dilakukan dan masih ada sisa kas pada tahap-
tahap realisasi berikutnya, maka sisa kas tersebut akan langsung dibagikan kepada para
anggota sesuai dengan perbandingan pembagian laba rugi.
97
BAB
4
AKUNTANSI
UNTUK
PENJUALAN
ANGSURAN
98
AKUNTANSI UNTUK PENJUALAN ANGSURAN
□ PENDAHULUAN
□ PENJUALAN ANGSURAN AKTIVA TETAP
□ PENJUALAN ANGSURAN BARANG DAGANGAN
□ MASALAH TUKAR TAMBAH (TRADE-IN) DALAM PENJUALAN
ANGSURAN
□ RANGKUMAN
99
4.1 Pendahuluan
Banyak cara yang digunakan oleh para penjual untuk menjual barang dagangannya.
Penjualan secara tunai saat ini cenderung sukar dilakukan, hal ini disebabkan adanya
persaingan antar penjual semakin ramai dan barang dagangan semakin bervariasi baik
dalam jenis, mutu, maupun merknya. Sedangkan alternatif penggunaan uang tunaipun
semakin banyak.
Dengan adanya penjualan angsuran ini, pembeli akan merasa lebih ringan untuk
memiliki suatu barang yang bila dibeli secara tunai mungkin merasa sangat berat atau
tidak terjangkau oleh daya belinya. Dilain pihak penjual juga mendapatkan keuntungan,
yaitu selain barang dagangannya dapat laku (menambah tingkat perputaran persediaan),
juga akan mendapatkan laba dan pendapatan bunga dari pembayaran angsuran.
Pengertian penjualan angsuran menurut Fischer, Taylor, dan Leer (1986) adalah
“suatu jenis penjualan yang cara pembayarannya dapat dilakukan secara bertahap dalam
jumlah tertentu selama jangka waktu tertentu”.
Masalah yang timbul dengan adanya penjualan angsuran ini adalah masalah
pengakuan laba bagi penjual yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan setiap
tahunnya. Hal ini dikarenakan penjualan angsuran mencakup periode waktu lebih dari
satu periode akuntansi bahkan meliputi beberapa periode akuntansi.
Ada dua jenis penjualan angsuran yang akan dibahas dalam bab ini, yaitu penjualan
angsuran barang tidak bergerak (dalam hal ini disebut penjualan aktiva tetap) dan
penjualan angsuran barang bergerak (dalam hal ini disebut penjualan angsuran barang
dagangan). Juga akan dibahas mengenai prosedur akuntansi penjualan angsuran dengan
menggunakan metode laba diakui pada saat penjualan angsuran dilakukan dan metode
laba diakui proporsionil dengan penerimaan kas dari pelunasan penjualan angsuran.
100
Apabila dibuat skema pembahasan penjualan angsuran, akan tampak sebagai
berikut :
Penjualan angsuran aktiva tetap adalah penjualan aktiva tetap seperti tanah, gudang
dan sejenisnya yang pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah dan waktu
yang telah ditentukan. Biasanya pembayaran angsuran ini mempunyai tata aturan atau
persyaratan sebagai berikut :
101
Dalam penjualan angsuran aktiva tetap ini, hak pemilikan aktiva tetap biasanya
masih berada di tangan si penjual dan baru beralih kepemilikannya kepada si pembeli
bila jangka waktu angsurannya telah habis atau angsurannya telah lunas.
Suatu masalah yang timbul dalam pencatatan penjualan angsuran aktiva tetap
adalah masalah pencatatan dan pengakuan laba. Hal ini disebabkan karena jangka waktu
angsuran terhadap penjualan aktiva tetap memerlukan waktu yang panjang. Oleh karena
itulah maka dalam akuntansi penjualan angsuran aktiva tetap ini akan dibahas terlebih
dahulu mengenai metode laba diakui pada tahun penjualan angsuran terjadi, kemudian
setelah itu baru dibahas penggunaan metode laba diakui proporsionil dengan penerimaan
kas dari pelunasan angsuran.
4.2.1 Penjualan Angsuran Aktiva Tetap Dengan Menggunakan Metode Laba Diakui
Pada Saat Penjualan Angsuran Dilakukan
a. Laba penjualan (yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga pokok),
diakui seluruhnya pada tahun dilakukannya penjualan angsuran aktiva tetap.
b. Akibat adanya pengakuan laba seluruhnya pada tahun dilakukannya penjualan,
maka pada tahun-tahun berikutnya sudah tidak ada pengakuan laba lagi.
c. Penerimaan kas sebagai hasil penagihan penjualan angsuran tahun sebelumnya,
akan dicatat sebagai penerimaan kas dan mengurangi piutang angsuran.
d. Hasil penagihan yang merupakan pelunasan piutang angsuran pada setiap kali
angsur, dianggap sebagai pengembalian pokok piutang angsuran.
e. Apabila pembeli dibebani biaya bunga angsuran, pembayarannya dapat dilakukan
bersama-sama dengan pelunasan piutang angsuran. Jumlah biaya bunga ini dapat
dibayar terpisah dari pelunasan piutang angsuran dan dapat juga sudah termasuk
dalam jumlah pelunasan piutang. Bunga ini oleh penjual diakui sebagai pendapatan
bunga.
Untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai penggunaan metode
laba diakui pada saat penjualan angsuran dilakukan, akan diberikan contoh soal berikut
ini.
Contoh 1
Pada awal tahun 19A, PT. “PRATIWI PERMAI” menjual 100 unit kapling tanah
dengan harga pokok per kapling Rp 14.000.000,00 dijual dengan harga per kapling Rp
20.000.000,00. Penjualan tersebut dilakukan secara berangsur dan pembayarannya diatur
sebagai berikut :
102
- Pembayaran pertama dilakukan 6 bulan setelah transaksi dilakukan.
- Pembayaran angsuran dilakukan 6 bulan setelah ditambah dengan biaya 10% per
tahun dari saldo piutang angsuran.
- Jangka waktu angsuran 5 tahun (10 kali angsuran).
- Uang muka penjualan (Down Payment) ditentukan sebesar Rp 200.000.000,00.
- Jumlah pelunasan piutang angsuran tidak termasuk biaya bunga.
Jurnal dan perhitungan yang harus dibuat oleh PT. “PRATIWI PERMAI” adalah
sebagai berikut : (Lihat tiga halaman berikutnya)
103
Keterangan Jurnal
Tahun I
1. 1-Januari 19A 1. Kas Rp 200.000.000,00
Pada saat penjualan, diterima uang muka sebesar Rp. Piutang Angsuran Rp 800.000.000,00
200.000.000,00 dan mencatat harga pokok piutang angsuran dan Tanah kapling Rp
lainnya. Laba penjualan 700.000.000,00
Harga pokok = 50 x 14.000.000,00 = Rp 700.000.000,00 Rp
Harga jual = 50 x 20.000.000,00 = Rp 1.000.000.000,00 300.000.000,00
Laba penjualan = Rp 1.000.000.000,00 – Rp 700.000.000,00
= Rp 300.000.000,00
3. 31-Desember 19A 3.
a. Menyesuaikan adanya pendapatan dari angsuran kedua sebesar a. Piutang bunga
(800.000.000-80.000.000) x 6 = Rp 36.000.000,00 Pendapatan
12 bunga Rp 36.000.000,00
b. Membuat jurnal penutup ahun 1989 untuk menutup laba Rp 36.000.000,00
penjualan dan pendapatan bunga dari angsuran ke-1 dan b. Laba penjualan
penyesuaian. Pendapatan bunga Rp 300.000.000,00
Rugi-Laba Rp 76.000.000,00
Rp 376.000.000,00
104
Keterangan Jurnal
Tahun II
4. 1-Januari 19B 4.
a. Membuat jurnal balik (Reversing Entries) untuk pendapatan a. Pendapatan bunga Rp 36.000.000,00
bunga yang telah dicatat tanggal 31 Des1989 (penyesuaian) Piutang bunga Rp 36.000.000,00
b. Penerimaan angsuran ke-2 sebesar Rp 80.000.000,00 dan b. Kas Rp 166.000.000,00
pendapatan bunga sebesar Rp 36.000.000,00 Piutang Angsuran Rp 80.000.000,00
Pendapatan bunga Rp 36.000.000,00
6. 31-Desember 19B 6.
a. Membuat penyesuaian adanya pendapatan bunga dari angsuran a. Piutang bunga Rp 28.000.000,00
ke-4 sebesar Pendapatan bunga Rp 28.000.000,00
(800.000.000-240.000.000) x 6 = Rp 28.000.000,00
12
b. Membuat jurnal penutup tahun 19B yang berasal dari b. Pendapatan bunga Rp 60.000.000,00
pendapatan bunga angsuran ke-3 dan penyesuaian. Rugi-Laba Rp 60.000.000,00
Catatan : Rekening piutang angsuran di dalam neraca akan disajikan dalam golongan akiva lancar sertai penjelasan.
105
Keterangan Jurnal
Tahun III
7. 1-Januari 19C 7.
a. Membuat jurnal balik (Reversing Entries) untuk pendapatan a. Pendapatan bunga Rp 28.000.000,00
bunga yang telah dicatat pada penyesuaian tanggal 31 Piutang bunga Rp 28.000.000,00
Desember 19B.
b. Penerimaan angsuran ke-4 sebesar Rp 80.000.000,00 dan b. Kas Rp 108.000.000,00
pendapatan bunga sebesar Rp 28.000.000,00 Piutang Angsuran Rp 80.000.000,00
Pendapatan bunga Rp 28.000.000,00
9. 31-Desember 19C 9.
a. Membuat penyesuaian adanya pendapatan bunga dari angsuran a. Piutang bunga Rp 20.000.000,00
ke-4 sebesar Pendapatan bunga Rp 20.000.000,00
(800.000.000-400.000.000) x 6 = Rp 20.000.000,00
12
c. Membuat jurnal penutup untuk mengakui pendapatan tahun b. Pendapatan bunga Rp 44.000.000,00
19C yang berasal dari pendapatan bunga angsuran ke-5 dan Rugi-Laba Rp 44.000.000,00
penyesuaian.
106
Berdasarkan jurnal dan perhitungan dalam tabel pada tiga halaman tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa :
1. Laba hanya diakui pada tahun terjadinya penjualan angsuran saja, sedangkan untuk
tahun-tahun berikutnya (tahun 19B, tahun 19C, dan tahun-tahun selanjutnya) sudah
tidak ada pengakuan laba lagi.
2. Jurnal penyesuaian yang dibuat setiap tanggal 31 Desember setiap tahunnya adalah
untuk mengakui pendapatan bunga yang sudah menjadi milik perusahaan, tetapi
pembayaran bunga oleh pembeli barulah pada hari berikutnya bersama-sama saat
pembayaran angsuran ( yaitu tanggal 1 Januari). Akibatnya pada saat penyesuaian
dibuat masih merupakan piutang bunga.
3. Apabila dibandingkan antara jurnal untuk tahun ke-2 dan ke-3, maka terlihat bahwa
keduanya mempunyai jurnal yang sama, demikian pula cara perhitungannya.
Untuk tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun ke-4 dan ke-5, jurnal dan perhitungan
yang dibuat oleh PT “PRATIWI PERMAI” akan sama seperti jurnal dan perhitungan
pada tahun ke-2 dan tahun ke-3. Perbedaan yang ada hanya pada besarnya kas dan
pendapatan bunga yang diterima, sedangkan jumlah piutang angsuran yang dilunasi
(pokok angsuran) tetap berjumlah Rp 80.000.000,00 setiap kali angsur.
4.2.2 Penjualan Angsuran Aktiva Tetap Dengan Menggunakan Metode Laba Diakui
Proporsionil Dengan Penerimaan Kas Dari Pelunasan Angsuran
Pada metode laba diakui proporsionil dengan penerimaan kas, ketentuan-ketentuan
akuntansinya adalah sebagai berikut :
a. Laba penjualan (yang merupakan selisih antara harga jual dengan harga pokok)yang
timbul pada saat transaksi penjualan dilakukan, dimasukkan kedalam rekening “Laba
Kotor Belum Direalisasi (Unrealized Gross Profit)” yang untuk selanjutnya dalam
buku ini disingkat LKBD.
b. Setiap akhir tahun, perusahaan mengakui adanya laba kotor sebesar presentase
labakotor dikalikan jumlah kas yang diterima. Jumlah kas yang diterima ini tidak
termasuk kas dari pendapatan bunga. Tetapi bila ada uang muka, maka uang muka
tersebut termasuk dalam jumlah kas yang diterima.
d. Jumlah rupiah yang didapatkan dari perkalian antara presentase laba kotor dengan
jumlah kas yang diterima adalah merupakan “Laba Kotor yang Direalisasi (Realized
Gross Profit)”yang untuk selanjutnya dalam buku ini disingkat LKD.
107
e. Laba kotor yang Direalisasi adalah yang digunakan untuk menyesuaiakan LKBD, dan
LKD ini adalah merupakan laba yang diakui pada laporan laba-rugi untuk periode
yang bersangkutan
f. Pendapatan bunga dicatat dan diakui terdiri di luar laba kotor yang direalisasi.
g. LKBD yang belum disesuaikan dengan LKD akan disajikan di dalam neraca pada
sebelah Pasiva di bawah kelompok hutang. Sedangkan LKD akan disajikan di dalam
laporan Laba-Rugi sebagai laba periode yang bersangkutan.
Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan metode laba yang diakui proporsional
dengan penerimaan kas, berikut ini diberikan contoh mengenai data dari penjualan
angsuran milik PT” SURADJI MOTOR”.
Contoh 2:
Pada awal 19B PT “SURADJI MOTOR” menjual 5 buah mobil yang mempunyai
harga pokok @ Rp. 7000.000,00 dan dijual dengan harga @ Rp. 10.000.000,00.
Pembayaran pertama dilakukan secara tunai dengan uang muk apembayaran @ Rp
2.000.000,00 dan sisanya diangsur selama 10 kali angsuran. Pembayaran dilakukan
setiap 6 bulan sekali ditambah dengan biaya bunga 10% per tahun dari saldo pokok
angsuran. Angsuran pertama dilakukan 6 bulan setelah transaksi penjualan dilakukan.
Jumlah pelunasan angsuran tidak termasuk pendapatan bunga.
108
Keterangan Jurnal
Tahun 1
1. 1- Januari 19B 1. Kas…………………….Rp. 10.000.000,00
Pada saat penjualan menerima uang muka sebesar Rp. 10.000.000,00 dan Piutang angsuran………Rp. 40.000.000,00
mencatat harga pokok serta mengakui adanya LKBD Mobil……………….Rp 35.000.000,00
Harga jual = 5 x Rp 10.000.000,00= Rp. 50.000.000,00 LKBD………………Rp 15.000.000,00
Harga pokok = 5 x Rp 7.000.000,00 = Rp. 35.000.000,00
2. 1- Juli 19B
Penerimaan angsuran ke-1 sebesar 2. Kas…………………..Rp. 6.000.000,00
Rp. 40.000.000,00 / 10 kali angsuran = Rp. 4.000.000,00 Piutang angsuran…….Rp 4.000.000,00
dan pendapatan bunga sebesarRp. 2.000.000,00 yang berasal dari: Pendapatan bunga……Rp 2.000.000,00
6/12 x 10% x Rp 4.000.000,00
109
Keterangan Jurnal
Tahun II
4. 1- Januari 19C 4.
a. Membuat jurnal balik( Reversing Entries) untuk mendapat bunga. a. Pendapatan bunga………Rp 1.800.000,00
Piutang bunga…………..Rp 1.800.000,00
b. Penerimaan angsuran ke-2 sebesar Rp 4.000.000,00 dan pendapatan b. Kas……………………...Rp 5.800.000,00
bunga sebesar Rp 1.800.000,00 Piutang angsuran………..Rp 4.000.000,00
Pendapatan bunga……...Rp 1.800.000,00
6. 31-Desember 19C 6.
a. Penyesuaian terhadap pendapatan bunga sebesar : a. Piutang bunga………….Rp 1.400.000,00
Rp 1.400.000,00 Pendapatan bunga…….....Rp 1.400.000,000
(6/12 x 10% x Rp 28.000.000,00)
b. Menyesuaikan LKBD menjadi LKD dengan perhitungan sebagai berikut: b. LKBD……………….....Rp. 2.400.000,00
- Jumlah kas yang diterima= LKD………….................Rp 2.400.000,00
Angsuran ke-2 = Rp 4.000.000,00
Angsuran ke-3 = Rp 4.000.000,00
Jumlah Rp 8.000.000,00
- LKD = 30% x Rp 8.000.000,00 = Rp 2.400.000,00
c. Membuat jurnal penutup untuk tahun 19C untuk menutup laba dan bunga ke c. LKD…………………Rp 2.400.000,00
Rugi-laba Pendapatan bunga….......Rp 3.000.000,00
Rugi-laba…………….….Rp 5.400.000,00
110
Keterangan Jurnal
Tahun III
7. Tanggal 1- januari 19 D 7.
a. Membuat jurnal balik ( reversing enteries) untuk pendapatan bunga ( a. Pendapatan bunga……...Rp 1.400.000,00
penyesuaian tanggal 31 Desember 19C) Piutang bunga…………. .Rp 1.400.000,00
b. Penerimaan angsuran ke – 4 sebesar Rp 4.000.000,00 dan pendapatan
bunga Rp 1.400.000,00 b. Kas……………………...Rp 5.400.000,00
Piutang angsuran………..Rp 4.000.000,00
8. Tanggal 1- Juli 19 D Pendapatan Bunga………Rp 1.400.000,00
Penerimaan angsuran ke-5 sebesar Rp 4.000.000,00 dan pendapatan bunga 8. Kas……………………....…Rp 5.200.000,00
Rp. 1.200.000,00 yang berasal dari: Piutang angsuran……..….....Rp 4.000.000,00
(6/12 x 10% x Rp 24.000.000,00) Pendapatan bunga……….....Rp 1.200.000,00
111
Berdasarkan jurnal dan perhitungannya dalam tabel diatas, maka dapat diberikan
beberapa penjelasan sebagai berikut:
a. Laba penjualan angsuran akan diakui setiap tahun yang besarnya tergantung pada
besarnya kas yang diterima pada tahun yang bersangkutan. Hal ini terbukti pada
tahun ke-1 (19B) jurnal LKD sebesar Rp. 4.200.000,00 sedangkan untuk tahun 19C
dan 19D masing-masing sebesar Rp. 2.400.000,00. Hal ini disebabkan karena
jumlah kas yang diterima selama tahun 19B lebih besar daripada jumlah kas yang
diterima pada tahun 19C dan 19D.
b. Untuk tahun 19C dan 19D, jurnal dan cara perhitungannya persis sama, hanya
berbeda pada jumlahnya.
Untuk tahun ke-4 dan tahun-tahun berikutnya, jurnal yang dibuat oleh PT
“SURADJI MOTOR” sama seperti tahun ke-2 dan tahun ke-3. Perbedaan yang ada hanya
terletak pada jumlah pendapatan bunga yang semakin kecil karena saldo pokok piutang
angsuran juga semakin kecil akibat sudah ada pelunasan pada tahun sebelumnya.
Apabila terjadi si pembeli tidak mampu untuk melunasi angsuran sampai lunas,
maka hal ini berarti seluruh laba yang diperhitungkan tidak dapat semuanya
direalisasikan. Dengan adanya kegagalan pelunasan ini, biasanya aktiva tetap yang
terjual dimiliki kembali oleh di penjual dan aktiva tersebut di nilai sebesar nilai pasar
pada saat aktiva tetap tersebut ditarik/dimiliki kembali. Sedangkan jumlah pembayaran
pelunasan angsuran yang telah dibayar oleh pembeli tidak dapat diminta kembali oleh
pembeli.
1. Untuk metode laba diakui pada saat angsuran dilakukan, laba atau rugi dihitung
dengan cara membandingkan nilai aktiva tetap yang dimiliki kembali dengan jumlah
piutang angsuran yang belum dilunasi.
2. Untuk metode laba yang diakui proporsional dengan penerimaan kas, laba atau rugi
dihitung dengan cara jumlah nilai aktiva tetap yang dimiliki ditambah pengurangan
laba kotor yang belum direalisasi dibanding dengan jumlah piutang angsuran yang
belum dilunasi.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas adanya masalah kegagalan pelunasan
penjualan angsuran ini dapat diikuti dalam contoh berikut ini.
112
Contoh 3:
Seorang pengusaha menjual secara angsuran aktiva tetap yang mempunyai harga
pokok Rp. 80.000.000,00 dan dijual dengan harga jual Rp. 100.000.000,00. Uang muka
ditentukan sebesar Rp. 30.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran. Setelah
membayar angsurah sejumlah Rp. 40.000.000,00 pembeli menyatakan tidak mampu lagi
untuk melunasi sisa angsurannya dan akibatnya aktiva tetap tersebut ditarik kembali oleh
perusahaan tersebut dan nilai pada saat dimiliki kembali adalah Rp. 28.000.000,00.
Dengan metode ini, terlebih dahulu dihitung jumlah piutang angsuran yang belum
dilunasi kemudian dibandingkan dengan nilai pemilikan kembali aktiva tetap.
Jumlah piutang angsuran awal adalah:
Dengan metode ini, cara perhitungan rugi-laba pemilikan adalah sebagai berikut:
Rp 100.000.000,00 − Rp 80.000.000,00
X 100% = 20%
Rp 100.000.000,00
113
− Laba kotor yang belum direalisasikan (LKBD) harus disesuaikan (dikurangi)
sebesar:
20% X Rp 30.000.000,00 = Rp 6.000.000,00
Dari jurnal diatas dapat diketahui bahwa jumlah lab pemilikan kembali aktiva tetap
adalah Rp 4.000.000,00.
Seperti halnya penjualan angsuran aktiva tetap, untuk penjualan angsuran barang
dagangan mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pembayaran uang muka (Down Payment)
Pembayaran uang muka ini dilaksanakan secara tunai yang jumlahnya sebesar
prosentasi tertentu dari harga jual barang dagangan atau sebesar jumlah rupiah yang
telah ditentukan. Saat pembayaran uang muka dilakukan sesuai dengan perjanjian
yang biasanya pada awal diadakannya transaksi.
2. Pembayaran uang tunai periodik sebagai pembayaran angsuran
Besarnya pembayaran angsuran ini telah ditentukan sebelumnya atau dapat juga
ditentukan besar kecilnya tergantung pada lamanya jangka waktu angsuran.
Dalam penjualan angsuran barang dagangan ini, tidak ada pengakuan pendapatan
bunga seperti pada penjualan angsuran aktiva tetap.
Untuk transaksi penjualan angsuran barang dagangan, ketentuan akuntansinya
adalah sebagai berikut:
1. Laba diakui sebesar persentase laba kotor dikalikan kas yang direalisasi dari
penjualan angsuran (Proporsionil dengan penerimaan kas).
114
2. Piutang angsuran diberi tanda tahun terjadinya agar dapat diidentifikasi dengan jelas
hubungannya dengan laba kotor yang direalisasi pada tahun yang bersangkutan
dengan piutang tersebut.
3. Transaksi penjualan angsuran barang dagangan sering terjadi dari tahun ke tahun,
sehingga di dalam Neraca masing-masing piutang angsuran harus diberi tanda tahun.
4. Laba kotor belum direalisasi juga harus diberi tanda tahun agar jelas hubungannya
dengan piutang angsuran tahun terjadinya.
5. Pencatatan persediaan barang dagangan dapat menggunakan metode pisik atau
metode perpetual.
Contoh 4:
Berikut ini adalah Neraca per 1 – Desember 1996 milik PT. “KURNIASARI” yang
menjual barang dagangannya secara regular dan secara angsuran:
PT. “KURNIASARI”
Neraca
1 – Desember 1996
1. Penjualan untuk tahun 1996 adalah terdiri dari penjualan reguler Rp 2.400.000,00
dan penjualan angsuran Rp 3.000.000,00.
2. Jumlah piutang yang tertagih selama tahun 1996 adalah
115
− Piutang angsuran 1996 Rp 800.000,00
3. Biaya-biaya operasi selama tahun 1996 adalah Rp 400.000,00
4. Penghapusan piutang untuk tahun 1996 sejumlah Rp 500.000,00 yang terdiri dari:
Berdasarkan data pada contoh diatas, PT. “KURNIASARI” akan membuat catatan
sebagai berikut: (Lihat tabel hal 128).
Setelah diadakan pencatatan seperti dalam tabel diatas, apabila dibuat Neraca dari
Laporan Laba-Rugi akan tampak sebagai berikut :
PT. “KURNIASARI”
Neraca
31-Desember 1996
Keterangan :
1. 1.200.000,00 + 2.400.000,00 – 800.000,00 – 200.000,00 = 2.600.000,00
2. 800.000,00 – 400.000,00 – 200.000,00 = 200.000,00
3. 800.000,00 – 600.000,00 – 100.000,00 = 100.000,00
4. 1.200.000,00 + 3.000.000,00 – 800.000,00 = 3.400.000,00
5. 2.400.000,00 –3.840.000,00 = (1.440.000) Jurnal 5a
116
Keterangan Jurnal
117
PT. “KURNIASARI”
Laporan Laba-Rugi
31 – Desember 1996
Dikurangi:
Ditambah:
Realisasi LKD 1994 & 1995 (lihat jurnal 5c) (80+150) Rp 230.000,00 +
PT. “KURNIASARI”
Laporan Laba-Rugi
31 – Desember 1996
*) jumlah laba yang ditahan sebesar Rp 3.075.000,00 ini akan tampak dalam Neraca
PT “KURNIA” per 31 Desember 1996.
118
dagangan, kegagalan tersebut akan diikuti pula pengurangan pada LKBD tahun yang
bersangkutan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilikan kembali barang dagangan adalah
perlu dilakukan penilaian kembali harga barang yang bersangkutan. Penilaian kembali
harga barang yang dikembalikan tersebut sangat diperlukan karena guna mengetahui laba
atau rugi pemilikan kembali. Penilaian kembali harga barang tersebut juga harus
mempertimbangkan tingkat laba normal yang dapat diharapkan apabila barang yang
dimiliki kembali tersebut dapat dijual kembali.
Contoh 5:
Seorang langganan telah membeli secara angsuran sebuah meja belajar dengan
harga Rp 400.000,00 dari Toko “BASRI”. Setelah membayar angsuran sebesar Rp
240.000,00 langganan tersebut ternyata menyatakan tidak mampu lagi untuk meneruskan
pembayaran angsuran. Akibat adanya peristiwa tersebut, Toko “BASRI” terpaksa
menarik kembali meja belajar tersebut. Pada saat penarikan, nilai meja belajar tersebut
ditaksir sebesar Rp 140.000,00. Toko “BASRI” dalam setiap penjualan angsuran barang
dagangannya memperhitungkan tingkat laba kotor sebesar 30% dari penjualan angsuran.
Berdasarkan data pada contoh di atas,perhitungan dan pencatatan yang harus dibuat
Toko “BASRI” sebagai berikut:
Persediaan barang dagangan yang dimiliki kembali. Rp 140.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi……….............. Rp 48.000,00
Piutang penjualan angsuran…………………………... Rp 160.000,00
Laba pemilikan kembali……………………………… Rp 28.000,00
Perhitungan:
119
Rp 400.000,00 – Rp 240.000,00 = Rp 160.000,00
Tingkat Laba Kotor = 30%
Laba Kotor yang Belum Direalisasi = 30% X Rp 160.000,00
= 48.000,00
2. Laba pemilikan kembali adalah merupakan jumlah persediaan yang dinilai kembali
ditambah Laba Kotor yang belum direalisasi dikurangi dengan piutang penjualan
angsuran yang dibatalkan.
Laba atau rugi pemilikan kembali barang dagangan akan diakui dan disajikan
sebagai pengurang Laba Kotor yang Direalisasi (LKD) pada penjualan angsuran.
Yang dimaksud dengan istilah tukar tambah disini adalah perjanjian dimana
penjual menyerahkan barang-barang baru dengan perjanjian angsuran,sedangkan
pembeli menyerahkan barang yang sudah dipakai yang digunakan sebagai pembayaran
uang muka. Barang bekas pakai tersebut dinilai atas dasar perjanjian antara penjual dan
pembeli.
Dalam kasus tukar tambah ini, barang bekas pakai yang diterima harus dicatat
sebesar harga penilaian yang dapat dianggap sebagai perkiraan harga pokok (Estimated
Cost). Sedangkan harga barang bekas yang diterima sesuai dengan perjanjian dianggap
sebagai pertukaran.
Apabila terdapat perbedaan antara harga pokok yang diperkirakan dengan harga
pertukaran, maka perbedaan tersebut akan dicatat ke dalam rekening “Cadangan Selisih
Harga Pertukaran” atau disingkat CSHP. Untuk memudahkan pemahaman dalam
transaksi tukar tambah ini, berikut ini diberikan contoh kasusnya.
Contoh 6:
Dealer motor “PRANA” melayani tukar tambah mobil untuk menjual mobil
dagangannya. Seorang konsumen menginginkan sebuah mobil baru dengan cara
menukarkan sebuah mobil miliknya sebagai uang muka. Perjanjian diantara keduanya
adalah sebagai berikut:
120
Sedangkan took “PRANA” mempunyai data-data mengenai perkiraan biaya revisi
dan harga jualnya sebagai berikut:
Berdasarkan data pada contoh diatas, Toko “PRANA” sebagai penjual akan
membuat perhitungan dan jurnal mengenai tukar tambah mobil sebagai berikut:
Dikurangi:
Laba kotor rata-rata =
20% X Rp 3.250.000,00………………………... ( 650.000,00)
Perkiraan perbaikan…………………………….. ( 200.000,00)
121
Cadangan selisih harga pertukaran …...Rp 600.000,00
Piutang angsuran ………………………Rp 5.250.000,00
Penjualan angsuran ………………….……………………Rp 10.000.000,00
4.5 Rangkuman
1. Penjualan angsuran aktiva tetap adalah penjualan angsuran untuk mobil, tanah,
gedung dan aktiva-aktiva lainnya dengan cara pembayarannya bertahap dalam
jangka waktu yang telah ditentukan dengan disertai syarat-syarat lain yang telah
disepakati.
Dalam metode laba diakui pada tahun penjualan, laba yang didapatkan (yang
merupakan selisih antara harga jual dengan harga pokok), akan langsung diakui
pada tahun terjadinya penjualan aktiva tetap tersebut. Akibatnya pada tahun-tahun
setelah tahun penjualan, sudah tidak ada lagi pengakuan laba dari penjualan
angsuran.
2. Pada metode laba diakui proporsionil dengan penerimaan kas, laba penjualan
angsuran akan diakui setiap tahunnya sebesar prosentase laba kotor dikalikan
penerimaan kas dari pelunasan piutang angsuran (tidak termasuk penerimaan kas
dari pendapatan bunga).
Laba tahunan yang diakui tersebut dicatat ke dalam rekening “Laba Kotor
Direalisasi (Realized Gross Profit)” yang akan tampak di dalam laporan Rugi-Laba.
Laba yang belum diakui dicatat dalam rekening “Laba Kotor Belum Direalisasi
(Unrealized Gross Profit)” yang akan tampak di dalam Neraca sebelah pasiva
dibawah kelompok hutang.
Bila dalam penjualan angsuran tersebut disertai dengan biaya bunga angsuran,
maka besarnya biaya bunga angsuran dapat ditentukan tergantung pada perjanjian.
Jumlah biaya bunga angsuran, pembayarannya dapat dilakukan bersama-sama
dengan pembayaran piutang angsuran. Dapat juga jumlah biaya bunga dibayar
terpisah (tidak termasuk dalam jumlah pembayaran piutang angsuran) dan dapat
juga termasuk dalam jumlah pembayaran angsuran, tergantung pada ketentuan yang
telah disepakati.
122
3. Penjualan angsuran barang dagangan tidak memperhitungkan tingkat bunga
angsuran, dan metode pencatatan yang digunakan hanya satu metode, yaitu metode
laba diakui secara proporsionil dengan penerimaan kas.
Penyajiannya dalam Neraca, piutang angsuran yang dicatat pada sisi debit harus
diberi tanda angka tahun terjadinya. Demikian pula Laba Kotor yang Belum
Direalisasi yang disajikan pada sisi kredit dari neraca harus diberi tanda angka
tahun. Hal ini dilakukan karena tingkat perputaran penjualan angsuran barang
dagangan lebih cepat bila dibandingkan dengan penjualan aktiva tetap, sehingga
apabila terjadi pelunasan, penghapusan, pemilikan kembali atau pengakuan
realisasi laba kotor di waktu yang akan datang dapat langsung dihubungkan dengan
piutang angsuran dan Laba Kotor yang Direalisasi dari pelunasan tersebut.
4. Dalam penjualan angsuran, ada kalanya pembeli tidak mampu lagi untuk
melunasinya yang disebabkan karena adanya faktor-faktor ekonomis yang
menganggu pembeli tersebut. Apabila terjadi hal semacam ini, penjual akan
langsung mengakui adanya kegagalan pelunasan piutang dan barang yang sudah
ada pada pembeli dapat ditarik dan dimiliki kembali.
Dalam masalah pemilikan kembali barang dagangan atau aktiva tetap ini, hal yang
harus diperhatikan adalah taksiran nilai barang yang ditaik tersebut dan
kemungkinannya untuk dijual kembali. Karena adanya penilaian kembali tersebut
maka dalam masalah kembali kemungkinan dapat terjadi laba atau rugi pemilikan
kembali.
5. Salah satu bentuk lain dari penjualan angsuran adalah Tukar – Tambah ( Trade In)
. Dalam hal ini, pembeli menyerahkan barang bekas miliknya untuk mendapatkan
barang baru. Barang bekas tersebut dapat dianggap sebagai pembayaran uang muka
(dapat pula disetai dengan pembayaran sejumlah uang). Barang bekas tersebut akan
dinilai kembali pada saat pertukaran. Harga barang bekas pada saat penyerahan
disebut dengan “Harga Pertukaran”.
Hal yang penting dalam tukar tambah ini bagi penjual adalah kemungkinan barang
bekas tersebut dapat diperbaiki sehingga laku untuk dijual kembali. Taksiran harga
pokok barang bekas ( Estimated Cost ) adalah harga barang bekas ang akan dicatat
dalam pembukuan penjual, bukan harga pertukarannya.
Cadangan selisih harga pertukaran yang dibentuk adalah merupakan selisih antara
harga pertukaran dengan harga pokok yang diperkirakan ( Estimated Cost ).
123
124
AKUNTANSI UNTUK PENJUALAN KONSINYASI
▪ PENDAHULUAN
▪ AKUNTANSI KONSINYASI UNTUK PENGAMANAT (CONSIGNOR)
▪ AKUNTANSI KONSINYASI UNTUK KOMISIONER (CONSIGNEE)
▪ MASALAH BARANG KONSINYASI YANG BELUM LAKU TERJUAL SAMPAI
AKHIR PERIODE AKUNTANSI
▪ RANGKUMAN
Tujuan pembahasan Bab 5 mengenai penjualan konsinyasi ini adalah diharapkan setelah
mempelajari para mahasiswa dapat:
1. Memahami pengertian penjualan konsinyasi dan alasan-alasan bagi pihak pengamanat
(consignor) maupun pihak komisioner (Consignee) mengadakan perjanjian konsinyasi.
2. Memahami proseedur pencatatan akuntansi beserta perhitungaannya mengenai transaksi
konsinyasi, baik bagi pihak pengamanat maupun pihak komisioner yang masing-masing
dengan menggunakan metode laba terpisah dan menggunakan metode laba tidak terpisah.
3. Memahami prosedur pencatatan akuntansi beserta perhitungannya apabila terjadi
masalah barang kosinyasi yang belum terjual sampai akhir periode akuntansi.
125
5.1. Pendahuluan
Dunia usaha semakin lama semakin rumit dan persaingan dalam produk baik
persaingan dalam mutu maupun jenis produk juga semakin bertambah. Berbagai cara
untuk memasarkan produk telah dilakukan oleh banyak perusahaan diantaranya dengan
cara penjualan angsuran dan penjualan tunai yang disertai dengan potongan-potongan
harga yang menarik. Untuk dapat memasarkan produk agar dapat dijangkau oleh
pembeli, perusahaan dapat pula menempuh suatu cara penjualan yang lain yaitu
penjualan kosinyasi.
Penjualan konsinyasi adalah merupakan suatu jenis penjualan dengan cara
mentipkan barang daganganan kepada pihak lain untuk dijualkan. Drebin, Allan R
(1992) memberikan pengertian mwngwnai konsinyasi, yaitu:
“suatu perjanjian dimana pihak yang mempunyai barang dagangan menyerahkan
sejumlah barangnya kepada pihak lain untuk dijualkan dengan memberikan sejumlah
komisi kepada pihak yang menjualkan”.
Barang dagangan yang dipakai sebagai objek penjualan konsinyasi disebut
dengan istilah barang konsinyasi. Barang konsinyasi yang dipakai sebagai obyek
penjualan kosinyasi ini dapat berpa barang barang peralatan rumah tangga, buku-buku,
majalah, novel atau bahan bacaan lainnya, dan bisa juga barang konveksi/pakaian jadi.
Terdapat perbedaan pokok antara transaksi “penjualan konsinyasi” dengan transaksi “
penjualan reguler (penjualan Biasa)”. Meskipun didalam penjualan konsinyasi terjadi
perpindahan barang dari pengamanat kepada komisioner, namun hak milik barang-
barang tersebut tetap dengan pengamanat. Hak milik barang konsinyasi tersebut baru
akan berpindah dari pengamanat apabila komisioner sudah berhasil menjual barang
tersebut ke pihak ketiga. Sedangkan untuk penjualan reguler, hak milik akan barang
akan berpindah kepada pembeli pada saat trnsaksi penjualan dan penyerahan barang.
Perbedaan yang lain adalah dalam hal biaya operasi yang berhubungan dengan
barang yang dijual. Dalam transaksi penjualan regular, semua biaya operasi yang
berhubungan Dengan barang yang dijual ditanggung sendiri oleh si penjual, tetapi
dalam penjualan konsinyasi semua biaya yang berhubungan dengan barang konsinyasi
akan ditanggung oleh pengamanat (pemilik barang).
Sebagai alat komunikasi antara pengamanat dan komisioner untuk mengetahui
berapa jumlah barang yang telah berhasil dijualkan oleh komisioner beserta jumlah
biaya yang telah dikeluarkan oleh komisioner, dibuatlah ‘LAPORAN PENJUALAN’
setiap akhir bulan atau periode tertentu oleh komisioner yang dilaporkan kepada
pengamanat.
Dalam pembahasan penjualan konsinyasi ini, terdapat beberapa istilah yang
bersangkutan dengan penjualan konsinyasi yaitu :
a. Pengamanat (Consignor), yaitu pihak yang memiliki barang yang dititipkan kepada
pihak lain untuk dijualkan.
b. Komisioner (Consignee), yaitu pihak yang menerima titipan barang dari pengamanat
untuk dijualkan.
c. Konsinyasi keluar (Consignment-Out), yaitu rekening yang digunakan oleh
pengamanat untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan barang yang
dititipkan kepada komisioner.
d. Konsinyasi masuk (Consignment-In), yaitu rekening yang digunakan oleh komisioner
untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan barang-barang milik
pengamanat yang dititipkan kepadanya.
Ada beberapa alasan bagi pengamanat untuk mengadakan penjualan konsinyasi.
Drebin, Allan R. (1992) menyebutkan beberapa alasan tersebut antara lain :
126
1. Merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk memeperluas daerah pemasaran,
terutama untuk barang-barang yang :
a) Merupakan produk baru yang permintaan akan barang tersebut masih belum dapat
diprediksikan,
b) Penjualan melalui dealer tidak menguntungkan pada tahun-tahun yang lalu,
c) Barang tersebut mahal harganya sehingga dealer memerlukan investasi yang besar bila
membelinya, dan
d) Fluktuasi harga barang tersebut sangat besar sehingga dealer tidak mau membelinya.
2. Barang konsinyasi tidak ikut disita apabila terjadi kebangkrutan pada pihak komisisoner
sehingga resiko kerugian dapat ditekan.
3. Harga barang yang bersangkutan tetap dapat dikontrol oleh pengamanat, hal ini
disebabkan kepemilikan atas barang tersebut masih ditangan pengamanat sehingga harga
masih dapat dijangkau oleh konsumen. Pengawasan harga ini akan sulit jika menggunakan
system penjualan melalui dealer yang kepemilikan barangnya sudah ditangan dealer itu
sendiri.
4. Jumlah barang yang dijual dan persediaan barang yang ada di gudang mudah dikontrol
sehingga resiko kekurangan atau kelebihan barang dapat ditekan dan memudahkan untuk
rencana produksi.
Sedangkan alas an bagi komisioner untuk bersedia menerima titipan barang konsinyasi
adalah sebagai berikut :
1. Komisioner tidak dibebani resiko menanggung rugi bila gagal dalam penjualan barang-
barang konsinyasi.
2. Komisioner tidak mengeluarkan biaya operasi penjualan konsinyasi karena semua biaya
akan diganti/ditanggung oleh pengamanat.
3. Apabila terdapat barang konsinyasi yang rusak dan terjadi fluktuasi harga, maka hal
tersebut bukan tanggungan komisisoner (hal ini sangat penting terutama bila barang
konsinyasi tersebut berupa buah-buahan, atau produk pertanian lainnya).
4. Kebutuhan modal kerja dapat dikurangi, sebab komisisoner hanya berfungsi sebagai
penerima dan penjual barang konsinyasi untuk pengamanat.
5. Komisioner berhak mendapatkan komisi dari hasil penjualan barang konsinyasi.
Prosedur akuntansi untuk penjualan konsinyasi mempunyai dua metode pencatatan
yang dapat diguanakn oleh pihak pengamanat maupun pihak komisioner. Dua metode
pencatatan tersebut adalah :
1. Metode Laba Terpisah
2. Metode Laba Tak Terpisah
Pembahasan penjualan konsinyasi dalam bab ini akan diawali dengan pembahasan
akuntansi konsinyasi untuk pengamanat dengan menggunakan kedua metode pencatatan di atas
dan diikuti dengan pembahasan akuntansi konsinyasi untuk komisioner dengan menggunakan
kedua metode pencatatan diatas. Apabila dibuat skema pembahasan penjualan konsinyasi akan
tampak sebagai berikut :
Dengan barang yang dijual ditanggung sendiri oleh si penjual, tetapi dalam penjualan
konsinyasi semua biaya yang berhubungan dengan barang konsinyasi akan ditanggung oleh
pengamanat (pemilik barang). Sebagai alat komunikasi antara pengamanat dan komisioner
untuk mengetahui berapa jumlah barang yang telah berhasil dijualkan oleh komisioner beserta
jumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh komisioner, dibuatlah ‘LAPORAN PENJUALAN’
setiap akhir bulan atau periode tertentu oleh komisioner yang dilaporkan kepada pengamanat.
Dalam pembahasan penjualan konsinyasi ini, terdapat beberapa istilah yang bersangkutan
dengan penjualan konsinyasi yaitu :
127
a. Pengamanat (Consignor), yaitu pihak yang memiliki barang yang dititipkan kepada
pihak lain untuk dijualkan.
b. Komisioner (Consignee), yaitu pihak yang menerima titipan barang dari pengamanat
untuk dijualkan.
c. Konsinyasi keluar (Consignment-Out), yaitu rekening yang digunakan oleh
pengamanat untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan barang yang
dititipkan kepada komisioner.
d. Konsinyasi masuk (Consignment-In), yaitu rekening yang digunakan oleh komisioner
untuk mencatat transaksi-transaksi yang berhubungan dengan barang-barang milik
pengamanat yang dititipkan kepadanya.
Ada beberapa alasan bagi pengamanat untuk mengadakan penjualan konsinyasi. Drebin,
Allan R. (1992) menyebutkan beberapa alasan tersebut antara lain :
1. Merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk memeperluas daerah pemasaran,
terutama untuk barang-barang yang :
• Merupakan produk baru yang permintaan akan barang tersebut masih belum
dapat diprediksikan,
• Penjualan melalui dealer tidak menguntungkan pada tahun-tahun yang lalu,
• Barang tersebut mahal harganya sehingga dealer memerlukan investasi yang
besar bila membelinya, dan
• Fluktuasi harga barang tersebut sangat besar sehingga dealer tidak mau
membelinya.
2. Barang konsinyasi tidak ikut disita apabila terjadi kebangkrutan pada pihak komisisoner
sehingga resiko kerugian dapat ditekan.
3. Harga barang yang bersangkutan tetap dapat dikontrol oleh pengamanat, hal ini
disebabkan kepemilikan atas barang tersebut masih ditangan pengamanat sehingga harga
masih dapat dijangkau oleh konsumen. Pengawasan harga ini akan sulit jika menggunakan
system penjualan melalui dealer yang kepemilikan barangnya sudah ditangan dealer itu
sendiri.
4. Jumlah barang yang dijual dan persediaan barang yang ada di gudang mudah dikontrol
sehingga resiko kekurangan atau kelebihan barang dapat ditekan dan memudahkan untuk
rencana produksi.
Sedangkan alasan bagi komisioner untuk bersedia menerima titipan barang konsinyasi adalah
sebagai berikut :
1. Komisioner tidak dibebani resiko menanggung rugi bila gagal dalam penjualan barang-
barang konsinyasi.
2. Komisioner tidak mengeluarkan biaya operasi penjualan konsinyasi karena semua
biaya akan diganti/ditanggung oleh pengamanat.
3. Apabila terdapat barang konsinyasi yang rusak dan terjadi fluktuasi harga, maka hal
tersebut bukan tanggungan komisisoner (hal ini sangat penting terutama bila barang
konsinyasi tersebut berupa buah-buahan, atau produk pertanian lainnya).
4. Kebutuhan modal kerja dapat dikurangi, sebab komisisoner hanya berfungsi sebagai
penerima dan penjual barang konsinyasi untuk pengamanat.
5. Komisioner berhak mendapatkan komisi dari hasil penjualan barang konsinyasi.
Prosedur akuntansi untuk penjualan konsinyasi mempunyai dua metode pencatatan yang
dapat diguanakn oleh pihak pengamanat maupun pihak komisioner. Dua metode pencatatan
tersebut adalah :
3. Metode Laba Terpisah
128
4. Metode Laba Tak Terpisah
Pembahasan penjualan konsinyasi dalam bab ini akan diawali dengan pembahasan
akuntansi konsinyasi untuk pengamanat dengan menggunakan kedua metode pencatatan di atas
dan diikuti dengan pembahasan akuntansi konsinyasi untuk komisioner dengan menggunakan
kedua metode pencatatan diatas. Apabila dibuat skema pembahasan penjualan konsinyasi akan
tampak sebagai berikut :
129
c. Semua biaya yang berhubungan dengan barang konsinyasi tetap mmenjadi tanggung
jawab pengamanat sejak barang tersebut dikirim, sampai berhasil dijualkan oleh
komisioner kepada pihak ketiga.
Dengan adanya beberapa perlakuan akuntansi terhadap barang konsinyasi untuk
pengamanat tersebut maka prosedur pencatatan transaksi konsinyasi memerlukan teknik yang
khusus. Adapun metode pencatatan yang dapat dilakukan oleh pengamanat adalah dengan
menggunakan 2 (dua) metode pencatatan, yaitu :
1. Metode laba terpisah
2. Metode laba tak terpisah
Dalam uraian berikut ini akan dibahas penggunaan kedua metode tersebut dengan disertai
contoh soal kasus transaksi konsinyasi antara pengamanat dengan komisioner.
5.2.1. Akuntasi Konsinyasi untuk Pengamanat dengan Menggunakan Metode Laba Terpisah
Dalam metode ini transaksi-transaksi konsinyasi dipisahkan pencatatannya dari
transaksi-transaksi reguler sehingga Laba atau pendapatan dari penjualan barang konsinyasi
pencatatannya juga dipisahkan. Untuk mengikuti aliran barang konsinyasi dibuatkan rekeing
“Konsinyasi Keluar” (Consugnment Out) yaitu Rekening untuk menampung seluruh transaksi
yang terjadi pada barang konsinyasi. Pada akhir periode, laba konsinyasi yang dipisahkan
pencatatannya tersebut dipindahkan ke rekening laba-rugi dan menjadi bagian dari laba usaha
keseluruhan.
Contoh 1:
PT “ARFIANI” memproduksi pakaian jadi dan menitipkan produknya pada Toko “FENNY”.
Transaksi selama tahun 19A tampak sebagai berikut:
- Awal Januari 19A, mengirim 2000 unit pakaian olahraga denga harga pokok @ Rp
10.000,00 dan diberi harga jual eceran @ Rp 16.000,00. Ongkos kirim seluruhnya Rp
500.000,00.
- Biaya promosi, biaya penjualan dan biaya penyimpanan yang telah dikeluarkan oleh
Toko “FENNY” yang berhubungan dengan barang konsinyasi tersebut sebesar Rp
700.000,00
- Komisi penjualan ditentukan sebesar 20% dan semua biaya yang berhubungan dengan
barang titipan tersebut ditanggung oleh PT. “ARFIANI”
- Pada akhir tahun 19A, Toko FENNY melaporkan bahwa semua pakaian tersebut
berhasil djualkan dan bersamaan dengan itu dikirimkan uang sejumlah Rp
18.000.000,00 kepada PT “ARFIANI”.
Berdasarkan contoh di atas, jurnal yang dibuat oleh oleh Pengamanat (PT. “ARFIANI”)
dengan menggunakan metode laba terpisah adalah sebagai berikut:
130
Keterangan Jurnal
1. Pengiriman barang sebanyak 2000 unit pakaian jadi kepada 1. Konsinyasi keluar – Pengiriman
Toko FENNY dicatat sebesar harga pokoknya : Barang............................................................Rp
2000 x Rp 10.000,00 = Rp 20.000.000,00 20.000.000,00
Persediaan Barang......................................Rp
20.000.000,00
2. Pembayaran ongkos kirism oleh PT. “ARFIANI” sebesar Rp 2. Konsinyasi keluar – Ongkos
500.000,00 Kirim............................................................Rp
3. Biaya promosi, penjualan, dan biaya penyimpanan yang 500.000,00
dikeluarkan oleh Toko “FENNY” sebesar Rp.700.000,00 Kas...............................................................Rp
500.000,00
3. Tidak dibuat jurnal, sebab transaksi tersebut dilakukan oleh Toko
“FENNY” sebagai Komisioner.
4. Penjualan 2000 unit pakaian jadi dengan nilai: 2000 x Rp 4. Tidak ada jurnal sebab transaksi ini terjadi pada Toko “FENNY”
16.000,00 = Rp 32.000.000,00
5. Pengiriman uang sebesar Rp 18.000.000,00 dari Toko 5. Kas.........................................................,....Rp 18.000.000,00
“FENNY” Konsinyasi keluar – Penjualan........................Rp
18.000.000,00
6. Setelah menerima laporan dari komisioner diadakan 6.
pencatatan, penyesuaian dan jurnal penutup: a. Piutang Toko “FENNY”..........................]...Rp 900.000,00
a. Mencatat piutang dan biaya, perhitungan : Konsinyasi keluar - Biaya Promosi..............Rp
Jumlah penjuala.............................Rp 700.000,00
32.000.000,00 Konsinyasi keluar – Biaya Komisi...............Rp
Biaya promosi............Rp 700.000,00 6.400.000,00
Komisi 20% Konsinyasi keluar – Penjualan .........................Rp
Rp 32.000.000,00 = Rp 6.400.000,00 14.000.000,00
Rp
7.100.000,00 b. Konsinyasi keluar – Penjualan....................Rp 32.000.000,00
Jumlah yang harus di .........................Rp Konsinyasi keluar – Ongkos Kirim....................Rp
24.900.000,00 500.000,00
Sudah dibayar Kas...............................Rp Konsinyasi keluar – Biaya Promosi....................Rp
18.000.000,00 700.000,00
Jumah piutang...............................Rp Konsinyasi keluar – Biaya Komisi.....................Rp.
6.900.000,00 6.400.000,00
Konsinyasi keluar – pengiriman barang............Rp
b. Menutup rekening-rekening pendapatan dan biaya 20.000.000,00
konsinyasi Laba konsinyasi..................................................Rp
4.400.000,00
131
laba
Berdasarkan perhitungan dan pencatatan diatas, apabila dibuat buku besar rekening
“Konsinyasi Keluar” pada buku pengamanat akan tampak sebagai berikut:
Dari buku besar tersebut, tampaklah bahwa rekening konsinyasi keluar mempunyai
saldo kredit sebesar Rp 4.400.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penjualan konsinyasi
tersebut, PT. “ARFIANI” mendapatkan laba bersih dari konsinyasi sebesar Rp 4.400.000,00.
Tetapi apabila rekening konsinyasi keluar bersaldo debit, ini berarti PT. “ARFIANI
menanggung rugi dari penjualan konsinyasi sebesar saldo debitnya.
Contoh 2:
Seorang pengamanat pada akhir bulan Nopember 19A menerima Laporan penjualan
dari seorang Komisioner mengenai barang konsinyasi miliknya yang dititipkan selama bulan
itu. Laporan penjualan konsinyasi mengenai transaksi-transaksi konsinyasi adalah sebagai
berikut:
1. Penjualan Barang :
2000 unit x Rp.10.000,00/unit Rp.20.000.000,00
2. Biaya – Biaya Konsinyasi :
a. Biaya iklan Rp. 50.000,00
b. Biaya Salesman Rp. 400.000,00
c. Biaya Sewa Gedung Rp. 100.000,00
d. Komisi 15% Rp.3.000.000,00
Jumlah Rp. 3.550.000,00 _
Jumlah yang disetorkan Rp.16.450.000,00
Perjanjian yang dibuat antara Pengamanat dengan Komisioner adalah bahwa semua
biaya yang telah dikeluarkan komisioner akan diganti oleh pengamanat. Harga pokok
barang konsinyasi tersebut adalah Rp.8.750,00 per unit. Barang dikirim oleh Pengamanat
kepada Komisioner pada awal bulan.
Berdasarkan data diatas, maka buatlah jurnal untuk mencatat transaksi konsinyasi pada
buku Pengamanat.
Penyelesaian :
Jurnal yang harus dibuat oleh Pengamanat sesaat menerima laporan penjualan dari
Komisioner adalah :
1. Mencatat transaksi penjualan konsinyasi beserta biaya – biaya yang telah dikeluarkan
oleh Komisioner. Jurnalnya adalah sebagai berikut :
Kas Rp.16.450.000,00
132
Konsinyasi keluar - Biaya Iklan Rp. 50.000,00
Konsinyasi keluar - Biaya Salesman Rp. 400.000,00
Konsinyasi keluar - Sewa Gedung Rp. 100.000,00
Konsinyasi keluar - Komisi Rp. 3.000.000,00
Konsinyasi keluar – Penjualan Rp.20.000.000,00
2. Membuat jurnal saat melakukan pengiriman barang konsinyasi pada awal bulan sebagai
berikut :
Konsinyasi keluar – Pengiriman barang Rp.17.500.000,00
Persediaan barang dagangan Rp.17.500.000,00
Perhitungan :
Pengiriman barang ke Komisioner dihitung sebesar harga pokoknya yaitu :
2000 x Rp. 8.750,00 = Rp.17.500.000,00
3. Membuat jurnal penutup untuk menutup rekening – rekening pendapatan dan biaya :
Konsinyasi keluar – penjualan Rp. 20.000.000,00
Rugi Konsinyasi Rp. 1.050.000,00
Konsinyasi keluar - Biaya Iklan Rp. 50.000,00
Konsinyasi keluar - Biaya Salesman Rp. 400.000,00
Konsinyasi keluar - Sewa Gedung Rp. 100.000,00
Konsinyasi keluar - Komisi Rp. 3.000.000,00
Konsinyasi keluar – Pengiriman barang Rp.17.500.000,00
Berdasarkan jurnal ini, ternyata Pengamanat menderita kerugian dari diadakannya
penjualan konsinyasi sebesar Rp.1.050.000,00
4. Menutup rekening rugi - konsinyasi ke dalam rekening laba – rugi dengan jurnal :
Laba rugi Rp.1.050.000,00
Rugi Konsinyasi Rp.1.050.000,00
Dari jawaban dan perhitungan contoh-contoh diatas, ternyata dalam transaksi penjualan
konsinyasi tersebut pengamanat mengalami kerugian. Hal ini disebabkan oleh adanya
biaya-biaya konsinyasi yang dikeluarkan oleh komisioner dan biaya komisi jumlahnya
melebihi laba kotor penjualan. Laba kotor penjualan adalah merupakan selisih antara
hasil penjualan dikurangi dengan harga pokok penjualan.
Bila dibuat laporan penjualan tersebut ke dalam laporan laba-rugi untuk Pengamanat,
maka akan tampak sebagai berikut :
133
Konsinyasi Keluar
Berdasarkan data diatas, jurnal yang harus dibuat oleh CV “RAHMA” dengan menggunakan
metode laba tak terpisah adalah sebagai berikut :
134
keterangan Jurnal
1. Pengiriman barang ke toko “KURINA” Tidak dibuat jurnal (hanya di memo)
2. Pembayaran ongkos kirim oleh CV “RAHMA” sebesar Rp. 2. Biaya kirim .................... RP. 250.000,00
250.000,00 Kas ...................................... Rp. 250.000,00
3. Biaya promosi penjuala dan Biaya penyimpanan yang dikeluarkan Tidak dibuat jurnal
oleh Toko KURNIA sebesar Rp.900.000,00
4. Penjualann pakaian wanita oleh Toko “KURNIA” 4.Tidak dibuat Jurnal
5. Penyimpanan uang oleh Toko “KURNIA” 5.Kas ............... Rp. 30.600.000,00
Rp. 30.600.000,00 Penjualan ........... Rp. 30.6000.000,00
6. Pencatatan setelah Toko “KURNIA” melakukan perhitungan pada a. Piutang toko “KURNIA” Rp. 19.500.000
akhir tahun 19c Biaya promosi ...............Rp. 900.000
a. Mencatat piutang dan biaya- biaya (perhitungan lihat pada Biaya komisi...................Rp. 9.000.000
keterangan di bawah) Penjualan .......................Rp. 29.400.000
b. Mencatat harga pokok penjualan yang terjual sebesar:
4000 x Rp. 10.000 = Rp. 40.000.000 b. Harga pokok penjualan ...Rp. 40.000.000
c. Jurnal penyesuaian untuk menutup rekening – rekening penjualan Persediaan barang dagang Rp.40.000.000
dan biaya dan untuk menentukan laba konsinyasi
c. Penjualan ...Rp.60.000.000
B. kirim ................Rp. 250.000
B promosi........... Rp. 900.000
B komisi ..............Rp. 9.000.000
HPP.......................Rp. 40.000.000
Laba Konsinyasi Rp. 9.850.000
Keterangan :
Hasil penjualan 4.000 x 15.000 Rp. 60.000.000
Biaya promosi penjualan dan
Penyimpanan ......................Rp. 900.000
Komisi 15%...........................Rp. 9.000.000
Jumlah baya (Rp. 9.900.000)
Jumlah uang yang harus diterima Rp.50.100.000
Diterima per kas Rp. 30.600.000
Piutang pada Toko “KURNIA” Rp. 19.500.000 135
Berdasarkan pada tabel jurnal di atas, tampaklah pengamanat "CV RAHMA" tidak
menggunakan rekening baru dan rekening - rekening yang digunakan dalam mencatat transaksi
penjualan konsinyasi sama seperti yang digunakan dalam mencatat penjualan reguler. Hal ini
memang menyulitkan dalam pencarian data mana yang berasal dari penjualan reguler dan mana
yang berasal dari penjualan konsinyasi. Namun kesulitan tersebut bisa diatasi apabila dalam
pencatatan disertai dengan bukti - bukti atau diserahkannya pengelolaan pencatatan khusus
konsinyasi kepada pegawai yang khusus menangani konsinyasi.
Definisi menurut KUHD ini intinya sama dengan definis sebelumnya, hanya saja
diberikan penjelasan bahwa komisioner akan menerima upah/provisi yang lazimnya disebut
atas atas hasil penjualan barang konsinyasi.
Dengan demikian salah satu alasan komisioner mau menerima barag dari pabrik
pengamanat (Consignor) dengan haraa akan mendapatkan pendapatan komisi apabila berhasil
mejulakna barang titipan.
Sebagaimana telah dibahas dimuka, bahwa barang titipan milik pengamanat tidak
boleh diakui sebagai milik komisioner, sebab didalam penjualan konsinyasi, ada saat
pengiriman barang kepaa komisioner tidak disertai dengan pemindahan hak milik meskipun
barang titipan tersebut bukan milik komisioner, namun komisioner mempunyai beberapa
kewajiban yang harus dilaksanakan.
Adapun kewajiban – kewajiban bagi komisioner akibat adanya perjanjian konsinyasi
dengan pengamanat adalah sebagai berikut :
a. Berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menjualkan barang konsinyasi tersebbut
dengan harga dan persyaratan – persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian.
b. Menjaga keamanan dan keselamatan barang – barang konsinysi dari kecurian,
kebakaran, kerusakan dan resiko lainnnya.
c. Mengelola secara pisik maupun akuntansi terhadap barang – barang konsinyasi agar
mudah diidentifikasi.
d. Membuat laporan penjualan konsinyasi secara periodik kepada pengamanat.
136
meminta ganti atas pengeluaran uang tersebut atau langsung mengurangkan sejumlah yang
dikeluarkan terhadap uang hasil penjualan barang konsinyasi sebelum disetorkan dengan
dilampiri bukti – bukti yang mendukung.
Contoh 4
Toko “DITRA ELECTRIC” melaksanakan penjualan konsinyasi televisi berwarna dari
salah satu pabrik di jakarta. Dalam perjanjian konsinyasi tersebut, toko “DITRA ELECTRIC”
bertindak sebagai komisioner, transaks yang terjadi selama satu tahun adalah sebagai berikut
1. Pada awal bulan januari, menerima kiriman 100 buah televisi berwarna 18 inci dengan
harga jual @ Rp. 900.000 dan harga pokok Rp. 600.000
2. Ongkos kirim sebesar Rp. 350.000 telah dibayar oleh pengamanat.
3. Biaya promosi, biaya penjualan dan biaya penyimpaan yang tela dikeluarkan oleh Toko
“DITRA ELECTRIC” yang berhubungan dengan barang konssinyasi tersebut adalah
Rp. 450.000
4. Komisi penjualan ditentukan sebesar 16% dan dalam perjanjan disetujui bahwa semua
biaya yang berhubungan engan barang konsinyasi akan diganti oleh pengamanat.
5. Pada akhir tahun Toko “DITRA ELECTRIC” melaporkan bahwa semua televisi telah
habis terjual dan bersamaan itu pula menyetorkan uang hasil penjuala konsinyasi
sebesar Rp. 55.000.000
137
Berdasarkan contoh diatas, jurnal yang harus dibuat oleh Toko “DITRA ELECTRIC”
sebagai komisioner dengan menggunakan metode laba terpisah adalah sebagai berikut.
keterangan Jurnal
Menerima kiriman 100 buah TV berwarna dari Tidak dibuat jurnal (hanya di memo)
pengamanat
Pembayaran ongkos kirim sebesar Rp.250.000 Tidak dibuat jurnal
oleh pengamanat.
Biaya promosi penjuala dan Biaya Konsinyasi masuk – biaya operasi Rp.450.000
penyimpanan Rp. 450.000 Kas.............................................Rp.450.000
Mencatat penjualan 100 buah TV dengan nilai Kas ....... Rp. 90.000.000
100 x Rp. 900.000 Konsinyasi masuk penjualan Rp. 90.000.000
Mengirimkan uang kepada pengamanat Rp. Konsinyasi masuk- pengiriman
55.000.000 Uang Rp 55.000.000
Kas ......... Rp. 55.000.000
Penutupan dan penyelesaian akhir
A. Mencatat pendapatan komisi a. Konsinyasi masuk
16% x Rp 90.000.0000 Biaya komisi Rp. 14.400.000
Pendapatan komisi Rp 14.400.000
B. Mencatat pengakuan hutang kepada
pengamanat dengan perhitungan sebagai b. Konsinyasi masuk Rp. 20.150.000
berikut Hutang pd pengamanat Rp. 20.150.000
Kas hasil penjualan ...............Rp. 90.000.000
Dikurangi
Biaya operasi ......................Rp. 450.000
Biaya komisi .......................Rp. 14.400.000
Kas yang disetorkan .............Rp. 75.150.000
Kas yang sudah disetor ........Rp. 55.000.000
Kas yang belum disetor ........Rp. 20.150.000
138
Konsinyasi Masuk
Dari catatan dalam buku besar “Konsinyasi Masuk” di atas, tampak bahwa
rekening tersebut bersaldo kredit sebesar Rp 20.150.000,00. Saldo kredit ini menunjukkan
adanya hutang kepada pengamanat atau menunjukkan adanya uang hasil penjualan yang
belum disetorkan, yaitu sebesar Rp 20.150.000,00.
5.3.3 Akuntansi Konsinyasi Untuk Komisioner Dengan Menggunakan Metode Laba Tak
Terpisah
Pada dasarnya, prosedur akuntansi untuk Komisioner dengan menggunakan
metode laba tak terpisah sama dengan prosedur akuntansi pada metode laba terpisah.
perbedaan yang ada hanya pada rekening yang digunakan untuk mengikuti aliran transaksi
konsinyasi.
Bila dalam metode laba terpisah, Komisioner menggunakan rekening “Konsinyasi
Masuk” untuk mencatat transaksi-transaksi konsinyasinya, maka dalam laba tak terpisah
139
ini, Komisioner tidak membuat rekening baru. transaksi dicatat sebagai transaksi penjualan
biasa.
Untuk mengetahui dan mebedakan dengan barangnya sendiri maka setiap transaksi
yang berhubungan dengan barang titipan, akan dicatat ke dalam rekening “Nama
Pengamanat”. Penggunaan rekening ini adalah :
Toko “SPARTA” di Semarang menerima barang titipan dari pabrik pakaian Olah
Raga PT “KANORAGA” di Surabaya. Transaksi antara keduanya selama satu tahun
adalah sebagai berikut :
1. Menerima 1.000 pasang pakaian olah raga dari Pengamanat.
2. Membayar ongkos kirim yang belum dibayar oleh Pengamanat sebesar Rp 480.000,00
3. Membayar biaya promosi dan penjualan sebesar Rp 800.000,00
4. Penjualan 1.000 pasang pakaian olah raga secara tunai.
5. Pada akhir tahun mengirimkan sebagian uang hasil penjualan kepada Pengamanat
sebesar Rp 9.000.000,00
6. Komisi yang ditetapkan oleh Pengamanat sebesar 16%.
7. Harga jual pakaian tersebut @ Rp 15.000,00 dan harga pokoknya Rp 9.000,00
Berdasarkan data pada contoh diatas apabila metode laba tak terpisah digunakan
maka jurnal dan peritungan yang harus dibuat oleh Toko “SPARTA” di Semarang
adalah :
140
Keterangan Jurnal
1. Menerima 1.000 pasang pakaian dari Pengamanat 1. Tidak ada jurnal (hanya memo)
2. Mencatat pembayaran ongkos kirim sebesar Rp 480.000,00 2. PT KANORAGA .......... Rp 480.000,00
Kas .................................................... Rp 480.000,00
3. Membayar biaya promosi dan penjualan sebesar Rp 800.000,00 3. PT KANORAGA .......... Rp 800.000,00
Kas ................................................... Rp 800.000,00
4. Penjualan 1.000 pasang pakaian olah raga sebesar : 4. Kas ................................. Rp 15.000.000,00
1.000 x Rp 15.000,00 = Rp 15.000.000,00 Penjualan ..................................... Rp 15.000.000,00
5. Mencatat harga pokok penjualan sebesar penjualan dikurangi
5. Harga Pokok Penjualan ... Rp 12.600.000,00
komisi :
PT KANORAGA ....................... Rp 12.600.000,00
Penjualan Rp 15.000.000,00
Komisi 16% Rp 2.400.000,00
HPP = Rp 12.600.000,00
6. Mencatat penyetoran sebagian hasil penjualan, yaitu sebesar : 6. PT KANORAGA ........... Rp 9.000.000,00
Rp 9.000.000,00 Kas .............................................. Rp 9.000.000,00
141
Berdasarkan jurnal diatas, tampak bahwa pendapatan komisi yang berasal dari transaksi konsinyansi
tidak dinyatakan secara explisit didalam perhitungan Laba-Rugi melainkan akan tergabung dalam laba
dari penjualan regular.
Apabila dibuat buku besar piutang “PT.KANORAGA” dalam buku komisioner , akan tampak sebagai
berikut :
PT. KANORAGA
NO. Keterangan Debit Kredit Saldo
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Pembayaran ongkos kirim pengamanat 480.000,00 -
2. Membayar biaya promosi dan 800.000,00 - 1.280.000,00(D)
penjualan
3 Mencatat harga pokok penjualan - 12.600.000,00 11.320.000,00(K)
4. Penyetoran sebagian uang hasil 9.000.000,00 - 2.320.000(K)
penjualan
Berdasarkan informasi dalam buku besar tersebut tampak bahwa rekening PT”KANORAGA “
menunjukkan saldo kredit sebesar Rp. 2.320.000,00 yang berarti bahwa Komisioner (Toko Sparta)
masih belum menyetorkan uang hasil penjualan konsinyasi sebesar Rp. 2.320.000,00 atau dengan kata
lain Toko “SPARTA” mempunyai hutang kepada PT “KANORAGA” (sebagai pengamanat) sebesar
Rp. 2.320.000,00.
Contoh 6
Toko “NESTY” bergerak dalam bidang usaha konsinyasi barang-barang milik PT “LAGAM” . Toko
“NESTY” sebagai Komisioner diwajibkan membuat suatu laporan penjualan kepada pengamanat.
Berikut ini adalah salah satu laporan penjualan Toko “NESTY” yang memuat tentang data-data
penjualan konsinyasi serta biaya-biaya konsinyasi selama bulan Januari 1998.
Toko NESTY
Laporan Perhitungan Penjualan Barang Milik
PT. LAGAM Jnuari 1998
Rp. 375.000,00
Uang yang diberikan kepada PT.LAGAM ………………………………………… Rp. 826.000,00
Data lain yang ada pada Toko “NESTY” adalah pada awal bulan Januari 1998 menerima
kiriman barang dari PT “LAGAM” sebanyak 20 buah meja tulis yang harga pokok nya sebesar Rp.
70.000,00
142
Berdasarkan data pada laporan penjualan konsinyasi diatas, jurnal yang harus dibuat
Komisioner dengan menggunakan metode laba tak terpisah adalah :
Keterangan Jurnal
Menerima kiriman 20 buah meja tulis dari Tidak ada jurnal (hanya di memo)
pengamanat
Mencatat penjualan meja tulis sebesar Kas Rp. 1.200.000,00
12 x Rp. 100.000,00 Rp.1.200.000,00 Penjualan Rp. 1.200.000,00
Mencatat biaya penjualan dan biaya perakitan PT. LAGAM Rp. 75.000,00
sebesar : Kas Rp. 75.000,00
Rp. 50.000 + Rp. 25.000,0= Rp. 75.000,00
Mencatat harga pokok penjualan sebesar Harga Pokok Penj. Rp. 900.000,00
Hasil penjualan Rp. 1. 200.000,00 Penjualan Rp. 900.000,00
Komisi 25% Rp. 300.000,00
Berdasarkan jurnal pada transaksi diatas, bila di buat buku besar rekening PT. LAGAM pada buku
Komisioner maka akan tampak sebagai berikut :
PT. LAGAM
NO. Keterangan Kredit Debet Saldo
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Biaya promosi dan biaya perkiraan 75.000,00 - 75.000,00(D)
meja tulis
2. Harga pokok penjualan 12 meja tulis - 900.000,00 825.000,00(K)
3. Penyetoran uang hasil penjualan 825.000,00 - 0
Dari informasi dalam buku besar diatas, ternyata saldo akhirnya adalah Rp. 0,00 dan ini berarti
bahwa toko NESTY sudah tidak mempunyai kewajiban untuk menyetorkan uang lagi kepada PT.
LAGAM. Sedangkan 8 buah meja tulis yang masih belum laku dijual oleh Komisioner (Toko NESTY)
selama bulan Januari 1998 akan tetapi disimpan oleh Komisioner sampai laku dijual.
5.4 Masalah Barang Konsinyasi yang Belum Laku Terjual Sampai Akhir Periode Akuntansi
Barang konsinyasi milik si Pengamanat yang dititipkan kepada Komisioner, ada kalanya tidak
habis terjual atau dengan kata lain Komisioner belum mampu menjual seluruhnya sampai akhir periode
akuntansi. Apabila terjadi hal yang demikian, maka Pengamanat sebagai pemilik barang konsinyasi
tersebut harus mengadakan pencatatan atau penyesuaian terhadap catatan barang dagangannya. Jika
tidak dilakukan penyesuaian, maka laporan keuangan Pengamanat tidak mencerminkan keadaan nilai
barang dagangan yang sebenarnya. Bagi pihak Komisioner, adanya barang konsinyasi yang belum
terjual tidak mempengaruhi catatan barang dagangannya, sebab barang konsinyasi tersebut memang
bukan barang dagangan miliknya sehingga dalam hal ini Komisioner tidak perlu mengadakan jurnal
penyesuaian.
5.4.1 Barang Konsinyasi yang Belum Terjual Pada Akhir Periode Untuk Pengamanat
Apabila terdapat barang konsinyasi yang belum terjual pada akhir periode akuntansi, maka
perlu adanya penyesuaian terhadap barang-barang yang dititipkan kepada komisioner. Secara fisik
barang tersebut pada akhir periode telah menyerap biaya-biaya untuk pengelolaan barang
tersebut.
Untuk barang konsinyasinya yang telah terjual semuanya, tidak ada masalah terhadap
biaya-biaya yang telah dikeluarkan karena langsung dapat dibebankan / diperhitunngkan pada
saat penyelesaian pembayaran. Tetapi untuk barang konsinyasinya yang belum terjual, maka
perlu diadakan penyesuaian dengan cara memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
143
baik yang melekat pada barang yang telah dijual maupun yang belum terjual. Penyesuaian
terhadap biaya-biaya ini sangat penting dalam penentuan laba-rugi periodik
Apabila telah dapat dipisahkan biaya-biaya yang melekat pada masing-masing barang
konsinyasinya, maka perlakuan biayanya adalah sebagai berikut:
- Untuk biaya yang melekat pada barang konsinyasinya yang telah terjual, maka biaya
tersebut diperlakuakan sebagai “biaya operasi” pada periode penjualan.
- Untuk biaya yang melekat pada barang konsinyasinya yang belum terjual, maka biaya
tersebut diperlakukan dan dicatat sebagai “persekot biaya” atau “biaya yang
ditangguhkan pembebananya”
Untuk lebih jelasnya, diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 7:
PT. “ARINTA COMPANY” mengirimkan 10 buah Televisi berwarna kepada Toko “RISTA”
di Semarang dengan harga pokok @ Rp 400.000,00 dan harga jualnya Rp 750.000,00. Komisi
penjualan ditetapkan sebesar 20% dan semua biaya yang dikeluarkan oleh Komisioner menjadi
tanggungan Pengamanat.
Ongkos angkut dan biaya asuransi yang dikeluarkan oleh PT. “ARINTA COMPANY” masing-
masing sebesar Rp 100.000,00 dan Rp 50.000,00.
Pada akhir periode, Toko “FRISTA” melaporkan informasi sebagai berikut:
a. Televisi yang telah terjual sebanyak 4 buah.
b. Biaya promosi penjualan Rp 20.000,00
c. Biaya pemasaran pada konsumen Rp 100.000,00
d. Komisi penjualan Rp 600.000,00
e. Uang yang disetor ke Pengamanat Rp 2.370.000,00
Berdasarkan soal di atas, maka Pengamanat akan mengadakan pencatatan dan perhitungan
sebagai berikut:
- Terlebih dahulu dibuat alokasi beberapa macam biaya yang melekat pada 4 buah produk
yang terjual maupun 6 buah produk yang belum terjual.
- Setelah diadakan alokasi seperti yang tampak pada tabel di bawah ini, barulah diadakan
pencatatan sesuai dengan metode yang digunakan.
144
Daftar Alokasi Biaya
No. Keterangan 10 buah 4 buah TV 6 buah TV belum
Televisi yang terjual terjual
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Harga Pokok Penjualan 4.000.000,00 1.600.000,00 2.400.000,00
2. Biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh
Pengamanat 100.000,00 40.000,00 60.000,00
- Ongkos Angkut 50.000,00 20.000,00 30.000,00
- Biaya Asuransi
3. Biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh komisioner 20.0000,00 8.000,00 12.000,00
- Biaya Prom 10.000,00 10.000,00
Penjualan 600.000,00 600.000,00
- Biaya Pemasangan
- Biaya Komisi
Jumlah 4.780.000,00 2.278.000,00 2.502.000,00
145
No Keterangan Jurnal
1. Pengiriman 10 biah Televisi berwarna : 10 x Rp400.000,00 Konsinnyasi keluar pengiiriman barang (D)Rp40.000.000,00
= Rp40.000.000,00 Persediaan Barang (K)Rp40.000.000,00
2. Pembayaran ongkos angkut dan biaya asuransi sebesar Konsinyasi keluar ongkos angkut (D)Rp100.000,00
Rp100.000,00 dan Rp50.000,00 Konsinyasi Keluar Biaya asuransi (D)Rp50.000,00
Kas (K)Rp150.000,00
146
(20.000-12.000) Rp 8.000,00
Pemasangan Rp 10.000,00
Komisi Rp 600.000,00
Rp2.278.000,00
Laba Konsinyasi Rp 722.000,00
147
Apabila transaksi diatas diliat dalam buku besar rekening konsinyasi keluar,
maka akan tampak sebagai berikut:
No. Keteranga Debit Kredit Saldo
(Rp) (Rp) (Rp)
1. Pengiriman 10 buah televisi kepada 4.000.000,00 4.000.000,00(D)
komisioner
2.
Pembayaran ongkos angkut dan biaya 4.150.000,00(D)
asuransi sebesar Rp100.000,00 + 150.000,00
Rp50.000,00 = Rp150.000,00
3.
Biaya-biaya yang dikeluarkan
komisioner :
Biaya promosi 20.000
Biaya pemasangan 10.000 630.000,00 4.780.000,00(D)
Biaya komisi 600.000
630.000 3.000.000,00 1.780.000,00(D)
5. Jurnal Penutup
a. Pejualan
b. Biaya-biaya konsinyasi
Ongkos angkut 40.000
Asuransi 20.000
Promosi 8.000
Pemasangan 10.000
Komisi 600.000
Jumlah 678.000 678.000,00 4.102.000,00(D)
c. harga pokok 4 buat TV yang
terjual 1.600.000,00 2.502.000,00(D)
Saldo debit rekening Konsinyasi keluar sebesar Rp2.502.000,00 adalah merupakan nilai
barang konsinyasi beserta biaya-biaya yang melekat pada 6 buah televisi yang belum terjual
b) Metode Laba Tak Terpisah
Bila menggunakan Metode Laba Tak Terpisah, pada intinya sama dengan
metode laba terpisah, hanya saja rekening yang berhubungan dengan konsinyasi
tidak didahului dengan kata “Konsinnyasi Keluar”. Pada saat akhir periode dimana
terdapat barang konsinyasi yang belum terjual dibuat jurnal penyesuaian untuk
mencatat barang konsinyasi yang masih belum laku dan biaya yang masih melekat
pada barang tersebut serta harga pokok penjualan barang yang sudah terjual.
Adapun jumlahnya adalah sebagai berikut:
1) Mencatat barang yang belum terjual dan biaya yang melekat pada barang tersebut:
Biaya yang ditangguhkan Rp 102.000,00
Ongkos angkut Rp 60.000,00
Biaya asuransi Rp 30.000,00
Biaya promosi Rp 12.000,00
148
2) Mencatat Harga Pokok Penjualan barang yang dijual:
Harga Pokok Penjualan Rp 1.600.000,00
Persediaan barang Rp 1.600.000,00
Selanjutanya jurnal pengakuan laba konsinyasi dan penutupan ke rekening
laba-rugi sama seperti pada metode laba terpisah.
5.4.2 Barang Konsinyasi yang Belum Terjual Pada Akhir Periode Untuk Komisioner
Pada pencatatan buku Komisioner, masalah barang konsinyasi yang belum terjual tidak
mengalami penyesuaian atau dengan kata lain tidak ada pengaruh pada pencatatan Komisioner.
Hal ini disebabkan karena Komisioner tersebut hanya mencatat barang-barang konsinyasi yang
telah berhasil dijualkan dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan yang berhubungan dengan
penjualan konsinyasi serta pendapatan komisi dari konsinyasi.
Pencatatan dan penjurnalannya sama seperti pada barang konsinyasi yang habis terjual
yang telah dibahas di muka, baik dengan menggunakan metode laba terpisah maupun
menggunakan metode Laba Tak Terpisah.
5.5 Rangkuman
1. Akuntansi penjualan konsinyasi untuk pengamanat dengan menggunakan metode laba
terpisah, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Transaksi yang berhubungan dengan barang konsinyasi pencatatannya dipisahkan
dengan transaksi penjualan barang reguler. Akhirnya laba dari penjualan konsinyasi
pencatatannyapun akan terpisah dengan laba dari penjualan reguler.
b. Laba atau rugi yang diperoleh dari penjualan konsinyasi pada akhir transaksi atau
pada akhir periode, ditutup ke rekening Laba-Rugi.
c. Untuk mengetahui aliran barang konsinyasi, digunakan rekening “Konsinyasi
Keluar” atau Consigment-Out untuk mencatat segala transaksi yang berhubungan
dengan barang konsinyasi.
d. Penggunaan rekening “Konsinyasi Keluar” adalah sebagai berikut:
Debit Kredit
Pengiriman barang kepada Mencatat penjualan barang konsinyasi
komisioner
Mencatat semua biaya yang Mencatat pengembalian barang
berhubungan dengan dengan barang konsinyasi apabila rusak dan
konsinyasi, baik yang dikeluarkan sebagainya.
oleh pengamanat sendiri maupun
yang dikeluarkan oleh komisioner.
e. Untuk mempermudah penggolongan rekening, pencatatan jenis-jenis pendapatan,
biaya, didahului dengan kata “Konsinyasi Keluar” dan dibelakang kata tersebut
diikuti dengan jenis pendapatan atau biaya yang bersangkutan.
2. Dalam metode laba tak terpisah, Pengamanat tidak membuat rekening tersendiri untuk
mencatat transaksi barang-barang konsinyasi. Transaksi barang konsinyasi dicatat
seperti halnya transaksi penjualan biasa.Pada akhir periode transaksi konsinyasi,
setelah Pengamanat menerima laporan dari Komisioner, Pengamanat segera membuat
pencatatan mengenai barang-barang konsinyasi miliknya dengan cara membuat jurnal
penyesuaian untuk mencatat penjualan, harga pokok penjualan, dan biaya-biaya operasi
yang dikeluarkan oleh Pengamanat serta biaya komisi.
3. Laba konsinyasi atau rugi konsinyasi yang diperoleh Pengamanat tidak langsung
dipindahkan ke rekening laba-rugi (seperti pada metode Laba Terpisah), tetapi nanti
149
bersama-sama laba atau rugi dari penjualan reguler baru ditutup dan dipindahkan ke
rekening laba-rugi.
4. Perjanjian konsinyasi bagi Komisioner adalah merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan penghasilan. Pada hakekatnya, Komisioner mendapatkan keuntungan
dengan adanya konsinyasi ini.Dari syarat di atas yang pada hakekatnya menguntungkan
Komisioner akan merasa berkewajiban untuk menjalankan penjualan konsinyasi,
termasuk pula berkewajiban menjaga keamanan dan keselamatan barang-barang titipan
Pengamanat.
5. Pada metode laba terpisah, untuk mengikuti transaksi konsinyasi, Komisioner
menggunakan rekening “Konsinyasi Masuk” atau Consignment-In yang dipakai untuk
mencatat semua transaksi yang berhubungan dengan barang konsinyasi.
6. Pendapatan komisi yang diperoleh dari hasil penjualan konsinyasi, pada akhir periode
konsinyasi akan menambah pendapatan pada buku Komisioner dan dipindahkan ke
rekening laba-rugi.
7. Uang muka yang disetorkan oleh Komisioner kepada Pengamanat pada awal terjadinya
perjanjian konsinyasi tidak boleh dimasukkan sebagai transaksi barang konsinyasi
sehingga tidak dapat dicatat ke dalam rekening “Konsinyasi Masuk”. Dalam laporan
keuangan Komisioner, uang muka tersebut akan dicantumkan dalam neraca sebagai
piutang sampai berakhirnya transaksi konsinyasi.
8. Prosedur akuntansi untuk Komisioner dengan menggunakan metode laba tak terpisah,
hampir sama dengan prosedur akuntansi untuk metode laba terpisah. Dalam metode
laba tak terpisah, arus barang konsinyasi diikuti dengan menggunakan rekening dengan
“nama pengamanat”. Rekening ini digunakan untuk mencatat semua transaksi yang
berhubungan dengan barang konsinyasi.
9. Apabila pada akhir periode akuntansi konsinyasi rekening dengan “Nama Pengamanat”
mempunyai saldo kredit, maka hal tersebut menunjukan dengan uang yang belum
disetor dari hasil penjualan konsinyasi kepada Pengamanat. Tetapi apabila rekening
tersebut bersaldo debit, maka hal tersebut menunjukkan adanya piutang atau tagihan
Komisioner kepada Pengamanat.
10. Pendapatan komisi yang diperoleh Komisioner, tidak ditunjukkan secara eksplisit
dalam suatu rekening, tetapi akan langsung terlihat bersama-sama dengan laba dari
penjualan reguler. Pendapatan komisi tersebut akan mengurangi hasil penjualan
konsinyasi dan dicatat sebagai harga pokok penjualan.
11. Apabila terdapat barang konsinyasi yang belum terjual pada akhir periode, maka harus
diadakan penyesuaian terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Untuk biaya yang
melekat pada barang konsinyasi yang telah terjual, biaya tersebut diperlakukan sebagai
“biaya operasi”. Tetapi untuk biaya yang melekat pada barang konsinyasi yang belum
terjual, biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya “biaya yang ditangguhkan” atau
sebagai “persekot biaya”.
Sedangkan bagi pihak Komisioner tidak perlu mengadakan penyesuaian, sebab semua
biaya yang telah dikeluarkan, baik untuk barang konsinyasi yang telah terjual maupun
yang belum terjual akan dikurangi terlebih dahulu terhadap hasil penjualan sebelum
uangnya disetorkan kepada Pengamanat.
150
151
AKUNTANSI UNTUK PUSAT, AGEN DAN CABANG
o PENDAHULUAN
o AKUNTANSI UNTUK PUSAT DAN AGEN
o AKUNTANSI UNTUK PUSAT DAN CABANG
o PENGIRIMAN KEKAYAAN ANTAR CABANG
o REKONSILIASI ANTARA KANTOR PUSAT DAN CABANG
o PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN GABUNGAN ANTARAPUSAT DAN
CABANG
o PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN GABUNGAN APABILA BARANG
DAGANGAN DICABANG DI CATAT DI ATAS HARGA POKOK
o RANGKUMAN
Setelah mempelajari bab VI mengenai akuntansi untuk pusat, agen, dan cabang ini para
mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memahami pengertian agen dan cabang serta hubungannya dengan kantor pusat.
2. Mengerti prosedur akuntansi untuk mencatat transaksi antara kantor pusat dan agen
serta mencatat transaksi antara kantor pusat dan cabang
3. Memahami prosedur akuntansi untuk mencatat transaksi pengiriman (transfer)
kekayaan antara cabang yang satu dengan cang yang lain
4. Membuat rekonsiliasi antara kantor pusat dan cabang.
5. Menyusun laporan keuangan gabungan antara kantor pusat dengan cabangnya.
152
6.1 Pendahuluan
Perusahaan dalam melaksanakan usahanya semakin lama dapat semakin berkembang
sehingga kemungkinan untuk membuka daerah pemasaran yang baru semakin terbuka dan
mendesak sehingga perlu segera dilaksanakan. Akibat adanya perluasan daerah pemasaran ini
akan menimbulkan suatu masalah yaitu bagaimana produk perusahaan sampai ke tangan
pembeli dengan cepat tanpa menimbulkan biaya angkut yang banyak dan memakan waktu yang
lama. Untuk mengatasi masalah tersebut perusahaan dapat membetuk tempat-tempat penjualan
pada daerah-daerah atau kota-kota tertentu sehingg sarana untuk memperluas daerah
pemasaran dapat tercapai seperti apa yang direncanakan.
Tempat-tempat penjualan yang dibentuk tersebut, sapat berbentuk agen(agency) atau
dapat berbentuk cabang (branch) dari perusahaan yang berkembang tersebut. Agen maupun
cabang yang dibentuk oleh pusat (dalam hal ini adalah perusahaan yang berkembang tersebut)
keduanya merupakan sarana untuk memperluas daerah pemasaran dan menyalurkan produk
perusahaan kepada para pembeli didaerahnya masing-masing. Meskipun agen dan cabang
keduanya sama-sama merupakan suatu sarana, namun terdapat beberapa perbedaan pokok di
antara keduanya, yaitu dalam hal organisasi, pengelolaan manajemen, dan pengelolaan
akuntansinya.
Dalam hal organisasi maupun pengelolaan manajemen, agen hanyalah merupakan
tempat penjualan produk milik pusat dan gaen tidak perlu dipisahkan pengelolaan manajemen
maupun pencatatan akuntansinya. Semua kebijakan dan catatan akuntansi dikelola langsung
oleh pusat dan tugas agen hanyalah mencari pembeli yang selanjutnya menghubungi pusat
untuk mengirimkan sejumlah produk untuk pembeli tersebut.
Sedangkan untuk cabang, pengelolaan manajemen serta pencatatan akuntansinya perlu
diadakan pemisahan antara pusat dan cabang sehingga dapat melaksanakan kebijakan yang
ditentukan oleh pusat, cabang mempunyai kebebasan untuk melaksanakannya. Cabang juga
mempunyai wewenang untuk menjual produk sesuai dengan keinginannya dan cabang diberi
kebebeasan pulla untuk melakukan pencatatan transaksi-transaksi sendiri. Sebagai pertangung-
jawaban cabang kepada pusat adalah cabang diwwajibkan membuat laporan keuangan setiap
periode tertentu yang dilaporkan kepada pusat. Laporan keuangan cabang ini tidka
disebarluaskan kepada para pemegang saham atapun kepada umum, sebab laporan keuangan
cabang ini hanya bersifat intern yang khusus untuk dilaporkan kepada pusat. Setelah menerima
laporan dari cabangnya selanjutnya pusat akan mengadakan konsolidasi untuk Menyusun
laporan keuangan gabungan antara laporan keuangan pusat dengan laporan keuangan cabang-
cabangnya.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai akuntansi agen dengan pusat dan
akuntansi pusat dengan cabang maka akan dibahas secara berurutan dengan skema berikut :
153
akuntansi untuk pusat metode laba dicatat
dan agen secara terpisah
pengiriman barang
antar cabang
pengiriman kekayaan pengiriman barang ke
antar cabang cang di nota di atas
akuntasi pusat, agen harga pokok
dan cabang rekonsiliasi antara barang yang dinota di
pusat dan cabang atas harga pokok,
belum semuanya habis
penyusunan laporan terjual pada akhir
keuangan gabungan periode
antara pusat dan
cabang
154
6.2 akuntansi untuk pusat dan agen
Agen merupakan suatu perwakilan yang bekerja sebagai suatu unit organisasi penjualan local
pada suatu daerwah tertentu dibawah pengawasan kantor pusat. Agen tidak mengadakan
pencatatan secara komplit, tetapi pada umumnya agen cukup menyelenggarakan buku kas
untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran kas. Penerimaan kas pada suatu agen bukan
berasal dari hasil penjualan barang dagangan tetapi berasal dari kantor pusat sebagai pengisian
dana untuk modal kerja guna membiayai operasi agen. Pengeluaran kas pada suatu agen guna
membianyai operasi biasanya dicatat dalam beberapa rangkap dan tembusannya diberikan
kepada kantor pusat.
Pengawasan dana yang diberikan kepada suatu agen, hamper sama pelaksanaanya dengan
system pengisian kas kecil ( petty cash) yang biasnya menggunakan system dana bersaldo tetap
atau “ imprest Fund System”.
Persediaan barang dagangan yang ada pada suatu agen, bukan merupakan persediaan barang
untuk dijual, tetapi hanya berupa sempel (contoh/monster) saja. Apabila terjadi pesanan dari
pembeli, pesanan tersebut diterima oleh agen untuk dikirim langsung ke kantor pusat untuk
diminta persetujuan. Jika sema syarat sudah terpenuhi, kantor pusat akan langsung
mengirimkan barang pesanan tersebut kepada pembeli Bersama-sama faktur penjualannya
tanpa melalui agen. Akan tetapi pada hal-hal tertentu kantor pusat dapat menyerahkan
pembuatan faktur kepada agen serta dapat pula menyerahkan pengawasan piutang serta
penagihannya kepada agen. Semua biaya yang berhubungan dengan agen, selain yang
dikeluarkan dengan menggunakan modal kerja agen, akan diganti oleh kantor pusat.
Untuk mencatat transaksi yang terjadi pada suatu agen digunakan system saldo tetap. Yaitu
semua transaksi dicatat atas nama kantor pusat sehingga tidak disediakan rekening tersendiri.
Hanya saja setiap transaksi yang berhubungan dengan agen diberi tanda atau diberi nama agen
yang bersangkutan. Semua transaksi akan dibukukan oleh kantor pusat.
Pembukuan transaksi-transaksi dengan agen oleh kantor pusat dapat menggunakan dua metode
pencatatan yaitu :
1. Laba atau rugi yang diperoleh dari penjualan melalui agen dicatat secara
terpisah, dan
2. Laba atau rugi yang diperoleh dari penjualan melalui agen dicatat secara
tidk terpisah
6.2.1 metode laba atau rugi dicatat secara terpisah
Pada metode ini, kantor pusat menyediakan rekening khusus untuk mencatat pendapatan dan
biaya-biaya yang bersangkutan dengan agen. Rekening khusus ini terutama digunakan untuk
mencatat semua transaksi penjualan melalui agen dan biaya-biaya yang terjadi pada agen yang
bersangkutan. Dengan disediakannya rekening khusus tersebut, dapat dengan mudah dihitung
laba atau rugi yang timbul dari kegiatan penjualan melalui agen-agennya.
Apabila kantor pusat mempunyai lebih dari satu agen, maka rekening pendapatan dan biaya
pada agen dapat dipakai sebagai buku besarnya (rekening kontrolnya) sedang rekening-
rekening pendapatan dan biaya pada tiap-tiap agen dipakai sebagai buku pembantunya.
Contoh 1 :
Kantor pusat PT “ BERSAMA JAYA” Surabaya, membuka agen penjualan
dikota Yogja. Semua pendapatan dan biaya dicatat secara terpisah oleh kantor pusat.
Berikut ini adalah transaksi yang terjadi selama bulan April antara kantor pusat dan agen
155
Tanggal 4 april :pengiriman barang dagangan sebagai sampel kepada agen yogja sebesar
harga Rp. 7.000.000,00
Tanggal 8 april :Pengiriman uang tunai untuk agen sebagai modal kerja sebesar Rp.
800.000,00
Tanggal 20 april :penjualan melalui agen Yogja sebesar harga faktur Rp. 20.000.000,00 sedang
harga pokonya Rp. 16.000.000,00
Tanggal 25 April : agen yogja mengeluarkan biaya promosi sebesar Rp. 280.000,00 dan biaya
penyimpanan sebesar Rp. 95.000,00 serta biaya lain-lain sebesar Rp. 275.000.00
Tanggal 30 April : biaya gaji dan komisi untuk agen yogja dibayar oleh kantor pusat sebesar
Rp. 1.300.000,00
Berdasarkan informasi pada transaksi diatas, dapat dibuat jurnal oleh kantor pusat
dengan metode laba atau rugi dicatat secara terpisah sebagai berikut :
Keterangan Jurnal
Tanggal 4 April 1. Persediaansampel
1. Pengiriman sampel barang dagangan Agen Yogya ……… Rp. 7.000.000,00
Kepada agenYogya sebesar harga pokok Pengiriman barang kepada Agen
Rp. 7.000.000,00 Yogya ……………… Rp. 7.000.000,00
Tanggal 8 April 2 .Modal KerjaAgen
2. Pengiriman uang untuk modal kerja Yogya ……………… Rp. 800.000,00
Agen Yogya sebesar Kas…………………. Rp. 800.000,00
Rp. 800.000,00
Tanggal 20 April 3 .a. PiutangDagang …… Rp. 20.000.000,00
3.a. Penjualan melalui agen Yogya sebesar Penjualan AgenYogya…Rp. 20.000.000,00
Rp. 20.000.000,00 b. Harga pokok penjualan
b. Mencatat harga pokok penjualan Agen Yogya …………. Rp. 16.000.000,00
Rp. 16.000.000,00 Persediaan …………….. Rp. 16.000.000,00
Tanggal 25 April 4 .BiayaPromosiAgen
4. Pengeluaran kas oleh agen Yogya berupa biaya Yogya ……..………. Rp. 280.000,00
promosi, penyimpanan, dan biaya Biaya Penyimpanan
lain – lain. Agen Yogya …….. Rp. 95.000,00
Biaya lain – lain Agen
Yogya ……………… Rp. 275.000,00
Kas …………………….. Rp. 650.000,00
Tanggal 30 April 5. Biaya gaji dan komisi
5. Gaji dan komisi Agen Yogya Agen Yogya ………. Rp. 1.300.000,00
Kas ……………………. Rp. 1.300.000,00
Tanggal 30 April 6 .PenjualanAgen
6. Menutup rekening penjualan dan biaya kedalam Yogya ………………. Rp. 20.000.000,00
rekening rugi laba B. Promosi AgenYogya … Rp. 280.000,00
B. Penyimpanan A YogyaRp. 95.000,00
B. lain lain AgenYogya ….Rp. 275.000,00
B. gaji &komisi Agen ….. Rp. 1.300.000,00
HPPAgen..........................Rp.16.000.000,00
LabaAgenYogya …………… Rp. 2.050.000,00
7. Menutup rekening laba penjualan Agen Yogya ke 7 .LabaAgenYogya ….............Rp. 2.050.000,00
rekening laba-rugi Laba–Rugi ……………… Rp. 2.050.000,00
156
6.2.2. Metode Laba atau Rugi Dicatat Secara Tidak Terpisah
Pada metode ini Kantor Pusat tidak membuat rekening khusus untuk mencatat pendapatan dan
biaya-biaya yang berhubungan dengan agen. Laba atau Rugi yang didapat dari penjualan
barang dagangan melalui agen, akan dilaporkan tergabung dengan transaksi penjualan melalui
kantor pusat sendiri. Akibatnya semua transaksi peniualan dan biaya yang terjadi melalui agen,
dicatat dalam rekening pembukuan yang ada seperti halnya transaksi-transaksi yang terjadi di
Kantor Pusat. Dengan menggunakan contoh pada metode Laba-Rugi secara terpisah di muka,
maka dapat dijurnal oleh Kantor Pusat sebagai berikut:
Keterangan Jurnal
Tanggal 4 April
1. Pengiriman sampel barang dagang kepada agen Yogya 1. Persediaan sampel
sebesar harga pokok Agen Yogya ……….. Rp.
Rp. 7.000.000,00 7.000.000,00
Pengiriman barang kepada
agen
Yogya …………………. Rp.
7.000.000,00
Tanggal 8 April
2. Pengiriman Uang untuk modal kerja agen Yogya 2 . Modal KerjaAgen
sebesar Rp. 800.000,00 Yogya …………….. Rp.
800.000,00
Kas ……………..…….
Rp. 800.000,00
Tanggal 20 April
3. Penjualan melalui agen Yogya sebesar harga fakturnya 3 .Piutang Dagang ….... Rp.
Rp. 20.000.000,00 20.000.000,00
Penjualan ……….…….
Rp. 20.000.000,00
Tanggal 25 April 4 .BiayaPromosi ……...Rp.
4. Mencatat biaya promosi, penyimpanan, dan biaya lain 280.000,00
lain oleh agen Yogya Biaya Penyimpanan... Rp.
95.000,00
Biaya Lain lain ……..Rp.
275.000,00
Kas ………………….Rp.
650.000,00
Tanggal 30 April
5. Gaji dan komisi Agen yang dibayarkan oleh kantor 5 .Biaya gaji &komisi…Rp.
pusat sebesarRp. 1.300.000,00 1.300.000,00
Kas ………………..… Rp.
1.300.000,00
Pada metode Laba Rugi secara tidak terpisah, rekening-rekening yang berhubungan dengan
agen tidak diberi tanda khusus, sehingga pada akhir bulan atau akhir periode tertentu tidak
perlu ditutup ke rekening Laba-rugi. Demikian pula Laba atau Rugi yang didapatkan tidakakan
Nampak seperti pada metode sebelumnya. Laba atau rugi akan dihitung bersama dengan laba
atau rugi penjualan melalui Kantor Pusat sendiri.
157
6.3.3. Akuntansi Untuk Pusat dan Cabang
Berbeda dengan agen, Cabang mempunyai otonomi sendiri dalam hal menyelenggarakan
pembukuan.Cabang berusaha dan bekerja sebagai unit usaha yang berdiri sendiri. Dalam
usahanya tersebut, Cabang diberi modal kerja oleh Kantor Pusat, baik berupa uang kas, barang-
barang dagangan maupun aktiva-aktiva lainnya.
Otonomi yang laindiberikan kepada Cabang oleh Kantor Pusat adalah:
• Cabang dapat membeli sendiri barang dagangan dari pihak ketiga untuk memenuhi
kebutuhan permintaan barang dagangan yang tidak dapat dipenuhi oleh Kantor Pusat.
• Cabang dapat melakukan aktivitas penjualan mulai dari usaha untuk mendapatkan
pembeli, mengirimkan barang dagangan beserta pembuatan fakturnya, menagih
piutangnya, dan menyimpan uang hasil dari penjualan tersebut.
Dalam hubungan antara Kantor Pusat dan Cabang, dikenal adanya sistem Sentralisasi dan
sistem Desentralisasi. Pada sistem Sentralisasi, proses terjadinya transaksi pembukuan dan
proses-proses pencatatan lainnya seperti pada hubungan Kantor Pusat dan Agen yang telah
diuraikan di muka. Pada Sistem Desentralisasi, cabang dianggap sebagai Unit Usaha yang
berdiri sendiri sehingga proses pelaksanaan transaksi, pembukuan dan proses pembuatan
laporan dilaksanakan seperti halnya perusahaan- perusahaan pada umumnya.
Dalam pembahasan ini, akan diuraikan hubungan Kantor Pusat dan Kantor cabang dengan
menggunakan Sistem Desentralisasi.
Cabang akan membuat pembukuan secara lengkap. Cabang akan mempunyai rekening-
rekening aktiva, hutang, pendapatan, rekening biaya-biaya sendiri.
Hubungan antara Kantor Pusat dan Cabang akan tampak pada rekening timbal balik
(Reciprocal Account), yaitu rekening buku besar yang diselenggarakan oleh masıng- masing
pihak. Rekening timbal balik tersebut adalah di Kantor Pusat mempunyai Rekening
"R/K - Kantor Cabang", sedang di Cabang mempunyai rekening "R / K - KantorPusar".
Penggunaan masing-masing rekening tersebut adalah sebagai berikut:
1. Di Kantor Pusat terdapat rekening "R/K Kantor Cabang" yang penggunaannya adalah:
Debit :
- Untuk mencatat pengiriman uang atau pengiriman barang (dropping) ke Kantor
Cabang.
- Untuk mencatat pembebanan biaya kepada Kantor Cabang.
- Untuk mencatat pengakuan Laba dari operasi Kantor Cabang.
Kredit:
- Untuk mencatat penerimaan uang dari Kantor Cabang.
- Untuk mencatat penerimaan kiriman barang atau membantu barang dari Kantor Cabang.
- Untuk mencatat pengakuan rugi dari operasi Kantor Cabang
158
2. Di kantor cabang terdapat rekening “R/K – kantor pusat” yang penggunaannya adalah
sebagai berikut :
Debit : - untuk mencatat pengiriman atau setoran uang Kepada kantor pusat
Berdasarkan transaksi pada bulan September di atas, jurnal dan perhitungan yang dibuat oleh
kantor pusat dan kantor cabang adalah sebagai berikut :
159
transaksi kantorpusat Kantor cabang
1. tanggal 2 september
Pengirim uang ke cabang Rp 13.000.000,00 1. R/K - Kantor cabang Rp13.000.000,00 1. kas Rp13.000.000,00
sebagai modal kerja kas Rp13.000.000,00 R/K-Kantor Pusat Rp13.000.000,00
2. tanggal 3 September
dropping barang dagangan ke cabang 2. R/K-Kantor cabang Rp6.800.000,00 2. penerimaan barang dari pusat Rp6.800.000,00
sebesar Rp6.800.000,00 Pengiriman barang ke cabang Rp6.800.000,00 R/K-Kantor Pusat Rp6.800.000,00
3. tanggal 14 september
Pembelian alat perlengkapan kantor oleh 3. alat perlengkapankantor Rp260.000,00
cabang sebesar Rp 260.000,00
kas Rp260.000,00
4. tanggal 20 september
penjualan oleh cabang 4. kas Rp2.000.000,00
tunaiRp 2.000.000,00 piutangdagang Rp4.500.000,00
kredit Rp6.500.000,00 penjualan Rp6.500.000,00
5. tanggal 25 september
pelunasanpiutangdaripenjualansebesar 5. kas Rp4.000.000,00
Rp4.000.000,00
piutangdagang Rp4.000.000,00
6. tanggal 26 september
pengeluaranbiaya-biaya oleh kantorcabang 6. biayapenjualan Rp100.000,00
biayapromosi Rp300.000,00
gajikaryawan Rp980.000,00
biayatelepon dan listrik Rp600.000,00
kas Rp1.900.000,00
7. tanggal 28 september
mencatatbiaya-biaya yang telahdibayar oleh 7. R/K kantorcabang Rp1.025.000,00 7. biayaangkut Rp 150.000,00
kantorpusat yang biayaangkut Rp 150.000,00 biayaasuransi Rp 700.000,00
dibebankankepadakantorcabang **Biayapremiasuransi Rp 700.000,00 biayabunga Rp 175.000,00
*Pendapatanbunga Rp 175.000,00 R/K-Kantor Pusat Rp 1.025.000,00
8. tanggal 30 september
penyesuaian dan tutupbuku
160
a. mencatatpersediaanbarang yang sudahada a. persediaanbarangdagang Rp 3.600.000,00
di gudangcabang Rp6.500.000,00 rugilaba Rp 3.600.000,00
b. b. penjualan Rp 6.500.000,00
menutuprekeningpenjualankerugilabasebesar
Rp6.500.000,00 rugilaba Rp 6.500.000,00
c. pemindahanrekening- c. rugilaba Rp 10.100.000,00
rekeningbiayakerugilaba pengirimanbarangdaripusat Rp 6.800.000,00
biayapenjualan Rp 100.000,00
biayapromosi Rp 300.000,00
gajikaryawan Rp 980.000,00
biayatelpon dan listrik Rp 600.000,00
biayaangkut Rp 150.000,00
biayaasuransi Rp 700.000,00
biayabunga Rp 175.000,00
laba Rp 295.000,00
d. pemindahansaldolabacabangkepusat d. rugi-laba Rp 295.000,00
R/K-Kantor Pusat Rp 295.000,00
e. pengakuanlabacabang oleh kantorpusat e. R/K - Kantor cabang Rp295.000,00
Rugilabacabang Rp 295.000,00
f. pemindahanrugi- f. rugilabacabang Rp295.000,00
labacabangkerekeningrugi-labapusat rugi-laba Rp 295.000,00
Penjelasan jurnal
*(1) jurnal transaksi tanggal 28 september, pada saat kantor pusat membebankan biaya-biaya kekantor cabang mencatat biaya bunga sebagai
pendapatan bunga sebelah kredit.
**(2)demikian pula untuk biaya asuransi, pada saat dibebankan ke cabang, oleh pusat dicatat sebagai premi asuransi sebelah kredit
161
Kantor pusat adakalanya menginvestasikan sebagian aktiva tetap kepada kantor cabang.
Apabila terjadi hal yang demikian, maka diperlukan sama seperti pengiriman barang cadangan.
Hal ini disebabkan karena pengiriman aktiva tetap akan diinvestasikan yang sifatnya tetap serta
menyangkut jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi, sehingga transaksi yang demikian
tidak boleh menggunakan rekening “R/K – kantor cabang” ataupun “R/K – Kantor pusat”
Pengiriman kekayaan (selain barang dagangan) kekantor cabang, pada saat pengiriman
akan dicatat sebagai berikut :
Aktiva tetap Rp XX
Aktiva tetap – kantor pusat Rp XX
Apabila investasi selain barang dagangan yang sifatnya jangka Panjang dilakukan oleh kantor
pusat, maka kantor pusat akan menjurnal :
162
6.4.1. Pengiriman Uang ( Transfer Kas ) Antar Cabang
Terjadi karena cabang satu mengirimkan sejumlah uang kepada cabang lainnya, baik
atas kemauan sendiri maupun kantor pusat.
Jika uang sudah dikirimkan ke cabang yang lain, maka kedua cabang yang terlibat
dalam transaksi pengiriman tersebut tidak perlu membuat rekening khusus yang menyebutkan
nama atau tempat cabang masing-masing. Transaksi tersebut ditangani oleh kantor pusat
berdasarkan otorisasi yang telah diberikan.
Pencatatan dilakukan oleh masing-masing pihak yaitu dengan cara cabang penerima
mengkredit rekening “ R/K – Kantor Pusat”. Sama halnya ketika mereka menerima dropping
kas dari pusat lalu mendebit akun rekening kas.
Sedangkan, untuk cabang pengirim mendebit rekening “ R/K – Kantor Pusat “. Atau
sama halnya mereka menyetorkan uang ke pusat dan mengkredit akun rekening kas.
Sedangkan, untuk kantor pusat akan membuat jurnal antar cabang yaitu mengkredit
rekening “R/K – Kantor Cabang Pengirim” kemudian mendebit rekening “R/K – kantor
Cabang Penerima”.
Contoh :
Perusahaan Percetakan “GARUDA”, mempunyai kantor pusat di Semarang dan
membuka cabang di dua kota, yaitu cabang Tegal dan cabang Kudus. Kantor pusat Semarag
memerintahkan kantor cabang Kudus untuk mengirimkan uang dengan jumlah Rp
2.500.000,00 kepada kantor cabang Tegal untuk memperluas pemasarannya.
Berdasarkan transaksi tersebut, pencatatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak
yaitu sebagai berikut :
a. Untuk cabang Pengirim ( Cabang Kudus ) jurnal yang dibuat yaitu :
R/K – Kantor Pusat Rp 2.500.000.000
Kas Rp 2.500.000
b. Untuk cabang penerima ( Cabang Tegal ) jurnal yang dibuat yaitu :
Kas Rp 2.500.000,00
R/K – Kantor Pusat Rp 2.500.000
c. Sedangkan, untuk Kantor Pusat Semarang jurnal yang dibuat yaitu :
R/K – Kantor Cabang Tegal Rp 2.500.000,00
R/K – Kantor Cabang Kudus Rp 2.500.000,00
6.4.2. Pengiriman Barang Antar Cabang
Pengiriman barang yang dimaksud yaitu pengiriman barang daganagan ( Transfer Of
Merchandise ). Untuk pengiriman barang dagangan ini, menimbulkan masalah tersendiri, yaitu
ongkos angkut untuk pengiriman barang dagangan dari cabang pengirim ke cabang penerima.
163
Pengiriman barang dari pusat ke cabang, biasanya untuk ongkos angkutnya barang tersebut
diperhitungkan dan akan menjadi beban kantor cabang yaitu dengan ditambahkan pada harga
barang yang bersangkutan. Untuk pengiriman barang antar cabang dilakukan atas perintah
Kantor Pusat, maka ongkos angkut barang tersebut diatur sebagai berikut :
1. Ongkos angkut barang dari cabang pengirim ke cabang penerima, terlebih dahulu dibayar
oleh cabang pengirim dan nantinya akan diperhitungkan sebagai beban kantor pusat.
2. Cabang penerima akan dibebani ongkos angkut sebesar ongkos angkut apabila barang
tersebut langsung dikirim dari kantor pusat, bukan sebesar ongkos angkut dari cabang
pengirim.
3. Apabila terjadi selisih ongkos angkut antara cabang pengirim ke cabang penerima dengan
ongkos angkut dari kantor pusat langsung ke cabang penerima, maka selisih ongkos angkut
tersebut dibebankan ke kantor pusat dan kemudian dicatat kedalam rekening “ Selisih Ongkos
Angkut Barang Antar Cabang “.
Contoh :
Kantor pusat di kota A mengirimkan barang dagangannya ke kantor cabangnya di
kota B dengan harga pokok Rp 900.000,00 dan ongkos kirimnya sebesar Rp 50.000,00.
Karena adanya permintaan mendadak dari kantor cabang di kota C, kantor pusat
memerintahkan kepada kantor cabang di kota B untuk mengirimkan barang tersebut kepada
kantor cabang di kota C. Kantor cabang B kemudian mengirimkan barang tersebut dan
membayar ongkos kirim sebesar Rp 75.000,00. Apabila barang tersebut dikirimkan langsung
dari pusat ke cabang C hanya memerlukan ongkos kirim Rp 60.000,00 .
Berdasarkan transaksi diatas, maka pencatatan transaksi tersebut pada masing-masing
pihak yaitu sebagai berikut :
164
Keterangan :
*) Harga pokok + ongkos kirim langsung dari pusat (Rp 900.000,00 + Rp 60.000,00) = Rp
960.000,00
**) (Ongkos kirim ke cabang B + ongkos kirim dari cabang B ke C ) – ongkos kirim
langsung dari pusat ( Rp 50.000,00 + Rp 75.000,00 ) – Rp 60.000 = Rp 65.000,00
***) Harga pokok + ongkos kirim ke cabang B + ongkos kirim dari cabang B ke C = Rp
900.000,00 + Rp 50.000,00 + Rp 75.000,00 = Rp 1.025.000,00.
Keterangan Jurnal
1. Penerimaan barang 1. Penerimaan barang
dagangan dari kantor pusat dari Pusat .................. Rp 900.000,00
sebesar Rp 900.000,00 dan Ongkos kirim ............. Rp 50.000,00
ongkos kirim Rp R/K-Kantor Pusat ....................... Rp 950.000,00
50.000,00
2. Mengirimkan barang ke 2. R/K-Kantor Pusat ....... Rp 1.025.000,00
gudang C atas perintah Penerimaan barang dari
Pusat. Harga pokok barang Pusat ......................................... Rp 900.000,00
yang dikirim ke cabang C Ongkos kirim .............................Rp 50.000,00
Rp 900.000,00 dan ongkos Kas ............................................. Rp 75.000,00
kirimnya Rp 75.000,00
Ongkos kirim dari pusat
juga dihapuskan
(dikreditkan), yaitu
sebesar Rp 50.000,00
Keterangan Jurnal
Penerimaan barang dagangan dari 1. Penerimaan barang dari
cabang B atas perintah kantor Pusat ................... Rp 900.000,00
pusat dengan harga pokok Rp Ongkos kirim ........Rp 60.000,00
900.000,00 dan ongkos kirim dari R/K-Kantor Pusat ................... Rp 960.000,00
pusat ke cabang C langsung
sebesar Rp 60.000,00
Dari pembukuan masing-masing kantor di atas, ternyata selisih ongkos angkut barang antar
cabang hanya diakui oleh Kantor Pusat saja. Dalam laporan keuangan kantor pusat secara
individual, saldo rekening “Selisih Ongkos Angkut Barang Antar Cabang” ini, dapat
diperlakukan sebagai pengurang Rugi-Laba Cabang C (cabang yang menerima barang yang
terakhir). Akan tetapi dalam laporan keuangan gabungan (khususnya laporan Laba-Rugi
gabungan), rekening “selisih ongkos angkut barang antar cabang” dapat dicantumkan sebagai
biaya penjualan atau biaya Administrasi dan umum.
165
6.4.3. Pengiriman Barang ke Cabang di Nota di Atas Harga Pokoknya
Tujuan pengiriman barang ke cabang di nota di atas harga pokoknya dimaksudkan
untuk menutup sebagian ongkos pengurusan dan ongkos pengawasan serta menutup biaya-
biaya administrasi yang menyangkut hubungan antara Kantor Pusat dan Kantor Cabang.
Apabila barang dikirim ke cabang dicatat di atas harga pokoknya, maka nilai barang dagangan
yang diterima oleh cabang akan dicatat lebih tinggi daripada harga pokoknya
yang seharusnya. Akibatnya adalah laba yang dilaporkan oleh cabang sebenarnya lebih rendah
daripada yang sesungguhnya. Demikian pula laporan mengenai persediaan akhir barang
dagangan yang masih ada di cabang, tidak sesuai dengan harga pokok yang sesungguhnya.
Oleh karena itulah, maka informasi atau data-data mengenai pengiriman barang ke
cabang yang dinota di atas harga pokoknya harus dikumpulkan dan disimpan oleh Kantor Pusat
untuk digunakan dalam proses penyesuaian pada saat akan disusun laporan keuangan.
Selisih yang ada antara “harga pokok” menurut kantor pusat dengan “harga di atas nota”
untuk cabang, dicatat ke dalam rekening “ Cadangan kenaikan harga barang Cabang” pada
buku Kantor pusat.
Untuk dapat memperoleh gambaran transaksi tersebut, dapat diikuti contoh berikut ini.
Contoh 5
Kantor Pusat mengirimkan barang dagangan kepada Kantor Cabang dicatat sebesar
25% di atas harga pokoknya. Harga pokok barang dagangan yang dikirimkan adalah Rp
1.000.000,00. Pada akhir periode, kantor cabang melaporkan bahwa semua barang yang
dikirimkan tersebut lalu dijual seharga Rp 1.600.000,00
Berdasarkan transaksi di atas, jurnal yang dibuat oleh kantor pusat dan cabangnya
adalah sebagai berikut : (tabel hal berikut)
Berdasarkan jurnal di atas, ternyata pada saat pengakuan laba dari cabang, laba cabang
dilaporkan terlalu rendah. Hal ini disebabkan karena harga pokoknya barang di Cabang dicatat
sebesar Rp 1.250.000,00 (sesuai dengan harga nota), padahal seharusnya harga pokoknya pada
catatan pusat adalah Rp 1.000.000,00
Dalam hal ini Kantor Pusat juga harus menyesuaikan saldo rekening “Cadangan
kenaikan harga barang cabang” secara proporsionil dengan jumlah yang terjual. Pada transaksi
di atas, semua barang kebetulan habis terjual sehingga rekening “Cadangan kenaikan harga
barang cabang” akan disesuaikan atau dikurangi seluruhnya.
6.4.4. Masalah Barang yang di Nota di Atas Harga Pokok, Belum Semuanya Habis Terjual
oleh Cabang
Apabila terjadi bahwa barang dagangan yang dikirimkan ke Cabang yang dinota di atas harga
pokok belum berhasil dijual seluruhnya oleh cabang, maka dalam hal ini barang yang belum
terjual tersebut melekat pada persediaan akhir milik cabang. Kantor Pusat dalam hal ini harus
segera mengadakan penyesuaian terhadap rekening-rekening “Cadangan kenaikan harga
barang cabang” dan penyesuaian terhadap harga pokok dan laba yang dilaporkan oleh Cabang
166
Transaksi Buku Kantor Pusat Buku Kantor Cabang
1 Penjualan barang ke cabang sebesar R/K Kantor Rp1.250.000.000 1 Penerimaan Rp1.250.000,00
harga pokoknya Rp 1.000.000,00 dan cabang barang dari
dinota sebesar: pusat
125/100 × Rp 1.000.000,00 = Rp Pengiriman barang ke cabang Rp1.000.000,00 R/K Rp1.250.000,00
1.250.000,00
Cadang kenaikan harga barang Rp250.000,00
cabang
2 Penjualan barang oleh Cabang dengan R/K Kantor Rp350.000,00 2 Rugi-Laba Rp350.000,00
mendapatkan laba sebesar cabang
Rp 1.600.000,00 - Rp 1.250.000,00 = Rugi-Laba Kantor Cabang Rp350.000,00 R/K Kantor Pusat Rp350.000,00
Rp 350.000,00
Laba tersebut dilaporkan ke pusat
3 Penyesuaian saldo cadangan kenaikan Cadangan Rp250.000,00
harga barang cabang dan koreksi kenaikan
terhadap laba cabang dengan harga barang
perhitungan sebagai berikut: cabang
Penjualan Rp1.600.000,00 Rugi-Laba Kantor Cabang Rp250.000,00
HPP sebenarnya Rp1.000.000,00
Laba sebenarnya Rp600.000,00
Laba yang dilaporkan Rp350.000,00
oleh cabang
Kekurangan laba Rp250.000,00
4 Menutup Rugi-Laba cabang ke Rugi-Laba Kantor Rp600.000,00
rekening Rugi-Laba cabang
Rugi-Laba Rp600.000,00
167
Pada akhir periode, sesaat setelah cabang melaporkan jumlah barang dagangan yang di kirim
dari pusat yang terjadi beserta laporan laba ruginya, maka kantor pusat akan segera menghitung
kembali harga pokok yang seharusnya dari barang dagang yang telah dijual oleh Cabang,
kemudian setelah itu menghitung laba atau rugi yang sebenarnya dan segera mengurangi atau
menyesuaikan rekening "Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang". Berikut ini diberikan
contoh penerapannya dalam soal.
Contoh 6 :
Kantor pusat selama tahun 19C mengirimkan barang dagangannya kepada kantor
cabang dengan harga pokok Rp 18.000.000,00 dan harga notanya untuk cabang sebesar Rp
22.500.000,00. pada akhir periode, kantor melaporkan bahwa barang dagangan yang berhasil
dijualkan adalah sebesar Rp 12.250.000,00 dengan mendapatkan keuntungan sebesar Rp
1.500.000,00.
Berdaasarkan transaksi di atas, pencatatan pada buku kantor pusat dan kantor cabang
akan tampak sebagai berikut: (tabel halaman lanjutan)
Keterangan :
Barang dagangan yang berhasil dijual oleh kantor cabang adalah sebesar Rp 12.250.000,00
(menurut catatan kantor cabang). Barang yang terjual ini adalah berdasarkan harga nota dari
pusat setelah dinaikkan sebesar :
Rp 22.500.000
x 100% = 125% atau sebesar 25% dari harga pokoknya.
Rp 18.000.000
Akibatnya harga pokok sebenarnya dari penjualan barang tersebut bukanlah sebesar Rp
12.250.000,00 tetapi sebesar :
100
x Rp 12.250.000 = Rp 9.800.000
125
Dan laba cabang yang seharusnya bukanlah Rp 1.500.000,00 tetapi sebesar (Rp 12.250.000,00
+ Rp 1.500.000,00) – Rp 9.800.000,00 = Rp 3.950.000,00. Dengan demikian, maka kenaikan
harga barang yang telah terjual oleh Cabang, sebesar adalah Rp 12.250.000,00 – Rp
9.800.000,00 = Rp 2.450.000,00.
Dengan adanya hal ini, maka rekening "Laba-rugi Cabang" harus dinaikkan sebesar Rp
2.450.000,00. Demikian pula untuk rekening "Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang"
harus dikurangi sebesar Rp 2.450.000,00 (di debit).
168
Pada akhir periode, saldo rekening "Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang" tinggal
sebesar Rp 4.500.000,00 – Rp 2.450.000,00 = Rp 2.050.000,00.
169
Proses rekonsiliasi Kantor Pusat dan Cabang ini mempunyai cara yang sama seperti
proses rekonsiliasi antara Bank dan Perusahaan. Jurnal koreksi atau jurnal penyesuaian harus
dibuat untuk membenarkan pembukuan milik masing-masing pihak. Jurnal penyesuaian dan
rekonsiliasi dibuat sebelum disusun laporan keuangan gabungan. Contoh dari adanya transaksi
yang harus disesuaikan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengiriman barang dari Pusat sebesar Rp 500.000,00 belum diterima oleh cabang sampai
saat dibuatnya laporan keuangan.
Akibat adanya hal ini, Cabang belum mencatat adanya pengiriman barang tersebut sehingga
rekening "R/K-Pusat" dicatat terlalu rendah bila dibandingkan dengan yang dicatat di Pusat.
Setelah diketahui, maka Kantor Cabang harus segera mengadakan jurnal penyesuaian sebagai
berikut :
Pengiriman barang dari pusat (dalam perjalanan) Rp 500.000,00
R/K Kantor Pusat Rp 500.000,00
Dengan adanya penyesuaian ini, maka rekening timbal balik (reciprocal account) antara pusat
dan cabang akan bersaldo sama.
b. Pengiriman uang sebagai setoran cabang ke pusat sebesar Rp 2.500.000,00 ternyata
sampai tanggal dibuatnya laporan keuangan belum diterima oleh pusat.
Akibat adanya hal ini, maka rekening "R/K Kantor Cabang" yang ada di buku Pusat dicatat
terlalu tinggi, sehingga setelah diketahui harus segera dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut
:
Kas (dalam perjalanan) Rp 2.500.000,00
R/K Kantor Cabang Rp 2.500.000,00
Akibat adanya hal ini, maka rekening "R/K Kantor Pusat" di Cabang belum dikurangi.
Demikian pula, rekening "Piutang Dagang" di buku cabang masih belum dikurangi. Jurnal
penyesuaian yang harus dibuat adalah :
R/K Kantor Pusat Rp 2.000.000,00
Piutang Dagang Rp 2.000.000,00
Sedangkan uang kas sebesar Rp 2.000.000,00 dari langganan, sudah dicatat sebagai
penerimaan kas oleh Pusat yang berasal dari Cabang (sama sifatnya dengan setoran uang dari
cabang ke pusat).
d. Koreksi salah satu atau beberapa rekening cabang yang belum dilaporkan (diketahui)
oleh Pusat. Misalnya : Laba cabang selama satu tahun yang seharusnya adalah Rp
9.000.000,00 tetapi dilaporkan ke Pusat hanya sebesar Rp 8.000.000,00.
Akibat adanya hal ini, maka Pusat mengakui Laba cabang terlalu rendah sebesar Rp
1.000.000,00 sehingga Pusat harus segera mengadakan jurnal penyesuaian sebagai berikut :
R/K Kantor Cabang Rp 1.000.000,00
Laba yang ditahan Rp 1.000.000,00
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai rekonsiliasi Kantor Pusat dan Cabang dapat
dilihat dalam contoh berikut ini.
170
Contoh 7 :
PT. "MERPATI PERSADA UTAMA" yang ada di kota Alengka mempunyai Cabang
perusahaan di kota Madukara. Pada saat akan disusun Laporan Keuangan gabungan antara
Kantor Pusat dan Cabangnya, terjadi ketidak-samaan saldo antara rekening. "R/K-Pusat" di
buku cabang dengan rekening "R/K-Cabang" di Pusat. Data keuangan dan transaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :
1. Saldo rekening "R/K-Pusat" (pada buku cabang) adalah sebesar Rp 467.300.000,00
sedangkan saldo rekening "R/K-Cabang" pada buku Kantor Pusat sejumlah Rp
492.000.000,00 masing-masing per tanggal 31 Desember 19A.
2. Kantor cabang mengirimkan cek dengan nomor 01457 pada tanggal 30 Desember 19A
sebesar Rp 12.000.000,00 dan Cek ini baru diterima pada tanggal 5 Januari 19B.
3. Kantor Pusat mengirimkan barang dagangan kepada Cabang pada tanggal 28 Desember
19A. Harga pokok barang dagangan tersebut adalah sebesar Rp. 20.000.000,00 dan
harga transfer ke cabang sebesar Rp. 25.000.000,00. Barang dagangan ini baru diterima
oleh Cabang pada tanggal 8 Januari 19B.
4. Biaya iklan sejumlah Rp. 8.500.000,00 yang dibebankan kepada cabang oleh Pusat,
keliru dicatat oleh Cabang sebesar Rp. 5.800.000,00.
5. Seorang langganan Kantor pusat telah melunasi hutangnya melalui Kantor cabang
sebesar Rp. 15.000.000,00 dan pelunasan ini ternyata belum diberitahukan kepada
Kantor Pusat.
Berdasarkan data-data diatas, maka dapat dibuat jurnal penyesuaian dan rekonsiliasi sebagai
berikut :
1. Jurnal penyesuaian untuk mencatat kas dalam perjalanan pada buku Kantor Pusat.
Kas (dalam perjalanan)........................................ Rp. 12.000.000,00
R/K Kantor Cabang........................................ .................... Rp. 12.000.000,00
Rekening kas dalam perjalanan ini di dalam Neraca Gabungan akan tampak dalam rekening
“Kas”.
2. Jurnal penyesuaian untuk mencatat barang dagangan dalam perjalanan pada buku
Cabang :
Barang dari Pusat (dalam perjalanan)....................Rp. 25.000.000,00
R/K Kantor Pusat................................................................ Rp. 25.000.000,00
3. Jurnal koreksi untuk membetulkan kesalahan pencatatan biaya iklan pada buku
Cabang, sebesar Rp. 8.500.000,00 – Rp. 5.800.000,00 = Rp. 2.700.000,00.
Biaya Iklan............................................................ Rp. 2.700.000,00
R/K Kantor Pusat................................................................ Rp. 2.700.000,00
4. Jurnal untuk mencatat pelunasan hutang seorang langganan Kantor Pusat yang
pelunasannya lewat cabang sebesar Rp. 15.000.000,00 pada Buku Pusat.
R/K Kantor Cabang.............................................. Rp. 15.000.000,00
Piutang Dagang................................................................... Rp. 15.000.000,00
Sedangkan Kantor Cabang pada saat menerima uang pelunasan dari langganan Kantor Pusat
telah membuat jurnal sebagai berikut :
171
Kas....................................................................... Rp. 15.000.000,00
R/K Kantor Pusat................................................................ Rp. 15.000.000,00
Setelah membuat jurnal penyesuaian dan jurnal koreksi tersebut di atas, maka dapat dibuat
rekonsiliasi Kantor Pusat dan Cabang sebagai berikut :
Rekonsiliasi Kantor Pusat dan cabang ini perlu dibuat terutama pada saat akan dibuat
laporan keuangan gabungan antara Pusat dan Cabang sehingga rekening “R/K-Kantor Pusat”
pada buku Cabang dan Rekening “R/K Kantor Cabang” pada buku Pusat menunjukkan saldo
yang sama besarnya.
6.6 Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Antara Pusat dan Cabang
Pada akhir periode akuntansi, Kantor Pusat dan Kantor Cabangnya harus menyusun
laporan keuangan yang menunjukkan posisi keuangan (neraca) dan hasil usaha (rugi-laba) dari
operasinya selama satu periode. Yang wajib membuat laporan keuangan gabungan adalah
kantor pusat.
Kantor Pusat akan membuat Neraca dan Rugi – Laba secara individual, demikian pula
Kantor Cabangnya. Meskipun laporan keuangan individual tersebut dapat menunjukkan
informasi-informasi yang penting, baik untuk Kantor Pusat maupun Kantor Cabang, tetapi
laporan Individual tersebut tidak dapat menggambarkan posisi keuangan dan hasil usaha kantor
pusat dan kantor cabangnya sebagai satu kesatuan ekonomis.
Dalam uraian di muka telah dijelaskan bahwa aktiva dan hutang yang ada di Kantor
Cabang, sebetulnya adalah merupakan sebagian dari modal kantor pusat yang ditanamkan di
Cabang yang bersangkutan. Demikian pula pendapatan dan biaya-biaya yang terjadi di Cabang
juga merupakan sebagian dari pendapatan dan biaya-biaya usaha dari Kantor Pusat.
Kantor Cabang dianggap sebagai unit usaha yang berdiri sendiri hanya dipandang dari
segi administrasi saja, tetapi dari sudut pandang manajemen dan pertanggungjawabanya
terhadap para pemilik. Cabang adalah merupakan satu kesatuan kekayaan dengan kantor pusat.
Oleh karena itulah pertanggungjawaban manajemen kepada para pemilik harus meliputi aktiva
172
dan hutang yang ada di Kantor Pusat dan Cabangnya. Demikian pula hasil usaha yang didapat
serta biaya-biaya yang terjadi, harus dilaporkan baik yang ada di Kantor Pusat maupun Kantor
Cabangnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka laporan keuangan yang dibuat harus merupakan
laporan keuangan gabungan antara Kantor Pusat dan Cabang. Laporan keuangan gabungan ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan sebagai satu kesatuan ekonomi ( the unit of entity) secara keseluruhan.
Laporan keuangan gabungan antara Kantor Pusat dan Cabang terdiri dari Neraca
gabungan dan Laporan Laba-rugi gabungan. Dalam menyusun Neraca gabungan dan laporan
Laba-rugi gabungan, semua transaksi antar Pusat dan Cabang dibatalkan dan kekayaan serta
hutang Cabang dan Pusat dijadikan satu.
Penyusunan Neraca gabungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “R/K-Kantor Pusat” dengan “R/K-
Kantor Cabang” dan Saldo rekening “Hutang” dengan “Piutang” antara kantor pusat
dan cabang yang ada pada neraca individual kantor Pusat maupun kantor Cabang.
b. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening aktiva dan rekening-
rekening hutang yang ada dalam neraca individual kantor pusat dan cabangnya.
Sedangkan untuk penyusunan laporan Laba-rugi gabungan dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Menghapuskan (mengeliminasi) saldo rekening “Pengiriman Barang Dari Pusat”
dengan rekening-rekening pendapatan dan biaya yang terjadi antara Pusat dan Cabang.
b. Menjumlahkan (menggabungkan) saldo rekening-rekening pendapatan dan laba di luar
usaha, rekening-rekening biaya dan rugi di luar usaha yang terdapat dalam laporan
Rugi-Laba individual Kantor Pusat dan Cabang.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dari penyusunan laporan keuangan gabungan antara
Kantor Pusat dan Kantor Cabang, diberikan contoh seperti di bawah ini.
Contoh 8 :
Berikut ini adalah neraca dan Laporan Laba-rugi milik Kantor Pusat dan Kantor
Cabangnya pada akhir tahun 19B.
Total Aktiva Rp. 70.400.000,00 Total Hut. & Mod Rp. 70.400.000,00
173
Kantor Pusat
Laporan Laba-rugi
31 Desember 19B
174
Sedangkan Neraca dan laporan Laba-rugi untuk Kantor Cabang adalah sebagai berikut :
KANTOR CABANG
NERACA
31 DESEMBER 19B
KANTOR CABANG
LAPORAN LABA RUGI
31 DESEMBER 19B
Penjualan Rp 9.500.000,00
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan Awal Rp 0
Pengiriman barang dari pusat Rp 750.000,00
Pembelian Rp 5.200.000,00
Barang tersedia untuk dijual Rp 5.950.000,00
Persediaan akhir (Rp 300.000,00)
Harga Pokok Penjualan Rp 5.650.000,00
Laba Kotor Operasi Rp 3.850.000,00
Biaya-biaya Operasi :
Biaya Gaji Rp 150.000,00
Biaya Administrasi Rp 110.000,00
Biaya Penjualan Rp 190.000,00
Biaya Penyusutan Rp 200.000,00
Total Biaya Operasi Rp 650.000,00
Laba Bersih Operasi Rp 3.200.000,00
Setelah neraca dan laporan laba rugi individual milik pusat dan cabang diketahui, langkah
berikutnya membuat Kertas kerja laporan keuangan gabungan, yang bentuknya terdiri dari
kolom-kolom sebagai berikut :
175
Kertas Kerja Penyusunan Neraca Gabungan
Kantor Pusat dan Kantor Cabang
31 Desember 19B
Jurnal eliminasi :
R/K Pusat Rp 7.900.000,00
R/K Cabang Rp 7.900.000,00
176
Kertas Kerja Laporan Laba Rugi
Gabungan Kantor Pusat dan Kantor Cabang
31 Desember 19B
Eliminasi Laporan
Kantor Kantor
Rugi-Laba
Rekening Pusat Cabang
Debit Kredit Gabungan
(Rp) (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
Penjualan 19.600.000 9.500.000 29.100.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan Awal 3.000.000 - 3.000.000
Pembelian 6.750.000 5.200.000 11.950.000
Pengiriman barang dari
pusat - 750.000 750.000 -
Barang tersedia untuk
dijual 9.750.000 5.950.000 14.950.000
Pengiriman barang ke
cabang (750.000) - 750.000 -
Persediaan akhir (3.000.000) (300.000) (3.300.000)
Harga Pokok
Penjualan 6.000.000 5.650.000 11.650.000
Laba Kotor Operasi 13.600.000 3.850.000 17.450.000
Biaya-biaya Operasi :
Biaya Administrasi 1.000.000 110.000 1.110.000
Biaya Penjualan 1.500.000 190.000 1.690.000
Biaya Penyusutan - 200.000 200.000
Biaya Gaji - 150.000 150.000
Biaya Operasi Lain-lain 800.000 - 800.000
Total Biaya Operasi 3.300.000 650.000 3.950.000
Laba Bersih Operasi 10.300.000 3.200.000 750.000 750.000 13.500.000
177
Berdasarkan Kertas Kerja Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan di atas, dapat dibuat
Neraca Gabungan dan Laporan Laba-Rugi seperti dibawah ini :
Penjualan Rp 29.100.000,00
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan Awal Rp 3.000.000
Pembelian Rp 11.950.000,00
Barang tersedia untuk dijual Rp 14.950.000,00
Persediaan akhir (Rp 3.300.000,00)
Harga Pokok Penjualan Rp 11.650.000,00
Laba Kotor Operasi Rp 17.450.000,00
Biaya-biaya Operasi :
Biaya Gaji Rp 150.000,00
Biaya Administrasi Rp 1.110.000,00
Biaya Penjualan Rp 1.690.000,00
Biaya Penyusutan Rp 200.000,00
Biaya Lain-lain Rp 800.000,00
Total Biaya Operasi Rp 3.950.000,00
Laba Bersih Operasi Rp 13.500.000,00
178
Dalam proses pembuatan laporan keuangan gabungan diatas, ternyata fungsi dari kertas kerja
sangar membantu dalam proses penyusunannya. Didalam kolom-kolom kertas kerja, rekening-
rekening harus digolongkan sedemikian rupa. Adapun jurnal eliminasi yang dibuat oleh kantor
pusat sebagai berikut :
a. R/K Pusat Rp 7.900.000
R/K Cabang Rp 7.900.000
179
PT. “ARINTA RAMA”
Neraca Saldo
31 Desember 19C
Kredit:
Hutang Dagang Rp. 3.560.000 Rp. 1.160.000
Cad. Kenaikan harga barang Cabang Rp. 136.000 -
Pengiriman barang ke Cabang Rp. 384.000 -
Akumulasi penyusutan aktiva tetap Rp. 920.000 Rp. 890.000
Penjualan Rp. 18.800.000 Rp. 6.220.000
Modal Saham Rp. 4.600.000 -
Laba ditahan 1 Januari 19C Rp. 1.172.000 -
R/K Kantor Pusat Bandung - Rp. 6.868.000
Diketahui pula bahwa pada tanggal 31 Desember 19C persediaan barang yang masih ada pada
masing-masing pihak adalah sebagai berikut :
Berdasarkan data tersebut di atas, kantor pusat dapat membuat kertas kerja penyusunan laporan
keuangan gabungan seperti yang tampak pada halaman berikut:
Penjelasan dan jurnal dari kertas kerja:
1. Penghapusan rekening neraca yang bersifat timbal balik ( Reciprocal Account ) :
R/K Kantor Pusat Rp. 6.868.000
R/K Kantor Cabang Rp. 6.868.000
180
2. Penghapusan rekening laba-rugi yang bersifat timbal balik serta penyesuaian rekening
“ Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang”:
Pengiriman barang ke cabang Rp. 384.000
Cadangan kenaikan harga barang cabang Rp. 96.000*
Penerimaan barang dari pusat Rp. 480.000
*Besarnya rekening ini dihitung sebagai berikut:
(125 % - 100 %) x Rp. 384.000 = Rp. 96.000
3. Saldo akhir rekening “ Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang” dalam neraca
saldo per 31 Desember 19C adalah:
Sebesar Rp. 136.000
Berasal dari pengiriman selama tahun 19C Rp. 96.000
Saldo awal, per 1 Januari 19C Rp. 40.000
Saldo rekening “ Cadangan Kenaikan Harga Barang Cabang” sebesar Rp. 40.000 ini melekat
pada harga pokok persediaan awal cabang, sehingga perlu disesuaikan dengan jurnal.
Cadangan kenaikan harga barang cabang Rp. 40.000
Persediaan barang dagangan, 1 Jan 19C Rp. 40.000
4. Persediaan akhir barang di Cabang yang berasal dari kiriman pusat adalah sebesar Rp.
160.000. Harga ini mengandung kenaikan 25% di atas harga pokoknya. Harga pokok
barang yang ada di cabang yang sebenarnya adalah:
100
x Rp. 160.000 = Rp. 128.000.
125
Akibatnya nilai persediaan akhir barang dagangan di Cabang harus disesuaiakan sebesar Rp.
160.000 – Rp. 128.000 = Rp. 32.000 dengan jurnal:
Persediaan barang dagangan (Rugi-Laba) Rp. 32.000
Persediaan barang dagangan (Neraca) Rp. 32.000
PT “ARINTA RAMA”
Kertas Kerja Penyusunan Laporan Keuangan Gabungan Pusat dan Cabang
31 Desember 19C
181
Piutang Dagang 4.560.000 2.380.000 6.940.000
Pers. Barang 1-1-19C 800.000 360.000 3 40.000 1.120.000
Aktiva Tetap 6.240.000 4.180.000 10.420.000
R/K Kantor Cabang 6.868.000 1 6.868.000
Pembelian 1.760.000 200.000 1.960.000
Penerimaan barang dari pusat 480.000 2 480.000
Macam macam biaya usaha 2.400.000 2.160.000 4.560.000
Pembagian Dividen 1.160.000 1.160.000
29.572.000 15.138.000
Persediaan barang 31-12-19C
Neraca 640.000 240.000
182
Setelah membuat kertas kerja tersebut, kemudian dapat disusun Laporan Laba Rugi Gabungan,
Laporan Laba yang ditahan gabungan dan Neraca Gabungan sebagai berikut:
PT. ARINTA RAMA
Laporan Laba Rugi Gabungan
Kantor Pusat dan Kantor Cabang
31 Desember 19C
Penjualan Rp. 25.020.000
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal, 1 Januari 19C Rp. 1.120.000
Pembelian Rp. 1.960.000
Barang tersedia dijual Rp. 3.080.000
Persediaan akhir, 1 Januari 19C Rp. 848.000
Harga pokok penjualan Rp. 2.232.000
Laba kotor penjualan Rp. 22.788.000
Macam macam biaya usaha Rp. 4.560.000
Laba bersih Rp. 18.228.000
183
PT. ARINTA RAMA
Neraca Gabungan
Kantor Cabang dan Kantor Pusat
Per 31 Desember 19C
6.8. Rangkuman
1. Agen adalah perwakilan perusahaan yang tidak mempunyai otonomi untuk
melaksanakan transaksi dengan pihak ketiga. Agen hanya berfungsi sebagai bagian
perusahaan yang menampung order pembelian dari pembeli dan meneruskan order
pembelian tersebut kepada perusahaan (Kantor Pusatnya) untuk diselesaikan.
Sedangkan cabang mempunyai otonomi sendiri persis sama seperti perusahaan lain
yang berdiri sendiri. Beberapa perbedaan antara agen dan cabang adalah sebagai
berikut:
a. Persediaan barang yang ada di agen tidak untuk dijual (sebagai sampel atau contoh
saja), sedang persediaan pada cabang untuk dijual (sebagai stock).
b. Pada saat mengadakan transaksi transaksi dengan pihak ketiga, agen tidak diberi
wewenang untuk memutuskannya, tetapi untuk cabang boleh memutuskan sendiri
tanpa seizin kantor pusat.
c. Agen hanya berfungsi sebagai penerima pesanan saja, sedang kantor cabang selain
menerima pesanan juga mengadakan transaksi penjualan.
d. Demikian pula dalam hal pemberian persetujuan penjualan dan syarat syarat
penjualan, agen ditangani oleh pusat, sedang kantor cabang ditangani sendiri.
e. Pengumpulan piutang pada agen ditangani oleh kantor pusat, sedang kantor cabang
akan ditangani sendiri.
f. Agen tidak membuat pencatatan dan laporan keuangan, tetapi cabang
menyelenggarakan pembukuan dan membuat laporan keuangan sendiri untuk
dilaporkan kepada kantor pusat.
2. Hubungan antara kantor pusat dan agen, dapat dicatat dan dibukukan dengan
menggunakan dua metode pencatatan yaitu:
- Metode laba atau rugi dari penjualan melalui agen dicatat secara terpisah, dan
- Metode laba atau rugi dari penjualan melalui agen dicatat secara tidak terpisah.
Hubungan antara kantor pusat dan cabang, dapat diikuti dengan menggunakan rekening timbal
balik yaitu pada buku Kantor Pusat dengan menggunakan "R/K-kantor cabang" Sedang pada
184
buku kantor cabang dengan menggunakan rekening "R/K-kantor pusat". Kedua rekening
tersebut harus mempunyai saldo yang sama besarnya.
3. Untuk pengiriman kas ( transfer kas) setara cabang yang satu kepada cabang yang lain
pihak pengiriman (pihak pengirim) akan mencatat sama seperti kalau cabang tersebut
menyetorkan kas kepada kantor pusat. Sedangkan untuk cabang penerima akan
mencatatnya sama seperti kalau cabang tersebut menerima kiriman uang dari kantor
pusat. Untuk kantor pusat sendiri akan mencatatnya dengan melebihi kantor cabang
penerimai dan mengkredit "R/K-kantor cabang"pengirim Tersebut menyetorkan kas
kepada kantor pusat Sedangkan untuk cabang penerima akan mencatatnya sama seperti
kalau cabang tersebut menerima kiriman uang dari kantor pusat untuk kantor pusat
sendiri akan mencatatnya dengan mendebit "R/K-kantor cabang" penerima dan
mengikuti dan mengkredit RK kantor cabang pengirim.
4. Dalam hal pengiriman barang atau cabang timbul suatu masalah yaitu ongkos angkut
pengiriman barang. Barang pengirim akan membebankan ongkos angkut pengiriman
semuanya kepada kantor pusat, sedangkan cabang penerima hanya dibebani ongkos
angkut sebesar ongkos angkut apabila barang tersebut dikirim langsung dari pusat.
Apabila terjadi selisih antara jumlah ongkos Angkut yang dikeluarkan oleh cabang
pengirim dengan ongkos Angkut yang dibebankan kepada cabang penerima, maka
selisih tersebut akan dicatat oleh kantor pusat ke dalam rekening “selisih ongkos angkut
antar cabang” dalam laporan keuangan gabungan yang Dibuat oleh kantor pusat, saldo
rekening “selisih ongkos angkut antar cabang” ini akan diperlakukan sebagai biaya
penjualan atau biaya administrasi dan umum.
5. Untuk pengiriman barang ke cabang dicatat diatas harga pokoknya, akibat pertama
yang timbul adalah bahwa kantor cabang penerima akan mencatat harga pokok yang
barang tersebut terlalu tinggi. Apabila barang tersebut sudah laku dijual, cabang akan
melaporkan laba penjualan tersebut kepada kantor pusat sebesar harga jual dikurangi
harga pokoknya. Laba yang dilaporkan oleh cabang tersebut menurut kantor pusat
sebenarnya terlalu rendah. Hal ini disebabkan karena harga pokok yang sebenarnya dari
barang yang dijual oleh cabang tersebut lebih tinggi karena sudah di nota diatas harga
pokok kantor pusat akan akan membuat rekening “cadangan kenaikan harga barang
cabang” untuk mencatat selisih antara harga pokok yang sebenarnya dengan harga
diatas nota yang dikirimkan ke cabang. Rekening tersebut akan disesuaikan secara
proporsional dengan jumlah barang yang berhasil dijual oleh cabang.
6. Apabila terjadi barang dagangan yang berasal dari kantor pusat belum semuanya habis
terjual sedang barang tersebut di nota di atas harga pokoknya oleh pusat maka dalam
hal ini harus diadakan penyesuaian-penyesuaian pencatatan yang dilakukan oleh kantor
pusat, diperlakukan guna penyusunan laporan keuangan gabungan agar nilai persediaan
yang ada di cabang dilaporkan sesuai dengan nilai yang seharusnya (tidak mengandung
unsur kenaikan harga dari pusat).
7. Pada akhir periode, sesaat setelah cabang melaporkan hasil usahanya yang
berhubungan dengan persediaan, pusat harus segera mengadakan penyesuaian terhadap
rekening rekening yang berhubungan dengan persediaan cabang, seperti rekening
pengiriman barang ke cabang, dan rekening laba rugi barang cabang. Disamping itu
185
persediaan barang di cabang harus segera dinilai kembali sesuai dengan harga
pokoknya.
8. Kantor pusat pada setiap akhir periode diwajibkan membuat laporan keuangan
gabungan yang terdiri dari laporan laba rugi gabungan dan neraca gabungan. Laporan
keuangan gabungan tersebut mencatat harta, kewajiban ,biaya-biaya, dan hasil usaha
baik yang ada di kantor pusat maupun yang ada di kantor cabangnya. Dalam
penyusunan laporan keuangan gabungan, terlebih dahulu masing-masing kantor
membuat laporan keuangannya secara individual. Barulah setelah itu kedua laporan
individual digabungkan Setelah mengalami proses penyesuaian dan eliminasi terlebih
dahulu.
9. Jurnal penyesuaian dilakukan apabila terjadi ketidak cocokkan saldo rekening timbal
balik, ya itu rekening "R/K-cabang" pada buku pusat, dan rekening "R/K-pusat" pada
buku cabang. Ketidakcocokan saldo rekening tersebut dapat disebabkan karena adanya
transaksi yang berhubungan dengan pusat dan cabang yang belum dicatat oleh
keduanya dan atau baru dicatat oleh satu pihak saja sedang pihak lain belum
mencatatnya.
10. Jurnal eliminasi digunakan untuk menghapus atau menghilangkan rekening-rekening
timbal balik antara pusat dan cabangnya. Eliminasi ini hanya dilakukan apabila akan
disusun laporan keuangan gabungan. Sedang untuk laporan keuangan individual tidak
mengenal eliminasi.
11. Untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan gabungan antara pusat dan
cabang, dibuatlah kertas kerja penyusunan laporan keuangan gabungan yang berisi
kolom-kolom rekening kantor pusat, rekening kantor cabang eliminasi debit dan kredit
serta kolom neraca gabungan atau laporan rugi laba gabungan. Setelah kertas kerja
tersebut selesai dibuat, baru dapat disusun neraca gabungan dan laporan laba rugi
gabungan yang isi rekeningnya sesuai dengan yang tercantum dalam kolom kertas
kerjanya.
12. Dalam penyusunan laporan keuangan gabungan, apabila barang dagangan di nota di
atas harga pokoknya oleh pusat, maka harus diadakan penilaian kembali mengenai
persediaan awal maupun Persediaan akhir barang di cabang, terutama persediaan
barang yang berasal dari kiriman pusat. Untuk persediaan barang di cabang yang
berasal dari pembelian dari pihak luar, tidak diadakan penyesuaian atau eliminasi
karena transaksi ini tidak menyangkut hubungan antara pusat dan cabang.
13. Proses penyusunan laporan keuangan gabungan apabila barang dagangan di cabang di
nota dicatat di atas harga pokoknya, hampir sama dengan penyusunan laporan keuangan
gabungan antara kantor pusat dan cabang yang telah dibahas sebelumnya. Perbedaan
yang ada terletak pada dasar penyusunan yaitu untuk laporan keuangan gabungan
biasanya bertitik tolak pada neraca dan laba rugi individual kantor pusat dan cabang
dan setelah itu baru dibuat kertas kerja penyusunan laporan keuangan gabungan. Tetapi
penyusunan laporan keuangan gabungan apabila barang dagangan di cabang di nota di
atas harga pokoknya, tolak penyusunannya berdasarkan atas neraca saldo atau trial
balance milik kantor pusat dan cabang. Proses penyusunan selanjutnya persis sama
seperti penyusunan laporan keuangan gabungan biasa.
186
187
AKUNTANSI UNTUK JOINT VENTURE
o PENDAHULUAN
o AKUNTANSI UNTUK JOINT VENTURE SECARA TERPISAH
o AKUNTANSI UNTUK JOINT VENTURE SECARA TIDAK TERPISAH
o KERJASAMA YANG BELUM SELESAI ( UNCOMPLETED VENTURA)
APABILA PEMBUKUAN JOINT VENTURE TIDAK DISELENGGARAKAN
SECARA TERPISAH
o RANGKUMAN
Setelah mempelajari bab VII mengenai akuntansi untuk pusat, agen, dan cabang ini mahasiswa
diharapkan dapat :
1. Memahami pengertian joint venture
2. Mengerti prosedur akuntansi untuk mencatat transaksi joint venture
3. Memahami prosedur akuntansi metode terpisah
4. Memahami prosedur akuntansi metode tidak terpisah
5. Memahami prosedur kerjasama yang belum selesai.
188
7.1. Pendahuluan
Pengertian Joint Venture
Secara sederhana, joint venture adalah usaha bisnis yang dilakukan oleh dua entitas
bisnis atau lebih untuk periode waktu tertentu. kerja sama ini diciptakan untuk memberikan
tujuan spesifik dan ditentukan dalam rencana yang telah disepakati. Sistem ini biasanya
berakhir setelah tujuan-tujuan tersebut terpenuhi kecuali para pihak memutuskan untuk terus
bekerja sama.
Para pihak yang terlibat dalam sistem ini diatur oleh perjanjian kontrak yang mereka buat.
Perjanjian tersebut menetapkan hal-hal seperti kewajiban mereka, tingkat di mana mereka akan
berbagi keuntungan atau kerugian, hak dan kewajiban mereka satu sama lain.
Di Indonesia sendiri sistem joint venture telah diatur regulasinya oleh undang-undang
sebagai berikut :
a. UU no 25 tahun 2007 sebagai kegiatan Penanaman Modal Asing
b. UU Nomor 1 Tahun 1967 Pasal 23 tentang Penanaman Modal Asing
c. PP Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilik Saham perusahaan penanaman Modal Asing
d. PP Nomor 20 Tahun Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang didirikan dalam rangka
penanaman modal asing
e. SK Menteri negara Penggerak Dana Investasi/ Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal
Nomor: 15/SK/1994 tentang ketentuan pelaksanaan pemilikan saham dalam perusahaan
yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing
Sesuai UU 25 tahun 2007 , sistem joint venture sendiri dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan
penanaman modal asing. Tujuan utama mendirikan sistem ini adalah agar perusahaan yang
memberikan kekuatan ekonomi kepada perusahaan induk mendapatkan keuntungan secara
bersama-sama.
189
7.2. Perbedaan Joint Venture dengan Partnership atau Kemitraan
Joint venture mungkin memiliki beberapa kesamaan dengan partnership, tetapi dua sistem ini
tidak sama. Partnership biasanya adalah entitas bisnis tunggal yang dibentuk oleh dua orang
atau lebih, sedangkan joint venture adalah penggabungan beberapa entitas bisnis yang berbeda
(masing-masing dapat berbeda jenis badan hukum) menjadi entitas baru.
Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Sistem Joint Venture
1. Tujuan Khusus
Para pihak yang terlibat dalam sistem joint venture biasanya telah memiliki tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Mereka umumnya menyatakan tujuan ini dengan jelas dalam
persetujuan dan perjanjian yang telah disepakati oleh mereka.
2. Kesepakatan
Para pihak dalam sistem joint venture, yaitu para venturer bersama, umumnya melaksanakan
perjanjian tertulis di antara mereka. Perjanjian ini menyatakan perincian seperti kewajiban
mereka, rasio pembagian laba / rugi, hak dan kewajiban mereka, dll.
3. Durasi Tertentu
Karena semua usaha dakam sistem ini dibuat untuk tujuan tertentu, mereka umumnya berakhir
begitu tujuan tersebut terpenuhi. Namun, para pihak dapat terus bekerja bersama jika mereka
sepakat untuk melakukannya.
4. Pembagian Keuntungan
Para pihak selalu menyepakati rasio di mana mereka akan berbagi keuntungan dan kerugian
mereka. Jika tidak ada kesepakatan untuk efek ini, mereka harus membagi keuntungan secara
merata.
5. Struktur Usaha
Para pihak dapat membuat usaha patungan dengan melakukan kontrol pada salah satu aspek
berikut: Aktiva, Operasi, atau Entitas bisnis itu sendiri.
Ciri-ciri dari gabungan perusahaan atau joint venture ini diantaranya meliputi:
Perusahaan baru yang didirikan oleh beberapa perusahaan lain secara bersama-sama. Di
Indonesia, joint venture merupakan kerjasama antara perusahaan domestik dan asing.
Modalnya berupa saham yang diperoleh atau disediakan oleh perusahaan pendiri dengan
perbandingan tertentu dari setiap perusahaannya. Kekuasaan dan hak suara didasarkan pada
banyak saham masing-masing perusahaan pendiri. Perusahaan pendiri joint venture tetap
memiliki eksistensi dan kebebasan masing-masing. Risiko ditanggung secara bersama-sama
antara masing-masing partner melalui perusahaan yang berlainan.
190
Kelebihan dari joint venture diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan rekanan lokal lebih memahami tentang keadaan lingkungan di mana perusahaan
joint venture didirikan seperti adat istiadat, kebiasaan, dan lembaga kemasyarakatan
dilingkungan setempat.
b. Perusahaan rekanan lokal mungkin memilki teknologi yang cocok untuk lingkungan
setempat.
c. Akses ke pasar modal negara tuan rumah dapat dipertinggi oleh hubungan dan reputasi
rekanan perusahaan lokal.
191
Aktivitas : Tuan C ditunujuk sebagai pimpinan (managing patner). Ian setuju unutuk
menjadi pedagang keliling dan menyampaikan laporan-laporan yang
berhubungan dengan transaksi-transaksi atas nama join venture.
Pembagian laba/ Rugi : tuan C diberi komisi 10% dari penjualan; bunga modal diberikan
kepda masing-masing anggota sebesar 8% dari laba usaha dan selebihnya
dibagi sama. Join venture dimulai pada tanggal 1 Oktober dan berakhir 31
Desember 19A. Pembukuan untuk join venture dan pembukuan yang
diselenggarakan oleh masing-masing anggota dapat dilihat pada halaman 103.
Penjelasan :
Transaksi No. : 3) Bunga wesel (promes) yang ditarik dengan bunga 6% setahun, untuk
jangka waktu 60 hari.
Table 5 :2 = 60/360 x 6 % x Rp 1.000.000= Rp 10.000
Transaksi no 9) bunga modal untuk masing masing anggota adalah sebagai berikut :
A = 8 %X 3/12X Rp 3.000.000 = Rp 60B = 8 % x 3/12 x Rp 2.500.000 = Rp 50
C = 8 % x Rp 4.500 = Rp 90
Jangka waktu joint venture adalah tanggal 1 Oktober sampai dengan 31 Desember = 3 bulan.
Sedangkan bunga modal 8 % adalah untuk jangka waktu 1 tahun.
192
Pembukuan Joint venture diselenggarakan secara terpisah
Transaksi Buku Joint Venture Buku Tuan A Buku Tuan B Buku Tuan C
Oktober 19 A Persedian BD 7.500 Investasi JV 3.000 - Investasi JV 4.500
Investasi barang dagangan oleh tn A & C masing Modal A 3.000 Brg Dg. utk JV 3.000 Brg Dg. utk JV 4.500
masing Rp 3.000 dan Rp 4.500 Modal C 4.500
Investasi uang tunai oleh tuan B Rp 2.500 Kas 2.500 - Investasi JV 2.500 -
Modal B 2.500 Kas 2.500
Okt-Des 19A Kas 990 - - -
Ditarik sebuah promes Rp 1.000 , bunga 6 % jangka Biaya bunga 10
waktu 60 hari Wesel Bayar 1.000
Penjualan Kredit Barang dagangan Rp 16.000 Piutang Dagang 16.000 - - -
Penjualan 16.000
Penerimaan piutang Rp 15.900 Kas 15.900 - - -
Piutang 15.900
Penghapusan piutang Rp 100 Penghapusan piutang 100 - - -
Piutang 100
Pembayaran macam macam biaya Rp 4.000 Macam macam biaya 4.000
Kas 4.000
Pelunasan Wesel Rp 1.000 Wesel Bayar 1.000
Kas 1.000
31 Desember 19 A Penjualan 16.000 Investasi JV 790 Investasi JV 780 Investasi JV 2.420
a. Penentan laba bersih, saldo pendapatan dan biaya Rogi Laba 16.000 Laba JV 790 Laba JV 780 Laba JV 2.420
ditutup ke rekening rugi laba Rugi Laba 17.000
b. Pembagian rugi laba Rp 3.990 HPP 7.500
Komisi A B C Total Macam Biaya 4.400
1.600 1.600 Penghp.piut 100
Bunga Md 60 50 90 200 By bunga 10
Sisa dibg sama 730 730 730 2.190 Rugi laba 3.990
790 780 2.420 3.990 Modal A 790
Modal B 780
Modal C 2.420
Pembelian tunai : Modal A 3.790 Kas 3.790 Kas 3.280 Kas 6.920
Kepada A ; Rp 3.790 Modal B 3.280 Investasi JV 3.790 Investasi JV 3.280 Investasi JV 6.920
Kepada B : Rp 3.280. Modal C 6.920
Kepada C : Rp 6.920 Kas 13.990
Rp 13.990
193
194
b. Metode Akuntansi Tidak Terpisah.
Pembukuan bersama dari keuangan masing-masing anggota
Metode akuntansi tidak terpisah dimana para sekutu joint venture akan menyelenggarakan
pencatatan kegiatan joint venturenya secara sendiri sendiri. Oleh karena itu, untuk
membedakan antara asset dan kewajiban yang berasal dari joint venture dapat memberikan
tulisan joint venture pada setiap akun yang dipergunakan seperti "perlengkapan-joint
venture". Rekening-rekening untuk setiap transaksi dalam metode akuntansi joint venture
ini akan dicatat di dalam buku keuangan yang sama dari masing-masing anggota atau
digabung. Dalam metode ini, joint venture tidak menyelenggarakan akuntansi secara
tersendiri.
Contoh 2
Apabila pembukuan dilaksanakan secara Bersama sama maka pencatatannya adalah sebagai
berikut
195
Pembukuan Joint venture tidak diselenggarakan secara terpisah
Transaksi Buku Tuan A Buku Tuan B Buku Tuan C
Oktober 19 A JV 7.500 JV 7.500 JV 7.500
Investasi barang dagangan oleh tn A & C masing Brg Dg. utk JV 3.000 Tuan A 3.000 Tuan A 3.000
masing Rp 3.000 dan Rp 4.500 Tuan C 4.000 Tuan C 4.000 Brg.Dg.utk JV 4.000
Investasi uang tunai oleh tuan B Rp 2.500
Okt-Des 19A
Ditarik sebuah promes Rp 1.000 , bunga 6 % jangka
waktu 60 hari
Penjualan Kredit Barang dagangan Rp 16.000
Penerimaan piutang Rp 15.900
Penghapusan piutang Rp 100
Pembayaran macam macam biaya Rp 4.000
Pelunasan Wesel Rp 1.000
31 Desember 19 A
a. Penentan laba bersih, saldo pendapatan dan biaya
ditutup ke rekening rugi laba
b. Pembagian rugi laba Rp 3.990
Komisi A B C Total
1.600 1.600
Bunga Md 60 50 90 200
Sisa dibg sama 730 730 730 2.190
790 780 2.420 3.990
Pembelian tunai :
Kepada A ; Rp 3.790
Kepada B : Rp 3.280.
Kepada C : Rp 6.920
Rp 13.990
196
7.4. Kerjasama yang belum selesai ( Uncomplated ventures),
Apabila pembukuan Joint Venture tidak diselenggarakan secara terpisah
Apabila sampai dengan akhir periode akuntansi,suatu persetujuan joint venture belum
bias diakhiri, untuk keperluan penutupan buku-buku masing-masing patner, maka perlu ada
perhitungan laba (rugi) joint venture.
Menurut ketentuan joint venture baru dapat menghitung rugi laba, apabila usaha yang
menjadi obyeknya sudah selesai. Hal ini bisa sepenuhnya dilakukan bagi mereka (biasanya
perseorangan) yan secara spekulasi melakukan usaha besama atau joint venture itu. Tetapi
apabila joint venture diadakan diantara pengusaha-pengusaha/perusahaan yang sudah memiliki
pembukuan teratur, maka pada tiap tiap akhir periode akuntansi perlu keterangan yang lengkap
tentang hasil hasil operasi perusahaan seluruhnya, termasuk adanya joint venture yang
pembukuaannya diselenggarakan secara terpisah, dapat dilakukan tanpa mengalami kesulitan
apapun. Akan tetapi dalam hal pembukuan diselenggarakan tidak secara terpisah khususnya
bagi anggota-anggota selain managing partner merupakan peseoalan tersendiri.
Contoh 3 :
Misalnya joint venture antara tuan A,B dan C tersebut dimuka,pasa tanggal 31
Desember 19A dinyatakan belum selesai, sebab masih ada barang-barang yang belum terjual
seharga : Rp 1.200,00 ( = at cost) dan masih dipegang oleh Tuan C sebagai managing partner.
Dalam keadaan seperi ini masing-masing partner memerlukan adjustmenst dalam
menghitung adanya laba(rugi) joint venture. Apabila diperhitungksn ternyata keuntungannya
menjadi sebesar = Rp 5.190,00 (kelebihan pendapat diatas ongkos-ongkos sampai dengan
tanggal 31 Desember 19A sebesar Rp 3.990.00 ditambah persediaan barang-barang yang belum
terjual sebesar Rp 1.200,00. Dengan demikian maka perhitungan pembagian laba dan
adjustment pada pembukuan masing-masing patner pada tanggal 31 Desember 19A akan
tertera sebegai berikut:
197
Buku Tuan A
Joint venture Rp 5.100.
Laba joint venture Rp 1.100
Tuan B Rp 1.180
Tuan C Rp 2.820
Buku Tuan B
Joint venture Rp 5.190
Laba joint venture Rp 1.180
Tuan A Rp 1.190
Tuan C Rp 2.820
Buku Tuan C
( Managing Partner)
Joint venture Rp 5.190
Laba joint venture Rp 2.820
Tuan A Rp 1.190
Tuan B Rp 1.189
Dalam hal pembukuan joint venture tidak diselenggarakan secara terpisah, maka hak hak para
anggota di dalam joint venture pada setiap saat dapat ditentukan dari saldo rekening yang
menyangkut aktivitas joint venture.
Hak hak para anggota adalah merupakan selisih antara jumlah kumulatif semua rekening yang
mempunyai saldo debit dengan jumlah kumulatif semua rekening yang bersaldo kredit dari
pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan. Rekening rekening dengan
saldo debit menunjukkan : aktiva joint venture, ( termasuk biaya dibayar dimuka ). Sedang
rekening rekening dengan saldo kredit menunjukkan kewajiban kewajiban joint venture
kepada pihak ketiga dan hak anggota di dalam joint venture.
Contoh 4 :
Apabila dari contoh soal no. 2 ditentukan besarnya hak-hak para anggota masing-masing
samapai dengan transaksi no. (5) dan no. (9), maka berdasarkan pembukuan yang
diselenggarakan oleh anggota anggota yang bersangkutan akan ternyata dari selisih debit dari
semua rekening-rekening yang ada sebagai berikut:
198
A B C
NO 5 NO 9 NO 5 NO 9 NO 5 NO 9
Rekening dengan saldo Debet 13.990
Kas JV - - - - 19.390 -
Piutang JV - - - - 100 -
Tuan C 13.990 7.070 13.990 7.070 -
Jumlah 13.990 7.070 13.990 7.070 19.490 13.990
Rekening dengan saldo kredit
Joint venture 8.490 - 8.490 -- 8.490 -
Wesel Bayar JV - - - - 1.000 -
Tuan A - - 3.000 3.790 3.000 3.790
Tuan B 2.500 3.280 - - 2.500 3.280
Jumlah 10.990 3.280 10.490 3.790 14.990 7.070
Hak Para anggota 3.000* 3.790** 2.500* 3.280** 4.500* 6.920**
Catatan :
*lihat setoran modal masing masing anggota
** lihat penyelesaian kepada anggota transaksi no 10
7.5. Rangkuman
1. Joint venture adalah usaha bisnis yang dilakukan oleh dua entitas bisnis atau lebih untuk
periode waktu tertentu. kerja sama ini diciptakan untuk memberikan tujuan spesifik dan
ditentukan dalam rencana yang telah disepakati.
2. Pembukuan terpisah dari pembukuan masing masing anggota. Metode akuntansi terpisah
dimana joint venture dari masing-masing sekutu hanya mencatat transaksinya saja.
3. Pembukuan bersama dari keuangan masing-masing anggota. Metode akuntansi tidak
terpisah dimana para sekutu joint venture akan menyelenggarakan pencatatan kegiatan joint
venturenya secara sendiri sendiri. Oleh karena itu, untuk membedakan antara asset dan
kewajiban yang berasal dari joint venture dapat memberikan tulisan joint venture pada
setiap akun yang dipergunakan seperti "perlengkapan-joint venture".
199
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Sabeni dan Mas’ud Machfoedz, Ikhtisar Teori dan Soal Jawab Akuntansi Lanjutan 1
BPFE Yogjakarta
Floyd A. Beams – Advanced Accounting, Fifth edition, Prentice Hall, Englewood Clifffs, New
jersey
Amir Abadi Jusuf Akuntansi Keuangan Lanjutan di Indonesia Salemba Empat Jakarta, Edisi
Revisi.
200