Anda di halaman 1dari 5

DUKA DI BAWAH PAYUNG LAZUARDI

Kudengar suara asap membawa kabar duka


Tentang terbakarnya hamparan hutan-hutan tropis kekayaan kita
Disulut oleh tangan-tangan berapi yang terpantik duniawi belaka
Hingga hatinya membuta tak peduli Ibunda Bumi menderita karenanya

Kudengar suara lebatnya hujan membawa kabar nestapa


Tentang banjir bandang dan tanah longsor melanda di mana-mana
Dipicu oleh tangan-tangan gergaji mesin yang menggorok pohon-pohon kita
Satu persatu tumbang, hutan-hutan pun hilang takada lagi resapan air mentelaga

Kusapa Ibunda Bumi tempatku berpijak satu-satunya


Aku bersamanya menangisi alam yang tak lagi ramah pada kita
Aku tahu, itu sejak manusia merusaknya bahkan memperkosa
Membuat merahnya senja berurai darah air mata
Aneka satwa melafal syair-syair saga di belantara
Telah lenyapnya peraduan dan pertapaan mereka

Kumerindu hijau dan rimbunnya dedaunan


Ingin kupeluk rerat-erat rapat dan hangatnya batang pepohonan
Istana bercengkerama cuitan kawanan burung bersahutan
Kupu-kupu menari bersama Raja Hutan dan Punakawan
Anggrek Bulan dan kawan-kawan menghidangkan santapan
Dipayungi langit lazuardi indah nan biru berhias tipis awan

Aku dalam buaian Ibunda Bumi, tempatku bermanja satu-satunya


Kami menjelajah alam melewati jalan setapak berdepa-depa
Jauh kami berjalan hingga senja mengetuk pintu malam hampa
Kumelepas diri dari buaian Ibunda Bumi, duduk merunduk raga
Derap hari pun mulai tenggelam dalam diam tapi berjaga
Aku bertekuk sujud dalam senyap damai-Nya
Kuberbisik pada Ibunda Bumi kita
Bisikan hati lirih tapi kuat menggema:
Aku berterima kasih dan bersyukur atas pengorbanannya
Kuberjanji merawatnya
Dengan cinta sepenuhnya
Selaras lestari semesta
Mencintai Bumi, Langit Menyayangi

Jakarta-Jogjakarta, Februari 2017


SEPTEMBER LARUT: BANJIR DI GARUT

Air bah marah


Membawa banjir meruah
Jiwa-jiwa menjerit , air mata menumpah
Rumah-rumah tenggelam, harta-kekayaan hilang musnah
Ternak-ternak hanyut, binasa juga ladang dan sawah-sawah
Duka-nestapa mencacah lumat di berbagai bentang wilayah

Oh, alamku murka – alam kita!


Apakah ini peringatan nyata dari-Nya?
Segala menjaga yang mengada adalah:
Dampak dari tingkah laku buruk manusia

Ya Allah ya Rob, Sang Pemilik Jagad Raya


Tiada suatu musibah, tanpa izin-Mu ya Allah,
Tuhan Semesta Alam Kaya
Beri kami kesempatan ‘tuk kembali merawat Bumi - Ibunda
Seperti yang Engkau kehendaki nyata
Di mana kaki kami dulu kuat menapak saka
Bahkan mengakar ke dalam tanah emas-Mu perkasa
Tubuh-tubuh kami tegak berdiri menyongsong matahari penanda kala

Garut, September 2016


SANG ALAM

Berkelana ku berkelana
Kususuri alam kuasaNya
Kujelajahi keagunganMu
Kudaki gunung tinggi
Kutelusuri lembah bukit dan ngarai
Masya Allah

Memandang ku memandang
Takjubku atas ciptaMu
Syukurku tiada batas atas NikmatMu

Semburat sinar mentari pagi


Membara Padma kobarkan semangat
Para penjelajah

Cahaya ‘tuk dedaunan hijau menawan


Bunga bunga kuncup
Bunga bunga mekar
Ranting ranting bercabang
Di antara musim dingin yang kan berakhir
Salju putih pun meleleh

Dan kaki-kaki alam pun merangkak


Menapaki gelapnya malam
Lewat sang bintang dan bulan
Dingin nan merasuk
Duhai, malam penuh misteri

Oh alam
Tak lelah kuberjalan
Tak lelah kutelusuri
Tak lelah kujelajahi

Kunikmati bercengkerama dengan alam


Dekapkan hati ‘tuk bersyukur
Alam.. Cipta-Mu, Tuhan!

Yumesamdong, North Sikkim, Himalaya, Awal Februari 2015


JEJAK LUKA KICAU BURUNG

Rona memerah memulas lengkung ufuk timur


Bak semburat lukisan mempigura diksi salam pagi
Semilir angin mengalun menyanyun gemersik daun
Diiringi kicau kawanan burung sahut-menyahut
Bagaikan zikir alam melantun kalam-kalam indah

Di antara dedaunan dan ranting-ranting pohon


Kicau burung mengajarkan beningnya kearifan
Tentang kebahagiaan nikmati karunia-Nya di awal hari
Penuh syukur kala detak jantung masih menghela raga

Gema kicau kawanan burung menggetarkanku


Tapi sejak pepohonan dan daun-daun hilang
Ruangku sunyi, kawanan burung entah ke mana
Kepak sayapnya meninggalkan jejak duka penuh luka

Jakarta, April 2017


PRASASTI JIWA KALAM

Kala kutermenung di beranda jiwa


Keheningan malam hadir menyapa
Lamunanku membubung, mengudara
Oooh…udara pekat asap menyengat nyata

Langit menghitam berkafan gimbal-gimbal abu


Ke manakah curah hujan yang kunanti, kurindu?
Wajah televisi tak henti-henti menayang berita pilu
Wewartakan amarah alam yang dilukai api sembilu

Tangan-tangan siapa yang merajam hutan?


Lalu buru-buru minta ampunan bersimpuh di Kaki Tuhan
‘tuk hilangkan jejak-jejak merah-hitam nafsu kawanan setan
Menyelinap di kerumunan tangis berlagak menjadi pahlawan

Wajah wajah pilu, nafas sesak, paru-paru menghitam


Balita dan bayi-bayi merah terkulai jantungnya terajam
Menjadi korban mereka yang abai bersyukur pada alam
Menghalau bahasa angin penembang agar asap meredam
Menghapus pelangi si Inang Hujan agar kobaran api padam
Mari kita hentikan keserakahan pembawa bencana kelam:
Aksara cinta alam, kita torehkan dalam prasasti jiwa kalam

Jakarta, September 2019

Anda mungkin juga menyukai