Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ABSES COLLI

DI BANGSAL DAHLIA 5 RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah IV

Disusun oleh :

Eri Lalita Dewanti (P07120112058)

Mia Tri Adhani (P07120112066)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2014
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.K DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ABSES COLLIDI BANGSAL DAHLIA 5 RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disahkan:
Hari/Tanggal :................

Disusun oleh :

Eri Lalita Dewanti (P07120112058)

Mia Tri Adhani (P07120112066)

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Sugeng, S.Kep., Ns., M.Sc


BAB I
KONSEP DASAR PEYAKIT ABSES COLLI

A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya
benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah.
(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat
dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu
campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah
mati yang dicairkan oleh enzim autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif &
Kusuma, 2013)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang
kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis,
meninggalkan jaringan parut yang kecil (Harrison, 2005)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah
suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena
adanya benda asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik,
bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik yang timbul di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam,
akibat perjalanan berbagai sumber infeksi seperti gigi, mulut, tenggorokan,
sinus paranasal dan telinga leher.
B. Anatomi dan Fisiologi leher

Leher terbagi atas dua bagian utama yang berbentuk segitiga, yaitu
anterior dan posterior, oleh otot sternomastoid yang berjalan menyerong
dari prosesus mastoid tulang pelipis ke sebelah depan klavikula dan dapat
diraba disepanjang tulang itu. Klavikula terletak pada dasar leher dan
memisahkan dari thorax.
Segitiga posterior leher disebelah depan dibatasi oleh otot
sternomastoid dan dibelakang oleh tepi anterior otot trapezius. Bagian ini
berisi sebagian dari plexus saraf servikal dan plexus brakhialis.
Serangkaian kelenjar limfe yang terletak posterior dai sternomastoid dan
urat-urat saraf dan pembuluh darah. Diatas segitiga ini terletak iga pertama
dan diatas iga ini berjalan arteri subklavia. Di tempat inilah penekanan
arteri subklavia dengan jari dapat dilakukan.
Segitiga anterior dari batang leher terbagai dalam beberapa segitiga
lagi yaitu segitiga karotis karena memuat arteri karotis beserta cabangnya
yaitu karotis interna dan externa dan juga vena jugularis internada dan
beberapa vena, arteri dan saraf lainnya terdapat disini.
Segitiga digastrik terletak dibawah rahang. Disini terdapat beberapa
bagian dari kelenjar submandibuler dan kelenjar parotis, cabang saraf
fasialis dan arteri fasialis dan struktur lainnya yang terletak lebih dalam
termasuk beberapa pembuluh karotis. Batang leher dari depan. Manubrium
sterni merupakan patokan penting, sebab dibelakangnya terletak sebagian
dari arkus aorta dan vena-vena innominata.
Trachea dimulai langsung dibawah tulang rawan krikoid dan berjalan
masuk ke rongga torax dan berakhir untuk bercabang menjadi bronchus
kanan dan kiri pada setinggi sudut sterna (sudul louis).

C. Jenis – jenis Abses


1. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai
dengan pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses
yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke
jaringan ginjal melalui aliran darah.
2. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan,
maka akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan
sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan
nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.
3. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah
pada ujung akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput
tulang (sub-periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal)
atau ke bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran
pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa
dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya
atau perawatan akar dari gigi tersebut.
4. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum
tulang akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang
tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini
nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).
5. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini
merupakan abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan.
Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang, persendian atau
kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
6. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba
histolytica), yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak
berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh
amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba
pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.
7. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh,
ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan
nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian
membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel
yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah
tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan
mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya:
bisul.

D. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan
jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia
dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan
terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

E. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru,
mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau
tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak
sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan
tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan
lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh,
sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Paling
sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa yang
berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses
sehingga Anda dapat melihat materi dalam dan kemudian secara
spontan akan terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi
dapat menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran
darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin
mengalami demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih
menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

F. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang
merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam
rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati,
sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi
rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan
terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi
dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah
permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001).
G. Pathways

Bakteri Gram Positif


(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/ mati/ nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
Gangguan
Thermoregulator
Pecah
(Pre Operasi)

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi
Resiko Penyebaran Infeksi
(Pre dan Post Operasi)
Nyeri Nyeri
(Pre Operasi) (Post Operasi)
Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001

H. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan
sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang
ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang
dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya
diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses
dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila
abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam
yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.

J. Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan
intervensi bedah dan debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi
penyebabnya, terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena
benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan
dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras
menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan
mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai
tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu
penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin
sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus
resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa
tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat
melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya
dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang
merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik
sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain itu antibiotik tersebut
seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah.

K. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat
anti-bakteri merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau
mencegah penularan.

L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia
berapa saja, namun yang paling sering diserang adalah bayi dan
anak-anak.
b.Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah
dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit
ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak
steril atau terkena peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang
secara cepat menunjukkan rasa sakit diikuti adanya
eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.

3) Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan
diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ / jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f.Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
3. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel
darah putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
4. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh
data melalui pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian
dari diagnosa keperawatan itu sendiri adalah sebuah pernyataan
singkat dalam pertimbangan perawat menggambarkan respon klien
pada masalah kesehatan aktual dan resiko. Menurut Herdman (2007),
diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
a. Pre operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka
terbuka
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan.

5. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan:
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal
rasa nyeri berkurang, klien dapat rileks,
klien mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80
mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan :
20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi keadaan umum klien
nyeri. 2) Sebagai data dasar mengetahui
seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
3) Observasi reaksi non verbal dari selanjutnya
ketidaknyamanan. 3) Reaksi non verba menandakan
4) Dorong menggunakan teknik nyeri yang dirasakan klien hebat
manajemen relaksasi. 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik farmakologis
sesuai indikasi. 5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan


proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan Hipertermi
dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0C
– 37 0C).
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan
tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / hari. penguapan tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat
hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.

b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat
pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal
rasa nyeri berkurang, klien dapat rileks,
klien mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV
dalam batas normal; TD : 120 / 80
mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan :
20 x / menit.

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri. seberapa hebat nyeri yang
dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi
3) Observasi reaksi non verbal dari selanjutnya
ketidaknyamanan. 3) Reaksi non verba menandakan
4) Dorong menggunakan teknik nyeri yang dirasakan klien hebat
manajemen relaksasi. 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
5) Kolaborasikan obat analgetik farmakologis
sesuai indikasi. 5) Mempercepat penyembuhan
terhadap nyeri

6. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping.
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses
dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap
nanah yang lebih lunak, Karena sering kali abses disebabkan oleh
bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti
flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa
membantu mempercepat penyembuhan serta mengurangi
peradangan dan pembengkakan.
7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil.
Evaluasi Keperawatan pada klien dengan abses adalah :
a. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b. Rasa nyaman klien terpenuhi
c. Daerah abses tidak terdapat pus
d. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
e. Tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th

Edition, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013 (diakses tanggal 6

november 2014)

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt

J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13.

jakarta : EGC. 2005. (diakses tanggal 6 November 2014)

Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012 (diakses tanggal 6 November

2014)

Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta,

2013 (diakses tanggal 6 November 2014)

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.

Jakarta:EGC,2004. (diakses tanggal 6 November 2014)

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007. (diakses tanggal 6

November 2014)

Anda mungkin juga menyukai